(m-P3BI) Lahan Rawa Lebak Dan Lahan Kering Di Bengkulu

(1)

LAPORAN AKHI R TAHUN

MODEL PENGEMBANGAN PERTANI AN PERDESAAN

BERBASI S I NOVASI ( m-P3BI )

LAHAN RAWA LEBAK DAN LAHAN KERI NG

DI BENGKULU

I r. Ahmad Damiri, M.Si

KEMENTERI AN PERTANI AN

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

2014


(2)

LAPORAN AKHI R TAHUN

MODEL PENGEMBANGAN PERTANI AN PERDESAAN

BERBASI S I NOVASI ( m-P3BI )

LAHAN RAWA LEBAK DAN LAHAN KERI NG

DI BENGKULU

Oleh:

AHMAD DAMI RI

RUSWENDI EDDY MAKRUF

SRI SURYANI M. RAMBE M.Agr HARWI KUSNADI

AFRI ZON YARTI WI YESMAWATI ROBI YANTO SANUSI MUSA

KEMENTERI AN PERTANI AN

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

2014


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga Laporan Akhir Tahun kegiatan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis I novasi (m-P3BI ) Lahan Rawa Lebak DAN Lahan Kering di Bengkulu dapat diselesaikan. Kegiatan ini dilakukan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat tani khusunya daerah Lahan Rawa Kabupaten Mukomuko dan Sentra Kopi Kabupaten Kepahiang melalui usaha pemecahan masalah pembangunan petanian dengan konsep percepatan diseminasi inovasi pertanian lewat Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) yang dicanangkan Badan litbang Pertanian pada tahun 2011.

Konsep m-P3BI merupakan suatu diseminasi inovasi yang tidak hanya fokus mempercepat penyebaran inovasi pertanian, tetapi juga memperluas dan memperbesar diseminasi. Dalam pelaksanaannya, m-P3BI Lahan Rawa Lebak dan Lahan Kering mendukung pembangunan pertanian menuju terwujudnya pertanian unggulan berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, eksport, dan kesejahteraan petani.

Melalui diseminasi percepatan penerimaan dan pemahaman oleh pengguna (pengguna antara dan akhir) terhadap suatu informasi atau inovasi baru dapat berlangsung. Dalam hal ini, pengguna akhir adalah petani yang terlibat langsung dalam proses produksi tanaman pangan. Sedangkan pengguna antara adalah peneliti, komunikator, sektor swasta, lembaga penyuluhan, dan pembuat kebijakan, yang memproses informasi menjadi produk akhir untuk diaplikasikan langsung oleh pengguna.

Bengkulu, 31 Desember 2014 Penanggung Jawab

I r. Ahmad Damiri, M. Si NI P. 19630920 199203 1 001


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP/ RDHP/ RKTM : Model Pengembangan Pertanian

Perdesaan Berbasis I novasi (m-P3BI ) Lahan Rawa Lebak dan Lahan Kering di Bengkulu

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Bengkulu.

3. Alamat Unit kerja : Jl I rian Km 6,5 Bengkulu 38119.

4. Sumber Dana : DI PA BPTP TA. 2013

5. Status Penelitian : Baru

6. Penanggung Jawab Kegiatan :

a. Nama : I r. Ahmad Damiri, M.Si

b. Pangkat/ Golongan : Pembina / I V.a

c. Jabatan : Penyuluh Pertanian Madya

7. Lokasi : Kabupaten Mukomuko.

8. Agroekosistem : Lahan Rawa Lebak dan Lahan Kering

9. Mulai : 2014

10. Tahun Selesai : 2016

11. Output Tahunan : Diseminasi inovasi teknologi PTT Padi

Rawa dan Pengembangan I novasi

Teknologi I ntegrasi Kopi-Sapi Potong Pada Sentra Tanaman Kopi

.12. Output Akhir : Perancangan model penyebaran inovasi

teknologi yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, pendapatan petani dan perekonomian pada lahan rawa lebak dan sentra tanaman kopi

13. Biaya : Rp 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Empat

Ratus Rupiah)

Koordinator Program Penanggung Jawab RDHP

Dr. I r. Wahyu Wibawa, MP I r. Ahmad Damiri, M.Si

NI P. 196904276 199803 1 001 NI P 19630920 199203 1 001

Mengetahui

Kepala BBP2TP, Kepala BPTP Bengkulu

Dr. I r. Abdul Basit, MS Dr. I r. Dedi Sugandi, MP


(5)

DAFTAR I SI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... iii

LEMBARAN PENGESAHAN ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPI RAN ... vii

RI NGKASAN... viii

SUMMARY ... xi

I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. T u j u a n ... 6

1.3. L u a r a n ... 6

I I . TI NJAUAN PUSTAKA ... 7

I I I . PROSEDUR PELAKSANAAN ... 11

1.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan ... 11

1.2. Pendekatan Kegiatan ... 12

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan ... 12

1.4. Perancangan Model ... 12

1.5. I mplementasi Model ... 12

1.6. Prosedur Pelaksanaan ... 13

1.7. Parameter ... 14

1.8. Pengolahan Data dan Metode Analisis ... 14

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1. Kegiatan Berbasis Padi Lahan Rawa... 16

4.2. Kegiatan Berbasis I ntegrasi Kopi-Sapi Potong ... 29

V. KESI MPULAN DAN SARAN... 45

5.1. K e s i m p u l a n ... 16

5.2. S a r a n ... 29

VI . KI NERJA HASI L KEGI ATAN ... 45

6.1. m-P3BI Padi Lahan Rawa ... 47

6.2. m-P3BI I ntegrasi Kopi-Sapi Potong ... 47

VI I . DAFTAR PUSTAKA ... 49

VI I I . ANALI SI S RESI KO ... 52

I X. JADUAL KERJA ... 54

X. PEMBI AYAAN ... 55

XI . P E R S O N A L I A ... 56


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Sinergi program stakeholder tekait dalam meningkatkan produksi

padi di Kabupaten Mukomuko Tahun 2014 ... 21 2. Hasil pelaksanaan temu lapang dan panen raya pada kegiatan

m-P3BI lahan rawa di Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Muko-muko

Tahun Tahun 2014 ... 23 3. Analisis Karakteristik responden dilokasi kegiatan diseminasi m-P3BI

padi rawa lebak Kecamatan Air Manjunto Kabupat en Mukomuko

Tahun 2014 ... 25 4. Tingkat pemahaman petani terhadap inovasit teknologi penanaman

padi rawa di lokasi m-P3BI padi rawa lebak Kecamatan Air Manjunto

Kabupaten Mukomuko Tahun 2014 ... 37 5. Sebaran diseminasi inovasi komponen teknologi pengolahan pakan

limbah kulit kopi dan kompos limbah kotoran ternak sapi di lokasi

kegiatan m-P3BI integrasi kopi-sapi potong Tahun 2014 ... 38 6. Rata-rata pertambahan berat badan harian (PBBH) ternak sapi

potong pada demplot percontohan pemberian pakan tambahan memanfaatkan limbah kulit kopi fermentasi kegiatan m-P3BI integrasi kopi-sapi potong di desa Sidorejo pada wilayah sentra kopi

Kabawetan Tahun 2014 ... 39 7. Analisis penanganan resiko dalam pelaksanaan diseminasi hasil model

pengembangan pertanian perdesaan berbasis inovasi (m-P3BI ) padi


(7)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman 1. I lustrasi pelaksanaan kegiatan diseminasi m-P3BI padi rawa lebak di

desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko

Tahun 2014 ... 59 2. I lustrasi pelaksanaan kegiatan diseminasi m-P3BI I ntegrasi kopi-sapi

potong di sentra kopi Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang

Tahun 2014 ... 61 3. Daftar nama petani dan anggal tanam padi kegiatan m-P3BI pad

irawa lebak di desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten

Mukomuko Tahun 2014 ... 64 4. Analisa usahatani padi rawa/ ha sebelum pembinaan m-P3BI padi

rawa lebak di desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten


(8)

RI NGKASAN

1. Judul : Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis

I novasi (m-P3BI ) Lahan Rawa Lebak dan Lahan Kering di Bengkulu

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

3. Tujuan : 1. Meningkatkan produktivitas lahan

2. Meningkatkan produktivitas tanaman padi dan komponen penunjangnya

3. Meningkatkan pendapatan petani padi.

4. Menumbuhkan simpul-simpul penunjang agribisnis 5. Membuka peluang lapangan kerja

6. Meningkatkan produktivitas tanaman kopi berbasis integrasi kopi-sapi

7. Meningkatkan produktivitas ternak sapi potong berbasis integrasi kopi-sapi

8. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani berbasis integrasi kopi-sapi potong

4. Keluaran : 1. Peningkatan produktivitas lahan

2. Peningkatan produktivitas tanaman dan komponen penunjangnya

3. Peningkatan pendapatan petani padi

4. Tumbuhnya simpul-simpul penunjang agribisnis 5. Terbukanya peluang lapangan kerja

6. Peningkatan produktivitas tanaman kopi berbasis integrasi kopi-sapi

7. Peningkatan Produktivitas ternak sapi potong berbasis integrasi kopi-sapi

8. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan petani berbasis integrasi kopi-sapi potong

5. Prosedur : Kegiatan diseminasi hasil pengkajian Model

Pengembangan Pertanian Perdesan Berbasis I novasi (m-P3BI ) lahan rawa lebak berbasiskan padi rawa dilakukan di Kabupaten Mukomoko dan Lahan Kering berbasis kan integrasi kopi-sapi potong dilakukan pada sentra Tanaman Kopi di Kabupaten Kepahiang.

Prosedur pengkajian dilakukan melalui pendekatan

strategi atau model memperluas jangkauan

memanfaatkan berbagai saluran komunikasi dan pemangku kepentingan terkait sesuai karakteristik (SDMC). Penyusunan rancangan model diseminasi dilakukan secara sinergisme dan padupadan program daerah melalui tahapan koordinasi, identifikasi, sosialisasi dan implementasi kegiatan berupa demonstrasi, pembinaan, penyebaran bahan informasi penyuluhan. Diseminasi inovasi diarahkan untuk menghasilkan produkm berkualitas untuk dapat


(9)

meningkatan pengetahuan petani terhadap inovasi teknologi padi lahan rawa dan peningkatan produktivitas padi lahan rawa serta inovasi ibtegrasi kopi-sapi potong.

Pada lahan rawa lebak untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dimulai dengan pengambilan data existing penanaman padi, selanjutnya dilakukan pertemuan penjelasan inovasi teknologi budidaya padi lahan rawa dan penerapan inovasi teknologi budidaya padi lahan rawa di lapangan. Sedangkan untuk mengetahui peningkatan produktivitas padi rawa, dilakukan dengan cara membandingkan produktivitas hasil penerapan inovasi teknologi budidaya padi lahan rawa dengan produktivitas hasil existing. I novasi teknologi budidaya padi lahan rawa yang diterapkan merupakan inovasi PTT lahan rawa yang terdiri dari komponen dasar dan komponen pilihan. Komponen dasar terdiri dari : (a) varietas unggul baru. varietas unggul baru yang digunakan yaitu I npara 2, (b) bibit bermutu, (c) Pemupukan ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS). Komponen pilihan terdiri dari : (a) sistem tanam legowo. 4: 1 atau 2: 1, (b) bibit muda paling lambat umur 21 hari, (c) pembuatan caren sekeliling

lahan untuk mudah pengendalian keong mas.

