commit to user 12
Syaiful Bachri 1994:23 berpendapat bahwa prestasi belajar adalah yang diperoleh dari suatu aktifitas yang mengakibatkan perubahan dalam individu.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dengan suatu aktivitas belajar berkat
pengalaman atau latihan yang mengakibatkan perubahan dalam diri siswa yang dilaksanakan disekolah pada proses pembelajaran. Hal tersebut berupa
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang biasanya dinyatakan dengan skor atau nilai yang diperoleh dari evaluasi yang dilakukan setelah proses pembelajaran
berlangsung.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Perbedaan dalam prestasi belajar para peserta didik disebabkan beberapa faktor, diantaranya: kematangan akibat kemajuan umur kronologis, latar belakang
pribadi masing-masing, sikap dan bakat terhadap suatu bidang pelajaran, jenis mata pelajaran yang diberikan dan sebagainya Roestiyah.NK, 1996:5.
Sedangkan menurut Slameto 2003:54, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua golongan yaitu: faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern
adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor intern meliputi: faktor
jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
Prestasi belajar juga tergantung pada apa yang dipelajari, bagaimana bahan pelajaran itu dipelajari dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar.
commit to user 13
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: a. Bahan atau hal yang harus dipelajari yaitu bahan pelajaran, kesulitan dan
manfaat bahan pelajaran ikut menentukan prestasi belajar. b. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor lingkungan eksternal dapat berupa:
1 Lingkungan alam dan lingkungan fisik, misalnya sungai, danau, tumbuhan, udara dan sebagainya.
2 Lingkungan sosial, misalnya keluarga, masyarakat desa dan kota, lembaga dan badan sosial lainnya.
Individu merupakan faktor terpenting. Anak jadi belajar atau tidak tergantung kepada anak itu sendiri. Mungkin faktor-faktor lain telah memenuhi
persyaratan tapi kalau idividu tidak mempunyai kemampuan untuk belajar maka proses belajar tidak akan terjadi sehingga dapat menghambat pencapaian prestasi
belajar. 4.
Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme
Salah satu prinsip paling, penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat
bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak
siswa agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu
siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan
commit to user 14
agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya
sendiri Brooks, 1990, Leinhardt, 1992. dalam Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 2
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down dari pada battom-up. Top-down berarti bahwa siswa mulai
dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan dengan bantuan guru keterampilan-keterampilan
dasar yang diperlukan Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 7. Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivisme Nickson
dalam Herman Hudoyo, 2005: 20 adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsepprinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui
proses internalisasi sehingga konsepprinsip itu terbangun kembali, transforamsi informasi yang diperoleh menjadi konsepprinsip baru. Transformasi tersebut
mudah terjadi bila pemahaman terjadi karena terbentuknya skemata dalam benak siswa. Dengan demikian, pembelajaran matematika adalah membangun
pemahaman. Proses membangun pemahaman inilah yang lebih penting daripada hasil belajar sebab pemahaman akan bermakna kepada materi yang dipelajari.
Menurut kaum konstruktivisme, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna,
mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar
commit to user 15
adalah suatu bentuk belajar sendiri Betten Court, 1989, dalam Paul Suparno, 1997: 5 ,
Menurut Bodner 1986 mengatakan bahwa : ”…knowledge is constructedas the learner strives to
organize his or her experience in terms of preexisting mental structures”.
“ Belajar matematika merupakan proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa sendiri
melalui transpormasi pengalaman individu”.
Peran seorang guru sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses siswa belajar dengan baik. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan
dalam beberapa tugas sebagai berikut: 1 Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
2 Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-
gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. 3 Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses
belajar siswa. Menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik. 4 Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan
atau tidak. 5 Menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku
untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. 6 Membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
commit to user 16
Kondisi lingkungan belajar konstuktif penting, namun tidak secara otomatis menghasilkan belajar konstruktif. Siswa perlu mengembangkan
keyakinannya, kebiasaannya dengan gayanya dalam belajar sehingga kemampuan ketrampilan kognitif siswa berkembang.
Menurut Marpaung 2003 pengetahuan objektif matematika oleh siswa dikondisikan ulang. Proses rekonstruksi matematika oleh siswa dijelaskan sebagai
berikut: a. Pengetahuan
objektif matematika
direpresentasikan siswa
dengan mengkontruksi melingkar yang ditujukan dengan alur mengkaji menyelidiki,
menjelaskan, memperluas, mengevaluasi, sehingga terjadi rekonstruksi matematika sebagai konsepsi awal.
b. Konsepsi awal sebagai basil rekonstruksi individu tersebut merupakan pengetahuan subyektif matematika.
c. Pengetahuan subyektif matematika tersebut dikolaborasikan dengan siswa lain, guru dan perangkat belajar siswa - guru - perangkat belajar sehingga
terjadi rekonstruksi matematika. d. Matematika yang direkonstruksi dan yang direpresentasikan kelompok
tersebut merupakan pengetahuan baru yaitu konsepsi siswa setelah belajar sehingga menjadi pengetahuan objektif matematika.
