Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Talempong Batu adalah instrumen idiofon yang berasal dari bongkahan- bongkahan batu yang terdapat di sekitar Nagari Talang Anau, Sumatera Barat. Talempong Batu ini tidak sama dengan Talempong pada umumnya yang terbuat dari kuningan dan berbentuk gong kecil. Masyarakat se kitar menyebutnya “Talempong Batu” atau “Batu Talempong,” karena batu-batu besar tersebut jika di pukul akan mengeluarkan bunyi yang nyaring seperti Talempong kuningan pada umumnya yang ada di Minangkabau. Talempong ini memiliki bentuk tidak beraturan seperti halnya sebuah batu alam atau batu gunung. Menurut penjelasan Bapak Ril Afrizal, Talempong Batu ini ada sekitar tahun 1200-an yang ditemukan oleh Syamsudin di depan rumahnya setelah beliau bermimpi. 1 Masyarakat di Nagari Talang Anau sangat menjaga keutuhan Talempong Batu, dan sangat menghormati Syamsudin yang telah menemukan batu tersebut. Maka dari itu, sebelum memainkan batu tersebut masyarakat selalu membakar kemenyan terlebih dahulu. Membakar kemenyan adalah kebiasaan yang selalu dilakukan pemain Talempong Batu sebelum memainkannya, ini adalah kepercayaan lokal yang ada di Nagari Talang Anau. Kepercayaan lokal tersebut diyakini bahwa tata cara pembakaran kemenyan apabila tidak dilakukan, niscaya bongkahan batu ini tidak akan menimbulkan bunyi yang nyaring seperti Talempong pada umumnya, tetapi akan tetap berbunyi layaknya seperti batu biasa yang dipukul. Namun pada 1 Informasi ini didapat dari hasil wawancara dengan pengelola dan pemain Talempong Batu di nagari Talang Anau, yaitu Bapak Ril Afrizal pada tanggal 11 Agustus 2015 pukul 11.30 WIB. Dan dari http:budparpora.limapuluhkota.go.idpostviewkeo1coj18wb74mqjkb3etalempong-batu-talang- anau Universitas Sumatera Utara 2 kenyataannya, Talempong Batu akan tetap berbunyi nyaring walaupun tidak dibakar kemenyan. Ini dibuktikan dengan cara tidak sengaja oleh pengelola Talempong Batu jika ia ingin meletakkan batu pemukul di atas Talempong Batu, batu itu tetap berbunyi. Jadi, membakar kemenyan adalah sebagai kebiasaan agar dapat mempertahankan kesakralan dan eksistensi Talempong Batu, dan juga sebagai hiburan bagi orang luar yang ingin melihat Talempong Batu. Setelah membakar kemenyan, tidak ada lagi doa atau ritual khusus untuk memainkan Talempong Batu. Talempong Batu memiliki fungsi penting bagi masyarakat di Nagari Talang Anau, kemudian Talempong Batu adalah juga sebagai simbol bagi masyarakat di Nagari tersebut. Hingga sampai saat ini masyarakat percaya jika ada getaran yang berasal dari Talempong Batu, dan getaran itu terasa sampai ke rumah-rumah masyarakat sekitar Nagari Talang Anau, maka dipercayai itu adalah pertanda akan ada terjadinya bencana alam. Sampai saat ini, semua yang berhubungan dengan Talempong Batu itu adalah mistik. Mistik yang dimaksudkan disini ialah hal-hal di luar dari logika manusia yang terjadi pada Talempong Batu. Seperti kenyataan yang pernah dialami masyarkat setempat dan beberapa karyawan dari Dinas kebudayaan Sumatera Barat, yaitu mereka berniat ingin memindahkan batu tersebut ke museum yang berada di Padang. Setelah dicoba untuk diangkat untuk dibawa ke museum, batu-batu tersebut sama sekali tidak bisa digerakkan dan diangkat, padahal biasanya batu tersebut bisa di geser atau di tukar posisinya. 2 Walaupun kemistikan yang terjadi pada Talempong Batu hanya terjadi sesekali saja, masyarakat Talang Anau tetap memiliki kepercayaan tentang kemistikan pada Talempong Batu, walaupun sudah diluruskan untuk tidak percaya sebagai yang di sembah dan sebagai tempat meminta. 