Serbuk Gergaji Kayu Jati

32 Produksi Gas dari Padatan No Material FC VM Abu MC C H O N S LHV HHV Ref. MJkg MJkg 8 Char cangkang kelapa 750 o C 87,17 9,393 2,90 TT 88,95 0,73 6,04 1,38 0,00 31,12 Kaupp, 1984 Cangkang kelapa TT TT TT TT 51,8 6,0 TT TT TT 18,37 Worasuwannarak, Potisri et al., 2004 9 Char Eucalyptus 950 o C 70,32 19,22 10,45 TT 76,10 1,33 11,10 1,02 0,00 27,60 Kaupp, 1984 10 Kayu Beech TT TT 0,65 TT 51,64 6,26 41,45 0,00 0,00 20,38 Kaupp, 1984 11 Kayu Douglas Fir 17,70 81,50 0,80 52,30 6,30 40,50 0,10 0,00 21,05 Kaupp, 1984 12 Kayu Pine Ponderosa 17,17 82,54 0,29 49,25 5,99 44,36 0,06 0,03 20,02 Kaupp, 1984 13 Kayu Poplar TT TT 0,65 51,64 6,26 41,45 0,00 0,00 20,75 Kaupp, 1984 14 Kayu Alder merah 12,50 87,10 0,40 49,55 6,06 43,78 0,13 0,07 19,30 Kaupp, 1984 15 Kayu merah 16,10 83,50 0,40 53,50 5,90 40,30 0,10 0,00 21,03 Kaupp, 1984 16 Kayu Pine Kuning TT TT 1,31 52,60 7,00 40,10 0,00 0,00 22,30 Kaupp, 1984 17 Kayu Fir Putih 16,58 83,17 0,25 49,00 5,98 44,75 0,05 0,01 19,95 Kaupp, 1984 18 Kayu Oak Putih 17,20 81,28 1,52 49,48 5,38 43,13 0,35 0,01 19,42 Kaupp, 1984 19 Kayu Mangga 11,36 85,64 2,98 46,24 6,08 44,42 0,28 TT 19,17 Kaupp, 1984 20 Eucalyptus Camaldulensis 17,82 81,42 0,76 49,00 5,87 43,97 0,30 0,01 19,42 Kaupp, 1984 33 Bahan Bakar Padat No Material FC VM Abu MC C H O N S LHV HHV Ref. MJkg MJkg 21 Poplar 16,35 82,32 1,33 48,45 5,85 43,69 0,47 0,01 19,38 Kaupp, 1984 51,65 5,99 41,75 0,60 0,02 Gaur and Reed, 1998 22 Cangkang Walnut 21,16 78,28 0,56 49,98 5,71 43,35 0,21 0,01 20,18 Kaupp, 1984 23 Wheat straw 19,80 71,30 8,90 43,20 5,00 39,40 0,61 0,11 17,51 Kaupp, 1984 48,08 6,08 43,99 1,19 0,28 Gaur and Reed, 1998 24 Cotton Stalk 22,43 70,89 6,68 43,64 5,81 43,87 0,00 0,00 18,26 Kaupp, 1984 25 Corn Stover 19,25 75,17 5,58 43,65 5,56 43,31 0,61 0,01 17,65 Kaupp, 1984 26 Miscanthus TT TT TT 53,31 4,63 41,59 0,21 0,11 Gaur and Reed, 1998 TT : Tidak tercantum Tabel 2.10. Hasil analisis abu berbagai bahan bakar padat Material SiO 2 Al 2 O 3 TiO 2 Fe 2 O 3 CaO MgO Na 2 O K 2 O P 2 O 5 SO 3 Literatur Jerami Padi 74,67 1,04 0,09 0,85 3,01 1,75 0,96 12,3 1,41 1,24 Gaur and Reed, 1998 Jerami wheat 54,64 5,73 0,23 6,16 5,02 2,45 2,16 14,09 2,43 3,03 Gaur and Reed, 1998 Miscanthus 70,60 1,10 0,06 1,00 7,50 2,50 0,17 12,80 2,00 1,70 Gaur and Reed, 1998 Poplar 1,17 0,41 0,21 0,76 59,16 5,76 0,31 26,76 0,20 5,26 Gaur and Reed, 1998 Bagas 41,87 22,25 3,87 20,90 3,50 1,45 0,26 2,59 1,13 0,90 Gaur and Reed, 1998 34 Produksi Gas dari Padatan Tabel 2.11. Kadar selulosa, hemiselulosam dan lignin dalam bahan bakar padat. No Material Hemiselulosa Selulosa Lignin Literatur 1 Jerami padi 27,2 34,0 14,2 Mohan , Pittman et al., 2006 2 Kayu birch 25,7 40,0 15,7 Mohan , Pittman et al., 2006 3 Rata-rata kayu kering 25-35 40-50 TT Mohan , Pittman et al., 2006 4 Kayu lunak 28 TT TT Mohan , Pittman et al., 2006 5 Kayu keras 35 TT TT Mohan , Pittman et al., 2006 6 Bagas 36 47 17 Miller and Bellan, 1996 7 Beech 48 28 24 Miller and Bellan, 1996 8 Cherry 42 34 24 Miller and Bellan, 1996 9 Maple 40 38 22 Miller and Bellan, 1996 10 Oak 35 40 25 Miller and Bellan, 1996 11 Sekam Olive 22 33 45 Miller and Bellan, 1996 12 Pinus 50 27 23 Miller and Bellan, 1996 13 Poplar 48 30 22 Miller and Bellan, 1996 14 Sekam Padi 34,4 29,3 19,2 Williams and Nugranad TT : Tidak tercantum 35 Bahan Bakar Padat Soal Bab II. 2.1. Hitunglah diameter partikel dari hasil pengujian sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Angka Tyler mesh Bukaan ayakan mm Fraksi massa yang tersisa 2 12 8 1 3 6,73 4 4,76 5 5 4 6 3,36 2 7 2,83 8 2,38 10 9 2 10 1,68 1 12 1,41 4 14 1,19 16 1 5 20 0,841 24 0,707 28 0,595 5 32 0,5 35 0,42 42 0,354 15 48 0,297 60 0,25 15 65 0,21 80 0,177 10 100 0,149 10 115 0,125 150 0,105 170 0,088 10 200 0,074 250 0,063 2 270 0,053 325 0,044 400 0,037 100 0,149 5 Jumlah 100 36 Produksi Gas dari Padatan 2.2. Jelaskan pengertian analisis proksimasi dan ultimasi. 