PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA

(1)

commit to user

PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN

ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN

BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI

DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA

(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)

Skripsi

ROSVITA FEBRINA DARANINDRA

I 1306018

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

SKRIPSI

PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN

ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA

(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)

ROSVITA FEBRINA DARANINDRA

I 1306018

SKRIPSI

PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN

ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA

(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)

ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018

2010


(3)

commit to user

i

PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN

ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN

BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI

DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA

(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ROSVITA FEBRINA DARANINDRA

I 1306018

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(4)

commit to user

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi:

PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN

ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN

BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI

DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA

(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)

Ditulis oleh:

ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT Ilham Priadythama, ST, MT

NIP. 19760122 199903 2 001 NIP. 19801124 200812 1 002

Ketua Program S-1 Non Reguler Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknik UNS

Taufiq Rochman, STP, MT NIP 19701030 199802 1 001

Pembantu Dekan I Ketua Jurusan

Fakultas Teknik UNS Teknik Industri

Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Lobes Herdiman, MT


(5)

commit to user

iii

LEMBAR VALIDASI

Judul Skripsi:

PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN

ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN

BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI

DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA

(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)

Ditulis oleh:

ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018

Telah disidangkan pada hari Rabu tanggal 27 Oktober 2010

Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan

Dosen Penguji :

1. Ir. Susy Susmartini, MSIE.

NIP. 19530101 198601 2 001

2. Taufiq Rochman, STP, MT

NIP. 19701030 199802 1 001

Dosen Pembimbing :

1. Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT

NIP. 19760122 199903 2 001

2. Ilham Priadythama, ST, MT


(6)

commit to user

iv

SURAT PERNYATAAN

ORISINALITAS KARYA ILMIAH

Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Rosvita Febrina Daranindra

Nim : I 1306018

Judul tugas akhir : Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna

Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha

Mengurangi Interaksi Dengan Zat Kimia Dan

Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen).

Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup menanggung segala konsekuensinya.

Surakarta, 1 November 2010

Rosvita Febrina Daranindra


(7)

commit to user

v

SURAT PERNYATAAN

PENYUSUNAN KARYA ILMIAH

Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Rosvita Febrina Daranindra

Nim : I 1306018

Judul tugas akhir : Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna

Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha

Mengurangi Interaksi Dengan Zat Kimia Dan

Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen).

Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk publikasi dari proceeding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian dari publikasi karya ilmiah

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surakarta, 1 November 2010

Rosvita Febrina Daranindra


(8)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan syukur hanya bagi Tuhan, karena segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia dan hanya bagi Dia. Hanya dengan anugerah dan penyertaanNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi dengan judul “Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha Mengurangi Interaksi Dengan Zat Kimia Dan Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)”. Dalam pelaksanaan maupun penyusunan laporan skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. Tuhan Jesus Kristus yang telah memberikan anugerah, mukjizat serta

penyertaan dalam menyelesaikan skripsi ini

2. Ir. Noegroho Djarwanti, MT., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. Lobes Herdiman, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

4. Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing I atas segala

bimbingan, kesabaran, bantuan dan waktu yang tak ternilai harganya.

5. Ilham Priadythama, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas segala

bimbingan, kesabaran, bantuan dan waktu yang tak ternilai harganya.

6. Ir. Susy Susmartini, MSIE., selaku Dosen Penguji I dan Pembimbing

Akademik, atas semua masukan dan bimbingan yang diberikan.

7. Taufiq Rochman, STP, MT., selaku Dosen Penguji II atas semua masukan

yang diberikan.

8. My amazing family, mama, eyang kung-ti, oma-opa, dek Rana, dek Fira yang

telah memberikan doa, semangat, dukungan, pengertian, dan cinta sehingga penulis dapat menyelesaikan semuanya. Aku sayang kalian semua.

9. Bulik Ana, Om Nug, Om Pran, Om Eq dan seluruh keluarga besarku yang ada

di Karanganyar, Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang, terima kasih atas bantuan, doa dan dukungan yang diberikan untuk memacu semangatku.


(9)

commit to user

vii

10.Kakakku Johanes, yang senantiasa memberikan aku doa, semangat, cinta,

motivasi, bantuan, dan dukungan untuk segera menyelesaikan semuanya. Trimakasih kak buat kebersamaan ini, semoga ini jadi yang terbaik.

11.Keluarga besar Batik Brotoseno atas waktu penelitian yang diberikan dan

pembelajaran yang luar biasa selama penelitian.

12.Sari, Asti, Mas Aang, Ririn, Rezky, terima kasih atas motivasi, semangat, dan

bantuan kalian selama ini. Maaf kalo sudah banyak merepotkan. Semoga persahabatan ini akan terus terjaga.

13.Keluarga besar Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, atas

persahabatan, pembelajaran dan kerja sama yang luar biasa selama ini. Semoga persahabatan ini akan terus terjaga walau jarak dan waktu sudah memisahkan kita.

14.Mbak Yayuk, Mbak Rina, Mbak Tutik, dan Pak Agus atas bantuan yang

diberikan dalam hal administrasi.

15.Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2006. Terima kasih atas

persaudaraan dan kasih yang kalian berikan selama ini. Semoga kisah kita akan terus abadi walau jarak dan waktu memisahkan kita.

16.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas

segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Surakarta, 1 November 2010

Penulis,


(10)

commit to user

viii

ABSTRAK

Rosvita Febrina Daranindra, NIM: I 1306018. PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2010.

Pada produksi batik tulis di Perusahaan Batik “Brotoseno”, tiga orang pekerja pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna mengalami iritasi akibat interaksi dengan zat kimia. Operator juga harus mencelupkan kain batik dengan posisi berdiri membungkuk. Akibat dari aktivitas ini terdapat banyak keluhan yang ditunjukkan melalui hasil wawancara dan kuesioner NBM. Nilai resiko yang tinggi juga didapatkan dalam evaluasi postur kerja dengan menggunakan RULA. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan rancangan alat bantu yang dapat memperbaiki postur kerja dan mengurangi interaksi dengan zat kimia pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna.

Tahap pertama identifikasi keluhan dan harapan operator melalui wawancara dan hasilnya diterjemahkan menjadi kebutuhan dan menjadi konsep perancangan alat. Tahap kedua adalah penentuan fitur dan ide perancangan. Tahap ketiga pengambilan data antropometri pekerja. Tahap keempat spesifikasi detail perancangan. Tahap kelima perhitungan beban yang ditanggung operator. Tahap akhirnya adalah perhitungan RULA pada hasil perancangan. Penelitian ini juga memasukkan estimasi biaya.

Hasil penelitian ini adalah desain alat bantu yang dapat mengurangi interaksi operator dengan zat kimia, serta perbaikan pada postur kerja yang ditunjukkan melalui hasil evaluasi RULA. Produk ini akan dibuat dengan proyeksi biaya sebesar Rp 4.105.000,00.

Kata kunci: Alat bantu, batik, pencelupan dan penguncian warna, RULA xix + 115 halaman; 56 gambar; 30 tabel; 6 lampiran


(11)

commit to user

ix

ABSTRACT

Rosvita Febrina Daranindra, NIM: I 1306018. THE DESIGN OF AIDEDTOOL FOR BATIK DYEING PROCESS AND COLOR LOCKING IN ORDER TO REDUCE CHEMICAL SUBSTANCE INTERACTION AND TO IMPROVE WORKING POSTURE (Case Study: Batik Brotoseno Company, Masaran, Sragen). Final Assignment. Surakarta: Department of Industrial Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Sebelas Maret, October 2010.

In the area of batik production in Batik Brotoseno Company, the three worker did the dyeing process and locking dye color with irritated chemicals substance interacting. Operators also have to dip the batik with a bended standing position. As a result of this activity there are many complaints these were shown through interviews and questionnaires NBM. High risk value is also obtained in the evaluation of working posture using RULA. The purpose of this research was to produce design tool which can improve working posture and reduce interaction with chemicals in the dyeing process and locking the color.

The former stage of this research is the identification of complaint and expectations of the operator through the interviews. Then the result was translated into the need and the concept of design tools. The second stage is the determination of the features and design ideas. The third stage is detailed design specification generation. The fifth stage is the calculation of the burden borne by the operator. The finally stage is calculations of RULA design. This research also included cost estimation.

The results of this study is the design of aided tool that can reduce the operator interaction with the chemical, as well as improvements in working posture demonstrated by the results of the RULA evaluation. This product would also be promising with the projecting cost of Rp 4.105.000,00.

