LATAR BELAKANG KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.

commit to user I-1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan.

1.1 LATAR BELAKANG

Ergonomi merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya, untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat. Kabupaten Sragen merupakan salah satu sentra industri batik yang ada di Karesidenan Surakarta. Perusahaan Batik “Brotoseno” merupakan salah satu perusahaan batik yang terdapat di kabupaten ini. Perusahaan ini menghasilkan kerajinan batik yang meliputi batik tulis, cap full print , dan kombinasi. Di area produksi batik tulis terdapat dua stasiun kerja yaitu pembatikan dan pewarnaan. Dari penelitian awal yang dilakukan di stasiun pewarnaan, didapatkan informasi bahwa di stasiun ini terdapat 3 orang operator, dengan jam kerja selama 7 jamhari. Kegiatan pewarnaan dilakukan setiap hari, dengan jumlah kain yang diwarnai sekitar 100 – 150 lembarhari. Khusus pada saat proses pencelupan pada zat warna dan penguncian warna, digunakan dua buah bak yang terbuat dari kayu dengan bentuk dan mekanisme penggunaan yang sama. Berdasarkan pengamatan terhadap metode kerja yang dilakukan, setiap proses harus dilakukan oleh dua orang operator. Setiap operator akan memegang salah satu ujung kain, kemudian operator akan mencelupkan kain secara bergantian dari ujung ke ujung. Untuk setiap lembar kain, tiap operator harus mencelupkan tangan ke bak sebanyak 5 - 15 kali. Proses pencelupan kain membutuhkan waktu sekitar 4 jam dari total commit to user I-2 keseluruhan proses pewarnaan per hari. Karena proses-proses tersebut membutuhkan minimal 2 orang operator, maka proses tidak akan berjalan secara parallel dengan jumlah operator saat ini. Lebih jauh lagi jika hanya 1 operator yang hadir, proses pewarnaan ini akan terhenti total. Bak kayu pertama berisi zat pewarna kimia, sedangkan bak ke dua berisi larutan pembangkit dan pengunci warna. Perusahaan ini lebih memilih menggunakan pewarna kimia, karena pewarnaan dengan pewarna kimia memiliki beberapa keunggulan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk proses pewarnaan menggunakan pewarna kimia lebih cepat dari pada menggunakan pewarna alami, warna yang dihasilkan lebih cerah dan homogen, variasi warna lebih banyak, harganya lebih murah, ketersediaan warna tidak terbatas dan batik dengan pewarna kimia lebih stabil warnanya. Pewarna kimia yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu zat warna napthol dan zat warna indigosol. Zat warna napthol merupakan campuran dari Napthol, Turkis Red Oil TRO, Kostik Soda NaOH dan air. Sedangkan zat warna indigosol merupakan campuran dari Indigosol, Natrium Nitrit NaNO 2 , TRO, dan air. Pewarna napthol harus dibangkitkan dan dikunci dengan larutan garam, sedangkan pewarna indigosol menggunakan campuran Asam Klorida HCL dan air. Pada saat pencelupan di bak yang berisi zat pewarna kimia, operator tidak dilengkapi dengan alat pelindung khusus, sehingga tangan mereka harus berinteraksi langsung dengan dengan zat kimia, sedangkan pada proses penguncian warna, operator dilengkapi alat pelindung berupa sarung tangan plastik. Berdasarkan wawancara dengan ketiga operator yang melakukan aktivitas ini, operator mengeluhkan kulit tangan menjadi perih, gatal, panas dan pecah- pecah setelah melakukan aktivitas ini. Kondisi ini tentu perlu dicermati, karena membahayakan operator dan tidak memenuhi aspek K3. Berdasarkan buku pedoman teknis upaya kesehatan kerja bagi perajin, pemaparan bahan-bahan kimia terhadap kulit dapat mengakibatkan gangguan berupa iritasi serta allergi dengan gejala gatal-gatal, kulit kering dan kemerah-merahan, dan pecah-pecah, kerusakan kulit seperti ini akan memudahkan masuknya zat-zat kimia terutama yang bersifat toksik kedalam tubuh DEPKES, 2002. commit to user I-3 Selain kondisi interaksi dengan zat kimia, postur tubuh operator saat proses pencelupan juga menyebabkan keluhan ketidaknyamanan pada operator. Berdasarkan hasil Nordic Body Map NBM yang diberikan kepada operator, operator merasakan keluhan ketidaknyamanan di beberapa segmen tubuh yaitu pada bagian leher, pundak, pinggang, pinggul, pergelangan tangan, jari-jari tangan, serta paha. Sedangkan berdasarkan postur tubuh operator pada saat mencelupkan kain di bak, terdapat postur kerja yang mengindikasikan terjadinya cedera otot. Postur kerja operator pada saat melakukan proses ini adalah berdiri dengan postur tubuh membungkuk. Hal ini dibuktikan dengan identifikasi postur kerja pada posisi operator saat proses pencelupan di bak dengan mengunakan metode Rapid Upper Limb Assesment RULA. Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode RULA didapatkan hasil bahwa postur operator pada saat proses pencelupan kain di bak pencelup mendapat nilai 7 dengan level resiko sangat tinggi dan perlu dilakukan perbaikan sekarang juga. Berdasarkan hasil penelitian awal, untuk mengatasi masalah keluhan akibat interaksi dengan zat kimia, ketidaknyamanan pada postur kerja, dan sekaligus dapat meningkatkan utilitas operator, diperlukan perancangan alat bantu pada bak pencelupan kain batik dengan memperhatikan aspek ergonomi. Sebagai upaya untuk untuk mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki postur kerja.

1.2 PERUMUSAN MASALAH