2.3. Dari analisis ultimasi yang terdapat pada Tabel 2.9, maka tentukan rumus kimia CxHyOz yang umum dari: a. Sekam padi. b. Bagase c. Batu bara 2.4. Jelaskan perbedaan kadar karbon dalam analisis ultimasi dan kadar fixed carbon dalam analisis proksimasi. 2.5. Jelaskan pengertian hemiselulosa, selulosa, dan lignin. 2.6. Jelaskan pentingnya mengetahui kadar abu dan titik pelelehan abu dalam proses pembakaran dan gasifikasi. 2.7. Jelaskan pengertian nilai kalor dan buat perbandingan nilai kalor dari berbagai bahan bakar padat. 2.8. Diketahui biomasa sekam padi sebanyak 1 ton mempunyai kadar air dalam basis basah adalah 15. Hitunglah kadar air sekam padi tersebut dalam basis kering. Berapa energi yang digunakan untuk mengeringkan sekam padi tersebut sampai kadarnya 9 dalam basih basah. Perlu diketahui bahwa air membutuhkan energi sebanyak 2,3 MJkg untuk menguap dan 0,3 MJkg untuk memanaskan dari temperatur 30 o C menjadi 100 o C. Asumsikan bahwa efisiensi mesin pengering saudara adalah 70. 37 Kinetika Reaksi BAB KNETKA REAKS

3.1. Pengantar

Kinetika reaksi menunjukkan formula untuk mengetahui laju reaksi. Informasi kinetika reaksi diperlukan dalam perancangan dan simulasi. Pada umumnya, reaksi kimia pada fase gas dinyatakan dengan persamaan: eE dD cC bB    3.1 Laju reaksi maju dari kiri ke kanan dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan, yaitu:     c b C B k r 3.2 Nilai laju reaksi balik dari kanan ke kiri adalah:     e d E D k r 1 1  3.3 Pada reaksi kesetimbangan, yaitu saat laju reaksi maju sama dengan lau reaksi balik, maka berlaku: 1 r r  3.4 Sehingga:         e d c b E D k C B k 1  3.5         p c b e d K C B E D k k   1 3.6 Dimana p K adalah konstanta kesetimbangan. 38 Produksi Gas dari Padatan Vant’t Hoff menyatakan bahwa secara termodinamika konstanta kesetimbangan dapat dinyatakan denga persamaan:   2 ln RT H dT K d o p   3.7 Dimana o H  adalah panas dari reaksi kkalmol dan R adalah konstanta gas. Dengan mengkombinasikan persamaan di atas, maka didapatkan persamaan sebaga berikut:     2 1 ln ln RT H dT k d dT k d o    3.8 Dari definisi diketahui bahwa 1 E E H o    3.9 Sehingga:     2 1 2 1 ln ln RT E RT E dT k d dT k d    3.10 Dua suku pada Persamaan 3.10 di atas, salah satunya merupakan reaksi maju dan yang lain merupakan reaksi mundur. Keduanya mempunyai perbedaan dalam pengertiannya, dimana pada reaksi maju berlaku:   2 ln RT E dT k d  3.11 Sedangkan pada reaksi mundur berlaku:   2 1 1 ln RT E dT k d  3.12 Bila diintregalkan dapat diperoleh persamaan Arrhenius:   dT RT E k d    2 ln 3.13 39 Kinetika Reaksi Atau C RT E k    ln 3.14  A C RT E C RT E e e e k      3.15 Jadi persamaan Arrhenius menjadi: RT E Ae k   3.16 Nilai E diartikan oleh Arrhenius sebagai energi lebih dari total energi rata-rata yang harus dimiliki oleh reaktan untuk melangsungkan adanya reaksi. Arrhenius menyatakan nilai E sebagai energi aktivasi dan menghubungkannya dengan energi kritis yang dibutuhkan untuk membentuk kondisi aktif atau kondisi transisi antar reaktan dan produk. Bilangan eksponensial seringkali diartikan sebagai fraksi molekul yang digunakan untuk mencapai energi yang dibutuhkan. stilah ”A” faktor pre eksponensial diartikan sebagai kombinasi dari parameter frekuensi ikatan molekul, faktor orientasi, dan