Distribusi Tekanan Reaktor Gasifikasi Serbuk Kayu

165 Gasifikasi t : 795 detik t : 1407 detik t : 1935 detik t : 2379 detik t :2640 detik. Gambar 5.26. Grafik distribusi temperatur reaktor pada berbagai ketinggian pada variasi kecepatan III pada gasifikasi serbuk kayu. Untuk selanjutnya proses simulasi dilakukan dengan iterasi sesuai dengan nilai pembangkitan massa dan energi serta waktu reaksi pada masing-masing ketinggian, sehingga didapatkan hasil distribusi temperatur reaktor untuk setiap variasi ketinggian dan variasi waktu pada jarak 1 cm dari dinding reaktor. Pada variasi kecepatan III dan kadar air 10 didapatkan distribusi temperatur reaktor pada berbagai ketinggian sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5.25 dan Gambar 5.26. Dari Gambar 5.25 terlihat bahwa pada ketinggian 0,48-0,60 m setelah 795 detik terlihat bahwa temperatur line termokopel 0,65-0,75mm tertinggi yang dicapai sebesar 597 C dan temperatur pengujian eksperimen sebesar 596 C, dengan kesalahan 1,42 sehingga temperatur simulasi dapat disimpulkan mendekati hasil eksperimen. Porositas serbuk kayu dan sekam padi secara berurutan sebesar 0,760 dan 0,774 sehingga porositas serbuk kayu lebih rendah dari sekam padi, namun serbuk kayu lebih mudah terbakar karena memiliki energi aktivasi yang lebih kecil sehingga temperatur reaktor akan lebih tinggi dengan adanya pembakaran serbuk. 166 Produksi Gas dari Padatan Penurunan kapasitas serbuk kayu dapat menyebabkan peningkatan jumlah udara sehingga gas combustible bercampur dengan udara lebih sebelum mencapai burner dan temperatur gas yang menuju burner mengalami penurunan. Simulasi reaktor gasifikasi serbuk kayu mengalami penurunan temperatur gas lebih cepat bila dibandingkan dengan sekam padi hal ini disebabkan karena kecepatan udara didalam reaktor serbuk kayu lebih besar dari reaktor sekam padi sehingga udara yang bercampur dengan gas combustible lebih banyak dan penurunan temperatur gas relatif lebih cepat. Selain itu, hal tersebut juga disebabkab karena laju gasifikasi serbuk kayu lebih besar dari pada sekam padi sehingga udara yang terhisap kedalam reaktor lebih besar. Hal ini akan menyebabkan jumlah udara yang bercampur dengan gas combustible meningkat sehingga penurunan temperatur gas menjadi lebih cepat. 5.8. Perbandingan Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi Sekam Padi dan Serbuk Kayu. Padi dan jati merupakan jenis tumbuhan yang biasa tumbuh di daerah tropis. Sekam padi ini biasa diambil dari biji padi yang telah dipanen, kemudian digiling selep untuk memisahkan kulit dengan bijinya, sedangkan serbuk gergaji kayu jati merupakan limbah dari pengolahan kayu yang berupa geram atau tatal. Dalam penelitian yang telah dilaksanakan kedua jenis limbah ini digunakan sebagai bahan bakar reaktor. Perbandingan efisiensi reaktor gasifikasi sekam padi dan serbuk jati dengan variasi kecepatan udara yang sama dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 5.27. Perbandingan efisiensi reaktor sekam padi dan serbuk kayu dengan variasi kecepatan III. 10 20 30 40 50 60 20 40 60 80 100 Kapasitas Biomassa E fi s ie n s i R e a k to r Sekam Serbuk 167 Gasifikasi Dari Gambar 5.27 terlihat bahwa efisiensi reaktor gasifikasi serbuk kayu lebih besar dari sekam padi. Energi yang terkandung didalam sekam padi dan serbuk kayu dinyatakan dengan LHV lower heating value yaitu panas yang dilepaskan dari pembakaran biomassa seberat satu satuan massa yang dimulai dari temperatur 25 C atau temperatur tertentu dan hasil pembakarnnya dijaga pada temperatur 150 C, LHV sekam padi dan serbuk kayu berturut-turut sebesar 15,4 MJkg dan 17,6 MJkg. Dengan energi yang lebih besar, reaktor gasifikasi serbuk kayu menghasilkan temperatur gas combustible yang lebih tinggi. LHV yang lebih besar juga akan memberikan energi input yang lebih besar. Reaktor gasifikasi serbuk kayu menghasilkan energi output berupa panas sensibel dan panas laten yang lebih besar sehingga efisiensi energi reaktor serbuk kayu lebih tinggi bila dibandingkan dengan reaktor gasifikasi sekam padi. 5.9. Pencucian Gas Sebelum dapat diproses lanjut, gas dari hasil proses gasifikasi biomassa sebaiknya dilakukan pembersihan. Bergantung dari aplikasinya, jenis dari gasifier, dan polutan dalam bahan bakar, beberapa tingkat pengkondisian gas seperti pembersihan dan pendinginan sangat diperlukan sebelum dapat digunakan untuk operasi gasifikasi sistem kombinasi panas dan daya CHP. Polutan yang umum dijumpai adalah tar hydrocarbons, debu partikulat, ammonia, sulphur, chloride, alkalies, dll. Polutan-polutan tersebut perlu dihilangkan atau diubah dengan cara Suyitno, 2007: 1. Tar dapat diturunkan konsentrasinya dengan menggunakan oksidasi terbatas, steam cracking, catalysts, dan pulse corona discharged. 2. Debu partikulat umumnya dibersihkan dengan siklon atau saringan filter. Dari pengalaman kami di laboratorium, abu dengan beban 600-1500 mgNm 3 db dan jelaga soot atau charcoal dengan ukuran partikel rata- dapat dibersihkan dengan siklon. 3. Untuk partikel kecil fine particle dapat dibersihkan dengan baghouse yang dilengkapi dengan saringan filter dan bekerja pada temperatur 150-200 o C. Untuk operasi yang kontinu, saringan perlu dibersihkan dengan sesekali 168 Produksi Gas dari Padatan mengalirkan gas nitrogen pada tekanan tinggi Suyitno and Lettner, 2005; Suyitno, Lettner et al., 2005. 4. Ammonia, sulphur dan chloride dapat dibersihkan dengan menggunakan scrubber atau menggunakan aditif. 5. Sebelum gas dimasukkan ke dalam aplikasi pembakaran mesin gas gas engine, filter dimana umumnya beroperasi pada temperatur yang tidak terlalu tinggi, atau ketika dimasukkan lewat kompresor untuk penggunaan di IGCC, umumnya gas perlu dilakukan pendinginan. Khusus untuk tar, sampai saat ini penelitian telah banyak dicurahkan untuk mengatasinya. Tar merupakan gas dari hasil pirolisis dan gasifikasi yang dapat dikondensasi. Tar merupakan produk yang tidak ramah lingkungan. Keberadaan tar dapat menyebabkan fouling, kerusakan peralatan pencucian gas Van der Hoeven, de Lange et al., 2006, membentuk coke dan menyumbat saluran El-Rub, Bramer et al., 2004. Problem tar ini akan semakin kelihatan pada saat gasifikasi sekam padi dan gasifikasi biomassa jenis rerumputan. Dalam gasifikasi biomassa, beberapa peneliti telah melakukan investigasi cara mereduksi tar. Beberapa teknik reduksi tar yang diusulkan antara lain: non-catalytic partial oxidation Brandt, Larsen et al., 2000; Fagbemi, Khezami et al., 2001; Houben, de Lange et al., 2005; Van der Hoeven, de Lange et al., 2006, non-catalytic partial oxidation and steam reforming