Tujuan Keluaran (m-P3BI) Lahan Rawa Lebak Dan Lahan Kering Di Bengkulu

6 program daerah dalam mewujudkan model pengembangan pertanian melalui penguatan inovasi teknologi, diseminasi dan kelembagaan usahataninya serta alternatif kebijakan pengembangan model diseminasi menjadi sentra edukasi padi rawa lebak di Kabupaten Mukomuko dan tanaman kopi secara terintegrasi dengan pengembangan sapi potong di Kabupaten Kepahiang.

1.2. Tujuan

1. Meningkatkan produktivitas lahan 2. Meningkatkan produktivitas tanaman dan komponen penunjangnya 3. Meningkatkan pendapatan petani. 4. Menumbuhkan simpul-simpul penunjang agribisnis 5. Membuka peluang lapangan kerja 6. Meningkatkan produktivitas tanaman kopi berbasis integrasi kopi-sapi 7. Meningkatkan produktivitas ternak sapi potong berbasis integrasi kopi-sapi 8. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani berbasis integrasi kopi- sapi potong

1.3. Keluaran

1. Peningkatan produktivitas lahan 2. Peningkatan produktivitas tanaman dan komponen penunjangnya 3. Peningkatan pendapatan petani 4. Tumbuhnya simpul-simpul penunjang agribisnis 5. Terbukanya peluang lapangan kerja 6. Peningkatan produktivitas tanaman kopi berbasis integrasi kopi-sapi. 7. Peningkatan Produktivitas ternak sapi potong berbasis integrasi kopi-sapi 8. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan petani berbasis integrasi kopi- sapi potong . 7 I I . TI NJAUAN PUSTAKA Dalam rangka mendukung pembangunan pertanian menuju terwujudnya pertanian uggulan berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal, Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 melaksanakan program Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis I novasi m-P3BI sebagai program pembangunan pertanian melalui sistem diseminasi multi channel. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing dan kesejahteraan petani. Muatan pertanian perdesaan dalam model ini memiliki konteks penyebarluasan inovasi yang berorientasi pada suatu kawasan yang secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal endogenous knowledge khususnya pertanian. Skala pengembangan disesuaikan dengan basis usaha yang dilakukan, tergantung pada kondisi wilayah di masing-masing lokasi Badan Litbang Pertanian, 2011 Sebagai basis pertanian, desa memiliki peran strategis dalam pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian di perdesaan tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pembangunan pertanian yang memfokuskan pada pencapaian swasembada pangan berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta peningkatan kesejahteraan petani Kementeraian Pertanian, 2010. Pembangunan pertanian di perdesaan yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian pembangunan pedesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa, diarahkan pada pembangunan yang berbasis pendayagunaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, dengan memanfaatkan ketersediaan teknologi pertanian, guna mengembangkan sistem agribisnis, yaitu mengembangkan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian dan industri jasa seraca simultan dan harmonis. Dukungan ketersediaan inovasi teknologi tepat guna, spesifik lokasi, murah, mudah diterapkan oleh petani, mengandung muatan bahan baku lokal, dan tidak menimbulkan gangguan ekosistem, sangat berarti dan diperlukan dalam mensukseskan pembangunan pertanian perdesaan. Bidang pertanian harus menyesuaikan perkembangan lingkungan strategis yang terjadi secara global melalui peningkatan kemampuan petani. Teknologi hasil penelitian dan pengkajian tidak bermanfaat jika tidak sampai, tidak diterima atau tidak diadopsi oleh petani. I mplementasi teknologi hasil penelitian akan memberikan manfaat, jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif 8 dan efektif bagi usahataninya. Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relatif cepat Fawzia, 2002. Kementerian Pertanian 2010 I ndikator utama dari penelitian yang sukses adalah bahwa hasil penelitiannya dapat diterapkan, dan bahwa hasil aplikasinya baik secara langsung atau tidak langsung meningkatkan efisiensi, produktivitas atau keberlanjutan, dalam hal ini inovasi dan teknologi tanaman pangan. Secara jelas, hasil akhir suatu penelitian harus ada di lahan petani dan menyebar kepada petani sekitarnya. Oleh karena itu, hasil penelitian harus didiseminasikan kepada “pengguna antara” dan “pengguna akhir teknologi tanaman pangan”. Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam setahun, selalu jenuh air saturated atau tergenang waterlogged air dangkal. Lahan rawa sering disebut dengan istilah “swamp”. yang digunakan untuk menyatakan wilayah lahan, atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau t ergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak, atau tidak mengalir stagnant, dan bagian dasar tanah berupa lumpur. Dalam kondisi alami, swamp ditumbuhi oleh berbagai vegetasi dari jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan di daerah tropika biasanya berupa hutan rawa atau hutan gambut Departemen Pertanian, 2006 . Balittra 2013 Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara sistem daratan dan sistem perairan sungai, danau, atau laut, yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering uplands dan sungai danau. Karena menempati posisi peralihan antara sistem perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam waktu yang panjang dalam setahun beberapa bulan tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau mempunyai air tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian, lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan, vegetasi semak maupun kayukayuan hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal, atau bahkan tergenang dangkal. Upaya peningkatan kemampuan petani harus juga mengikuti paradigma yang berkembang saat ini, yaitu berorientasi pada nilai tambah yang sesuai dengan pasar dan berdaya saing. Dalam rangka mewujudkan paradigma tersebut perlu 9 didukung dengan peningkatan diversivikasi usaha dan pelestarian sumberdaya lahan melalui peningkatan produktivitas ternak dan tanaman secara berdampingan, salah satunya adalah integrasi ternak sapi-padi dalam suatu bentuk kombinasi yang mememiliki sifat saling melengkapi. Pengembangan ternak pola integrasi dalam suatu sistem pertanian merupakan suatu strategi yang sangat penting dalam usahatani yang ramah lingkungan dalam mewujudkan kesejaht eraan rumah tangga petani dan masyarakat pedesaan, terutama untuk menghasilkan sapi bakalan sekaligus memperbaiki kualitas lahan yang sakit . Pengembangannya berdasarkan prinsip zero waste dengan pemanfaatan potensi limbah tanaman sebagai sumber pakan ternak dan pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik, penciptaan lapangan kerja baru di pedesaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam mewujutkan usaha agribisnis berdaya saing, ramah lingkungan dan mandiri Diwjanto dan Eko, 2004. I ntegrasi kopii dan sapi di lahan kering dapat dipergunakan sebagai satu alternatif untuk mempercepat peningkatan produksi kopii dan sapi potong melalui aplikasi teknologi dan inovasi sederhana, dengan memanfaatkan hasil samping limbah tanaman sebagai bahan pakan ternak fermentasi limbah kulit kopi digunakan sebagai pakan ternak sumber protein sekaligus akan mengamankan ketersediaan pakan sepanjang tahun. Dilain pihak ternak sapi memberikan peluang yang besar dari limbah kotoran bersama-sama limbah pertanian lainnya dapat diproses dengan cara cepat, mudah dan murah menjadi pupuk organik, yaitu di dekomposisi sebagai kompos guna penyediaan unsur hara dan perbaikan kondisi lahan kopi sebagai salah satu upaya untuk dapat mengoptimalkan produktivitas tanaman kopi. Limbah pertanian merupakan salah satu bahan produk sampingan dari suatu proses biologis sistem pertanian yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak Mariyono dan Romjali, 2007. Pola pemeliharaan ternak sistem kelompok secara terintegrasi, akan memberi peluang untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis berdaya saing, walaupun kepemilikan masing-masing petani masih sangat kecil. Namun pola ini akan memudahkan dalam penyuluhan dan pengamanan ternak dari pencurian, mengurangi dampak perusakan lingkungan dan meningkatkan kebersihan lingkungan serta memudahkan dalam mengembangkan sistem kelembagaan, terutama dalam hal permodalan dan pemasaran produk BPTP Sulsel, 2011. Dengan demikian budidaya ternak akan semakin efisien, karena ketersediaan pakan 10 secara kontinyu, problem sosial yang sering terjadi akibat limbah yang menimbulkan polusi kotoran ternak, sisa panen, limbah tanaman dapat diatasi dan secara ekonomis sekaligus petani dapat melakukan efisiensi usahatani yang berpotensi mendorong pendapatan usaha semakin meningkat dan ketergantungan sarana produksi dari luar dapat ditekan. Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu. Karena itulah maka adopsi suatu inovasi teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka model percepatan adopsi akan terbangun oleh peubah-peubah yang berhubungan dengan proses menarik perhatian, menumbuhkan minat, membangkitkan hasrat sehingga akhirnya memutuskan untuk menerapkan inovasi. Menurut Tjiptopranoto 2000 dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi dan sistem usahatani yang dianjurkan, dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi integrasi kopi-sapi potong dimaksud dalam usahataninya sehingga pendapatan meningkat. 11 I I I . PROSEDUR PELAKSANAAN

3.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan