4.13 Perhitungan Curah Hujan Kawasan DAS Belawan
Gambar 4.34 Polygon Thiessen DAS Belawan
Dari perhitungan luas area dengan menggunakan metode Polygon Thiessen yang dibagi menjadi 3 daerah di atas dapat dijelaskan pada Tabel 4.39.
Tabel 4.39 Luas Areal Pengaruh Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Belawan
No. Nama Stasiun Penakar Curah Hujan
Luas Areal
1 Stasiun Belawan
94.98 Km
2
2 Stasiun Bulu Cina
172.170 Km
2
3 Stasiun Tongkoh
146.730 Km
2
Luas Total 413.88 Km
2
Sumber hasil perhitungan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.40 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Belawan
Sumber BMKG Stasiun Sampali
Tabel 4.41 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Bulu Cina
Sumber BMKG Stasiun Sampali
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.42 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Tongkoh
Sumber BMKG Stasiun Sampali
Kemudian data-data di atas diinput ke dalam rumus metode Polygon Thiessen.
i i
n i
R A
A R
A R
A R
A R
3 3
2 2
1 1
dimana: Ri = Curah Hujan Maksimum tiap stasiun mm.
Ai = Luas Area Stasiun km
2
. A
= Total Luas Area Stasiun km
2
.
Dengan metode Polygon Thiessen maka diperoleh curah hujan regional maksimum
yang dijelaskan pada Tabel 4.43.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.43 Perhitungan Curah Hujan Regional Harian Maksimum DAS Belawan No. Tahun
Curah Hujan Harian Maksimum RH
max
mm
RH
max
mm
Belawan Bulu Cina
Tongkoh
mm mm
mm
1 2003
104 98
101 100.44
2 2004
127 121
125 123.794
3 2005
110 105
108 107.21
4 2006
96 91
94 93.21
5 2007
112 107
110 109.21
6 2008
111 106
109 108.21
7 2009
94 89
92 91.21
8 2010
101 96
99 98.21
9 2011
38 91
94 79.888
10 2012
73 70
72 71.397
Sumber hasil perhitungan
4.14 Perhitungan Koefisien Pengaliran DAS Belawan
Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS. Gambar 4.35 Rencana Tata Ruang Kota
Medan. Tabel 4.44 Zona Tata Guna Lahan DAS Belawan.
Gambar 4.35 Rencana Tata Ruang Kota Medan PEMPROVSU, 2010
Universitas Sumatera Utara
C
rerata
=
9787 .397 41763
= 0.24
Dari hasil perhitungan di atas maka nilai koefisien limpasan 0.24 ini dapat diartikan bahwa air hujan yang turun akan melimpas ke permukaan dan mengalir
menuju daerah hilir yang dijelaskan pada Tabel 4.45. Nilai koefisien ini juga dapat digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari DAS Belawan yang artinya memiliki
kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief 2005, yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu
indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 – 1.
Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir
sebagai aliran permukaan run off. Tabel 4.44 Zona Tata Guna Lahan DAS Belawan
No Zona Penggunaan Lahan
Luasan Area ha 1
Air empang 15.46
2 Air rawa
1273.87 3
Air tawar sungai 1298.93
4 Hutan rimba
4279.09 5
Pasirbukit pasir laut 23.99
6 Perkebunankebun
3845.88 7
Permukiman dan tempat kegiatan 1970.32
8 Sawah
7396.18 9
Semak belukaralang-alang 6665.57
10
Tegalanladang 14993.71
Total 41763
Sumber Peta RBI Medan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.45 Nilai Koefisien Pengaliran DAS Belawan
Zona Penggunaan Lahan Koefisien
Limpasan © Luasan
Area ha C x A
Air empang 0.2
15.46 3.09
Air rawa 0.15
1273.87 191.08
Air tawar sungai 0.15
1298.93 194.84
Hutan rimba 0.15
4279.09 641.86
Pasirbukit pasir laut 0.15
23.99 3.60
Perkebunankebun 0.4
3845.88 1538.35
Permukiman dan tempat kegiatan 0.9
1970.32 1773.29
Sawah 0.15
7396.18 1109.43
Semak belukaralang-alang 0.2
6665.57 1333.11
Tegalanladang 0.2
14993.71 2998.74
Total 2.65
41763 9787.40
Sumber hasil perhitungan
4.15 Perhitungan Frekuensi Curah Hujan Kala Ulang DAS Belawan