Keywords: Aided tool, batik, dyeing and color locking, RULA xix+ 115 pages, 56 pictures, 30 tables, 6 appendices


(12)

commit to user x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR VALIDASI

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Batasan Masalah

1.6 Asumsi Penelitian

1.7 Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Perusahaan Batik Brotoseno

2.1.1. Profil Perusahaan

2.1.2. Jenis-Jenis Batik

2.1.3. Bahan Baku Pembuatan Batik Tulis

2.1.4. Peralatan Pembuatan Batik Tulis

2.1.5. Proses Produksi Batik Tulis

2.1.6. Zat Pewarna Batik

i ii iii iv v vi viii ix x xiv xvi xix I-1 I-1 I-3 I-3 I-4 I-4 I-4 I-4 II-1 II-1 II-1 II-2 II-3 II-4 II-4 II-7


(13)

commit to user

xi

2.2. Bahaya Bahan Kimia Di Tempat Kerja

2.2.1. Interaksi Bahan Kimia

2.2.2. Proses Zat Kimia Dalam Tubuh

2.2.3. Efek Terhadap Kesehatan

2.2.4. Prinsip Pencegahan/Pengendalian Bahan Kimia

2.3. Pengertian Ergonomi

2.3.1. Desain Dan Ergonomi

2.3.2. Pendekatan Ergonomis Dalam Perancangan Desain

Kerja

2.3.3. Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri

2.4. Nordic Body Map (NBM)

2.5. Antropometri dalam Ergonomi

2.5.1. Pengertian Antropometri

2.5.2. Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh

Manusia.

2.5.3. Dimensi Anthropometri Umum

2.5.4. Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan

Produk/Fasilitas Kerja

2.6. Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

2.7. Mekanika Konstruksi

2.7.1. Statika

2.7.2. Gaya

2.7.3. Massa Jenis

2.7.4. Berat Benda

2.8. Penelitian Sebelumnya

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Penentuan Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.Pengumpulan Data Bak Pencelup Kain Awal

3.3.Pengambilan Foto Postur Kerja Operator dan Perhitungan

RULA Awal

3.4.Wawancara Operator dan Pemberian Kuesioner Nordic

II-10 II-11 II-11 II-12 II-13 II-14 II-15 II-17 II-18 II-19 II-20 II-21 II-25 II-27 II-31 II-33 II-40 II-40 II-41 II-44 II-45 II-45 III-1 III-2 III-3 III-3


(14)

commit to user

xii Body Map

3.5.Identifikasi Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator

3.6.Fitur dan Ide Rancangan

3.7.Pengumpulan Data Anthropometri Pekerja

3.8.Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan

3.8.1 Detail Desain

3.8.2 Penentuan Spesifikasi Geometri Rancangan

3.8.3 Penentuan Material Perancangan

3.9. Penghitungan Beban Yang Ditanggung Operator

3.10. Perhitungan RULA pada Hasil Perancangan

3.11. Rancangan Akhir

3.12. Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan

3.13. Estimasi Biaya

3.14. Analisa dan Interpretasi Hasil

3.15. Kesimpulan dan Saran

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1. Pengumpulan Data

4.1.1 Data Bak Pencelup Kain Batik Awal

4.1.2 Keperluan Perancangan Alat Bantu Pada Bak

Pencelup Kain

4.2. Pengolahan Data

4.2.1 Fitur dan Ide Rancangan

4.2.2 Data Antropomentri Pekerja

4.2.3 Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan

4.2.4 Perhitungan Beban Yang Ditanggung Operator

4.2.5 Perhitungan RULA Pada Hasil Perancangan

4.2.6 Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan

4.2.7 Estimasi Biaya Rancangan

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

5.1.Analisis Rancangan Alat Bantu

5.2.1 Detail Rancangan Alat Bantu

III-3 III-4 III-4 III-4 III-5 III-5 III-5 III-6 III-6 III-6 III-7 III-7 III-7 IV-7 IV-8 IV-1 IV-1 IV-1 IV-5 IV-8 IV-8 IV-12 IV-14 IV-30 IV-32 IV-40 IV-42 V-1 V-1 V-1


(15)

commit to user

xiii

5.2.2 Spesifikasi Geometri Alat Bantu

5.2.3 Material Perancangan

5.2.4 Usulan Bak Pencelup Kain

5.2.5 Prototipe Rancangan Alat Bantu

5.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Alat Bantu

5.2.Analisis Beban yang Ditanggung Operator

5.3.Analisis Perbandingan Postur Kerja

5.4.Analisis Biaya

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

6.2.Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Kuesioner Nordic Body Map

Hasil Kuesioner Nordic Body Map

Pertanyaan Terbuka Hasil Perhitungan RULA

RULA Employee Assessment Worksheet

Perhitungan manual jangkauan tangan ke atas dan jangkauan tangan ke bawah

V-2 V-3 V-4 V-4 V-7 V-9 V-9 V-11 VI-1 VI-1 VI-1

L-2 L-4 L-5 L-7 L-10

L-12


(16)

commit to user xiv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13

Kuesioner Nordic Body Map

Pengukuran dimensi tubuh

Skor bagian lengan atas (upper arm)

Skor bagian lengan bawah (Lower arm)

Skor pergelangan tangan (wrist)

Skor bagian leher (Neck)

Skor bagian batang tubuh (Trunk)

Skor bagian kaki (Legs)

Score Grup A

Score Grup B

Grand score

Kategori tindakan berdasarkan grand score

Keluhan operator pada proses pencelupan Harapan Operator

Keluhan, harapan dan kebutuhan operator Fitur rancangan alat bantu

Ide rancangan alat bantu

Ide rancangan alat bantu (lanjutan) Data Anthropometri Operator

Rekapitulasi hasil perhitungan data antropometri Komponen penyusun alat bantu pencelup kain batik Rekapitulasi ukuran alat bantu pencelup kain batik Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator terpendek

Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator tertinggi

Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat menarik tongkat kendali

Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat mengulur

II-20 II-30 II-34 II-34 II-35 II-36 II-36 II-36 II-37 II-38 II-38 II-39 IV-7 IV-7 IV-8 IV-9 IV-10 IV-11 IV-12 IV-13 IV-16 IV-22 IV-34 IV-35 IV-38


(17)

commit to user

xv Tabel 4.14

Tabel 5.1 Tabel 5.2

Tabel 5.3

tongkat

Estimasi Biaya Rancangan

Perbandingan kondisi kerja awal dan setelah perancangan Perbandingan hasil RULA sebelum dan sesudah

perancangan

Biaya Pembuatan Produk

IV-40 IV-42 V-2

V-10 V-12


(18)

commit to user xvi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 3.1 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2

Skema proses produksi batik

Skema design management

Nordic Body Map

Ukuran tubuh manusia yang sering digunakan untuk merancang produk

Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk (a,b) Antropometri Fungsional/dinamis

Anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas

Postur tubuh bagian lengan atas (Upper arm)

Postur tubuh bagian lengan bawah (Lower arm)

Postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist)

Postur tubuh bagian leher (Neck)

Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk)

Sistem Penilaian RULA Tumpuan rol

Tumpuan sendi Tumpuan jepit

Sketsa prinsip statika kesetimbangan Sketsa shearing force diagram Sketsa normal force

Sketsa moment bending (+)

Landasan Sketsa moment bending(-)

Landasan arah kanan Landasan arah kiri Metode penelitian

Metode penelitian (Lanjutan)

Bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno

(a) Bak Kayu (b) Tongkat penahan kain

Dimensi bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno II-6 II-17 II-19 II-22 II-23 II-24 II-28 II-34 II-34 II-35 II-35 II-36 II-39 II-40 II-41 II-41 II-42 II-43 II-43 II-43 II-44 II-44 II-44 III-1 III-2 IV-2


(19)

commit to user xvii Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20

(a) Bak tampak depan, (b) Bak tampak samping (c) Bak

tampak atas

Posisi pencelupan kain di bak kayu pada stasiun pewarnaan (a) Pencelupan oleh operator ke-1

(b) Pencelupan oleh operator ke-2

Postur tubuh operator saat membersihkan bak kayu Sketsa fitur rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik

Sketsa usulan pada bak pencelup kain batik

Postur tubuh operator saat menjangkau ke atas dan ke bawah

Usulan perbaikan pada ukuran dan pelapis bak (a)Posisi keseluruhan bak pencelup kain (b) bak pencelup kain tampak depan (c) bak pencelup kain tampak atas (d) bak pencelup kain tampak samping