Sedangkan untuk inovasi integrasi kopi-sapi potong diarahkan untuk menghasilkan produk berkualitas yang dapat meningkatkan produktivitas memanfaatkan limbah, berupa teknologi; pengolahan kulit kopi, pakan sapi dan kompos, aplikasi pupuk organik pada lahan kopi, pendampingan kelembagaan, berupa teknologi; pengolahan kulit kopi, pakan sapi dan kompos, aplikasi pupuk organik pada lahan kopi, pendampingan kelembagaan. Data yang diamati meliputi : (a) teknologi existing budidaya padi dan (b) data komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman padi rawa, (c) pertambahan berat badan sapi, (d) tingkat pengetahuan petani dan peternak, kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif, membandingkan hasil dicapai dengan sebelumnya (before and after) atau dengan pembanding sekitarnya (with and without), serta tingkat adopsi dan penyebaran inovasi diukuran menggunakan rumus indikator kinerja terkait

6. Capaian : 1. Peningkatan produktivitas padi setelah kegiatan

mP3BI antara 2,92 – 6,27 t/ ha GKP atau 143,84% -308,87%

2. Peningkatan keuntungan dari usah tani padi sebesar 4.545.323 – 23.975.323 rupiah dari keuntungan


(10)

sebelumnya sebesar 13.903.126 rupiah menjadi sebesar 18.448.449 – 37.878.449 rupiah

3. Tumbuhnya simpul-simpul penunjang agribisnis seperti penangkar benih

4. Peluang lapangan kerja sebagai penangkar benih dan penyalur benih ke kelompok lain

5. Jangkauan luasan informasi inovasi teknologi

integrasi kopi-sapi potong pada 6

kelompoktani/ ternak di 5 desa dalam wilayah sentra kopi dan kawasan produksi ternak Kabupaten Kepahiang

6. Peningkatan produktivitas (PBBH) sapi Bali dari 0,339 menjadi 0,604 kg/ ekor/ hr dan sapi Simenthal dari 0,491 menjadi 0,792 kg/ ekor/ hr

7. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan petani berbasis integrasi kopi-sapi potong sebesar 144,00% (sebelumnya 30,52% , seudahnya menjadi 74,53% )

7. Manfaat : Dapat meningkatan pengetahuan keterampilan, sikap, pengembangan usahatani, peningkatan produktivitas tanaman padi, kopi dan ternak sapi serta pendapatan petani padi, kopi dan peternak sapi di Bengkulu

8. Dampaknya : Diseminasi hasil kajian akan memberi dampak pada;

• Penumbuhan minat petani pada inovasi padi rawa

Peluang pengembangan penangkar benih padi rawa

• Peluang pengembangan usaha ternak sapi

terintegrasi dengan tanaman kopi di Bengkulu

• Peluang pengembangan limbah kotoran sapi untuk memperbaiki kesuburan lahan kopi dan pakan sapi memanfaatkan limbah kulit kopi

• Penumbuhan kelembagaan agribisnis berbasis integrasi kopi-sapi potong

• Peningkatan pendapatan keluarga pada wilayah sentra kopi di Bengkulu

9. Jangka Waktu : 1 (satu) tahun


(11)

SUMMARY

1. Tittle : The Agriculture Rural Development Based

I nnovation Model Swamp Land of Low land and Dryland in Bengkulu

2. I mplementing Unit : Assessment I nstitute for Agricultural Technologi of Bengkulu

3. Objectives : 1. I ncreasing land productivity

2. I ncreasing the productivity of the rice plant and its supporting components

3. I ncreasing the income of rice farmers 4. Growing knot supporting agribusiness 5. Opening employment opportunities

6. I ncreasing the productivity of coffee plant-based integration of coffee-cattle

7. I ncreasing the productivity of cattle-based integration of coffee-cattle

8. I mproving farmers’ knowledge and ability-based integration of coffee-cattle

4. Output : 1. I ncreasing land productivity

2. I ncreasing the productivity of the rice plant and its supporting components

3. I ncreasing the income of rice farmers 4. Growing knot supporting agribusiness 5. Opening employment opportunities

6. I ncreasing the productivity of coffee plant -based integration of coffee-cattle

7. I ncreasing the productivity of cattle-based integration of coffee-cattle

8. I mproving farmers’ knowledge and ability-based integration of coffee-cattle

5. Procedure : The dissemination activities assessment results of Agricultural Rural Development Model-Based I nnovation (m-P3BI ) swamp land of based swamp rice is done in the District Dryland Mukomoko and the integration of coffee-cattle based is done in centers Coffee Plant in Kepahiang District.. Assessment procedures carried out using strategies or models extend the range of utilizing various communication channels and stakeholders according to the characteristics (SDMC). The drafting of a model of dissemination done conformable and synergism as well as regional programs through the stages of coordination, identification, dissemination and implementation of activities such as demonstrations, training, dissemination of information materials counseling.


(12)

Dissemination of innovation geared to produce quality produck to be able to increase the knowledge of farmers on swamp land rice technology innovation and swamp land rice productivity improvement and innovation coffee-cattle integration.

I n the swamp land of lowland to determine the increase of knowledge and skills of farmers started with existing data retrieval rice cultivation, further clarification meeting technological innovation swamp rice cultivation and application of technological innovation swamp rice cultivation in the field. As to know the increased productivity of rice swamp, is done by comparing the productivity of rice cultivation technology innovation swamp land with existing productivity. I nnovation swamp rice cultivation technology applied a PTT innovation wetlands consisting of basic components and component selection. The basic components consist of: (a) new varieties. new varieties used are I npara 2, (b) quality seed, (c) Fertilization is determined based on the analysis of land use paddy soil test device (PUTS). Component selection consists of: (a) planting system legowo. 4: 1 or 2: 1, (b) no later than the young seedling age 21 days, (c) the manufacture of land surrounding caren for easy control of snails. As for the integration of innovation coffee-cattle directed to produce quality products that can increase productivity using waste, in the form of technology; coffee leather processing, cattle feed and compost, organic fertilizer application on coffee plantations, institutional assistance, in the form of technology; coffee leather processing, cattle feed and compost, organic fertilizer application on coffee plantations, institutional assistance. Observed data include: (a) the existing technology of rice cultivation and (b) the data component of the growth, yield and yield components of rice plants swamp, (c) the weight of cows, (d) the level of knowledge of farmers and ranchers, and then analyzed using descriptive methods , comparing the results achieved by the previous (before and after) or the surrounding comparators (with and without), and the rate of adoption and deployment of innovation in size use formulas related performance indicators

6. Achievement : 1. I ncreased productivity of rice after m-P3BI activity between 2.92 to 6.27 t / ha GKP or 143.84% - 308.87%


(13)

2. I ncreased profits from rice farmer working for 4.545.323-23.975.323 rupiah from the previous gains of 13.903.126 rupiah amounted into 18.4484.49-37.878.449 rupiah.

3. The growth of agribusiness support knot such as seed

4. Employment opportunities as seed and seed dealer to another group

5. Reach extent of integration of information technology innovation coffee-cattle on 6 group / livestock in 5 villages in the central region of coffee and livestock production area Kepahiang District

6. I ncreased productivity (PBBH) Bali cattle from 0,339 be 0.604 kg / head / day and Simenthal cattle of 0.491 into 0.792 kg / head / day

7. I ncreasing farmers’ knowledge and ability-based integration of coffee-cattle by 144.00% (previously 30.52% , 74.53% thereafter)

7. Benefit : Can increase the knowledge skills, attitudes, farm development, increase productivity of rice plants, coffee and cattle as well as the income of rice farmers, coffee and cattle ranchers in Bengkulu 8. I mpact : Dissemination of the results of the study will have

an impact on :

• Growing interest farmers in innovation swamp rice

• The opportunity to develop swamp rice seed

• The opportunity to develop the cattle business is integrated with coffee plants in Bengkulu

• The opportunity to develop cattle manure to improve soil fertility coffee and cattle feed harness leather waste coffee

• Growth institutional agribusiness based coffee-cattle integration

• I ncreased income families in the central region of coffee in Bengkulu

9. Duration : 1 (one) year


(14)

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan perdesaan, karena pembangunan perdesaan adalah prasyarat bagi peningkatan pendapatan masyarakat petani melalui optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian. Berbagai informasi teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian yang mendukung pembangunan perdesaan perlu didiseminasikan agar petani dapat memanfaatkannya sesuai dengann kondisi sumberdaya alam setempat bagi kesejahteraannya. Diseminasi inovasi teknologi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai channel yang ada.

Perwujudan dari kebijakan “Diseminasi Spektrum Multi Channel” di implementasikan dalam bentuk unit percontohan berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis. Salah satu wujudnya adalah Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis I novasi (m-P3BI ). Model yang dibangun merupakan visualisasi atau peragaan dari inovasi yang akan dikembangkan dalam bentuk unit percontohan berskala pengembangan berwawasan agribisnis terpadu. Unit percontohan sekaligus berfungsi sebagai laboratorium lapang untuk ajang kegiatan pengkajian dalam rangka perbaikan teknologi dan perekayasaan kelembagaan pendukung usaha agribisnis.

Pendekatan pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri di tingkat pedesaan, dimana sektor pertanian merupakan salah satu prioritas kebijakan dalam swasembada berkelanjutan melalui diversifikasi dan peningkatan produktivitas usahatani. Hal ini menuntut adanya pengembangan teknologi pertanian secara terpadu dan terencana, guna mendapatkan nilai tambah setiap produk/ komoditi pertanian. Selain itu, sektor pertanian juga sebagai salah satu sektor penyedia lapangan kerja terbesar yaitu lebih dari 40% kesempatan kerja masyarakat berasal dari sektor pertanian (Syafa’at et al., 2003).

Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah yang mempunyai kondisi wilayah dengan agrosistem beriklam basah memeilik lahan kering dan lahan rawa, termasuk rawa lebak yang dapat dioptimalakan untuk


(15)

peningkatan produksi pangan. dengan basis usaha pada pengembangan padi yang mengarah ke produk padi rawa lebak dangkal yang banyak terdapat di Kabupaten Mukomuko. Padi rawa lebak ini juga berpotensi dikembangkan dengan menerapkan pola tanaman terpadu (PTT), dimana pemilihan inovasi teknologi PTT padi rawa lebak ini diperkenalkan oleh BPTP Bengkulu kepada petani padi rawa Desa Tirta Mulya yang telah mempunyai pengetahuan lokal dalam berbudidaya padi rawa melalui pengalaman dalam berusaha tani, namun pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan inovasi teknologi anjuran.

I novasi teknologi PTT padi rawa lebak yang diterapkan yaitu : Komponen dasar teknologi padi lahan raw a yaitu : (a) varietas moderen yaitu I npara 2, (b) bibit bermutu dan sehat, yaitu benih yang berlabel, (c) pemupukkan N granular dan P dan K berdasarkan PUTS, dan (d) PHT sesuai OPT sasaran seperti penggunaan insektisida sistemik untuk mencegah serangan penggerek tanaman. Komponen pilihan teknologi padi lahan raw a yaitu : (a) pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam yaitu jajar legowo 4: 1 atau 2: 1, (b) umur bibit yaitu umur kurang dari 21 hst, (c) pengelolaan air, pembuatan saluran/ caren sekeliling muntuk mengendalikan keong mas, (d) pengendalian gulma terpadu, dan (e) penanganan panen dan paspapanen dengan cara segera dipanen.