Proses konstruksi matematika yang dialami siswa perlu dipahami guru bahkan dialaminya. Karena itu guru seyogyanya mampu mengkonstruksi
pembelajaran sedemikian hingga siswa belajar maternatika dengan pendekatan konstruktivisme.
commit to user 17
Dari uraian di atas tersirat bahwa guru matematika perlu berusaha memahami bagaimana siswa belajar, yaitu proses siswa dalam mengkonstruksi
konsep matematika. Kelas dikembangkan melalui hubungan antara siswa dan guru menjadi
sistem komunikasi yang interaktif. Komunikasi berarti baik guru maupun siswa kedua-duanya sebagai pengirim dan penerima informasi secara timbal balik
sehingga kedua-duanya saling berfungsi. Dengan demikian peran guru dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme adalah sebagai
berikut: a. Sebagai pembimbing dan memberi sugesti memfasilitasi lingkungan agar
siswa menemukan penilaian berkelanjutan terhadap perkembangan belajar siswa, mengklasifikasikan konflik kognitif, untuk merangsang berpikir
matematika dan mendorong interaksional. Ini mengindikasikan perhatian guru terhadap faktor pengembangan berpikir matematika siswa.
b. Dalam mengacu proses rekonstruksi matematika guru perlu memahami siswanya sehingga guru dapat membimbing siswa dalam tingkat
pembimbingan yang tepat dan akhirnya secara gradual melepaskan bimbingan dan siswa dapat memahami perilaku siswa, atensi yang kuat
terhadap kerja siswa, dan tetap mengembangkan proses yang relevan dan kesimpulan yang bermakna.
c. Guru perlu berkesempatan untuk mengobservasi siswa sehingga guru mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki siswa dan dapat melihat
bagaimana menyelesaikan bantuannya ke tingkat pemahaman siswa. Ini
commit to user 18
mengindikasikan bahwa pembelajaran berpusat agar siswa berpikir dan mendorong siswa untuk merepresentasikan matematika yang dipikirkan.
d. Guru perlu berpartisipasi secara aktif dengan siswa secara berkelanjutan, terutama pada tahap-tahap awal penanaman konsep matematika. Bagi siswa
yang lebih tuadewasa dalam kelompok yang “lebih berpengalaman” tidak begitu penting keterlibatan aktif guru.
Dengan peran guru seperti di atas, dapat dilukiskan keadaan kelas dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme adalah sebagai
berikut : siswa mau dan berani mengemukakan model matematika dalam menyelesaikan
masalah matematika.
Selain itu,
siswa mampu
merepresentasikan proses mengkonstruksi konsep matematika dan kemudian memproduksinya. Ini mengindikasikan terjadinya interaksi aktif antara siswa-
siswa-guru sehingga proses belajar siswa diutamakan, tidak sekedar hasil belajar.
e. Dalam pendekatan konstruktivisme peran guru dalam menilai keberhasilan belajar siswa, tidak cukup hanya sekedar dari hasil tesujian saja melainkan
juga memonitor secara berkelanjutan dan komprehensif dari semua kegiatan yang dilakukan siswa selama kegiatan berlangsung.
Dengan demikian keberhasilan belajar siswa ditentukan sebagai hasil monitoring yang berlanjutan dan komprehensif.
Menurut Marpaung 2003 penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif tersebut meliputi gabungan dan modifikasi dari model pandangan Hilbert dan
Lefreve 1986 Savada 1997 dan Kilpatrik dkk 2001 sebagai berikut :
commit to user 19
1 Kelancaran siswa dalam berpikir matematika untuk menyelesaikan masalah. Beberapa banyak solusi atau beberapa cara menyelesaikan masalah yang
dapat dihasilkan oleh setiap siswa. 2 Siswa fleksibel dalam menentukan ide-ide matematika.
3 Keaslian respon siswa yang ditujukan ketinggian derajat ide-ide yang dikemukakan siswa.
4 Elegensi ide yang dikemukakan siswa yang ditunjukkan derajat keunggulan ide yang dikemukakan siswa. Ide yang ambigo tentu berbeda dengan ide yang
sederhana, tetapi jelas dan tepat. 5 Pemahaman konseptual yang ditunjukkan dengan kejelasan hubungan-
hubungan konsepprinsip matematika yang dikuasai siswa. 6 Pemahaman prosedural yang ditunjukkan tersusunnya bahasa formal atau
sistem representasi simbol rnatematika termasuk didalamnya algoritma atau aturan untuk menyelesaikan masalah.