Desain rancangan alat bantu pencelup kain batik Desain rancangan alat bantu tampak depan Desain rancangan alat bantu tampak samping Desain rancangan alat bantu tampak atas

Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi normal)

Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi tarikan maksimal)

Detail komponen alat bantu pada bak pencelup kain

Bill Of Materials

Kondisi pembebanan pada rancangan alat bantu

Diagram benda bebas pulley

Perbandingan posisi awal pengoperasian alat untuk operator tertinggi dan terendah. (a) Operator terendah, (b) Operator tertinggi

Perbandingan perhitungan sudut postur kerja pada posisi

IV-3 IV-6 IV-6 IV-11 IV-12 IV-13 IV-24 IV-25 IV-25 IV-26 IV-26 IV-27 IV-27 IV-28 IV-29 IV-30 IV-31 IV-33


(20)

commit to user xviii Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 5.1 Gambar 5.2

awal pengoperasian alat. (a) Postur operator terpendek, (b) Postur operator tertinggi

RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek

RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek Posisi pengoperasian alat saat menarik tongkat kendali Perhitungan sudut postur kerja pada saat menarik tongkat kendali

RULA Scoring untuk postur tubuh saat menarik tongkat kendali

Posisi pengoperasian alat saat mengulur tongkat kendali Perhitungan sudut postur kerja pada saat mengulur tongkat kendali

RULA Scoring untuk postur tubuh saat mengulur tongkat kendali

Prototipe Rancangan Alat Bantu Prototipe Usulan Bak Pencelup Kain

Perbedaan antara Rancangan dan Miniatur Alat Bantu. (a) Hasil Rancangan Alat Bantu (b) Hasil Miniatur Alat Bantu

Stopper tongkat kendali pada miniatur alat bantu.

IV-34 IV-35 IV-36 IV-37 IV-37 IV-38 IV-39 IV-39 IV-40 IV-41 IV-41 V-5 V-7


(21)

commit to user

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran L1.1 Lampiran L1.2 Lampiran L1.3 Lampiran L2.1 Lampiran L2.2 Lampiran L3.1

Kuesioner Nordic Body Map

Hasil Kuesioner Nordic Body Map

Pertanyaan Terbuka Hasil Perhitungan RULA

RULA Employee Assessment Worksheet

Perhitungan manual jangkauan tangan ke atas dan jangkauan tangan ke bawah

L-2 L-4 L-5 L-7 L-10


(22)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan.

1.1 LATAR BELAKANG

Ergonomi merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya, untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat.

Kabupaten Sragen merupakan salah satu sentra industri batik yang ada di Karesidenan Surakarta. Perusahaan Batik “Brotoseno” merupakan salah satu perusahaan batik yang terdapat di kabupaten ini. Perusahaan ini menghasilkan

kerajinan batik yang meliputi batik tulis, cap (full print), dan kombinasi. Di area

produksi batik tulis terdapat dua stasiun kerja yaitu pembatikan dan pewarnaan. Dari penelitian awal yang dilakukan di stasiun pewarnaan, didapatkan informasi bahwa di stasiun ini terdapat 3 orang operator, dengan jam kerja selama 7 jam/hari. Kegiatan pewarnaan dilakukan setiap hari, dengan jumlah kain yang diwarnai sekitar 100 – 150 lembar/hari. Khusus pada saat proses pencelupan pada zat warna dan penguncian warna, digunakan dua buah bak yang terbuat dari kayu dengan bentuk dan mekanisme penggunaan yang sama. Berdasarkan pengamatan terhadap metode kerja yang dilakukan, setiap proses harus dilakukan oleh dua orang operator. Setiap operator akan memegang salah satu ujung kain, kemudian operator akan mencelupkan kain secara bergantian dari ujung ke ujung. Untuk setiap lembar kain, tiap operator harus mencelupkan tangan ke bak sebanyak 5 - 15 kali. Proses pencelupan kain membutuhkan waktu sekitar 4 jam dari total


(23)

commit to user

I-2

keseluruhan proses pewarnaan per hari. Karena proses-proses tersebut membutuhkan minimal 2 orang operator, maka proses tidak akan berjalan secara parallel dengan jumlah operator saat ini. Lebih jauh lagi jika hanya 1 operator yang hadir, proses pewarnaan ini akan terhenti total.

Bak kayu pertama berisi zat pewarna kimia, sedangkan bak ke dua berisi larutan pembangkit dan pengunci warna. Perusahaan ini lebih memilih menggunakan pewarna kimia, karena pewarnaan dengan pewarna kimia memiliki beberapa keunggulan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk proses pewarnaan menggunakan pewarna kimia lebih cepat dari pada menggunakan pewarna alami, warna yang dihasilkan lebih cerah dan homogen, variasi warna lebih banyak, harganya lebih murah, ketersediaan warna tidak terbatas dan batik dengan pewarna kimia lebih stabil warnanya. Pewarna kimia yang digunakan terdiri dari 2

jenis yaitu zat warna napthol dan zat warna indigosol. Zat warna napthol

merupakan campuran dari Napthol, Turkis Red Oil (TRO), Kostik Soda (NaOH) dan air. Sedangkan zat warna indigosol merupakan campuran dari Indigosol,

Natrium Nitrit (NaNO2), TRO, dan air. Pewarna napthol harus dibangkitkan dan

dikunci dengan larutan garam, sedangkan pewarna indigosol menggunakan campuran Asam Klorida (HCL) dan air. Pada saat pencelupan di bak yang berisi zat pewarna kimia, operator tidak dilengkapi dengan alat pelindung khusus, sehingga tangan mereka harus berinteraksi langsung dengan dengan zat kimia, sedangkan pada proses penguncian warna, operator dilengkapi alat pelindung berupa sarung tangan plastik.

Berdasarkan wawancara dengan ketiga operator yang melakukan aktivitas ini, operator mengeluhkan kulit tangan menjadi perih, gatal, panas dan pecah-pecah setelah melakukan aktivitas ini. Kondisi ini tentu perlu dicermati, karena membahayakan operator dan tidak memenuhi aspek K3. Berdasarkan buku pedoman teknis upaya kesehatan kerja bagi perajin, pemaparan bahan-bahan kimia terhadap kulit dapat mengakibatkan gangguan berupa iritasi serta allergi dengan gejala gatal-gatal, kulit kering dan kemerah-merahan, dan pecah-pecah, kerusakan kulit seperti ini akan memudahkan masuknya zat-zat kimia terutama yang bersifat toksik kedalam tubuh (DEPKES, 2002).


(24)

commit to user

I-3

Selain kondisi interaksi dengan zat kimia, postur tubuh operator saat proses pencelupan juga menyebabkan keluhan ketidaknyamanan pada operator.

Berdasarkan hasil Nordic Body Map (NBM) yang diberikan kepada operator,

operator merasakan keluhan ketidaknyamanan di beberapa segmen tubuh yaitu pada bagian leher, pundak, pinggang, pinggul, pergelangan tangan, jari-jari tangan, serta paha.

Sedangkan berdasarkan postur tubuh operator pada saat mencelupkan kain di bak, terdapat postur kerja yang mengindikasikan terjadinya cedera otot. Postur kerja operator pada saat melakukan proses ini adalah berdiri dengan postur tubuh membungkuk. Hal ini dibuktikan dengan identifikasi postur kerja pada posisi

operator saat proses pencelupan di bak dengan mengunakan metode Rapid Upper

Limb Assesment (RULA). Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode RULA didapatkan hasil bahwa postur operator pada saat proses pencelupan kain di bak pencelup mendapat nilai 7 dengan level resiko sangat tinggi dan perlu dilakukan perbaikan sekarang juga.

Berdasarkan hasil penelitian awal, untuk mengatasi masalah keluhan akibat interaksi dengan zat kimia, ketidaknyamanan pada postur kerja, dan sekaligus dapat meningkatkan utilitas operator, diperlukan perancangan alat bantu pada bak pencelupan kain batik dengan memperhatikan aspek ergonomi. Sebagai upaya untuk untuk mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki postur kerja.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna, untuk mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki postur kerja para pekerja di Perusahaan Batik “Brotoseno”.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menghasilkan rancangan alat bantu yang dapat memperbaiki postur kerja para pekerja dan


(25)

commit to user

I-4

mengurangi interaksi dengan zat kimia pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diberikan oleh penelitian ini adalah alat bantu yang dirancang dapat memperbaiki keselamatan dan kesehatan kerja operator di stasiun

pewarnaan batik tulis, khususnya pada proses pencelupan zat warna dan

penguncian warna.