Disamping itu juga Provinsi Bengkulu sebagai salah satu daerah dengan potensi pengembangan tanaman perkebunan, termasuk tanaman kopi mencapai luas 94.413 ha dan 90.488 ha (95,84% ) merupakan kopi jenis Robusta dengan produksi mencapai 56.979,20 ton pertahun. Tanaman kopi ini tersentra di Kabupaten Kepahiang mencapai luas 25.909 ha dan Kabupaten Rejang Lebong seluas 23.576 ha dengan produktivitas rata-rata hanya 0,742 t/ ha/ th (BPS Prov. Bengkulu, 2013) jauh dibawah produktivitas kopi secara umum yang sudah mencapai 1,5 t/ ha/ th (Puslitkoka, 2005). Dilihat dari mutu, kualitas kopi yang dihasilkan juga rendah akibat perlakuan umur panen dan petik muda buah kopi sebelum panen matang. Hal ini sangat berpengaruh terhadap citarasa, harga kopi dan pendapatan petani jadi rendah yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pemeliharaan tanaman kopi, baik itu pemupukan maupun pengendalian OPT yang mengakibatkan produktivitas tanaman kopi rendah.


(16)

Permasalahan lain yang menyebabkan rendahnya produksi dan mutu kopi juga disebabkan pengetahuan masyarakat terhadap budidaya kopi belum berpedoman pada teknologi anjuran, pemberian pupuk tidak sesuai kebutuhan yang mengakibatkan kondisi lahan tanaman kopi kekurangan unsur hara dan disamping itu tanaman banyak berumur tua tentu akan memepengaruhi tingkat pendapatan petani menjadi rendah. Sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan melalui berbagai penerapan inovasi yang dapat meningkatkan produksi kopi pada sentra tanaman kopi di Provinsi Bengkulu, baik itu pemangkasan, peremajaan langsung maupun perbanyakan sambung pucuk terhadap klon unggul dan perbaikan kondisi lahan usahatani melalui pemupukan organik/ kompos serta pemupukan tanaman sesuai anjuran.

Selain itu sektor peternakan juga merupakan komoditas andalan Provinsi Bengkulu, terutama ternak sapi potong sebagai komoditas unggulan dan salah satu sumber utama pemenuhan kebutuhan pangan maupun gizi masyarakat asal daging hewani serta pedapatan asli daerah dari sektor peternakan (Dinas Peternakan dan Keswan Prov. Bengkulu. 2012). Populasi sapi potong di Provinsi Bengkulu saat ini mencapai 105.550 ekor (BPS Prov. Bengkulu. 2013), namun dalam penyediaan daging dan bibit masih ketergantungan pada provinsi tetangga (Lampung dan Sumatera Barat), pada hal bila dilihat dari potensi sumberdaya yang tersedia Provinsi Bengkulu dapat menjadi daerah penyuplai ternak sapi bagi daerah lain.

Potensi tersebut dapat dilihat dari kekayaan sumberdaya pertanian berpotensi menjadi sumber pemenuhan kebutuhan pakan bagi ternak sapi, yaitu dengan memaksimalkan limbah tanaman berpotensi untuk dimanfaatakan sebagai sumber bahan pakan ternak. Termasuk limbah tanaman perkebunan, seperti halnya limbah kulit kopi yang jumlahnya hampir 50% dari hasil panen setelah biji kopi diambil. Saat ini limbah kulit kopi ini belum termanfaatkan secara maksimal dan masih terbuang atau dibakar begitu saja yang juga berdampak terhadap pencemaran lingkungan, pada hal limbah kulit kopi mempunyai kandungan nutrisi cukup tinggi (PK= 11,18% ) sehingga dapat merupakan sumber bahan pakan yang sangat mendukung bagi pengembangan ternak sapi potong di daerah sentra kopi.

I ntegrasi tamanan kopi dengan ternak sapi potong merupakan perpaduan dua komoditas kopi dan sapi dalam suatu sistem yang saling


(17)

bersinergi, tanaman kopi mempunyai hasil sampingan limbah kulit kopi namun pemanfaatannya belum optimal dan sebaliknya ternak sapi menghasilkan kotoran yang merupakan sumber bahan pupuk organik. Dalam sistem integrasi ini pengembangannya berdasarkan prinsip low external input dan peningkatan penggunaan input dihasilkan dengan pemanfaatan potensi limbah tanaman sebagai sumber pakan ternak dan pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik, penciptaan lapangan kerja baru di pedesaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam mewujutkan usaha agribisnis berdaya saing, ramah lingkungan dan mandiri (Diwjanto dan Eko, 2004). Diharapkan pendapatan petani yang selama ini hanya bertumpu pada sistem usahatani kopi, akan dapat memperluas sumber dan peluang pendapatan dari sistem usahatani sapi potong yang diintegrasikan pada lahan yang sama.

Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani, maka diperlukan suatu sistim penyuluhan yang dapat menginformasikan inovasi teknologi langsung di lapangan antara perakit dan pengguna teknologi yaitu melalui model pengembangan pertanian perdesaan berbasis inovasi (m-P3BI ) tanaman perkebunan terintegrasi dengan ternak sapi. Pendekatan model integrasi usahatani kopi dan sapi potong selain dapat memberikan diversifikasi sumber pendapatan, juga dapat meningkatkan efisiensi usahatani melalui pemanfaatan limbah pertanian seperti kulit kopi sebagai sumber pakan ternak dan kotoran ternak sebagai sumber pupuk alternatif sert model pengembangannya untuk mendapatkan sistem integrasi yang spesifik lokasi.

Disamping itu tentunya teknologi dikembangkan harus bisa diadaptasikan pada kondisi lingkungan sosial budaya, lingkungan sosial ekonomi, biofisik dan memiliki dukungan ketersediaan tenaga kerja. Sekaligus juga merupakan media diseminasi dalam mempercepat proses transfer dan adopsi teknologi pertanian yang bertujuan untuk mempertemukan petani dengan peneliti, penyuluh, petugas pelayanan melalui penggunaan berbagai saluran diseminasi baik itu berupa percontohan, pertemuan, diskusi, media elektronik dan media cetak maupun implementasi langsung oleh pengguna.

Kabupaten Kepahiang dengan kondisi wilayah berbukit dan berada pada ketinggian 500 – 1200 m dpl (75,01% ), merupakan daerah sentra tanaman kopi dan juga cocok untuk pengembangan ternak sapi potong yang dapat di integrasikan dengan usahatani kopi. Untuk meningkatkan


(18)

produktivitas tanaman kopi pemerintah Kabupaten Kepahiang berupaya memperbaiki kondisi tanam melalui program pengembangan klon unggul baru, baik itu melalui perremajaan tanaman secara grafting (sambung pucuk) maupun pembibitan serta upaya peningkatan pemeliharaan kebun dan kesuburan lahan.

Pemerintah Kabupaten Kepahiang juga memprogramkan

pengembangan ternak, termasuk sapi pot ong dengan dukungan pabrik pakan mini untuk mengantisipasi penurunan sumberdaya pakan bagi usahaternak serta perubahan pola budidayanya. Sehingga melalui pemberdayaan limbah tanaman kopi yang selama ini hanya terbuang dan dibakar dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai bahan pakan penguat, untuk mencukupi kebutuhan pakan sapi potong spesifik lokasi.

Model pengembangan pertanian perdesaan berbasis inovasi (m-P3BI ) merupakan suatu wujud peningkatan pendapatan petani melalui implementasi inovasi dan transfer teknologi dalam suatu model diversifikasi usahatani secara terintegrasi, akan mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian dan mewujudkan pemerataan pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi di perdesaan seperti halnya model inovasi berbasiskan padi rawa lebak dan model inovasi integrasi tanam kopi-ternak sapi potong.

Hal ini sangat memberi peluang pada petani peternak memperoleh keuntungan ganda, selain peningkatan produktivitas tanaman (padi dan kopi) juga didapat keuntungan dari; i) pemanfaatan lim bah tanaman sebagai bahan pakan alternatif bagi sapi potong, ii) pupuk organik kotoran sapi untuk memperbaiki kesuburan lahan usahatani. Disamping itu juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, akibat penurunan gas rumah kaca (GRK) yang potensial dihasilkan limbah kotoran ternak sapi.

Program m-P3BI lahan rawa padi rawa lebak dan lahan kering integrasi kopi-sapi selain berdampak signifikan terhadap pendapatan petani, juga akan memberikan dorongan terhadap pembangunan pertanian wilayah, perluasan jangkauan penggunaan teknologi dan percepatan penyebaran atau diseminasi inovasi pada pengguna melalui berbagai pembinaan berskala pengembangan berwawasan agribisnis baik itu aspek perbaikan teknologi prapanen, pascapanen, pemberdayaan petani, penguatan kelembagaan serta mendorong terjadinya kemitraan. Sehingga perlu adanya sinergisme dan dukungan


(19)

program daerah dalam mewujudkan model pengembangan pertanian melalui penguatan inovasi (teknologi, diseminasi dan kelembagaan) usahataninya serta alternatif kebijakan pengembangan model diseminasi menjadi sentra edukasi padi rawa lebak di Kabupaten Mukomuko dan tanaman kopi secara terintegrasi dengan pengembangan sapi potong di Kabupaten Kepahiang.

1.2. Tujuan

1. Meningkatkan produktivitas lahan

2. Meningkatkan produktivitas tanaman dan komponen penunjangnya 3. Meningkatkan pendapatan petani.

4. Menumbuhkan simpul-simpul penunjang agribisnis 5. Membuka peluang lapangan kerja

6. Meningkatkan produktivitas tanaman kopi berbasis integrasi kopi-sapi 7. Meningkatkan produktivitas ternak sapi potong berbasis integrasi kopi-sapi 8. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani berbasis integrasi

kopi-sapi potong

1.3. Keluaran

1. Peningkatan produktivitas lahan

2. Peningkatan produktivitas tanaman dan komponen penunjangnya 3. Peningkatan pendapatan petani

4. Tumbuhnya simpul-simpul penunjang agribisnis 5. Terbukanya peluang lapangan kerja

6. Peningkatan produktivitas tanaman kopi berbasis integrasi kopi-sapi. 7. Peningkatan Produktivitas ternak sapi potong berbasis integrasi kopi-sapi 8. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan petani berbasis integrasi

kopi-sapi potong .


(20)

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

Dalam rangka mendukung pembangunan pertanian menuju terwujudnya pertanian uggulan berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal, Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 melaksanakan program Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis I novasi (m-P3BI ) sebagai program pembangunan pertanian melalui sistem diseminasi multi channel. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing dan kesejahteraan petani. Muatan pertanian perdesaan dalam model ini memiliki konteks penyebarluasan inovasi yang berorientasi pada suatu kawasan yang secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal (endogenous knowledge) khususnya pertanian. Skala pengembangan disesuaikan dengan basis usaha yang dilakukan, tergantung pada kondisi wilayah di masing-masing lokasi (Badan Litbang Pertanian, 2011)

Sebagai basis pertanian, desa memiliki peran strategis dalam pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian di perdesaan tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pembangunan pertanian yang memfokuskan pada pencapaian swasembada pangan berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta peningkatan kesejahteraan petani (Kementeraian Pertanian, 2010). Pembangunan pertanian di perdesaan yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian pembangunan pedesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa, diarahkan pada pembangunan yang berbasis

pendayagunaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, dengan

memanfaatkan ketersediaan teknologi pertanian, guna mengembangkan sistem agribisnis, yaitu mengembangkan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian dan industri jasa seraca simultan dan harmonis. Dukungan ketersediaan inovasi teknologi tepat guna, spesifik lokasi, murah, mudah diterapkan oleh petani, mengandung muatan bahan baku lokal, dan tidak menimbulkan gangguan ekosistem, sangat berarti dan diperlukan dalam mensukseskan pembangunan pertanian perdesaan.

