4.7 Perhitungan Curah Hujan Kawasan DAS Babura
Gambar 4.18 Polygon Thiessen DAS Babura
Pada Gambar 4.18 merupakan tampilan dari DAS Babura dan dari perhitungan luas area dengan menggunakan metode Polygon Thiessen yang dibagi menjadi 3 daerah
di atas dapat dijelaskan pada Tabel 4.21. Tabel 4.21 Luas Areal Pengaruh Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Babura
No Nama Stasiun Penakar Curah Hujan
Luas Areal
1 Stasiun Polonia
10.9 Km
2
2 Stasiun Tuntungan
84.06 Km
2
3 Stasiun Patumbak
0.043 Km
2
Luas Total 95 Km
2
Sumber hasil perhitungan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.22 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Polonia
Sumber BMKG Stasiun Sampali
Tabel 4.23 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Tuntungan
Sumber BMKG Stasiun Sampali
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.24 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Patumbak
Sumber BMKG Stasiun Sampali
Kemudian data-data di atas diinput ke dalam rumus metode Polygon Thiessen.
i i
n i
R A
A R
A R
A R
A R
3 3
2 2
1 1
dimana: Ri
= Curah Hujan Maksimum tiap stasiun mm. Ai
= Luas Area Stasiun km
2
. A
= Total Luas Area Stasiun km
2
.
Dengan metode Polygon Thiessen maka diperoleh curah hujan regional maksimum dijelaskan pada Tabel 4.25.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.25 Perhitungan Curah Hujan Regional Harian Maksimum DAS Babura
No. Tahun
Curah Hujan Harian Maksimum RHmaxmm RH
max
Patumbak mm Polonia mm Tuntungan mm
1 2003
108 152
109 113.93
2 2004
82 70
93 90.36
3 2005
112 78
93 91.29
4 2006
40 62
101 96.5
5 2007
161 116
118 117.79
6 2008
113 81
95 93.4
7 2009
50 63
99 94.85
8 2010
98 148
106 110.82
9 2011
82 177
124 130.06
10 2012
103 52
62 60.87
Sumber hasil perhitungan
4.8 Perhitungan Koefisien Pengaliran DAS Babura
Nilai koefisien ini juga dapat digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari Sungai Babura. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief 2005, yang
menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 - 1. Nilai
C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai
aliran permukaan run off. Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS.
C
rerata
=
25746 .13 95000 .16
= 0.28 Dari perhitungan di atas maka nilai koefisien limpasan 0.28 ini dapat diartikan
bahwa air hujan yang turun akan melimpas ke permukaan dan mengalir menuju daerah
hilir dijelaskan pada Tabel 4.26. Gambar 4.19 Rencana Tata Ruang Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.26 Nilai Koefisien Pengaliran DAS Babura
No. Jenis Daerah
A Ha C
C x A
1 Air danausitu
1.61 0.15
0.2415 2
Air empang 179.06
0.15 25.509
3 Air rawa
3730.23 0.15
559.5345 4
Air tawar sungai 950.4
0.15 142.56
5 Budidaya lainnya
204.41 0.2
40.882 6
Hutan rimba 15152.87
0.05 757.6435
7 Pasirpasir bukit darat
9.02 0.2
1.804 8
Pasirpasir bukit laut 253.08
0.2 50.616
9 Perkebunankebun
15800.61 0.4
6320.244 10
Pemukiman dan tempat kegiatan 10475.44
0.9 9427.896
11 Sawah
9149.64 0.15
1372.446 12
Semak belukar alang alang 8422.29
0.2 1684.458
13 Tegalanladang
26811.5 0.2
5362.3
TOTAL 95000.16
25746.13
Sumber hasil perhitungan
Gambar 4.19 Peta Rencana Tata Ruang Kota Medan PEMPROVSU, 2010
Universitas Sumatera Utara
4.9 Perhitungan Frekuensi Curah Hujan Kala Ulang DAS Babura