1.5 BATASAN MASALAH

Agar lingkup penelitan ini menjadi lebih jelas dan lebih fokus maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Lebar maksimal kain batik yang digunakan untuk dasar perancangan alat

bantu adalah 1,15 m.

2. Pembahasan dari aspek mekanika teknik lebih mengutamakan ke masalah

mekanisme sistem dan interaksi gaya antara alat bantu dan operator, belum membahas tentang kekuatan material.

1.6 ASUMSI PENELITIAN

Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan permasalahan yang diteliti. Adapun asumsi yang digunakan, sebagai berikut:

1. Keluhan operator murni karena adanya permasalahan kondisi kerja terkait

dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Postur kerja yang dinilai adalah postur sesuai dengan kondisi kerja saat itu.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut :


(26)

commit to user

I-5

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian mengenai perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik di Perusahaan Batik “Brotoseno”.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.

BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi data-data dan informasi yang diperlukan untuk menganalisis permasalahan, kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap berdasarkan metodologi yang telah ditentukan.

BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.


(27)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisa permasalahan yang ada.

2.1 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BATIK BROTOSENO

Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang profil perusahaan, jenis-jenis batik, bahan baku, peralatan, dan proses produksi pada Perusahaan Batik ”Brotoseno”.

2.1.1 Profil Perusahaan

Perusahaan Batik Brotoseno berawal dari usaha rumahan yang dijalankan oleh Bapak Soeparjan beberapa dasawarsa yang lalu tepatnya pada tahun 1975. Tongkat estafet kepemimpinan pada tahun 1997, diserahkan kepada putranya yaitu Bapak H. Eko Suprihono, SE. Perusahaan ini berkantor pusat di Jln. Raya

Solo - Sragen Km. 18 Sragen - Jawa Tengah, sedangkan work shop-nya berlokasi

di Kuyang - Kliwonan – Masaran, Sragen - Jawa Tengah.

Dibawah kepemimpinan Bapak H. Eko Suprihono, SE, Batik Brotoseno semakin berkembang, dan kini menjadi sebuah perusahaan batik yang diperhitungkan di kancah perbatikan. Produk-produk yang dihasilkan meliputi

batik tulis, batik cap/fullprint, dan batik kombinasi. Ketiganya dijual dalam

bentuk jarik, pakaian wanita dan pria, bahan/kain, selendang, dan lain-lain.

Saat ini Batik Brotoseno memiliki dua show room, yaitu di Sragen dan Jakarta. Batik Brotoseno senantiasa membuka diri untuk bekerjasama dengan perorangan ataupun intitusi dalam beberapa hal, yaitu:


(28)

commit to user

II-2

a. Penjualan dan Distribusi

Batik Brotoseno melayani penjualan retai atau skala grosir di semua

showroom. Bagi yang berasal dari luar daerah ataupun luar negeri dapat melalui Griya Batik Brotoseno Online.

b. Pelatihan Membatik

Sebagai bentuk partisipasi dalam melestarikan budaya nasional khususnya batik, Batik Brotoseno menawarkan diri untuk pelatihan membatik untuk sekolah-sekolah maupun intitusi swasta atau pemerintah.

c. Pengadaan Produk Batik

Batik Brotoseno telah cukup berpengalaman dalam menangani order-order produk batik untuk seragam sekolah,intitusi pemerintah maupun intitusi swasta.

Batik Brotoseno mempekerjakan 100 orang karyawan tetap, 250 orang karyawan borongan, dan 30 orang mitra. Jam kerja reguler selama 7 jam, mulai dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Kapasitas produksi per bulan yaitu 13.000 meter untuk batik handprinting, 5000 potong untuk batik kombinasi, dan 1500 potong untuk batik tulis.

Perusahaan ini tidak hanya memasarkan produknya di dalam negeri, namun juga telah merambah ke luar negeri, antara lain Jepang, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Australia. Perusahaan ini juga aktif mengikuti pameran-pameran, baik pameran skala daerah, nasional maupun skala internasional. Dalam menjalankan usahanya Batik Brotoseno senantiasa menganggap pengusaha sejenis adalah kawan bukan lawan, dengan demikian tidak akan terjadi persaingan dengan cara yang kurang sehat.

2.1.2 Jenis-Jenis Batik

Batik Brotoseno menghasilkan tiga jenis batik berdasarkan proses pembuatanya yaitu:


(29)

commit to user

II-3

a. Batik Tulis

Batik tulis/Batik Carik yaitu kain batik yang proses pengerjaannya menggunakan alat canting untuk memindahkan lilin cair pada permukaan kain guna menutupi bagian-bagian tertentu yang dikehendaki agar tidak terkena zat warna. Yang sebelumnya kain tersebut sudah digambar dengan pensil terlebih dahulu.

b. Batik Cap (Full print)

Batik Cap yaitu kain batik yang pengerjaannya dilakukan dengan cara mencapkan batik cair pada kain dengan alat cap berbentuk stempel dari plat tembaga sekaligus memindahkan pola ragam hias.

c. Batik Kombinasi

Batik Kombinasi yaitu kain batik yang proses pengerjaanya merupakan

kombinasi antara batik tulis dan batik cap/ full print.

2.1.3 Bahan Baku Pembuatan Batik Tulis

Jenis kain yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan batik tulis adalah:

- Katun

- Sutra (ATBR)

- Sutra Super

- Sutra Krep

- Sutra Sifon

- Organdi

- Serat Nanas

- Baron

Ukuran kain adalah:

- Panjang : + 1 – 2,75 meter

- Lebar : + 1 – 1,15 meter

Bahan tambahan yang digunakan untuk proses pembuatan batik tulis yaitu:

- Zat Warna

- Soda Ash

- Malam/lilin

- Natrium hidrosulfit

- Kaporit

- Sabun

- Air untuk proses dan sanitasi


(30)

commit to user

II-4

- Asam cuka

- Minyak tanah

- Kanji

- Bensin

2.1.4 Peralatan Pembuatan Batik Tulis

Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan batik tulis antara lain adalah:

a. Pisau dan gunting.

b. Kompor.

c. Canting tulis.

Canting adalah alat pokok untuk membatik yang dapat menentukan kriteria suatu hasil kerja apakah bisa disebut batik atau bukan batik. Canting terbuat dari tembaga. Gunanya untuk melukis ( memakai cairan “malam” ), membuat motif-motif batik yang dikehendaki. Canting terdiri dari cucuk (saluran kecil), dan leleh (tangki).

d. Wajan untuk memasak lilin.

e. Meja Colet.

f. Gawangan.

Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan kain sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu ringan dan kuat agar mudah dipindah-pindah.

g. Kursi pembatik.

h. Bak air dari beton ukuran 1x2 meter.

i. Bak kayu untuk proses pencelupan.

j. Dapur dengan bahan bakar minyak tanah serta pelengkapnya.

2.1.5 Proses Produksi Batik Tulis

Proses membatik adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam membuat batik, mulai dari menyiapkan kain dasar (kain polos ) sampai menjadi kain batik yang siap digunakan sesuai keperluan (Siswanti, 2007). Proses kerja di Industri batik tulis secara umum meliputi empat proses utama yaitu:


(31)

commit to user

II-5

a. Persiapan awal

Persiapan awal proses pembatikan yaitu:

- Kain dipotong sesuai dengan ukuran yang ditentukan.

- Kemudian kain dicuci dengan direndam selama 12-24 jam. Proses

perendaman dapat juga dikerjakan dalam larutan alkali encer dingin untuk mempercepat waktu perendaman dan agar kain mempunyai daya serap lebih baik terhadap zat warna.

b. Proses Pembatikan (Peletakan lilin batik)

Proses peletakan lilin batik yaitu:

- Setelah proses perendaman kain dikeringkan.

- Kain digambar menurut motif yang ditentukan.

- Kemudian dilakukan pelekatan lilin batik pada kain dengan canting tulis,

menggunakan lilin batik.

c. Pewarnaan

Proses pewarnaan batik dilakukan dengan dua cara yaitu:

- Coletan

Mencolet/Coletan adalah memberi warna pada kain batik setempat dengan larutan zat warna yang dikuaskan/dilukiskan dimana warna daerah yang diwarnai itu dibatasi oleh garis-garis lilin sehingga warna tidak merembet pada daerah lain. Zat warna yang sering digunakan zat warna rapid/indigosol.