Bidang pertanian harus menyesuaikan perkembangan lingkungan strategis yang terjadi secara global melalui peningkatan kemampuan petani. Teknologi hasil penelitian dan pengkajian tidak bermanfaat jika tidak sampai, tidak diterima atau tidak diadopsi oleh petani. I mplementasi teknologi hasil penelitian akan memberikan manfaat, jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif


(21)

dan efektif bagi usahataninya. Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relatif cepat (Fawzia, 2002).

Kementerian Pertanian (2010) I ndikator utama dari penelitian yang sukses adalah bahwa hasil penelitiannya dapat diterapkan, dan bahwa hasil aplikasinya baik secara langsung atau tidak langsung meningkatkan efisiensi, produktivitas atau keberlanjutan, dalam hal ini inovasi dan teknologi tanaman pangan. Secara jelas, hasil akhir suatu penelitian harus ada di lahan petani dan menyebar kepada petani sekitarnya. Oleh karena itu, hasil penelitian harus didiseminasikan kepada “pengguna antara” dan “pengguna akhir teknologi tanaman pangan”.

Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air dangkal. Lahan rawa sering disebut dengan istilah “swamp”. yang digunakan untuk menyatakan wilayah lahan, atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau t ergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak, atau tidak mengalir (stagnant), dan bagian dasar tanah berupa lumpur. Dalam kondisi alami, swamp ditumbuhi oleh berbagai vegetasi dari jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan di daerah tropika biasanya berupa hutan rawa atau hutan gambut (Departemen Pertanian, 2006).

Balittra (2013) Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/ danau. Karena menempati posisi peralihan antara sistem perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam waktu yang panjang dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau mempunyai air tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian, lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan, vegetasi semak maupun kayukayuan/ hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal, atau bahkan tergenang dangkal.

Upaya peningkatan kemampuan petani harus juga mengikuti paradigma yang berkembang saat ini, yaitu berorientasi pada nilai tambah yang sesuai dengan pasar dan berdaya saing. Dalam rangka mewujudkan paradigma tersebut perlu


(22)

didukung dengan peningkatan diversivikasi usaha dan pelestarian sumberdaya lahan melalui peningkatan produktivitas ternak dan tanaman secara berdampingan, salah satunya adalah integrasi ternak sapi-padi dalam suatu bentuk kombinasi yang mememiliki sifat saling melengkapi.

Pengembangan ternak pola integrasi dalam suatu sistem pertanian merupakan suatu strategi yang sangat penting dalam usahatani yang ramah lingkungan dalam mewujudkan kesejaht eraan rumah tangga petani dan masyarakat pedesaan, terutama untuk menghasilkan sapi bakalan sekaligus memperbaiki kualitas lahan yang sakit . Pengembangannya berdasarkan prinsip zero waste dengan pemanfaatan potensi limbah tanaman sebagai sumber pakan ternak dan pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik, penciptaan lapangan kerja baru di pedesaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam mewujutkan usaha agribisnis berdaya saing, ramah lingkungan dan mandiri (Diwjanto dan Eko, 2004).

I ntegrasi kopii dan sapi di lahan kering dapat dipergunakan sebagai satu alternatif untuk mempercepat peningkatan produksi kopii dan sapi potong melalui aplikasi teknologi dan inovasi sederhana, dengan memanfaatkan hasil samping (limbah) tanaman sebagai bahan pakan ternak (fermentasi limbah kulit kopi) digunakan sebagai pakan ternak sumber protein sekaligus akan mengamankan ketersediaan pakan sepanjang tahun. Dilain pihak ternak sapi memberikan peluang yang besar dari limbah kotoran bersama-sama limbah pertanian lainnya dapat diproses dengan cara cepat, mudah dan murah menjadi pupuk organik, yaitu di dekomposisi sebagai kompos guna penyediaan unsur hara dan perbaikan kondisi lahan kopi sebagai salah satu upaya untuk dapat mengoptimalkan produktivitas tanaman kopi. Limbah pertanian merupakan salah satu bahan produk sampingan dari suatu proses biologis sistem pertanian yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak (Mariyono dan Romjali, 2007).

Pola pemeliharaan ternak sistem kelompok secara terintegrasi, akan memberi peluang untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis berdaya saing, walaupun kepemilikan masing-masing petani masih sangat kecil. Namun pola ini akan memudahkan dalam penyuluhan dan pengamanan ternak dari pencurian, mengurangi dampak perusakan lingkungan dan meningkatkan kebersihan lingkungan serta memudahkan dalam mengembangkan sistem kelembagaan, terutama dalam hal permodalan dan pemasaran produk (BPTP Sulsel, 2011). Dengan demikian budidaya ternak akan semakin efisien, karena ketersediaan pakan


(23)

secara kontinyu, problem sosial yang sering terjadi akibat limbah yang menimbulkan polusi (kotoran ternak, sisa panen, limbah tanaman) dapat diatasi dan secara ekonomis sekaligus petani dapat melakukan efisiensi usahatani yang berpotensi mendorong pendapatan usaha semakin meningkat dan ketergantungan sarana produksi dari luar dapat ditekan.

Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu. Karena itulah maka adopsi suatu inovasi teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka model percepatan adopsi akan terbangun oleh peubah-peubah yang berhubungan dengan proses menarik perhatian, menumbuhkan minat, membangkitkan hasrat sehingga akhirnya memutuskan untuk menerapkan inovasi. Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi dan sistem usahatani yang dianjurkan, dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi integrasi kopi-sapi potong dimaksud dalam usahataninya sehingga pendapatan meningkat.


(24)

I I I . PROSEDUR PELAKSANAAN

3.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan

Kegiatan diseminasi hasil pengkajian Model Pengembangan Pertanian Perdesan Berbasis I novasi (m-P3BI ) Lahan Rawa dan Lana Kering Tahun 2014 dilaksanakan di wilayah sentra padi rawa lebak Kecamatan Air

Manjunto Kabupaten Mukomuko untuk lahan rawa dan sentra

pengembangan komoditas kopi Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang untuk lahan kering.

3.2. Pendekatan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan m-P3BI lahan rawa (padi rawa lebak) dan lahan kering (integrasi kopi-sapi potong) akan dilaksanakan secara bertahap dengan menggunakan pendekatan Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC), yaitu; pengembangan diseminasi berdasarkan pendekatan strategi atau model yang mampu memperluas jangkauan dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait sesuai karakteristik masing-masing pelaku, sehingga dapat didistribusikan secara cepat kepada pengguna (petani dan kelompok, pemerintah daerah, penyuluh dan swasta) melalui berbagai media secara simultan dan terkoordinasi. I mplementasi kegiatan ini di lapang berbentuk unit percontohan berskala pengembangan berwawasan agribisnis, bersifat holistik dan komprehensif meliputi aspek perbaikan teknologi produksi, pengolahan limbah usahatani, aspek pemberdayaan masyarakat tani dan pengembangan maupun penguatan kelembagaan sarana pendukung agribisnis.

Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran dan diseminasi teknologi berjalan secara simultan, sehingga spektrum diseminasi menjadi semakin meluas Dukungan pengkajian ini dibutuhkan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis. Selama proses ujicoba atau pengkajian diharapkan mendapat umpan balik (feedback) untuk penyempurnaan model pengembangan.


(25)

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan yang dilakukan meliputi : 3.3.1. Penentuan lokasi

Kegiatan diawali dengan (a) koordinasi di dalam tim m-P3BI untuk mengetahui wilayah penanaman padi rawa yang banyak dilakukan dan dibina. wilayah yang dipilih memiliki perspektif pengembangan ke depan, lokasi relatif mudah dijangkau dari segi aksesibilitas, (b) penentuan lokasi dengan memilih wilayah yang akan dijadikan wilayah binaan m-P3BI , (c) menentukan lahan anggota kelompok yang akan dijadikan unit percontohan. Anggota kelompok yang dipilih adalah yang respon terhadap kegiatan dan dapat diandalkan sebagai pionir.

3.3.2. I dentifikasi permasalahan

I dentifikasi permasalahan dihimpun dari : (a) data potensi wilayah, monografi desa dan informasi dari instansi terkait, (b) dihimpun dari kelompok tani yang telah ditetapkan guna mengetahui teknologi existing (produksi, kelembagaan, pemasaran hasil).

Dari data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisa, kemudian dilakukan tindakan pembinaan maupun penerapan inovasi teknologi terkait dengan peluang pengembangannya.

3.4. Perancangan model

Perancangan model merupakan penerjemahan dari pilihan terbaik terhadap tindakan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pendapatan petani. Kegiatan yang dilakukan pada perancangan model yaitu : (a) inovasi teknologi budidaya, panen dan pascapanen, (b) pemberdayaan poktan/ gapoktan (pasar, permodalan, serta kemitraan).

3.5. I mplementasi Model

Rancangan model yang telah disetujui oleh berbagai pihak selanjutnya diimplementasikan di lapangan dalam bentuk unit percontohan. Agar diseminasi teknologi dicobakan dapat meluas, teknologi tersebut dapat memecahkan permasalahan petani dan untuk menjamin efektivitasnya, dilakukan percontohan.


(26)

3.6. Prosedur Pelaksanaan

3.6.1. Padi raw a lebak

Pada model inovasi padi lahan rawa lebak dititik beratkan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan petani terhadap inovasi teknologi padi lahan rawa dan peningkatan produktivitas padi lahan rawa.

Untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dilakukan dengan pengambilan data existing penanaman padi, selanjutnya dilakukan pertemuan penjelasan inovasi teknologi budidaya padi lahan rawa dan penerapan inovasi teknologi budidaya padi lahan rawa di lapangan. Sedangkan untuk mengetahui peningkatan produktivitas padi rawa, dilakukan dengan cara membandingkan produktivitas hasil penerapan inovasi teknologi budidaya padi lahan rawa dengan produktivitas hasil existing.

I novasi teknologi budidaya padi lahan rawa yang diterapkan merupakan inovasi PTT lahan rawa yang terdiri dari komponen dasar dan komponen pilihan. Komponen dasar terdiri dari : (a) varietas unggul baru. varietas unggul baru yang digunakan yaitu I npara 2, (b) bibit bermutu. Bibit bermutu yang digunakan adalah bibit yang berasal dari benih berlabel. Pada petak percontohan, benih yang digunakan berlabel ungu, (c) pemupukan berdasarkan hasil analisis tanah. Pemupukan ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS). Komponen pilihan terdiri dari : (a) sistem tanam legowo. Sistem tanam legowo yang digunakan 4: 1 atau 2: 1. Hal ini karena produktivitas yang dicapai pada tanam legowo 4: 1 dengan 2: 1 tidak berbeda nyata, (b) bibit muda. Bibit muda yang digunakan yaitu bibit yang dipersemaian paling lambat umur 21 hari setelah tanam sudah ditanam di sawah, (c) pembuatan caren sekeliling lahan. Pembuatan caren sekeliling lahan dimaksudkan agar mudah dalam mengendalikan keong mas bila ada serangan.