2 Informasi ini didapat dari pengelola Talempong Batu, Bapak Ril Afrizal. Universitas Sumatera Utara 3 Pada masyarakat Nagari Talang Anau, Talempong Batu ini juga digunakan untuk ritual Bayan Kaulan memenuhi nazar. Ritual Bayan Kaulan adalah ritual yang diyakini masyarakat Talang Anau sebagai pemenuh nazar, dengan melalui proses membawa tiga butir telur itik yang menjadi syaratnya. Kemudian Talempong Batu dimainkan dan telur itik tersebut diretakkan sedikit di Talempong Batu, lalu dibawa pulang untuk di masak. Ritual ini dipercaya masyarakat Nagari Talang Anau sampai sekarang, dan penting bagi masyarakat setempat karena ritual ini sudah menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan masyarakat Talang Anau dari turun- temurun. Batu Talempong ini hanya berjumlah 6 buah, biasanya dimainkan oleh 3-5 orang pemain. Talempong Batu memiliki nada yang sama dengan Talempong Pacik yang biasa digunakan untuk iring-iringan orang Minangkabau baralek pesta. Talempong Batu ini disusun berjajar di atas dua potongan bambu sebagai sanggahannya yang diletakkan di atas tanah yang sudah terlebih dahulu dibuat lubang sebagai kotak resonatornya. Bongkahan batu yang berada di Talang Anau ini telah disusun sesuai dengan tangga nada yang dikeluarkan oleh masing-masing batu tersebut sehingga bisa dimainkan mengikuti irama lagu tradisional Minangkabau. Talempong Batu ini dapat ditukardigeser posisinya sesuai dengan keinginan dan kenyamanan pemain. Instrumen ini hanya memainkan lagu-lagu yang biasa dimainkan pada Talempong Pacik yang cara memainkannya dipegang dengan salah satu tangan dan tangan lain memukulnya dengan satu stik kayu. Masyarakat Talang Anau biasanya sering memainkan 3 lagu Talempong Pacik yaitu, 1. Basilah Baju, 2. Siamang Tagagau , dan 3. Cak Tuntun Tigo Kali. Walaupun banyak lagu Talempong Pacik yang lain, tetapi masyarakat lebih sering memainkan tiga lagu tersebut. Talempong Batu hanya memainkan 3 lagu saja, karena itu sudah menjadi kebiasaan Universitas Sumatera Utara 4 dari turun-temurun yang memainkannya. Jadi, dari dahulu hingga sekarang Talempong Batu memainkan 3 lagu saja. Aslinya Talempong Batu tidak dimainkan dengan iringan gendang seperti Talempong pacik. Talempong Batu ini sangat berbeda dengan Talempong Duduak atau Talempong Set Rea, itu terlihat dari bentuk, fungsi dan penggunaan, jumlah Talempong dan reportoar lagunya. Di Nagari Talang Anau memiliki 8 pemain Talempong Batu, salah satunya adalah narasumber penulis yaitu Bapak Ril Afrizal. Penulis sudah mencoba memainkan Talempong Batu tersebut, dan hasilnya batu-batu itu benar-benar berbunyi nyaring dengan kualitas suaranya yang khas secara akustik. Menurut penelitian ilmiahnya, Talempong Batu itu mengandung unsur logam yang sangat banyak, sehingga jika dipukul batu tersebut akan berbunyi nyaring. Dari latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis akan membahas fungsi musik sampai struktur pola ritemya untuk mengetahui bagaimana struktur permainan Talempong batu di Nagari Talang Anau. Pola ritem diangkat menjadi pembahasan karena Talempong Batu bersifat ritmis bukan melodis. Untuk menganalisis pola ritem Talempong Batu, penulis akan menggunakan metode Willian P.Malm bahwa ada 3 langkah dala mengamati suatu pertunjukkan seni, salah satunya yaitu : “Menganalisis waktu, termasuk didalamnya meter, pulsa dasar, dan unit- unit pembentuk birama”, dan menggunakan teori George Thaddeus Jones dalam bukunya Music Theory : yang menjadi fokus dalam membahas ritem adalah durasi dari suatu nada. Untuk mengkaji fungsi Talempong Batu ini akan dianalisis menggunakan teori use and function yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam dalam bukunya The Anthropology of Music, bahwa ada 10 fungsi musik. Tetapi dalam tulisan ini penulis Universitas Sumatera Utara 5 hanya menggunakan 5 fungsi saja yaitu, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi pengesahan lembaga sosial, fungsi pengintegrasian masyarakat, fungsi kesinambungan budaya. Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai Talempong Batu yang berada di Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Serta bermaksud untuk mengangkat topik ini menjadi satu tulisan ilmiah yaitu skripsi sarjana untuk memenuhi syarat kelulusan dari Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian penulis memberi judul penelitian ini: Talempong Batu Di Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat : Analisis Fungsi Musik Dan Pola Ritem.

1.2 Pokok Permasalahan