- Pencelupan

Proses pencelupan diawali dengan proses pencucian kain yang telah diberi lilin di dalam air sabun, pencelupan pada zat warna, kemudian penguncian warna dan dilanjutkan proses pencucian di air soda ash dan air biasa. Berdasarkan pengamatan dilapangan, proses pewarnaan diawali dengan proses mencolet pada detail-detail tertentu, membasahi kain yang di dalam air sabun, pencelupan pada zat warna, kemudian penguncian warna dan dilanjutkan proses pencucian di air soda dan air biasa. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali perulangan untuk setiap lembar kain.


(32)

commit to user

II-6

d. Penghilangan lilin batik

Setelah proses pewarnaan selesai kemudian masuk ke proses penghilangan

lilin batik, proses ini disebut proses nglorod yaitu menghilangkan lilin secara

keseluruhan dengan cara pendidihan didalam air panas sehingga lilin meleleh dan lepas dari kain.

Untuk lebih jelasnya proses produksi pembuatan batik dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema proses produksi batik


(33)

commit to user

II-7

2.1.6 Zat Pewarna Batik

Yang dimaksud pewarna atau zat pewarna batik adalah zat warna tekstil yang dapat digunakan dalam proses pewarnaan batik baik dengan cara pencelupan maupun coletan pada suhu kamar sehingga tidak merusak lilin sebagai perintang warnanya.

Berdasarkan sumbernya/asalnya zat pewarna batik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

a. Pewarna alami

Zat warna yang diperoleh dari alam/ tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat pewarna alam tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, proses pewarnaannya didahului dengan mordanting yaitu memasukkan unsur logam ke dalam serat (Tawas/Al). Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada tumbuhan bagian Daun, Buah, Kuli kayu, kayu atau bunga. Ada tiga tahap proses pewarnaan alam yang harus dikerjakan yaitu: proses mordanting (proses awal/pre-treatment), proses pewarnaan (pencelupan), dan proses fiksasi (penguatan warna).

b. Pewarna buatan/pewarna sintetis

Zat wana kimia mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat Warna sintetis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, toluena, naftalena dan antrasena diperoleh dari ter arang batubara (coal, tar, dyestuff) yang merupakan cairan kental berwarna hitam dengan berat jenis 1,03 - 1,30 dan terdiri dari despersi karbon dalam minyak. Minyak tersebut tersusun dari beberapa jenis senyawa dari bentuk yang paling sederhana misalnya benzena (CH) sampai bentuk yang rumit mialnya 6 6 krisena (CH) dan pisena (CH). Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain:


(34)

commit to user

II-8

- Zat warna reaktif

Zat warna reaktif umumnya dapat bereaksi dan mengadakan ikatan langsung dengan serat sehingga merupakan bagian dari serat tersebut. Jenisnya cukup banyak dengan nama dan struktur kimia yang berbeda tergantung pabrik yang membuatnya. Salah satu yang saat ini sering digunakan untuk pewarnaan batik adalah Remazol. Ditinjau dari segi teknis praktis pewarnaan batik dengan remazol dapat digunakan secara pencelupan, coletan maupun kuwasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain : larut dalam air, mempunyai warna yang briliant dengan ketahanan luntur yang baik, daya afinitasnya rendah, untuk memperbaiki sifat tersebut pada pewarnaan batik diatasi dengan cara kuwasan dan fixasi menggunakan Natrium silikat.

Nama dagang zat warna teraktif, sebagai berikut:

1) Procion (produk dari I.C.I) Drimarine (produk Sandoz)

2) Cibacron (produk Ciba Geigy) Primazine (produk BASF)

3) Remazol (produk Hoechst) Levafix (produk Bayer)

- Zat warna indigosol

Zat warna indigosol adalah jenis zat warna Bejana yang larut dalam air. Larutan zat warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan. Setelah dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam (HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan.

Jenis warna Indigosol antara lain: Indigosol Yellow, Indigosol Green IB , Indigosol Yellow JGK, Indigosol Blue 04B , Indigosol Orange HR, Indigosol Grey IBL, Indigosol Pink IR, Indigosol Brown IBR, Indigosol


(35)

commit to user

II-9

Violet ARR, Indigosol Brown IRRD Indigosol Violet 2R Indigosol Violet IBBF.

- Zat warna napthol

Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naphtol dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naphtolnya sendiri (penaphtolan). Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul, kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya naphtol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan.

Naptol yang banyak dipakai dalam pembatikan antara lain: Naptol AS-G, Naptol AS-LB, Naptol AS-BO, Naptol AS-D, Naptol AS , Naptol AS.OL, Naptol AS-BR, Naptol AS.BS, Naptol AS-GR

Garam diazonium yang dipakai dalam pembatikan antara lain: Garam Kuning GC, Garam Bordo GP, Garam Orange GC, Garam Violet B, Garam Scarlet R , Garam Blue BB, Garam Scarlet GG, Garam Blue B, Garam Red 3 GL, Garam Black B, Garam Red B

- Zat warna rapid

Zat warna ini adalah naphtol yang telah dicampur dengan garam diazodium dalam bentuk yang tidak dapat bergabung (koppelen). Untuk membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan secara coletan.


(36)

commit to user

II-10

2.2 BAHAYA BAHAN KIMIA DI TEMPAT KERJA

Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang pada suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, pembuatan dan pembuangan).

Secara umum, bahan-bahan kimia berbahaya dapat dikelompokkan menjadi :

1. Bahan kimia mudah meledak

Bahan kimia berupa padatan atau cairan, ataupun campurannya yang sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, dll) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang relative singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar serta suara yang keras.

2. Bahan kimia mudah terbakar

Bahan kimia apabila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi tertentu, akan menghasilkan nyala api.

3. Bahan kimia beracun

Bahan kimia dalam jumlah relative sedikit, dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, apabila terabsorbsi tubuh manusia melalui injeksi.

4. Bahan kimia korosif

Bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejanan atau penyimpannya. Senyawa alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan system pernafasan.

5. Bahan kimia oksidator

Bahan kimia yang sangat reaktif untuk memberikan oksigen, yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran dengan bahan-bahan lainnya.


(37)

commit to user

II-11

6. Bahan kimia reaktif

Bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas yang mudah terbakar atau keracunan atau korosi.

7. Bahan kimia radioaktif

Bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, gamma, netron, dan lain-lain, yang dapat membahayakan tubuh manusia.

Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu atau lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat di dalam bahan kimia tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia beracun dan meracuni kehidupan.

2.2.1 Interaksi Bahan Kimia

Antara satu zat kimia dan zat kimia lain dapat menimbulkan interaksi atau saling berpengaruh satu sama lainnya. Efek yang terjadi dapat dibedakan dalam: a. Efek Aditif yaitu pengaruh yang saling memperkuat akibat kombinasi dari dua

zat kimia atau lebih. Pengaruh racun yang terjadi adalah penjumlahan dari efek dari masing-masing zat kimia.

b. Efek simergi yaitu suatu keadaan dimana pengaruh gabungan dari dua zat kimia jauh lebih besar dari jumlah masing-masing efek bahan kimia.

c. Potensiasi yaitu apabila suatu zat yang seharusnya tidak memiliki efek toksik (pengaruh merugikan suatu zat kimia pada organism hidup) akan tetapi bila zat ini ditambahkan pada zat kimia lain maka akan mengakibatkan zat lain tersebut menjadi lebih toksik.

d. Efek antagonis yaitu apabila dua zat kimia yang diberikan bersamaan, maka zat kimia yang satu akan melawan efek zat kimia yang lain.

2.2.2 Proses Zat Kimia Dalam Tubuh

Cara masuk bahan beracun ke dalam tubuh sangan besar pengaruhnya terhadap kemungkinan keracunan. Zat kimia dapat masuk kedalam tubuh melalui


(38)

commit to user

II-12

saluran pernafasan (per inhalasi), saluran cerna (per oral) dan kulit (per dermal).

Inhalasi merupakan cara masuk paling sering dalam industry. Di dalam tubuh,

melalui proses enzimatik terjadi perubahan bentuk secara biokimia

(biotranformasi) yang terjadi didalam hati. Proses demikian dapat juga terjadi di ginjal, paru-paru dan kulit. (Budiono, S. 2003).

Biotranformasi ini mengupayakan agar terbentuk bahan yang kurang

beracun yang dikenal sebagai detoksikasi. Sebaliknya mungkin terjadi hasil yang

lebih bercun dari zat asalnya (aktivasi) mialnya pada berbagai zat penyebab

kanker. Pengeluaran hasil proses tersebut atau ekskresi umumnya dilakukan

melalui air seni dan feses, sebagian melalui udara pernafasan dan keringat.

2.2.3 Efek Terhadap Kesehatan

Pemajanan bahan kimia mengakibatkan terjadinya perubahan biologic atau fungsi tubuh yang manifestasinya berupa keluhan, gejala dan tanda gangguan kesehatan, terutama pada bagian yang terserang bahan kimia.

Tergantung dari oragan target, bahan kimia dapat bersifat neurotoksik

(meracuni syaraf), hepatotoksik (meracuni liver/hati), nefrotoksik (meracuni

ginjal), hematotoksik (meracuni darah), sistemik (meracuni seluruh fungsi tubuh)

dan sebagainya. Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, bahan kimia dapat bersifat

asfiksian (gejala akibat kekurangan kadar oksigen), irritan (mengakibatkan/ merangsang iritasi), menimbulkan sensitasi dan alergi.

Tanda yang muncul bervariasi dari gejala non spesifik (lemah, pusing, mual, muntah) ataupun spesifik (kejang, kelumpuhan, gangguan penglihatan, diare, dll). Berikut ini pengaruh beberapa zat kimia pada kesehatan:

- Zat Irritan

Zat irritant akan mengakibatkan iritasi/rangsangan atau menimbulkan inflamasi/peradangan pada mata, kulit,saluran nafas dan saluran cerna. Zat irritant antara lain: asam asetat, asam klorida, arsen, asam nitrat, asam kromat, fosfor, kalsium oksidan, dll.


(39)

commit to user

II-13

- Zat Hepatotoksik (meracuni hati)

Zat Hepatotoksik antara lain: Karbon tetraklorida, Dimetil nitrosamine, Aflatoksin, Arsen, Toluen diamin, dll.

- Zat Neurotoksik (meracuni saraf)

Zat Neurotoksik antara lain: Benzene, Toluena, Karbon disulfide, Arsen, Merkuri, Xylene, Aseton, dll.

- Zat Netrotoksik (meracuni ginjal)

Zat Netrotoksik antara lain: Arsen, Anilin, Organo klorin, Merkuri, Metanol, Fenol, Timah hitam, Kloroform, Fosfor (kuning), dll.

- Zat kimia yang meracuni system reproduksi

Zat kimia tersebut antara lain: Benzene, Timah hitam, Kadmium, Eter, Nitrogen oksida, Kloroform, dll.

- Zat kimia yang meracuni darah

Zat kimia tersebut antara lain: Anilin, Toluidin, Nitrobenzen, Timah hitam, Nitrogen triflourida, Propilnitrat, dll

- Zat Sensitasi atau alergi kulit

Zat Sensitasi antara lain: Karbon disulfide, Fenol, Zat warna, kreosot, dll. Selain itu terdapat pula penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab kimiawi (bahan kimia) seperti asam dan garam anorganik, senyawa hidrokarbon, bahan warna, dsb.

2.2.4 Prinsip Pencegahan/Pengendalian Bahan Kimia

Mengingat bahaya bahan kimia di tempat kerja diperlukan pencegahan dan pengendalian yang prinsip penerapannya sesuai denga Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja berupa “Hierarchi of Control”, yaitu Eliminasi, Substitusi, Pengendalian Teknis, Pengendalian Administratif dan Alat Pelindung Diri. Sedangkan para pekerja dilakukan pengujian/pemantauan kesehatan, hygiene perorangan, pengujian/pemantauan biomedik disertai pelatihan tentang bahaya zat kimia. (Budiono, S. 2003).


(40)

commit to user

II-14

2.3 PENGERTIAN ERGONOMI

Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari

kata Yunani yaitu Ergo yang berarti ”kerja” dan Nomos yang berarti ”hukum”.

Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto, 2004). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana dkk., 1979).

Disiplin ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman (Wignjosoebroto,

1995). Dengan kata lain disini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya

dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the design), melainkan

sebaliknya yaitu mesin dirancang dengan lebih dahulu memperhatikan kelebihan

dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya (the design fits to the man).

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka dkk.,2004), yaitu:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera

dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,

mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.


(41)

commit to user

II-15

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,

ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

2.3.1 DESAIN DAN ERGONOMI

Manusia dalam kehidupannya banyak menggunakan desain sebagai fasilitas penunjang aktivitasnya. Manusia menginginkan desain sebagai produk yang sesuai dengan trend dan mewadahi kebutuhannya yang semakin meningkat. Melihat kondisi saat ini, kecenderungan desain yang berubah akibat peningkatan kebutuhan manusia tersebut menimbulkan kesadaran manusia tentang pentingnya desain yang eksklusif dan representatif, makin bertambahnya usaha-usaha di bidang desain yang mengakibatkan persaingan mutu desain, peningkatan faktor pemasaran (daya tarik dan daya jual di pasaran), serta tuntutan kapasitas produksi yang semakin meningkat. Selain itu, aktivitas desain yang menghasilkan gagasan kreatif dipengaruhi pula oleh kecepatan membaca situasi, khususnya kebutuhan pasar dan permintaan konsumen.

Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli)

dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budi-daya (man-made object)

manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan prototipe dan proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. Jadi disimpulkan bahwa desain selalu berkaitan dengan pengembangan ide dan gagasan, pengembangan teknik, proses produksi serta peningkatan pasar.

Ruang lingkup kegiatan desain mencakup masalah yang berhubungan dengan sarana kebutuhan manusia, di antaranya desain interior, desain mebel, desain alat-alat lingkungan, desain alat transportasi, desain tekstil, desain grafis, dan lain-lain. Memperhatikan hal-hal tersebut, desainer dalam analisis pemecahan


(42)

commit to user

II-16

masalah dan perencanaannya atau filosofi rancangan desain bekerja sama dengan masyarakat dan disiplin ilmu lain seperti arsitek, psikolog, dokter atau profesi yang lain. Misalnya, dalam merancang desain kursi pasien gigi, dibutuhkan kerja sama dari dokter dan pasien, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas dan posisi duduk pasien sebagai pemakai, yang efektif, efisien, aman, nyaman dan sehat, sehingga desainer dapat menyatukan bentuk dengan memusatkan perhatian pada estetika bentuk, konstruksi, sistem dan mekanismenya. Selain itu, desainer dapat membuat suatu prediksi untuk masa depan, serta melakukan pengembangan desain dan teknologi dengan memperhatikan segala kelebihan maupun

keterbatasan manusia dalam hal kepekaan indrawi (sensory), kecepatan,

kemampuan penggunaan sistem gerakan otot, dan dimensi ukuran tubuh, untuk kemudian menggunakan semua informasi mengenai faktor manusia ini sebagai acuan dalam perancangan desain yang serasi, selaras dan seimbang dengan manusia sebagai pemakainya.

Penilaian suatu hasil akhir dari produk sebagai kategori nilai desain yang baik biasanya ada tiga unsur yang mendasari, yaitu fungsional, estetika, dan

ekonomi. Kriteria pemilihannya adalah function and purpose, utility and

economic, form and style, image and meaning. Unsur fungsional dan estetika

sering disebut fit-form-function, sedangkan unsur ekonomi lebih dipengaruhi oleh

harga dan kemampuan daya beli masyarakat (Bagas, 2000). Desain yang baik berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung pada sasaran dan filosofi mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan kepentingannya, serta upaya desain berorientasi pada hasil yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan seoptimal mungkin.

Ergonomi merupakan salah satu dari persyaratan untuk mencapai desain

yang qualified, certified, dan customer need. Ilmu ini akan menjadi suatu

keterkaitan yang simultan dan menciptakan sinergi dalam pemunculan gagasan,


(43)

commit to user

II-17

Gambar 2.2 Skema design management

Sumber: Bagas, 2000

2.3.2 PENDEKATAN ERGONOMIS DALAM PERANCANGAN DESAIN KERJA

Secara ideal perancangan desain kerja haruslah disesuaikan dengan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/ peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kongnitif, fisik ataupun psikologisnya. Demikian pula peranan atau fungsi mesin/peralatan seharusnya ikut menunjang manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan.

Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut, sehingga efektivitas fungsionalnya meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan kepuasan dapat terpelihara.

Terlihat disini bahwa ergonomi memiliki 2 aspek sebagai contohnya yaitu efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut, pendekatan ergonomi


(44)

commit to user

II-18

merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang manusia secara sistematis dalam perancangan sistem-sistem manusia benda, manusia-fasilitas dan manusia lingkungan. Dengan kata lain perkataan ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan obyek-obyek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari (Madyana, 1996).

Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu:

1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju

tujuan bersama.

Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu menghasilkan suatu mesin yang baik pula, bila mana sebelumnya tidak dirancang untuk berinteraksi antara satu sama tainnya. Demikian manusia sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.

2.3.3 DESAIN STASIUN KERJA DAN SIKAP KERJA BERDIRI

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk.

Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan


(45)

commit to user

II-19

pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut:

1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut.

2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg).

3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping.

4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah.

5. Diperlukan mobilitas.

2.4 NORDIC BODY MAP (NBM)

Salah satu alat ukur ergonomi sederhana yang dapat digunakan untuk

mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal (system otot dan rangka)

adalah nordic body map. Melalui nordic body map dapat diketahui bagian-bagian

otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai dengan sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner ini diberikan sebelum dan setelah melakukan pekerjaan. Gambar 2.3 merupakan pembagian segmen-segment

tubuh manusia pada kuesioner nordic body map.

Gambar 2.3 Nordic Body Map


(46)

commit to user

II-20

Tabel 2.1 Kuesioner Nordic Body Map

No Kuesioner Nordic Body Map Pada Operator :

Keluhan Bagian Tubuh Ya Tidak

0 Leher bagian atas

1 Leher bagian bawah

2 Bahu kiri

3 Bahu kanan

4 Lengan atas bagian kiri

5 Punggung

6 Lengan atas bagian kanan

7 Pinggang ke belakang

8 Pinggul ke belakang

9 Daerah Pantat

10 Siku kiri 11 Siku kanan

12 Lengan bawah bagian kiri 13 Lengan bawah bagian kanan 14 Pergelangan tangan kiri 15 Pergelangan tangan kanan 16 Telapak tangan bagian kiri 17 Telapak tangan bagian kanan 18 Paha kiri

19 Paha kanan 20 Lutut kiri 21 Lutut kanan 22 Betis kiri 23 Betis kanan

24 Pergelangan kaki kiri 25 Pergelangan kaki kanan 26 Telapak kaki kiri 27 Telapak kaki kanan

Sumber : Corlett, 1992

2.5 ANTHROPOMETRI DALAM ERGONOMI

Seberapa jauh seseorang dapat bekerja dengan baik bergantung pada


(47)

commit to user

II-21

berkontribusi pada keamanan, kesehatan, dan kenyamanan kerja. Pada gilirannya hal-hal ini akan meningkatkan kemampuan kerja yang bersangkutan. Dua hal diantaranya adalah dimensi benda-benda kerja yang berinteraksi dengan pekerja dan lingkungan kerjanya. Karena dimensi objek mesti bersesuaian dengan pemakaiannya maka perlu dikenali antropometri, suatu bidang kajian dari Ergonomi yang memperhatikan karakter ukuran-ukuran fisik tubuh manusia maupun penerapan data-data operatornya.

2.5.1 Pengertian Anthropometri

Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti “manusia” dan

metri yang berarti “ukuran”. Anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh manusia (Pullat, 1992). Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995). Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dsb) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Dalam kaitannya dengan posisi tubuh, data anthropometri yang ada dibedakan menjadi dua kategori (Suhardi,. 2008), yaitu:

a. Anthropometri struktural (statis)

Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi tetap dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang lengan dan sebagainya.


(48)

commit to user

II-22

Gambar 2.4 Ukuran Tubuh Manusia yang Sering Digunakan Untuk Merancang Produk

Sumber: Suhardi, B. 2008

Gambar 2.5 memperlihatkan antropometri struktural. Antropometri struktural ini diantaranya: tinggi selangkang, tinggi siku, tinggi mata, rentang bahu, tinggi pertengahan pundak pada posisi duduk, jarak pantat-ibu jari kaki, dan tinggi mata pada posisi duduk.


(49)

commit to user

II-23

Gambar 2.5 Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk

Sumber: Suhardi, B. 2008

b. Anthropometri fungsional (dinamis)

Antropometri fungsional adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang diperoleh merupakan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja.


(50)

commit to user

II-24 (a)

(b)

Gambar 2.6 (a,b) Antropometri Fungsional/dinamis

Sumber: Suhardi, B. 2008

Data anthropometri dapat diaplikasikan secara luas, (Wignjosoebroto, 1995), antara lain dalam:


(51)

commit to user

II-25

b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan

sebagainya.

c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer,

dan lain-lain.

d. Perancangan lingkungan kerja fisik.

2.5.2 Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia

Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah dikarenakan oleh faktor-faktor (Nurmianto, 2004), sebagai berikut:

a. Keacakan/random,

Walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku/bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat. Distribusi frekuensi secara statistik dari dimensi kelompok anggota masyarakat jelas dapat diapromaksimasikan dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan menggunakan data persentil yang telah diduga, jika mean (rata-rata) dan standar deviasinya telah diestimasi.

b. Jenis kelamin,

Ada perbedaan signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan signifikan di antara mean dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan. Pria dianggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada wanita sehingga data anthropometri untuk kedua jenis kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah.

c. Suku bangsa,

Variasi di antara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kalah pentingnya karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya jumlah penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk


(52)

commit to user

II-26

mengisi jumlah satuan angkatan kerja (industrial workforce), maka akan

mempengaruhi anthropometri secara nasional.

d. Usia,

Secara umum dimensi tubuh manusia dapat digolongkan atas berbagai kelompok usia, yaitu:

· Balita

· Anak-anak

· Remaja

· Dewasa

· Lanjut usia

Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk anthropometri anak-anak. Anthropometrinya cenderung terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan menurun yang disebabkan oleh

berkurangnya elastisitas tulang belakang (intervertebral discs) dan

berkurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki.

e. Jenis pekerjaan,

Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawannya, misalnya: buruh dermaga/pelabuhan harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

Selain faktor-faktor tersebut terdapat juga faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi variabilitas ukuran tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995), seperti:

a. Tebal/Tipisnya Pakaian,

Hal ini juga merupakan sumber keragaman karena disebabkan oleh bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya terutama untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu musim dingin manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan


(53)

commit to user

II-27

ukuran yang relatif lebih besar. Ataupun untuk para pekerja di pertambangan, pengeboran lepas pantai, pengecoran logam. Bahkan para penerbang dan astronaut pun harus mempunyai pakaian khusus.

b. Kehamilan pada wanita,

Faktor ini sudah jelas mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja.

c. Cacat tubuh secara fisik,

Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir yaitu dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta merasakan “kesamaan” dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dalam pelayanan untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul misalnya: keterbatasan jarak jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee space) untuk desain meja kerja, lorong/jalur khusus untuk kursi roda, ruang khusus di dalam lavatory, jalur khusus untuk keluar masuk perkantoran, kampus, hotel, restoran, supermarket dan lain-lain.

Akhirnya, sekalipun segmentasi dari populasi yang ingin dituju dari rancangan suatu produk selalu berhasil diidentifikasi sebaik-bailnya berdasarkan faktor-faktor seperti yang telah diuraikan; namun adanya variasi ukuran bukan tidak mungkin bisa tetap dijumpai. Permasalahan variasi ukuran sebenarnya akan mudah diatasi dengan cara merancang produk yang ”mampu suai” (adjustable) dalam suatu rentang dimensi ukuran pemakainya.

2.5.3 Dimensi Anthropometri Umum

Data anthropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya (Wignjosoebroto, 1995). Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini.


(54)

commit to user

II-28

Gambar 2.7 Anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas

Sumber: Wignjosoebroto S., 1995

Keterangan gambar di atas, yaitu:

1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung

kepala).

2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam

gambar tidak ditunjukkan).

6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat

sampai dengan kepala).

7 : Tinggi mata dalam posisi duduk.

8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).


(1)

commit to user

V-10

warna. Proses pembandingannya dimulai dengan membuat gambar model operator dengan software ManneQuin.