3.6.2. I ntegrasi kopi- sapi potong

Pada model inovasi integrasi kopi-sapi potong dititik beratkan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan petani terhadap inovasi teknologi integrasi tanaman-ternak, pemanfaatan dan pengolahan limbah kulit kopi untuk pakan ternak sapi, pemanfaatan dan pengolahan limbah kotoran sapi


(27)

untuk pupuk organik lahan kopi dan peningkatan produktivitas komoditas terkait.

3.6.3. Pelaporan kegiatan

1. Pengolahan dan analisis data hasil kegiatan 2. Perumusan dan seminar hasil

3. Penyusunan laporan hasil akhir

3.7. Parameter

Data yang diamati meliputi : 3.7.1. Padi raw a lebak

1. Teknologi existing budidaya padi

2. Komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman padi rawa 3.7.2. I ntegrasi kopi- sapi potong

1. Jumlah pengguna yang memahami inovasi teknologi integrasi kopi-sapi. 2. Tingkat pengetahuan petani peternak memanfaatkan inovasi teknologi

integrasi kopi-sapi

3. Tingkat aktivitas kelompok melalui pendampingan dan pemberdayaan sumberdaya inovasi integrasi kopi-sapi

4. Pertambahan berat badan sapi potong 5. Perbaikan pertumbuhan tanaman kopi

3.8. Pengumpulan Data dan Metode Analisis

Diseminasi hasil kajian yang di kembangkan, adalah untuk mengetahui tingkat penyebaran inovasi teknologi serta pendampingan dan pembinaan kelembagaan dengan mengumpulkan data terkait selama kegiatan. Metode analisis menggunakan uji statistik non parametrik secara deskriptif dengan membandingkan hasil dicapai dengan hasil sebelumnya (before and after) atau dengan hasil pembanding sekitarnya (with and without). dimana tingkat pengetahuan dan kemampuan petani dianalisis menggunakan Uji Statistik Paired Simple T test dengan rumus (Riduwan dan Alma, B, 2009) sebagai berikut :


(28)

t

=

ˍ

D

Dimana : t = nilai t hitung

ˍ

D = rata-rata selisih tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah SD= standar deviasi tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah N = jumlah sampel

Sedangkan peningkatan produktivitas, penyebaran inovasi integrasi kopi-sapi potong dan kontribusi pemerintah kabupaten dan pihak terkait dihitung berdasarkan pengukuran indikator kinerja sebagai berikut (Badan Libang Pertanian, 2013)

Dimana : ∆Ƴ = peningkatan produksi Y1 = produksisi sesudah m-P3MI


(29)

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan kegiatan model pengembangan pertanian perdesaan berbasis inovasi (m-P3BI ) Lahan Rawa dan Lana Kering yang dilakukan di lokasi dengan agrosistem berbeda, yaitu : (1) Kaqbupaten Mukomuko untuk kegiatan lahan rawa berbasiskan inovasi teknologi padi rawa lebak yang dikembangangkan di Kecamatan Air Manjuntu Desa Tirta Mulya dan (2) Kabupaten Kepahiang untuk kegiatan lahan kering berbasiskan integrasi kopi-sapi potong yang dikembangkan di wilayah sentra kopi Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang di Desa Bukitsari, Mekarsari, Tugurejo dan Sidorejo telah memberikan hasil yang cukup positif bagi peningkatan pengetahuan, produksi dan sumberdaya pertanian melalui pengembangan inovasi teknolog padi rawa lebak dan integrasi kopi-sapi potong sesuai dengan tahapan kegiatan lapangan.

4.1. Kegiatan Berbasis Padi Lahan Raw a

4.1.1. Peningkatan produktivitas lahan

Produktivitas lahan di Desa Tirta Mulya sebelum adanya kegiatan m-P3BI lahan rawa dengan I ndek Pertanaman (I P) yaitu 2 dengan komoditas tanaman pangan-tanaman pangan (Padi–Padi). Setelah adanya kegiat an m-P3BI I P menjadi 2,5 yaitu tanaman pangan–tanaman palawija– tanaman pangan (Padi-Jagung-Padi).

Usahatani pada lahan rawa harus diarahkan pada pengembangan aneka komoditas dalam satu sistem usahatani terpadu sesuai kondisi lahan dan pemasaran hasil. Penganekaragaman komoditas perlu dilakukan untuk mendongkrak pendapatan dan menguirangi resiko kegagalan usahatani.

Faktor penting teknis produksi untuk meningkatkan produktivitas sawah di lahan rawa adalah pengendalian hama dan penyakit. Kondisi lahan rawa yang panas dan lembab sangat cocok bagi perkembangan hama dan penyakit tanaman. Hama-hama penting di sawah rawa adalah tikus, wereng coklat dan penggerek batang untuk padi dan penggerek polong untuk kedelai. 4.1.2. Peningkatan produktivitas tanaman

Peningkatan produktivitas padi merupakan selisih produktivitas setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI dikurang produktivitas sebelum dibina melalui kegiatan m-P3BI . Sebagai data awal produktivitas rata-rata di lokasi kegiatan


(30)

m-P3BI pada musim tanam sebelumnya adalah 2,03 t/ ha gabah kering panen (GKP) (Lampiran 3). Hasil ubinan setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI yang dikonversi ke hektar diperoleh hasil antara 4,95 – 8,30 t/ ha GKP.

Produktivitas padi rawa dihitung dengan : Y = Y1 – Y0

x 100 % Dimana : Y0= produktivitas sebelum m-P3BI

Y1= produktivitas setelah m-P3BI

Sehingga didapat peningkatan produktivitas setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI antara 2,92 – 6,27 t/ ha GKP atau 143,84% - 308,87% . Besarnya peningkatan ini karena : (a) peningkatan jumlah tanaman dengan penerapan sistem tanam Legowo yang benar. Sistem tanam yang diterapkan petani selama ini adalah sistem lorong 5: 1 yaitu setiap 5 baris tanaman dibuat 1 lorong, sehingga terjadi pengurangan jumlah tanaman. Setiap lorong yang dibuat, akan mengurangi satu baris tanaman. Sedangkan dengan sistem tanam Legowo yang benar terjadi penambahan jumlah tanaman satu baris setiap lorong yang dibuat, (b) Produktivitas tertinggi setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI dicapai sebesar 8,30 t/ ha GKP disebabkan penggunaan sistem tanamm Legowo 2: 1 dan klas benih Breder Seed (label kuning). Sistem tanam dan klas benih ini berbeda dengan sistem tanam kebanyakan diterapkan petani setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI yaitu Legowo 4: 1 dan klas benih Stock Seed(label ungu).

Sistem Tanam Legowo 2: 1 mempunyai jumlah tanaman per hektar yang lebih tinggi dibandingkan sistem tanam Legowo 4: 1. Dalam 1 hektar lahan pada sistem tanam Legowo 4: 1 terdapat 300.000 rumpun tanaman, sedangkan pada sistem tanam Legowo 2: 1 terdapat 330.000 rumpun tanaman. Sementara itu klas benih berpengaruh terhadap produktivitas yang dicapai. Semakin tinggi klas benih, semakin tinggi produktivitas yang dicapai. Demikian sebaliknya, semakin rendah klas benih akan semakin rendah produktivitasnya, hal ini karena terjadinya penurunan produktivitas tanaman yang ditanam berulang-ulang.

4.1.3. Peningkatan pendapatan petani

Peningkatan pendapatan petani padi merupakan selisih jumlah pendapatan setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI dikurang jumlah


(31)

pendapatan sebelum dibina melalui kegiatan m-P3BI . Setelah panen, produktivitas yang dicapai antara 4,95 – 8,30 t/ ha GKP. Berdasarkan analisa usahatani, terjadi peningkatan pendapatan yang cukup tinggi sebesar 4.545.323 – 23.975.323 rupiah dari keuntungan sebelumnya sebesar 13.903.126 rupiah menjadi sebesar 18.448.449 – 37.878.449 rupiah. Data awal pendapatan petani rata-rata di lokasi kegiatan m-P3BI pada musim tanam sebelumnya adalah Rp 24.246.691 dengan keuntungan sebesar Rp 13.903.126 dan nilai RC ratio dan BC ratio masing-masing 2,34 dan 1,34 (Lampiran 3).

Peningkatan pendapatan ini terutama terjadi karena selain efisiensi penggunaan pupuk, juga terjadi peningkatan produktivitas yang cukup tinggi sebesar 2,92 – 6,27 ton/ ha.

4.1.4. Aktivitas kelompok akibat dari pemberdayaan

Aktivitas kelompok untuk kegiatan di dalam kelompok sendiri belum terlihat peningkatannya terutama dalam pertemuan rutin kelompok, hal ini karena pertemuan masih banyak dilakukan bersama dengan petugas dari BPTP Bengkulu terkait penggalian data dan pertemuan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam penerapan inovasi teknologi padi rawa.

Peningkatan aktivitas kelompok justru terjadi di luar kelompok pelaksana petak percontohan/ demplot, terutama pada penerapan inovasi teknologi sistem tanam legowo 4: 1 ataupun 2: 1. I nformasi melalui kontak langsung sesama petani terkait sitem tanam legowo yang dilakukan kelompok tani Jadi Makmur yang dibina BPTP Bengkulu melalui kegiatan m-P3BI sampai ke kelompok lain dan diminati, sehingga undangan permintaan untuk melakukan penanaman dengan sistem tanam legowo 4: 1 ataupun 2: 1 banyak berdatangan. I nformasi yang mereka terima bahwa sistem tanam legowo yang benar justru akan menambah jumlah tanaman, sehingga produktivitas yang akan didapat menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam yang selama ini mereka lakukan.

Selama ini kelompok tani di Kabupaten Mukomuko terutama yang tergabung dalam Gapoktan Suka Maju berangapan bahwa sistem tanam yang dilakukan mereka sudah menerapkan sistem tanam legowo, ternyata setelah mengikuti pertemuan dengan petugas dari BPTP Bengkulu melalui


(32)

kegiatan m-P3BI , sistem tanam yang umumnya dilakukan petani bukan sistem tanam legowo, tetapi sistem tanam yang hanya membuat lorong setiap lima baris tanaman. Sistem tanam demikian akan mengurangi satu baris tanaman setiap lorong yang terbentuk. Hal ini berbeda dengan sistem tanam legowo yang justru akan menambah satu baris tanaman setiap lorong yang terbentuk, karena setiap tanaman pinggir dilakukan penyisipan tanaman.

Mendapat informasi dari kelompok tani Jadi makmur bahwa permintaan beberapa kelompok agar pada lahan mereka dilakukan juga penanaman dengan sistem tanam legowo 4: 1 ataupun 2: 1, tim m-P3BI meresponya dengan melakukan pertemuan pertama pada dua kelompok tani yaitu (Mekar Sari dan Marsudi Tani). Tujuan pertemuan adalah untuk menjelaskan inovasi teknologi PTT padi rawa secara lengkap, sehingga penerapan teknologi PTT padi rawa pada kelompok tani Jadi Makmur dan kelompok tani Mekar Sari dan Marsudi Tani menjadi sama. Dengan demikian penyebaran inovasi teknologi PTT padi rawa menjadi lebih cepat.

Aktivitas kelompok dihitung berdasarkan pertemuan rutin yang dilakukan. Pertemuan rutin yang disepakati kelompok adalah 1 bulan sekali. Sedangkan pertemuan lainnya dilakukan bersamaan dengan pertemuan pengajian mingguan setiap malam jumat. Pertemuan rutin yang dilakukkan selama ini hanya 4 kali dalam 1 tahun. Melalui pembinaan BPTP Bengkulu, pertemuan dilakukan hampir setiap petugas BPTP Bengkulu melakukan kunjungan. Selama kunjungan yang dilakukan petugas BPTP Bengkulu, pertemuan sudah dilakukan sebanyak 13 kali. Pertemuan selalu dilakukan malam hari agar tidak mengganggu aktivitas petani di lahan pada siang hari.

Aktivitas kelompok akibat dari pemberdayaan dihitung dengan rumus

: AK = AK1 – AK0

x 100 %

Sehingga diadapat peningkatan pemberdayaan kapasitas pertemuan kelompok setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI berkisar antara 13 – 14 kali atau 225% .

4.1.5. Kinerja kelembagaan pendukung

Aktivitas kelembagaan pendukung seperti, kios saprodi, penggilingan padi sudah mulai terlihat, karena dengan berlangsungnya kegiatan m-P3BI


(33)

lahan rawa, dilakukan pemesanan saprodi untuk kegiatan penanaman padi. Namun jika dilaihat dari aktivitas berupa penyediaan pupuk, justru terjadi pengurangan aktivitas, karena jumlah pupuk yang diberikan pada lahan sawah lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pupuk yang biasa diberikan petani. Dosis pupuk yang diberikan petani pada lahan sawahnya relatif lebih tinggi namun tidak berimbang bila dibandingkan dengan dosis pupuk yang diberikan pada lahan petani berdasarkan rekomendasi BPTP Bengkulu.

Aktivitas penggilingan padi juga tidak terlihat lebih banyak dengan adanya penanaman padi kegiatan m-P3BI , hal ini karena jumlah gabah yang digiling tidak mengalami peningkatan akibat adanya penjualan gabah sebagai benih. Hasil panen padi kegiatan m-P3BI semuanya didaftarkan sebagai benih dengan kegiatan penangkaran. Oleh karena itu hasil panen yang diperoleh tidak untuk dikonsumsi. Gabah yang dikonsumsi merupakan kebutuhan rumah tangga petani yang selalui disediakan setiap kali panen. Kelebihan hasil panen yang didapat dijual sebagai benih selain dicadangkan untuk benih pertanaman berikutnya.

4.1.6. Kemitraan dengan pihak luar

Kemitraan dengan pihak luar baru terjadi dengan BPSB sebagai institusi pelaksana sertifikasi benih. Kemitraan dengan pihak lain terutama swasta terkait dengan benih yang dihasilkan, belum ada. Hal ini karena belum adannya pihak luar yang bersedia menampung benih yang dihasilkan.

Kemitraan dengan pihak lain terutama swasta yang bergerak dibidang perbenihan sangat tergantung pada permintaan akan varietas benih disuatu tempat. Bila tidak ada rencana pengembangan atau penyebaran benih oleh pemerintah, biasanya permintaan akan benih oleh pihak swasta jarang terjadi bahkan mungkin tidak ada. Selama ini, petani lain diluar petani penangkar yang menanam padi, tidak melakukan pembelian benih untuk pertanamannya. Benih yang ditanam selain benih hasil panen sebelumnya, biasanya benih yang ditanam merupakan benih hasil bantuan pemerintah. Akibatnya, bila tidak ada benih bantuan dari pemerintah, petani menanam padi dengan benih hasil pertukaran dengan sesama petani yang mungkin sudah ditanam berulang-ulang sehingga pertumbuhan tanaman sudah tidak seragam lagi.


(34)

4.1.7. Apresiasi pemerintah daerah

Bentuk apresiasi pemerintah daerah terhadap kegiatan m-P3BI yaitu ikut serta dalam pembinaan kelompok tani. Pembinaan yang telah dilakukan seperti ikut dalam pertemuan dengan petani, memberikan bantuan alat saprodi, saprodi, mendampingi petani, dan penyesuaian program dengan kondisi lapangan.

Pertemuan tim m-P3BI dengan petani juga pernah dilakukan bersama-sama dengan petugas dari Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutananan (DP3K) dan BP2KP. Pada pertemuan tersebut, petugas dari Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan (DP3K) memberikan penjelasan tentang cadangan pestisida dan alat pengendali insektisida berupa sprayer dan beberapa pestisida yang disediakan sebagai standbypestisida bila ada serangan mendadak pada lahan petani. BP2KP memberikan apresiasi pada petani dengan ikut mendampingi petani terutama melalui pengamatan kondisi pertumbuhan tanaman untuk antisipasi bila ada gangguan tanaman. Melalui kerjasama dengan petugas POPT, diberikan masukan kepada petani dalam pengendalian serangan hama dan penyakit. Dinas PU memberikan apresiasi berupa perbaikan saluran irigasi pada musim tanam berikutnya agar kecukupan air irigasi dapat terpenuhi.

Tabel 1. Sinergi program stakeholder tekait dalam meningkatkan produksi padi di Kabupaten Mukomuko

Bidang Kontribusi

I nstitusi Terkait BPTP

Bengkulu

Dinas

Pertanian BP2KP Dinas PU

Teknologi Pupuk Pestisida

Alat Semprot (Sprayer) Perbaikan irigasi Program

Pembinaan kelompok

4.1.8. Pemanfaatan sumberdaya pertanian

Sumberdaya pertanian khusunya jerami sisa panen padi masih belum digunakan pada tahap awal kegiatan, hal ini karena petani masih meragukan inovasi teknologi yang disampaikan BPTP Bengkulu seperti pemupukan berimbang yang menurut petani masih terlalu rendah dosis pupuk yang


(35)

diberikan. Demikian juga halnya dengan peran jerami terhadap perbaikan sumberdaya lahan. Melalui penjelasan pada pertemuan selanjutnya, petani sudah mulai tertarik dan akan mencoba menerapkan pupuk organik jerami padi pada lahan sawah.

Pada saat pertemuan dilakukan diskusi tentang peranan bahan organik bagi kesuburan lahan. Pemberian bahan organik akan mempenngaruhi kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah. Selain itu dijelaskan juga manfaat pemberian bahan organik dalam bentuk kompos dan proses pembuatan kompos, bahan kompos dan kerugian bila lahan tidak diberi kompos.

4.1.9. Jumlah petani adopter

Jumlah adopter awal sebanyak 25 orang yang berasal dari kelompok tani Jadi Makmur. Dengan adanya informasi dari petani kooperator, banyak petani lain sudah mengadopsi inovasi teknologi yang digunakan oleh kelompok tani Jadi Makmur seperti kelompok tani Mekar Sari dan Marsudi Tani. Jumlah petani yang mengadop inovasi teknologi tersebut sebanyak 30 orang, masig-masing 15 orang untuk setiap kelompok. Sehingga jumlah petani yang telah mengadop inovasi PTT Padi menjadi 55 orang. Agar penerapan inovasi seperti yang diterapkan Kelompok Tani Jadi Makmur, khususnya inovasi sistem tanam jajar legowo, kelompok tani yang mengadop inovasi mengundang langsung petani pembuat garis tanam dan ibu-ibu tani penanam padi dari kelompok tani Jadi Makmur.

Setelah mendapat informasi bahwa semakin banyak petani yang mengadop inovasi PTT padi, kelompok tani yang baru mengadopsi langsung dibina oleh tim m-P3BI agar inovasi teknologi yang diterimanya sama seperti yang diterima kelompok Jadi Makmur sekaligus telah mendorong terjadinya peningkatan jumlah petani adopter seperti petani kooperator petak sama percontohan/ demplot padi rawa lebak. Dimana peningkatan jumlah petani

adopter dihitung dengan rumus : A = A1 - A0

x 100 % Dimana : A0 = adopter sebelum m-P3BI

A1 = adopter setelah m-P3BI

Berdasarkan rumus tersebut, peningkatan adopter setelah dibina melalui kegiatan m-P3BI menjadi 55 – 25 orang = 20 orang atau 80% .


(36)

4.1.10. Temu lapang

Pelaksanaan Temu lapang dimaksudkan, untuk menunjang

pelaksanaaan dan penbaran inovasi yang diadopsikan pada pengguna dan umpan balik dari pelaksnaan diseminasi. Dimana selama kegiatan berjalan sudah dilakukan 2 kali pertemuan langsung dilapangan dan panen raya satu kali dengan hasil (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil pelaksanaan temu lapang dan panen raya pada kegiatan m-P3BI lahan rawa di Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Muko-muko Tahun 2014

No Nama

kegiatan

Waktu

Pelaksanaan Tempat Peserta

Metode Pelaksanaan 1. Temu Lapang

Cara Pembuatan Pola Garis Tanam Dengan Pelaksanaan Penanamannya

13 Agustus 2014 pagi Lahan anggota kelompok tani Jadi makmur

25 orang - Penyampai materi - Penjelasan materi - Praktek lapang - Diskusi 2. Cara Penghitungan Hasil Dengan Pengubinan dan Konversi Hasil Ubinan Ke Hektar

13 Agustus 2014 Siang

anggota kelompok tani Jadi makmur

25 orang - Penyampai materi - Penjelasan materi - Praktek lapang - Diskusi 3. Panen Raya Padi

Rawa Lebak

13 Agustus 2014 Sore

anggota kelompok tani Jadi makmur

67 orang - Panen bersama - Sambutan

kades,kelom pok tani dan BPTP - Pengarahan

Bupati - Diskusi

Pada pertemuan ini disampaikan materi yang dititik beratkan pada cara pembuatan pola garis tanam dengan pelaksanaan penanamannya, cara penghitungan hasil dengan pengubinan dan konversi hasil ubinan ke hektar, pelaksanaan petak percontohan/ demplot padi rawa kegiatan m-P3BI yang menerapkan teknologi PTT padi rawa Tahun 2014, serta diseminasi inovasi teknologi PTT padi rawa.

Pada demplot kegiatan m-P3BI dilakukan panen raya bersama seluruh stakeholder terkait yaitu Pemda Kabupaten Mukomuko (Bupati), DP3K, BP2KP,


(37)

BPSB, BPTP, seluruh Petugas kecamatan demplot (BPP, Camat, PPK dan pihak terkait lainnya), Kepala desa wilayah demplot, petani kooperator, Gapoktan Desa Tirta Mulya dan petani sekitar wilayah demplot.

4.1.11. Survei adopsi inovasi teknologi padi raw a

Survey adopsi teknologi padi rawa dilakukan di Desa Tirta Mulya Kecamatan Air manjunto Kabupaten Mukomuko pada bulan Oktober 2014, untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi diperlukan data skunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mempelajari pelaksanaan kegiatan petak percontohan/ demplot penerapan inovasi teknologi padi rawa lebak, sedangkan data primer diperoleh melalui pengamatan lapangan, diskusi kelompok (Focus Group Discussion) serta wawancara terstruktur dan mendalam (in-depth interview) menngunakan kuesioner terhadap 30 orang responden yang dipilih secra sengaja dari seluruh petani pelaksana kegiatan petak percontohan/ demplot dan kelompoktani dampak yang melakukan penanaman padi rawa mengikuti cara penerapan inovasi teknologi penanaman padi rawa lebak. Dari hasil kegiatan survei ini diperoleh berbagai informasi yang berkaitan dangan pengembangan diseminasi inovasi padi rawa lebak yang menggambarkan keadaan wilayah; krakteristik; pemahaman dan hubungan karakteristik dan pengetahuan petani (umur, pendidikan, usahatani); serta umpan baliknya.

4.1.11.1. Keadaan umum uilayah

Petak percontohan/ demplot kegiatan pengembangan pertanian di Kabupaten Mukomuko dilaksanakan di Kecamatan Air Manjunto khususnya Desa Tirta Mulya, dengan basis usaha pada pengembangan padi yang mengarah ke produk padi rawa lebak dangkal. Pemilihan inovasi teknologi PTT padi rawa lebak didasarkan pada agroekosistem setempat Desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto merupakan wilayah yang mempunyai topografi landai sampai sedikit bergelombang dengan ketinggian tempat ± 10 m dpl dan curah hujan 152,2 mm/ bulan. Dengan kondisi tersebut maka wilayah Desa Tirta Mulya sangat cocok untuk pengembangan pertanian khususnya komoditas padi. Luas wilayah Desa Tirta Mulya 707,50 ha yang terdiri dari permukiman 78 ha, lahan gambut 198 ha, lahan kering/ tegal 223 ha, sawah 227 ha, perkantoran 0,25 ha, dan prasarana umum lainnya 1 ha. Sekitar 32,08 % dari


(38)

luas lahan Desa Tirta Mulya saat ini didominasi usahatani padi sawah irigasi dan rawa (Pemerintah Kabupaten Mukomuko, 2014).

4.1.11.2. Karakteristik responden

Karakteristik menggambarkan ciri dari responden. Karakteristik responden yang diamati adalah umur (X1), pendidikan (X2), luas lahan (X3), jumlah pelatihan tentang budidaya padi rawa yang telah diikuti responden (X4), Pengalaman bertani padi rawa (X5), dan kekosmopolitanan (X6). Karakteristi kresponden (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik responden dilokasi kegiatan diseminasi m-P3BI padi rawa lebak Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko Tahun 2014

Uraian

Karakteristik Responden Umur

( X1)

Pendidikan ( X2)

Luas Lahan ( X3)

Pelatihan ( X4)

Pengalaman ( X5)

Kosmopolitan ( X6)

Minimal 24 SD 0,3 0 4 0

Maksimal 66 SMA 2,00 10 35 4

Rata-rata 39,57 SD 0,68 1,35 13,74 0,39

Sumber : Data Primer

Pada Tabel 3 terlihat, bahwa umur responden berkisar antara 24 sampai 66 tahun dengan rata-rata 39,57 tahun. Hal ini menunjukkan rata-rata responden berada pada usia produktif. Pendidikan berkisar antara sekolah dasar (SD) sampai SMA, dengan sebagian besar berpendidikan SD (50% ). Luas lahan berkisar sangat bervariasi, antara 0,3 ha sampai 2,0 ha dengan rata-rata luas 0,68 ha. Jumlah pelatihan budidaya padi juga bervariasi antara tidak pernah sampai pernah 10 kali, namun sebagian besar belum pernah latihan (50% ). Pengalaman menanam padi berkisar antara 4 sampai 35 tahun dengan rata-rata 13,74 tahun yang menunjukkan bahwa sebagian besar petani sudah terbiasa menanam padi. Kekosmopolitanan responden bervariasi dari tidak pernah sampai hanya 4 kali mencari informasi tentang budidaya padi, sebagian besar responden tidak pernah ke luar desanya untuk mencarai informasi tetntang budidaya padi, sehingga pengetahuan t entang budidaya padi masih sangat rendah.


(39)

4.1.11.3. Pemahaman petani terhadap inovasi teknologi

Petani di desa Tirta Jaya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko telah memahami budidaya padi rawa, mulai dari jenis-jenis padi unggul lahan rawa, benih, sistem tanam, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit sampai panen serta penanganan panen. Ada lima kategori pemahaman yang diukur dan menjadi bahan pertimbangan bagi petani dalam menerapkan inovasi teknologi budaya padi rawa yaitu (a) tidak paham , (b) kurang paham, (c) ragu-ragu, (d) paham, dan (e) sangat paham. Pemahaman petani terhadap teknologi dilihat dari pemahaman petani terhadap budidaya padi rawa setelah adanya petak percontohan/ demplot dan diberikan penjelasan inovasi teknologi secara detail melalui pertemuan petani sebelum pelaksanaan petak percontohan/ demplot di mulai. Pada saat pertemuan, peserta/ petani dapat menanyakan apa saja yang berkaitan dengan inovasi teknologi padi rawa. Untuk mengetahui tingkat pemahaman petani, dilakukan pengujian melalui pengisian kuesioner pemahaman petani terhadap inovasi teknologi penanaman padi rawa dengan bobot plihan (tidak paham; kurang paham; ragu-ragu; paham; dan sangat paham) seperti Tabel 4.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemahaman rata-rata petani responden terhadap teknologi penanaman padi rawa cukup baik. Sebanyak 43,72 persen berada pada tingkat sangat paham dan 39,39 persen paham sedangkan sisanya berada pada tingkat tidak paham sampai ragu-ragu. Komponen teknologi penanaman padi rawa sudah dipahami dan pada musim tanam selanjutnya petani Desa Tirta Mulya akan menerapkan inovasi teknologi seperti yang sudah diterapkan. Berdasarkan pengalaman petani yang melakukan penanaman melalui penerapan petak percontohan/ demplot, rata-rata hasil yang dicapai pada petak percontohan/ demplot lebih tinggi hingga 50% dibandingkan hasil panen sebelumnya. Apalagi penanaman petak percontohan/ demplot dilakukan pada musim selang yang biasanya hasilnya relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan musim besar. Oleh karena itu pada penanaman selanjutnya yang termasuk musim besar, kemungkinan hasil lebih tinggi lagi akan dicapai.


(40)

Tabel 4. Tingkat pemahaman petani terhadap inovasit teknologi penanaman padi rawa di lokasi m-P3BI padi rawa lebak Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko Tahun 2014

Komponen Teknologi

Pemahaman Petani tidak

paham

kurang paham

ragu-ragu paham

sangat paham Jenis padi unggul lahan rawa 4,76 33,33 9,52 38,10 38,10

Keunggulan padi rawa 0,00 23,81 19,05 57,14 19,05

Ukuran petak persemaian 4,76 61,90 9,52 9,52 33,33

Jumlah benih per hektar 4,76 14,29 33,33 28,57 38,10

Umur benih siap pindah 0,00 0,00 0,00 42,86 57,14

Pengolahan lahan sebelum tanam 0,00 4,76 0,00 28,57 66,67

Macam sitem tanam 0,00 9,52 9,52 42,86 38,10

Alat pembuat pola garis tanam 0,00 14,29 0,00 33,33 52,38 Jarak tanam padi yang baik 0,00 19,05 14,29 23,81 42,86 Sistem tanam yang dianjurkan 0,00 0,00 4,76 42,86 52,38 Sistem tanam Jajar Legowo yang

dianjurkan 0,00 0,00 4,76 38,10 57,14

Keuntungan penanaman Sistem

tanam Jajar Legowo 0,00 0,00 0,00 19,05 80,95

Cara menanam pada Sistem

tanam Jajar Legowo 0,00 23,81 0,00 61,90 14,29

Jumlah bibit per tanaman 0,00 0,00 0,00 4,76 95,24

Pupuk makro/ utama tanaman

padi 0,00 0,00 9,52 47,62 42,86

Waktu pemupukan 0,00 0,00 0,00 71,43 28,57

Jumlah pemupukan setiap pupuk

makro 0,00 0,00 4,76 71,43 23,81

Pengendalian insek dan jamur 0,00 9,52 9,52 52,38 28,57 Ukuran ubinan legowo 4:1 dan

2:1 19,05 14,29 19,05 38,10 9,52

Tanda tanaman siap panen 0,00 4,76 9,52 28,57 57,14

Cara panen yang baik 0,00 14,29 0,00 42,86 42,86

Penanganan panen 0,00 9,52 4,76 42,86 42,86

Jumlah 33,33 257,14 161,90 866,67 961,90

Pemahaman rata-rata (% ) 1,52 11,69 7,36 39,39 43,72 Sumber: Analisis data primer

Banyak keuntungan yang diperolah dari penerapan inovasi teknologi penanaman padi rawa kegiatan petak percontohan/ demplot yang dilakukan dibandingkan pengalaman pengalaman penanaman padi yang selama ini dilakukan petani seperti : (a) varietas yang digunakan adalah varietas padi rawa yang mempunyai potensi hasil tinggi, (b) penggunaan pupuk lebih


(41)

sedikit yang efisien dan berimbang, (c) waktu pemupukan yang tepat, dan (d) sistem tanam jajar legowo yang benar sehingga jumlah tanaman menjadi lebih banyak.

4.1.11.4. Hubungan karakteristik petani dengan tingkat pengetahuan inovasi teknologi budidaya padi raw a lebak 4.1.11.4.1. Umur petani

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terlihat bahwa umur produktif petani responden yang ada di Desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko berkisar antara 24 – 66 tahun dan rata- rata 39,57 tahun. Jika dilihat berdasarkan umur produktif dan tidak produktif, maka umur rata-rata petani responden berada dalam kategori umur produktif. Umur produktif sangat berkaitan dengan kemampuan fisik petani untuk bekerja secara optimal. Hal ini juga didukung oleh Bakir (2000), bahwa sampai tingkat umur tertentu kemampuan fisik manusia akan semakin tinggi sehingga produktivitas juga tinggi, tetapi semakin bertambahnya umur, maka kemampuan fisik akan semakin menurun, demikian juga produktivitas kerja. 4.1.11.4.2. Tingkat pendidikan formal petani

Tingkat pendidikan formal petani sangat berpengaruh terhadap kemampuan dalam merespon suatu inovasi. Makin tinggi tingkat pendidikan formal petani, diharapkan makin rasional untuk bertindak dalam pola pikir, daya nalar, dan perilaku seperti halny terlihat pada Tabel 2. yang menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden di Desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko telah menempuh pendidikan formal walaupun masih tergolong pada tingkat pendidikan SD, sehingga dapat dikatakan sumberdaya manusia (SDM) petani masih tergolong rendah. Menurut Padmowihardjo (2002), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka pola pikir juga semakin luas dan tentunya akan lebih cepat dalam menerima suatu inovasi yang disampaikan.

4.1.11.4.3. Pengalaman usaha tani

Pengalaman berusahatani berpengaruh terhadap peluang menerima inovasi teknologi baru, hal ini karena pengalaman berusahatani menunjukkan lamanya tuangan waktu yang dicurahkan terhadap suatu usahatani yang dilakukan. Pada petani yang sudah lama berusahatani seperti terlihat pada Tabel 2, dimana rata-rata pengalaman petani berusaha tani sudah 13,74


(42)

tahun menunjukkan bahwa usahatani tersebut merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan petani. Oleh karena itu, adanya inovasi teknologi baru merupakan harapan besar guna meningkatkan produktivitas dan keuntungan yang lebih tinggi bagi petani.

4.1.12. Umpan balik petugas terhadap inovasi teknologi padi raw a Penggalian umpan balik dilakukan pada tanggal 4 November 2014 di Aula pertemuan BP2KP. Peserta yang hadir adalah seluruh Korluh BPP dan PPL se-Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.

Adapun umpan balik dari DP3K Kabupaten Mukomuko terhadap kegiatan m -P3BI adalah sebagai berikut :

1. Agar teknologi menyebar secara merata di Kabupaten Mukomuko, adanya demplot pada berbagai Kelompok Tani atau pada setiap Gapoktan.