7 Kompeten dalam strategi yang ditunjukkan kemampuan memformulasikan, menyatakan dan menyelesaikan masalah-masalah dari masalah yang
dihadapi. 8 Penalaran yang adaptif yang menunjukkan kapasitas berpikir logika, refleksi,
penjelasan dan jusifikasi. 9 Disposisi produktif yang menunjukkan kecenderungan kebiasaan dalam
melihat matematika sebagai kegunaan, kebermanfaatan dan percaya dan yakin akan pilihannya sendiri.
commit to user 20
De Uries dan Kohlberg mengikhtisarkan beberapa prinsip konstruktivisme Piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar matematika
sebagai berikut: a. Struktur psikologis harus dikemhangkan dulu sebelum persoalan bilangan
diperkenalkan. Bila murid mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka menerima struktur logika matematis yang cocok dengan persoalannya, tidak
akan jalan. b. Struktur psikologis skemata harus dekembangkan dulu sebelum simbol
formal diajarkan. Simbol adalah bahasa matematis suatu bilangan tertulis yarig merupakan rcprcsentasi suatu konsep, tetapi bukan konsepnya sendiri.
c. Murid harus mendapat kesempatan untuk menemukan membentuk relasi matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran orang
dewasa yang sudah jadi. d. Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pembelajaran matematika hanya
mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam wujud pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan. Murid menjadi pasif. Banyak guru
inenekankan perhitungan dan bukan penalaran sehingga banyak murid menghafal belaka. Paul Suparno, 1997: 70
Struktur psikologis skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti intelektual, kreativitas, kemampuan
dan naluri. Memang diakui bahwa struktur logis dan matematis adalah abstraks, sedangkan pengetahuan fisis adalah kongkret.
Menurut Paul Suparno 1997 bahwa Drive dan Oldham dalam Matthews 1994 mendriskripsikan beberapa ciri mengajar konstruktivisme sebagai berikut:
commit to user 21
a. Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk menmgembangkan motivasi dalam
mempelajaari suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang mudah dipelajari.
b. Elisitasi Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi,
menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempataii untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar,
ataupun poster. c. Restrukturisasi ide
Dalam hal ini ada tiga hal yaitu : 1 Klasifikasi ide yang dikonstniksikan dengan ide-ide orang lain atau teman
lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya kalau
tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok. 2 Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya
bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman.
3 Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan
atau persoalan yang baru.
commit to user 22
d. Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada
bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap dan rinci dengan segala macam pengecualiannya.
e. Review, bagaimana ide itu berubah. f. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang
dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasan entah dengan menambah suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi
lengkap. Penggunaan paradigma belajar didukung oleh filsafat konstruktivisme,
yang mengatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang adalah bentukan dari orang itu sendiri bdk. Suparno, 1997.
Menurut Brooks dan Brooks 1993:15, dalam Marpaung 2003 pembelajaran konstrukvisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kurikulum disajikan dari keseluruhan ke bagian-bagian dengan menekankan ide-ide besar.
b. Keberanian siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dinilai tinggi. c. Aktivitas kurikuler bersandar pada sumber-sumber data primer dan
penggunaan benda-benda manipulatif. d. Siswa dianggap sebagai pemikir dengan memunculkan teori-teori tentang
dunia. e. Guru pada umumnya bertingkah laku yang interaktif, dengan memediasi
lingkungan pada siswa menggunakan lingkungan sebagai titik tolak pembelajaran.
commit to user 23
f. Guru berusaha menyelidiki pandangan siswa untuk memahami konsepsinya yang akan digunakan pada pelajaran berikutnya.
g. Asesmen hasil belajar siswa terintegrasi dengan pembelajaran melalui pengamatan oleh guru selama siswa belajar, melalui pameran siswa akan
kemampuannya dan portofolio. Di lain pihak Suparno 1997 menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar
konstruktivis adalah : 1 Belajar berarti membentuk makna.
2 Belajar berarti mengkonstruksi terus-menerus. 3 Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta-fakta
dan menghafalkannya. 4 Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbangan.
5 Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6 Hasil belajar pebelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya. 7 Belajar dalam kelompok adalah baik dan dianjurkan.
8 Dalam proses pembelajarah guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivistik guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan bagaimana dia melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar
mau secara aktif mengolah informasi, baik secara individual atau melalui interaksi dan negosiasi dalam kelompok. Marpaung, 2003
Dengan melihat batasan-batasan di muka dapat dijelaskan bahwa belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka
commit to user 24
lihat, dengar, rasakan, dan yang dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak-seimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Media Pembelajaran Komputer