Gambar model disesuaikan dengan ukuran dimensi tubuh operator, baik operator tertinggi dan terendah, yang kemudian dilakukan perhitungan sudut dan penilaian terhadap gambar tersebut dengan menggunakan metode RULA. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi postur kerja setelah perancangan yang diilustrasikan melalui gambar ini, masih berpotensi menimbulkan cidera musculoskeletal.

Postur kerja yang diambil pada postur kerja awal adalah postur kerja saat mencelupkan kain ke bak, sedangkan postur kerja pada pengoperasian alat bantu adalah postur kerja saat menarik dan mengulur tongkat kendali. Hasil penilaian RULA pada postur kerja sebelum dan sesudah perancangan dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Perbandingan hasil RULA sebelum dan sesudah perancangan

Awal Setelah Perancangan

Gerakan Level

Tindakan

Level

Resiko Tindakan Gerakan

Level Tindakan

Level

Resiko Tindakan

Mencelupkan

kain ke bak 7 Tinggi

Tindakan sekarang juga Menarik tongkat kendali

6 Sedang

Tindakan dalam waktu dekat Mengulur tongkat kendali

3 Kecil

Diperlukan beberapa

waktu kedepan

Berdasarkan tabel 5.2, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan level resiko berdasarkan hasil penilaian dengan menggunakan metode RULA pada postur kerja sesudah perancangan, dibandingkan dengan postur kerja awal. Untuk postur kerja saat mencelupkan kain (sebelum menggunakan alat bantu) memiliki skor 7 dengan level resiko tinggi. Sedangkan untuk postur kerja setelah menggunakan alat bantu, proses pencelupan kain dibagi menjadi dua posisi, yaitu posisi ke-1 pada saat menarik tongkat kendali memiliki skor 6 dengan level resiko sedang, dan posisi ke-2 pada saat mengulur tongkat kendali memiliki skor 3 dengan level resiko kecil.


(2)

commit to user

V-11

Penurunan level resiko ini terjadi karena terjadinya perubahan postur kerja operator sebelum dan sesudah perancangan. Rancangan alat bantu membuat operator tidak perlu menundukkan badan pada saat proses pencelupan zat warna dan penguncian warna. Hal ini dipengaruhi oleh dimensi alat bantu, khususnya pada tinggi maksimal dan panjang tarikan maksimal tongkat kendali yang sudah disesuaikan dengan dimensi tubuh operator. Sikap kerja operator yang semula berdiri dengan punggung membungkuk > 600 dan leher ekstensi, berubah menjadi berdiri tegak dengan leher fleksi < 200. Posisi lengan atas saat menarik tongkat yang semula fleksi > 450 berubah menjadi < 450, lengan bawah dan pergelangan tangan tidak keluar dari sisi tubuh dengan sudut < 900.

Dari keseluruhan penilaian setelah perancangan dapat diperoleh hasil bahwa postur tubuh operator saat menggunakan alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna memiliki level resiko yang kecil terhadap cidera musculoskeletal dibandingkan dengan postur kerja awal. Hal ini disebabkan oleh desain alat bantu yang lebih ergonomis sehingga memungkinkan operator dapat bekerja dengan postur tubuh yang baik.

5.4. Analisis Biaya

Estimasi biaya merupakan perkiraan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membuat alat bantu pada proses pencelupan dan penguncian warna. Biaya perancangan tersebut terdiri dari biaya material dan biaya non material. Biaya material merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang digunakan untuk pembuatan alat bantu.

Pada proses pembuatan produk rancangan, biaya yang dikeluarkan berbeda dengan estimasi sebelumnya. Total estimasi biaya untuk biaya meterial sebesar Rp 2.742.000,00, mengalami peningkatan menjadi Rp 2.835.000,00 untuk total biaya material pembuatan produk dalam ukuran sebenarnya. Sedangkan total biaya non material yang semula sebesar Rp 1.150.000,00 mengalami peningkatan menjadi Rp 1.270.000,00. Perubahan ini terjadi karena terjadi kenaikan harga material dan biaya tenaga kerja, kenaikan harga dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini.


(3)

commit to user

V-12

Tabel 5.3 Biaya Pembuatan Produk

No Bahan Ukuran Kebutuhan Satuan Harga Satuan

(Rp) Biaya (Rp)

1. Besi Pipa Ø 1,5 inci

P: 6 m 24 m Lonjor 150.000 600.000 2. Besi Pipa Ø 1 inci

P: 6 m 1,65 m Lonjor 140.000 140.000 3. Besi As Ø 1,75 mm

P: 6 m 1 m Lonjor 50.000 50.000

4. Stainless Steel

3.14 Ø 2 cm 4,4 m Lonjor 500.000 500.000

5. Pulley nilon r: 15 cm 4 Buah 50.000 200.000 6. Pulley nilon r: 7,5 cm 12 Buah 12.000 144.000

7. Bearing Dd: 1,75 cm 32 Buah 16.000 512.000

8. Kayu 140 x 140 mm 2 Lonjor 25.000 50.000

9. Mur-Baut 6 Buah 1500 9.000

10. Penjepit

Stainless Steel 4 Buah 125.000 500.000

11. Karet P: 20 cm, L: 5

cm, t: 3 mm 2 Lembar 10.000 20.000

12. Pemberat 2 Buah 15.000 30.000

13. Tali

polypropylene 4 Gulung 10.000 40.000

13. Biaya tenaga

kerja 3 orang 5 Hari 150.000 750.000

14. Biaya Ide 400.000

15. Biaya

transportasi 120.000

Total Biaya 4.105.000

Dengan demikian besarnya biaya keseluruhan yang diperlukan dalam pembuatan produk alat bantu yang semula Rp 3.892.000,00 meningkat menjadi Rp 4.105.000,00. Karena biaya yang diinvestasikan untuk pembuatan alat bantu cukup besar, maka dengan mempertimbangkan omset penjualan setiap bulan dapat diperhitungkan payback periode untuk biaya investasi pembuatan alat bantu adalah sebagai berikut.

Berdasarkan informasi dari pihak perusahaan, setiap bulan perusahaan dapat menjual rata-rata 190 lembar kain batik tulis dengan harga Rp 500.000,00 (diasumsikan dengan patokan harga jual paling murah untuk batik tulis), dengan


(4)

commit to user

V-13

keuntungan sebesar Rp 100.000,00 per kain batik. Maka total keuntungan per bulan sebesar Rp 1.900.000,00. Jadi, untuk mendapatkan payback periode investasi untuk biaya pembuatan alat bantu yaitu dengan membagi total biaya investasi dengan total keuntungan perbulan (diasumsikan seluruh keuntungan diinvestasikan untuk pembuatan alat bantu), maka didapatkan lamanya waktu payback periode investasi selama 2,5 bulan.


(5)

commit to user

VI-1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya.

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Penelitian ini telah menghasilkan alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna yang dapat memperbaiki postur kerja dan mengurangi interaksi dengan zat kimia pada pemakainya.

2. Alat bantu yang dihasilkan memiliki rangka alat bantu terpisah dari bak pencelup kain, sistem pencelupan bergantian dari ujung ke ujung kain, dilengkapi oleh komponen yang dapat mengantikan fungsi kedua tangan operator saat proses pencelupan, dan dioperasikan dengan cara manual oleh satu orang operator dengan total biaya pembuatan sebesar Rp 4.105.000,00,00. 3. Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode RULA pada postur kerja

setelah menggunakan alat bantu, terjadi penurunan level resiko dibandingkan sebelum menggunakan alat bantu. Penurunan level resiko tersebut adalah postur pencelupan tanpa alat bantu (postur awal) memiliki level tinggi. Sedangkan saat mengoperasikan alat, postur kerja dibagi menjadi dua yaitu pada postur kerja saat menarik alat bantu memiliki level resiko sedang dan saat mengulur alat bantu memiliki level resiko kecil.

6.2. SARAN

Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Desain perancangan dapat dikembangkan untuk perbaikan pada fungsi sistem pengaturan tali untuk mempermudah proses set up alat.


(6)

commit to user

VI-2

2. Desain dapat dikembangkan lebih sederhana dengan pembebanan yang lebih ringan.

3. Penelitian dapat dilanjutkan untuk pembuatan alat dalam ukuran sebenarnya, sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan dalam usaha penyempurnaan sistem yang sudah dirancang.