motivasi belajar. Ketiga kondisi tersebut adalah kondisi yang: 1 memungkinkan tumbuhnya kemampuan siswa untuk mandiri dalam
belajar self-regulate, 2 memungkinkan kerja sama antarsiswa, dan 3 yang melibatkan orang tua dalam kegiatan belajar siswa. Berikut ini akan
diuraikan kondisi-kondisi yang dinilai membantu memotivasi siswa untuk belajar.
7.3.1 Siswa Mandiri Untuk Mengatur Belajarnya Self-Regulate
Perlu dipahami bahwa motivasi belajar merupakan interaksi antara proses internal siswa dengan dukungan belajar dari luar. Siswa
menjadi bersemangat, aktif dan terlibat secara total dalam proses pembelajaran apabila mereka melihat relevansi kegiatan yang dilakukan
dengan keinginan untuk berkembang. Akan tetapi kondisi ini semata tidak menjamin belajar yang efektif apabila kondisi eksternal ticlak mendukung.
Balikan yang positif dari guru, fasilitas belajar yang memadai, itu semua akan memperkuat motivasi belajar siswa.
Yang perlu dilakukan adalah sejauh mungkin membantu siswa untuk mampu mengatur, menata meregulasi sendiri belajarnya self-regulated
learning, dan tidak sangat tergantung kepada sumber di luar dirinya. Usaha ini didasarkan pada asumsi bahwa; 1 siswa dapat memperbaiki kemampuan
belajarnya sendiri melalui refleksi dan monitoring pribadi, 2 siswa mampu secara proaktif memilih, menyusun, dan bahkan menciptakan lingkungan
belajar yang menyenangkan, dan bahkan 3 mampu secara aktif memilih bentuk dan materi pembelajaran yang diperlukan .
Dengan kata lain, untuk memahami motivasi belajar siswa, guru perlu menyadari perlunya memenuhi kebutuhan siswa. Guru hendaknya dapat
membantu siswa terlibat dalam menentukan proses dan hasil belajar, serta memberikan kepercayaan kepada siswa untuk memilih pengetahuan yang
dibutuhkan.
Apabila siswa berpendapat bahwa belajar itu menyenangkan, serta secara pribadi sangat bermakna dan relevan, ditambah lingkungan yang
152
mendorong siswa untuk mempunyai kendali terhadap proses dan hasil belajar maka motivasi belajar dan kecenderungan untuk mengatur sendiri
proses belajar self-regulate akan muncul dengan sendirinya Ridley, 1991. Dengan kata lain, siswa melihat belajar sebagai proses yang erat kaitannya
dengan tujuan pribadi yang akan dapat dicapai dengan usaha sendiri. Dalam situasi ini siswa menjadi tenggelam dalam kesenangan belajar, dan
termotivasi secara intrinsik. Yang menjadi masalah adalah siswa Bering kali tidak memahami
peranan berpikir dan penalarannya sendiri dalam proses pembelajaran. Di samping itu, siswa ticlak melihat materi dan tujuan pembelajaran di kelas
sebagai sesuatu yang menarik atau relevan. Mereka juga tidak melihat lingkungan belajar sebagai sumber untuk melatih menjadi kompeten,
mandiri dan bersosialisasi dengan orang lain Devi Ryan, 1991. Oleh sebab itu, guru perlu mencari cars untuk membantu siswa mengubah
persepsi yang negatif terhadap sekolah dan belajar, dan membuat belajar menjadi menyenangkan. Hal ini dapat dilakukan guru dengan
menghubungkan tujuan dan materi pelajaran dengan tujuan pribadi, memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain
dalam mencapai tujuan belajar, dan membuat mereka mampu membuat pilihan atau keputusan sendiri dalam proses belajar.
Dari penelitian yang dilakukan Damico dan Roth 1994 diperoleh informasi bahwa siswa yang termotivasi belajar dan senang berada
di sekolah menggambarkan sekolahnya sebagai tempat belajar yang mendukung usaha siswa. Di samping itu, siswa juga merasa bahwa
guru-gurunya memperlakukan mereka secara positif dan mengharapkan siswa berhasil, memberi tempat pada inisiatif dan gagasan siswa,
memberikan tanggung jawab bersama dan individual dalam belajar, serta disiplin dan adil dalam menerapkan peraturan tetapi tidak bersifat otoriter.
Nah, bagaimanakah kondisi sekolah kita saat ini? Sudahkah sesuai dengan harapan siswa tersebut?
Untuk mencapai kondisi sekolah yang demikian, kurikulum sekolah perlu dirancang untuk melibatkan pengalaman belajar yang
153
menuntut kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Seharusnya tolok ukur siswa yang cerdas bukan semata-mata pada kemampuannya untuk
menjawab berbagai pertanyaan orang lain guru atau siswa lain, tetapi juga mampu menanyakan pertanyaan yang cerdas dan penting. Dalam proses
bertanya ini, siswa dapat diminta untuk berpikir dan menentukan sendiri tugas yang akan dilakukan, tujuan belajar yang akan
dicapai, informasi yang akan dikumpulkan, serta mengumpulkan, mengorganisasikan dan menganalisis informasi, untuk selanjutnya
disusun dalam suatu laporan. Untuk tugas semacam ini tidak hares menunggu sampai siswa kuliah di perguruan tinggi. Dengan lingkup topik
yang sederhana, seorang siswa sekolah dasar pun sudah dapat mulai dibiasakan dengan kegiatan dan berpikir seperti itu. Siswa juga diminta
untuk memonitor pengetahuan yang telah dipahaminya dari proses pembelajaran, mengevaluasi sendiri baik proses maupun hasil yang dicapai,
serta mengendalikan perasaan dan persepsi negatif yang muncul dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa siswa melakukan regulasi belajar
dengan mengontrol proses berpikir dan bertindaknya sendiri.
7.3.2 K e r j a S a m a A n t a r s i s w a D a l a m P r o s e s Pembelajaran Cooperative Learning
Dalam ruang lingkup motivasi belajar, untuk mengembangkan kemamampuannya, siswa perlu mengembangkan
hubungan antarpersonal yang memberikan dukungan sosial. Hubungan antarpersonal ini diperlukan agar siswa merasa terkait
dan berhubungan dengan orang lain dalam suasana saling percaya, saling menghargai dan saling memmperhatikan. Di samping itu, hubungan
antarpersonal ini juga memberi kesempatan kepada siswa melatih kemandirian, membuat keputusan sendiri dan berani menyatakan
pendapat. Dala hubungan antarpribadi siswa juga dapat mengembangkan dan mengukur kemampuannya sendiri perdasarkan
balikan dari orang lain. Guru dapat mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi
154
pengembangan hubungan antarpersonal tersebut misalnya dengan merancang kegiatan atau penugasan sebagai kerja kelompok dengan
menekankan pentingnya interaksi di antara anggotanya dan kontribusi dari setiap siswa.
Dalam proses pembelajaran guru juga dapat menggunakan berbagai bentuk pengajaran kelompok agar tidak membosankan,
misalnya bentuk permainan, pertandingan antarkelompok, serta menggunakan metode
i
nengajar yang bervariasi dan media yang tepat. Lebih lanjut, Ornstein 1993 menegaskan bahwa dalam
pembelajaran, faktor kunci yang akan mengembangkan dan memelihara motivasi siswa tidalah pengajaran yang baik serta guru
yang mengusahakan pengembangan pribadi dan sosial siswa secara total. Pada tingkat yang lebih tinggi dapat disimpulkan bahwa
sekolah atau kelas harus menjadi peristiwa perjumpaan antarpribadi yang saling mengasihi dan kemitraan yang saling memekarkan persaudaraan
yang menggembirakan Mangunwijaya, 1998. Hasil proses seperti ini bukan saja terpeliharanya motivasi belajar siswa, tetapi juga
tumbuhnya kemampuan kognitifintelektual siswa serta kepekaan sosial, serta kemampuan berkomunikasi dan memberikan kontribusi sosial.
7.3.3 Keterlibatan Orang Tua Dalam Belajar