Onozaki, Watanabe et al., 2006, catalytic oxidation Nordgreen, Liliedahl et al., 2006, catalytic cracking Velegol, Gautam et al., 1997, catalytic steam crackingSimell, Hirvensalo et al., 1999, steam cracking Bajus, Vesely et al., 1980, and pulsed corona discharge Nair, 2004 atau plasma heat. Brandt, P., et al. Brandt, Larsen et al., 2000 mampu mereduksi tar sampai 80 dengan menggunakan metode oksidasi parsial. Mereka mengukur kadar tar ringan dan berat setelah oksidasi parsial sebesar 5300-7500 mgkg serpihan kayu kering. Setelah melakukan perbaikan dari peralatannya untuk memperoleh pencampuran yang lebih baik antara gas dari pirolisis dan udara, tar ringan dan berat dapat diturunkan lagi menjadi 2940-3400 mgkg serpihan kayu kering. Perbandingan udara dan bahan bakar yang digunakan adalah 1,06, perbandingan uap dan bahan bakar yang digunakan adalah 0,3 dan temperatur dalam area oksidasi sebagian adalah 1050-1100 o C. 169 Gasifikasi Teknik reduksi tar dengan plasma telah diteliti oleh Nair tahun 2004 Nair, 2004. Mekanisme reduksi tar dengan menggunakan plasma adalah sebagai berikut: O + condensable gas  products 5.21 Radikal O dibentuk dari cracking oksigen dalam udara dengan plasma. Radikal O yang terbentuk diperkirakan mencapai 1,134 molekul100 eV.

5.9.1. Tar

Tar dapat didefinisikan sebagai semua material organik dalam gas hasil yang dapat terkondensasi tidak termasuk gas hidrokarbon C 1 -C 6 dan benzene. Gambar 5.28 menunjukkan komposisi tar biomassa selama proses gasifikasi. Komponen tar dapat dipisahkan dan diklasifikasikan menjadi 5 kelas berdasarkan unsur kimia, kondensasi dan daya kelarutan yang ditunjukkan pada Tabel 2. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Padban. Tabel 2. Klasifikasi tar Houben, de Lange et al., 2005 Kelas Nama kelas Komponen tar Contoh senyawa 1 Tar tidak terdeteksi GC Gas kromatografi Tar paling berat, tidak dapat dideteksi oleh GC - 2 Heterosiklik Tar mengandung hetero atom, senyawa yang mudah larut dengan air Pyridine, phenol, cresols, quinoline, soquinoline, dibenzophenol 3 Hidrokarbon aromatik ringan LAH Komponen aromatic.hidrokarbon ringan dengan rantai tunggal. Toluene, ethylbenzene, xylenes, styrene 4 Hidrokarbon poli aromatik ringan LPAHs Senyawa 2 dan 3 rantai, terkondensasi pada temperatur rendah dan konsentrasinya sangat rendah Indene, naphthalene, methylnaphthalene, biphenyl, acenaphthalene, fluorine, phenanthrene, anthracene 170 Produksi Gas dari Padatan Kelas Nama kelas Komponen tar Contoh senyawa 5 Hidrokarbon poli aromatik berat HPAHs Lebih besar dari 3 rantai, terkondensasi pada temperatur tinggi dan konsentrasi rendah Fluoranthene, pyrene, chrysene, perylene, coronene Gambar 5.28. Komposisi tar biomassa selama proses gasifikasi Houben, de Lange et al., 2005 Dalam proses gasifikasi adanya tar menimbulkan permasalahan. Gas hasil yang akan dipakai dalam mesin dan turbin gas harus mempunyai kadar tar yang rendah. Tar akan sangat menggangu pada pemakaian mesin dan akan membutuhkan biaya yang besar untuk perawatan. Oleh karena itu tar harus dihilangkan. Ada dua metode yang digunakan dalam penghilangan tar, yaitu metode fisika dan metode kimia. Adapun metode fisika yang sering digunakan adalah cyclone dan scrubber. Sedangkan 7 1 6 13 15 22 24 10 2 5 10 15 20 25 30 171 Gasifikasi metode