2. Perlu pembinaan lanjut kepada petani kooperator tentang penggunaan VUB, pembuatan kompos, pemupukan spesifik lokasi.

3. Diharapkan kepada BPTP selain mengkaji dilahan rawa juga mengkaji dilahan sawah irigasi.

Sedangkan umpan balik dari BP2KP Kabupaten Mukomuko terhadap kegiatan m-P3BI adalah sebagai berikut :

1. Pembinaan terhadap semua penyuluh di masing-masing BPP di Kabupaten Mukomuko agar semua penyuluh mengetahui teknologi PTT rawa.

2. Selain pembinaan terhadap penerapan teknologi padi rawa, diharapkan juga penerapan teknologi yang lain seperti teknologi budidaya jagung dan kedelai.

3. Setiap lokasi demplot melibatkan semua penyuluh yang ada di wilayah kerja tidak hanya melibatkan penyuluh di Desa Binaan saja.

4.2. Kegiatan Berbasis I ntegrasi Kopi- Sapi Potong

Pelaksanaan kegiatan model pengembangan pertanian perdesaan berbasis inovasi (m-P3BI ) integrasi kopi-sapi yang dilaksanakan di wilayah sentra kopi Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang, yaitu di Desa Bukitsari, Mekarsari, Tugurejo dan Sidorejo telah memberikan hasil yang cukup positif bagi peningkatan pengetahuan, produksi dan sumberdaya


(43)

pertanian melalui pengembangan inovasi integrasi kopi-sapi potong sesuai dengan tahapan kegiatan lapangan

4.2.1. Pengembangan inovasi berbasis integrasi kopi- sapi potong Dalam rangka diseminasi kajian kegiatan model pengembangan pertanian perdesaan berbasis inovasi (m-P3BI ) yang dilaksanakan di wilayah sentra kopi Kabupaten Kepahiang terfokus pada model pengembangan inovasi budidaya kopi serta pengolahan dan pemberian pakan sapi potong bebasiskan limbah kulit kopi, untuk itu dalam pelaksanaan pengembangan kegiatan diseminasi integrasi kopi-sapi potong juga dikoordinasikan dengan Pemerintah Kabupaten Kepahiang sekaligus dapat dirsinergikan dengan berbagai program terkait yang dikembangkan dan dibutuhkan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Kepahiang melalui Dinas Kehutanan dan Perkebuan, Dinas Perikanan dan Peternakan, Bapeluh (BP4K) memberikan apresiasi sangat baik dengan adanya kegiatan m-P3BI dari BPTP Bengkulu yang juga merupakan wujud SI Da komoditas kopi Provinsi Bengkulu. Selanjutnya atas dasar program pengembangan komoditas kopi dan ternak sapi potong Pemerintah Kabupaten Kepahiang dan pandangan serta hasil identifikasi maupun hunting beberapa lokasi sentra kopi dan ternak sapi potong maka pengembangan kegiatan diseminasi m-P3BI integrasi kopi-sapi potong diarahkan pada wilyah sentra kopi Kabwetan yang juga merupakan wilayah sentra produksi peternakan termasuk sapi potong. Seperti tercantum dan di kukuhkan dalam Surat Keputusan Bupati Kepahiang Nomor: 452 Tahun 2010 Tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Produksi Peternakan Kabupaten Kepahiang (Bupati Kepahiang, 2010). Hal ini dibuktikan dengan perkembangan populasi ternak sapi potong di Kecamatann Kabawetan populasinya hampir 85% (± 2.353 ekor) dari populasi sapi potong di Kabupaten Kepahiang yang secara keseluruhan saat ini mencapai 2.769 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kepahiang, 2014).

Pengembangan inovasi dilaksanakan di wilayah sentra kopi yang terfokus pada, model pengembangan inovasi berbasis integrasi kopi-sapi potong dengan komponen tekniologi utama pemeliharaan tanaman kopi serta pengolahan dan pemberian pakan sapi potong berbasiskan limbah kulit kopi. Dalam pelaksanaan pengembangan kegiatan diseminasi integrasi kopi-sapi


(1)

Lampiran 2. I lustrasi pelaksanaan kegiatan diseminasi m-P3BI I ntegrasi kopi-sapi potong di sentra kopi Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang Tahun 2014

Gambar 4. Kondisi tanaman kopi dan pengambilan sampel tanah pada lahan perkebunan kopi desa Bukit Sari lokasi kegiatan integrasi kopi-sapi potong melalui kegiatan m-P3BI Tahun 2014 di Kabupaten Kepahiang

Gambar 5. Pelaksanaan demonstrasi cara pengolahan limbah kulit kopi fermentasi oleh petani peternak kooperator dilokasi kegiatan diseminasi m -P3BI integrasi kopi-sapi potong di desa Bukit Sari dan Sidorejo Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang

Gambar 6. Pelaksanaan demonstrasi cara pengolahan limbah kotoran ternak sapi untuk dijadikan kompos pada sentra kopi lokasi kegiatan integrasi kopi-sapi potong Tahun 2014 di Kabupaten Kepahiang


(2)

Gambar 7. Pendampingan dan pengawalan diseminasi dan peningkatan pengetahuan petani peternak terhadap inovasi teknologi integrasi kopi-sapi potong di lokasi kegiatan kegiatan m-P3BI Tahun 2014 di Kabupaten Kepahiang

Gambar 8. Pelaksanaan penerapan pemberian pakan tambahan limbah kulit kopi fermentasi dan penimbangan PBB sapi milik petani peternak kooperator pada lokasi kegiatan diseminasi m-P3BI integrasi kopi-sapi potong di desa Sidorejo dan Mekar sari Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang

Gambar 9. Pendistribusian pakan tambahan hasil fermentasi untuk sapi potong peternak kooperator di desa Sukasari dan Tugurejo lokasi kegiatan integrasi kopi-sapi potong Tahun 2014 di Kabupaten Kepahiang


(3)

Gambar 10. Penyebaran inovasi integrasi kopi-sapi potong melalui pertemuan apresiasi inovasi teknologi dan temu lapang inovasi teknologi integrasi kopi-sapi potong pada lokasi m-P3BI Tahun 2014 di Kabupaten Kepahiang

Gambar 11. Sinergi program pelaksanaan penerapan pakan tambah limbah kulit kopi fermentasi pada petani peternak lokasi kegiatan diseminasi m-P3BI integrasi kopi-sapi potong yang diserahkan kepala Dinas Pterenakan dan Perikanan Kab. Kepahiang bersama Kepala BPTP Bengkulu

Gambar 12. Aplikasi pemberian pupuk organik/ kompos untuk lahan kopi petani kooperator dan nyaping (pembuangan) pucuk tanaman kopi di lokasi demplot kegiatan integrasi kopi-sapi potong Tahun 2014


(4)

Lampiran 3. Daftar nama petani dan anggal tanam padi kegiatan m-P3BI padi rawa lebak di desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko Tahun 2014

No Nama Tanggal Tanam No Nama Tanggal Tanam

1 Toni 28 April 2014 14 Budi 11 Mei 2014

2 Harto 27 April 2014 15 Pardi 03 Mei 2014

3 Sutarmin 01 Mei 2014 16 Jarwani 24 April 2014

4 Sarmin 01 Mei 2014 17 Sasmo 2 03 Mei 2014

5 Somad 16 Mei 2014 18 Suparno 02 Mei 2014

6 Suardi 01 Mei 2014 19 Singgih 26 April 2014

7 Karni 11 Mei 2014 20 Madi 09 Mei 2014

8 Sriono 06 Mei 2014 21 Tamyis 06 Mei 2014

9 Kromo Karyo 26 April 2014 22 Aimin 09 Mei 2014 10 Purwanto 07 Mei 2014 23 Sasmo 1 03 Mei 2014 11 Supriyanto (Kades) 08 Mei 2014 24 Sugeng 23 April 2014

12 Rosman 03 Mei 2014 25 Ngadadimo Mei 2014


(5)

Lampiran 4. Analisa usahatani padi rawa/ ha sebelum pembinaan m-P3BI padi rawa lebak di desa Tirta Mulya Kecamatan Air Manjunto Kabupaten Mukomuko Tahun 2014

No Uraian Vol Sat Biaya

Satuan

Total Biaya

Biaya

1 ha Ket

Luas lahan 7102 M2 10.000

A Pengeluaran (Rp)

1 Benih 30 kg 10.000 300.000 422.416

2 Tenaga kerja

• persiapan tempat Semai

0,2 HOK 50.000 10.000 14.081 Pria (DK)

• Semai 0,3 HOK 50.000 15.000 21.121 Pria (DK)

• perbaikan pematang 5 HOK 50.000 250.000 352.014 Pria (DK)

• Bajak 1 kl 150.000 150.000 211.208 Borong

• Garu 1 kl 150.000 150.000 211.208 Borong

• cabut bibit 3 HOK 50.000 150.000 211.208 Pria (DK) 3 HOK 35.000 105.000 147.846 Wanita (DK) 2 HOK 75.000 150.000 211.208 Pria (LK)

• pembuatan garis tanam

1 HOK 100.000 100.000 140.805 Pria (DK)

• Penanaman 1 HOK 35.000 35.000 49.282 Wanita (DK) 14 HOK 50.000 700.000 985.638 wanita (LK)

• penyulaman 1 HOK 50.000 50.000 70.403 Pria (DK)

• Penyiangan 3 HOK 50.000 150.000 211.208 Pria (DK) 6 HOK 50.000 300.000 422.416 Wanita (LK)

• penyemprotan pematang

2 HOK 50.000 100.000 140.805 Pria (DK)

• Pemupukan (3 kl) 1 HOK 50.000 50.000 70.403 Pria (DK) 2 HOK 35.000 70.000 98.564 Wanita (DK)

• penyemrotan pestisida

4 HOK 35.000 140.000 197.128 Pria (DK)

• Pemanenan 1 kl 2.000.000 2.000.000 2.816.108 Borongan

• Pengangkutan 1 kl 100.000 100.000 140.805 Borongan

• Penjemuran 2 HOK 50.000 100.000 140.805 Pria (DK) 2 HOK 35.000 70.000 98.564 Wanita (DK)

Jumlah tenaga kerja

4.945.000 6.962.827

3 Pupuk

• Urea 150 kg 2500 375.000 528.020

• SP-36 100 kg 2500 250.000 352.014

• phonska 250 kg 2800 700.000 985.638

Jumlah pupuk 1.325.000 1.865.672


(6)

….. lanjutan lampiran 4 ……

No Uraian Vol Sat Biaya

Satuan

Total Biaya

Biaya

1 ha Ket

4 Pestisida

• ciprint 3 btl 40.000 120.000 168.966

• canon 1 btl 40.000 40.000 56.322

• mentin 2 bks 25.000 50.000 70.403

• fujiwan 1 btl 70.000 70.000 98.564

• Filia 2 btl 98.000 196.000 275.979

• trisula 1 btl 40.000 40.000 56.322

• Noxson 1 liter 55.000 55.000 77.443

Jumlah pestisida 571.000 803.999

5 Karung 4 kodi 50.000 200.000 281.611

Tali Rafia 1 gulung 5.000 5.000 7.040

205.000 288.651 Jumlah

pengeluaran total

7.346.000 10.343.56 5 B Panen (kg GKP) 1440 kg 4.300 6.192.000 8.718.671 Beras 192 kg 7.813 1.500.000 2.112.081 GKG 1588 kg 6.000 9.528.000 13.415.939

Total Pendapatan 17.220.00

0

24.246.69 1

C Keuntungan 9.874.000 13.903.12

6

D RC ratio 2,34 2,34