41
peningkatan produktivitas PBBH sapi Bali jantan sebesar 78,17 dan sapi Simenthal jantan muda serbesar 61,30 .
Selain untuk optimalisasi pemanfaatan limbah, pakan limbah kulit kopi yang difermentasi bersamaan dengan dedak pad i60 : 40 serta
kecukupan asupan pakan maupun kebutuhan nutrisinya PK 14,63 . Seperti halnya Rai dan Guntoro 2006 dari hasil proximate analysis menunjukkan
bahwa melalui fermentasi dengan Aspergillus niger kandungan protein limbah kopi meningkat dari 7,90 menjadi 18,16 . Sedangkan kandungan
serat kasar menurun dari 19,1 menjadi 13,31 dan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan difermentasi dapat menjadikan limbah kulit kopi tersebut
sebagai bahan pakan yang lebih bermutu, selain itu juga dapat berfunsi untuk mengatasi nilai ekonomis dan efisiensi waktu penyediaan pakan hijauan
sampai 50 serta pengoptimalan pemanfaatan limbah kulit kopi yang berlimpah dan belum dimanfaatkan di daerah sentra kopi.
4.2.3. Peningkatan produktivitas kopi
Pada tahapan aplikasi pemberian pupuk organik pada lahan kebun kopi menggunakan kompos hasil fermentasi limbah kotoran sapi dicampur
limbah kulit kopi yang diterapkan melalui demplot percontohan pemberian pupuk organik kompos dengan dosis 5 kg batang pada lahan kebun kopi
seluas 3 ha milik 3 orang kooperator, belum dapat diamati seberapa besar perbaikan hasil prroduksi kopi. Karena saat ini tanaman kopi diwilayah sentra
kopi kabawetan masih dalam pertumbuhan anak cabang serta perbaikan kondisi tanaman menunggu berproduksi, biasanya musim panen baru dapat
dilakukan pada bulan Juni. Namun
secara fisualisasi
terhadap kondisi
tanaman kopi
memperlihatkan adanya perbaikan terhadap pertumbuhan cabang yang semakin banyak bertumbuh serta perubahan terhadap pertumbuhan daun
tanaman kopi itu sendiri yang nampak subur dan terlihat lebih hijau dari tanaman kopi disekitarnya atau yang belum melakukan pemupukan organik,
sehinggga untuk mempertahankan cabang tetap dapat menjaga sirkulasi udara dan cahaya yang masuk maka frekuensi nyeping atau pemangkasan
anak cabang harus ditingkatkan.
42
4.2.4. Peningkatan pengetahuan inovasi integrasi kopi- sapi potong
Selama proses diseminasi dan pendampingan pelaksanaan kegiatan pengembangan inovasi integrasi kopi-sapi potong, dilakukan pengamatan
terhadap perubahan perilaku petani kooperator maupun petani dan peternak serta kelompoktani
di wilayah
Kecamatan Kabawetan selaku penyalur
delivery dan pengguna receiving teknologi. Dari hasil survei pada petani peternak dan anggota kelompoktani pada saat pendampingan pengembangan
inovasi integrasi kopi-sapi potong yang dilakukan terhadap 5 kelompoktani yang terdapat pada 4 empat desa pengembangan sekitar lokasi kegiatan,
diketahui tingkat pengetahuan maupun tingkat adopsi petani peternak terhadap inovasi yang berkaitan dengan integrasi kopi-sapi potong sebelum
dan sesudah kegiatan mengalami peningkatan. Dimana sebelum kegiatan petani peternak yang memahami teknologi terkait inovasi integrasi kopi-sapi
potong berada pada level 30,52 per 100 dan setelah pendampingan, pemaparan, praktek dan percontohan inovasi teknologi integrasi kopi-sapi
potong, baik itu pada pengolahan dan pemberian pakan sapi limbah kulit kopi fermentasi maupun kompos limbah kotoran sapi berada pada level 74,53 per
100. Kemudian melalui analisis statistik non parametrik menggunakan Uji Statistik
Paired Simple T test, terlihat adanya perbedaan tingkat pengetahuan petani yang signifikan
sebelum dan sesudah pendampingan maupun percontohan pada tingkat kesalahan 1 nilai t hitung t table 0,000
0,01, Hal ini jelas memeperlihatkan dan menggambarkan, bahwa
pengetahuan pengguna dalam mengadopsi inovasi integrasi kopi-sapi potong meningkat secara signifikan sesudah dilaksanakannya pendampingan kegiatan
dan percontohan langsung aplikasi teknologi oleh pengguna. Terjadinya peningkatan pengetahuan yang cukup besar dalam
menerima atau mengadopsi diseminasi inovasi integrasi kopi-sapi potong, tidak terlepas dari minat dan kemauan yang memotivasi petani peternak
untuk mengambil peluang pemanfaatan limbah usahatani kopi dan ternak sapi yang sangat berlimpah disekitar lingkungannya, seperti halnya kulit kopi
banyak ditumpuk disekitar areal domisili dan kotoran sapi disekitar kandang yang umumnya dekat dengan pemukiman masyarakat. Motivasi petani
merupakan gambaran respon serta keinginan dalam memanfaatkan informasi inovasi teknologi bagi pangguna Sadirman, 2001. Sama halnya dengan
43
Slamet 2000 menngambarkan kondisi yang perlu menjadi perhatian dalam proses adopsi agar tetap menjadi efektif harus didasari motivasi penerima.
Namun dalam proses adopsi dan transfer peningkatan pengetahuan teknolgi integrasi kopi-sapi potong, petani peternak tidak langsung menerima.
Akan tetapi melaui proses dan tahapan pendampingan petugas dan stakeholder terkait yang dimulai dengan mendapat informasi, melihat dan
mencoba serta meneraokan secara langsung baru duyakini dapat memberi manfaat dan keuntungan langsung. Keputusan petani untuk menerima atau
menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu
sampai diterapkannya teknologi yang didiseminasikan tersebut Kenneth, 2009.
Seperti halnya pengembangan model inovasi integrasi kopi-sapi potong
sebagai model diseminasi
pengembangan pertanian perdesaan dilakukan melalui pembinaan petani peternak dan pendampingan inovasi
teknologi, pertemuan dan pengawalan inovasi terkait serta pembinaan
terhadap kelembagaan
agribisnis atau kelompoktani ternak
terkait dan
tersedianya informasi teknologi tepat guna spesifik lokasi yang dapat diterima langsung adopsi atau dari dampak diseminasi difusi secara lebih baik.
Dimana kecepatan adopsi dan difusi inovasi teknologi berkaitan dengan persepsi petani terhadap sifat-sifat dan faktor lingkungan strategis inovasi itu
sendiri juga merupakan hal yang perlu menjadi perhatian Fagi, 2008. Selain itu aspek lokasi pengguna dengan sumber informasi serta sistem dan nilai-
nilai norma sosial juga turut memberi pengaruh dalam proses adopsi inovasi oleh pengguna Subagiyo
et al., 2005.
4.2.5. Umpan balik