kimia yang biasa digunakan adalah menggunakan katalis, oksidasi parsial dan reaktor plasma. Pada penelitian ini, penghilangan tar dilakukan dengan menggunakan metode oksidasi parsial. Oksidasi parsial merupakan metode penghilangan tar dengan cara menambahkan sedikit udara oksigen pada gas hasil. Adapun reaksi dari oksidasi parsial adalah sebagai berikut: C x H y + x2+y4 O 2  xCO + y2 H 2 O 5.22 Pada reaksi oksidasi parsial tar direaksikan dengan oksigen udara dibantu dengan percikan api dari busi akan menghasilkan gas CO dan H 2 O. Gambar di bawah ini merupakan skema pemecahan benzena dengan menggunakan oksidasi parsial. Gambar 5.29. Skema pemecahan benzena dengan menggunakan oksidasi parsial Houben, de Lange et al., 2005

5.9.2. Analisis Gas pada Gas Hasil Tanpa Pencucian

Tabel 5.15 menunjukkan komposisi gas CO, CO 2 , O 2 dan N 2 yang terukur menggunakan alat analiser gas untuk berbagai variasi pengujuan. Perlu diketahui bahwa dalam analisis ini, gas gas-gas lain selain CO, CO 2 , dan O 2 dikelompokkan menjadi gas N 2 . Besarnya kadar CO untuk semua variasi dalam pengujian ini berkisar antara 23-26,3. Gas CO 2 tidak terdeteksi pada variasi pengujian dengan lambda 0,3 sedangkan pada lambda 0,5 dideteksi kadar CO 2 sebesar 3-4. Kadar O 2 dalam gas hasil terdeteksi cukup tinggi sebesar 12,6-14. Benzena Fenoksi Siklopentadienil Siklopentadienonil Butadion Fenil 172 Produksi Gas dari Padatan Dari Tabel 5.15 juga terlihat bahwa untuk lambda yang sama, pengaruh laju aliran sekam tidak terlalu berpengaruh pada konsentrasi CO yang dihasilkan. Dengan meningkatkan lambda dari 0,3 menjadi 0,5 akan diperoleh penurunan CO, karena sebagian CO bereaksi dengan O 2 menghasilkan CO 2 . Reaksi ini diprediksikan terjadi pada daerah dekat dengan reaktor dimana temperatur gas masih tinggi. Sedangkan pada daerah yang jauh dari reaktor dimana temperatur gas sudah turun, walaupun terdapat O 2 tetapi tidak terjadi reaksi dengan CO sehingga pada lambda 0,3 tidak ditemukan adanya CO 2 dalam gas hasil. Tabel 5.15. Komposisi gas keluar dari reaktor gasifikasi sebelum dilakukan pencucian Komposi si Gas 5 kg-jam, =0,3 5 kg-jam, =0,5 10 kg-jam, =0,3 10 kg-jam, =0,5 CO 26,3 23,0 26,0 23,3 CO 2 0,0 3,9 0,0 3,2 O 2 12,6 14,0 14,2 13,8 t : 1200 detik t : 2052 detik t : 2711 detik t : 3239 detik t : 3600 detik Gambar 5.30. Profil temperatur secara transien untuk gasifikasi sistem batch Santoso, W.B, 2008 173 Gasifikasi Muncul pertanyaan, darimana datangnya O 2 dalam gas hasil padahal secara teori dengan menggunakan lambda 0,3 dan 0,5 akan diperoleh gas CO dan tidak ada O 2 yang tertinggal dalam produk reaksi gasifikasi. Penjelasan dari terdeteksinya O 2 dalam gas hasil adalah karena pada saat udara melewati sekam dalam reaktor gasifikasi terjadi dalam waktu yang singkat sehingga tidak cukup waktu untuk untuk mereaksikan semua O 2 dalam udara dengan sekam. Penyebab lainnya adalah, temperatur pada bagian dekat dengan dinding reaktor lebih rendah dibandingkan pada bagian dekat dengan sumbu reaktor sehingga menyebabkan udara yang melewati sekam pada bagian dekat dinding tidak menghasilkan reaksi gasifikasi yang sempurna terdapat sejumlah udara yang lewat begitu saja. Gambar 5.30 menunjukkan profil temperatur pada bagian dalam reaktor untuk sistem batch. 5.9.3. Analisis Tar + H