hal lain yang berpengaruh terhadap laju reaksi. Kemudian, meskipun A terlihat dalam persamaan di atas sebagai konstanta, nilai dari A meliputi massa dan luas bidang permukaan melintang dari molekul yang terlibat. Dari teori ikatan, nilai A mempunyai ketergantungan pada temperatur mutlak. Temperatur sangat berpengaruh terhadap nilai eksponensial, namun nilai A lebih mudah untuk dinyatakan sebagai konstanta. Laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi dari material yang bereaksi. Pada reaksi orde satu, laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi dari reaktan   C , atau:     C k dt C d   3.17 Untuk sebuah sistem dengan konsentrasi awal   o C dan konsentrasi pada saat t adalah   t C maka: 40 Produksi Gas dari Padatan     kt o t e C C   3.18 Berbagai reaksi penting dalam pembakaran mengikuti persamaan matematika orde satu, yang meliputi berbagai reaksi dalam proses pirolisis. Konsekuensi penting dari reaksi orde satu yaitu waktu yang digunakan untuk menyelesaikan fraksi tertentu dari reaksi tidak tergantung dari konsentrasi awal. Pada proses gasifikasi dan pirolisis, penting untuk mengetahui karakteristik dari prosesnya. Karakteristik proses tersebut diantaranya adalah energi aktivasi dan faktor pre- eksponensial, yang dapat dicari dengan analisis termogravimetri menggunakan persamaan Arrhenius. Semakin mudah suatu bahan untuk bereaksi artinya energi aktivasi dari bahan tersebut adalah rendah. 3.2. Analisis Termogravimtri Analisis termogravimetri TG adalah suatu teknik untuk mempelajari kestabilan termal dari suatu material dan untuk menghitung dan memahami profil laju reaksi dari material. Prinsip dasar dari analisis termogravimetri adalah pemanasan suatu bahan pada tempat khusus dengan temperatur dan waktu tertentu, hingga mengalami penurunan pada massanya. Dari grafik penurunan massa terhadap waktu inilah yang nantinya dapat menunjukkan karakteristik dari bahan yang dipanaskan. Standar massa sampel yang dipakai dalam operasi pada analisis ini bervariasi dari 5 mg – 15 g. Pada proses pirolisis yang menggunakan prinsip analisis termogravimetri jika perlu dapat dipakai gas lembam berupa N 2 . Penggunaan dari gas lembam ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya gas O 2 dari udara bebas. Pada analisis analisis termogravimetri biasanya menggunakan temperatur yang tetap pada bagian luar T wall . Panas yang dijaga konstan pada bagian luar ini kemudian akan menaikkan temperatur pada material yang akan dipirolisis. Sumber panas biasanya diperoleh dari kawat pemanas atau bisa menggunakan torch dengan bahan bakar gas hasil. Penurunan massa dalam fraksi massa dari bahan yang dipirolisis dibuat grafik untuk laju penurunan massanya. 41 Kinetika Reaksi Persamaan yang akan dipakai adalah turunan dari persamaan Arrhenius, yaitu: RT E Ae dt dY   3.19 dimana dY : penurunan fraksi massa, dt : perubahan waktu A : faktor pre-eksponensial, e : Bilangan alami 2,71828 E : energi aktivasi bahan Jmol, R : konstanta gas 8,31 Jmol K T : temperatur K Y dapat diperoleh dari pembagian massa sesaat m t dengan massa awal sampel m o . o t m m Y  3.20 RT E Ae dt dY   3.21 Persamaan 3.21 kemudian diubah menjadi: RT E A dt dY       ln ln 3.22 Data hasil penelitian yang diperoleh pertama kali adalah m o, m t dan temperatur untuk setiap waktu yang kemudian dapat dikonversi menjadi dYdt. Dengan membuat ln dari dYdt maka didapat ln dYdt. Hasil dari ln dYdt kemudian dibuat grafik hubungan antara ln dYdt dengan 1T solid . Grafik yang terbentuk kemudian dicari persamaan garis lurusnya melalui regresi linear seperti pada Gambar 2.3.