program belajar yang berbeda. Ada yang memilih Al, A2, A3 atau A4, karena mereka memiliki tujuan belajar di fakultas yang berbeda.
Dari segi guru, tujuan instruksional dan tujuan pembelajaran merupakan pedoman tindak mengajar dengan acuan berbeda. Tujuan
instruksional umum dan khusus dijabarkan dari kurikulum yang berlaku secara legal di sekolah. Tujuan kurikulum sekolah tersebut
dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional yang terumus di dalam Undang- Undang Pendidikan yang berlaku.
Dalam hal ini misalnya Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Acuan pada
kurikulum yang berlaku tersebut, berarti juga mengaitkan pada bahan belajar yang “harus” diajarkan oleh guru. Bahan belajar tersebut
ditentukan oleh ahli kurikulum. Dari segi siswa, sasaran belajar tersebut merupakan panduan
belajar. Sasaran belajar tersebut diketahui oleh siswa sebagai akibat adanya informasi guru. Panduan belajar tersebut harus diikuti, sebab
mengisyaratkan kriteria keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar siswa merupakan prasyarat bagi program belajar selanjutnya. Keberhasilan
belajar siswa berani ”tercapainya” tujuan belajar siswa, dengan demikian merupakan tercapainya tujuan instruksional, dan sekaligus tujuan belajar
“perantara” bagi siswa. Dengan keberhasilan belajar, maka siswa akan menyusun program belajar dan tujuan belajar sendiri. Bagi siswa, hal itu
berarti melakukan emansipasi diri dalam rangka mewujudkan kemandirian.
1.2.2 Siswa dan Tujuan Belajar
Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan
merespons dengan tindak belajar. Pada umumnya semula siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru tentang sasaran
belajar, maka siswa mengetahui apa arti bahan belajar baginya. Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar
tersebut, siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari
7
bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik yang
dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatanpenguatan,
adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya. Hal ini akan memperkuat keinginan untuk
semakin mandiri. Siswa belajar didorong oleh keingintahuan atau kebutuhannya.
Sebagai ilustrasi siswa kelas 2 SMP ingin tahu faedah belajar bahasa Inggris. Ia mencari keterangan dari teman kelas tiga SMP,
kenalan siswa SMA, bapak dan ibu guru SMP dan SMA, pegawai perpustakaan sekolah, pengawas perpustakaan di kotanya, dan pegawai-
pegawai perusahaan. Dari informasi yang diperoleh, siswa tersebut akhirmya mengetahui betapa pentingnya bahasa Inggris. Penguasaan
bahasa Inggris akan mempermudah untuk belajar lebih lanjut dan mencari pekerjaan. Berkat pengetahuan tersebut siswa merasa memiliki
kebutuhan belajar bahasa Inggris. Oleh karena itu, siswa tersebut memiliki tujuan belajar bahasa Inggris secara jelas. la belajar dengan
penuh semangat, agar tujuan untuk belajar lanjut atau untuk mencari pekerjaan di kemudian hari dapat tercapai. Peristiwa ini menunjukkan
bahwa tujuan belajar, untuk memenuhi kebutuhan di kemudian hari, sangat penting artinya bagi siswa.
Tujuan belajar penting bagi guru dan siswa sendiri. Dalam desain instruksional guru merumuskan tujuan instruksional khusus atau
sasaran belajar siswa. Rumusan tersebut disesuaikan dengan perilaku yang hendaknya dapat dilakukan siswa. Sebagai ilustrasi, misalnya
guru merumuskan sasaran belajar sebagai “siswa dapat menyebutkan ciri khas suatu prosa dan puisi.” Sasaran belajar tersebut berfaedah
bagi guru untuk membelajarkan siswa. Dalam hal ini, ada kesejajaran pada sasaran belajar rumusan guru, dan diinformasikan kepada siswa
dengan tujuan belajar siswa. Kesejajaran tersebut dilukiskan dalam bagan 1.3 berikut.
8
Bagan 1.3 Kesejajaran Sasaran Belajar dan Tujuan Belajar Siswa dalam Kegiatan Belajar Menuju Kemandirian
Bagan 1.3 melukiskan kesejajaran tindak guru mencapai sasaran belajar, dan tindak siswa yang belajar untuk mencapai tujuan belajar
sampai lulus dan mencapai tingkat kemandirian. 1 Guru menyusun acara pembelajaran dan berusaha mencapai sasaran belajar, suatu
perilaku yang dapat dilakukan oleh siswa. 2 Siswa melakukan tindak belajar, yang meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Akibat belajar tersebut siswa mencapai tujuan belajar tertentu. Dengan makin meningkatnya kemampuan maka secara keseluruhan siswa
dapat mencapai tingkat kemandirian. Dari segi guru, guru memberikan informasi tentang sasaran belajar.
Bagi siswa, sasaran belajar tersebut merupakan tujuan belajamya “sementara”. Dengan belajar, maka kemampuan siswa meningkat. Meningkatnya
kemampuan mendorong siswa untuk mencapai tujuan belajar yang baru. Bila
9
semua siswa menerima sasaran belajar dari guru, maka makin lama siswa membuat tujuan belajar sendiri. Dengan demikian, makin lama siswa akan
dapat membuat program belajarnya sendiri. Dari kegiatan interaksi mengajar-belajar, guru membelajarkan siswa
dengan harapan bahwa siswa belajar. Timbul pertanyaan “kapan siswa boleh memiliki tujuan belajar sendiri?” Dari Bagan 1.3 dapat diketahui bahwa
dengan belajar, maka kemampuan siswa meningkat. Ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa semakin berfungsi. Sebagai ilustrasi, pada ranah
kognitif siswa dapat memiliki pengetahuan, pemahaman, dapat menerapkan, melakukan analisis, sintesis, dan mengevaluasi. Pada ranah afektif, siswa
dapat melakukan penerimaan, partisipasi, menentukan sikap, meng- organisasi, dan membentuk pola hidup. Pada ranah psikomotorik, siswa
dapat mempersepsi, bersiap diri, membuat gerakan-gerakan sederhana dan kompleks, membuat penyesuaian pola gerak, dan menciptakan gerak-gerak
baru. Belajar dan peningkatan kemampuan bedalan komplementer. Siswa menjadi sadar akan kemampuan dirinya. Sementara itu usia dan tugas
perkembangan jiwanya juga semakin meningkat. Menurut Monks, Knoers, dan Siti Rahayu, dari segi perkembangan maka anak telah memiliki tujuan
sendiri pada usia masih muda pubertas dan dewasa muda. Pada usia tersebut siswa telah sadar dan memiliki rasa tanggung jawab. Siswa SMP
dan SMA berada pada usia pubertas dan dewasa muda. Mereka secara berangsur-angsur menjadi sadar dan memiliki rasa tanggung jawab. Dari
segi pembelajaran, maka sadar diri dan rasa tanggung jawab tersebut perlu dididikkan. Dengan kata lain, siswa SMP dan SMA secara perlahan-lahan
perlu dididik agar memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar dan membuat program belajar dengan tujuan belajar sendiri. Siswa perlu dididik
untuk menjalankan program dan mencapai tujuan belajar sendiri Monks. Knoers, Siti Rahayu, 1989: 19-25. 219-260.
1.2.3 Unsur-Unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran