38
Pendapat lain dikemukakan oleh Rudy Brets 2004 dalam Asra 2007: 5- 7 ada 7 tujuh klasifikasi media, yaitu: 1 Media audio visual gerak, seperti: film
bersuara, pita video, film pada televisi, Televisi, dan animasi. 2 Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, halaman suara, dan sound slide. 3 Audio
semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara. 4 Media visual bergerak, seperti: film bisu. 5 Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone, slide bisu.
6 Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio. 7 Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
Klasek 1997 dalam Asra 2007: 5.7-5.8 membagi media pembelajaran sebagai berikut: 1 media visual, 2 media audio, 3 media “display”, 4
pengalaman nyata dan simulasi, 5 media cetak, 6 belajar terprogram, 7 pembelajaran melalui komputer atau sering dikenal Program Computer Aided
Instruction CAI.
2.2.7.4 Media Audio Visual
Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, film,
dan slide suara. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media audio dan visual. Menurut
Herdiananda 2010:15 media audio visual dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu : 1 Slide Suara, adalah pengembangan dari slide biasa yang
belum menggunakan suara kemudian digabungkan dengan audio yang berhubungan dengan temanya. Slide suara biasanya berupa power point yang berisi
materi pembelajaran disertai dengan suara. 2 Film Nyata, yaitu film yang
39
menggambarkan kejadian tertentu secara lebih hidup, karena diperagakan langsung oleh manusia atau makhluk hidup lainnya dan ditampilkan apa adanya sesuai
dengan alur cerita. Film nyata dapat berupa film dokumenter, sinetron, radio vision dan sebagainya. 3 Film Tidak Nyata, secara umum menggambarkan kejadian
tertentu dengan disertai alur cerita. Namun, film tidak nyata termasuk film ringan dan cenderung menghibur. Film kartun dan animasi merupakan film tidak nyata,
karena dalam penggambaran cerita tidak diperagakan langsung oleh makhluk hidup.
2.2.7.5 Film Kartun
Menurut Sibero 2008 dalam Herdiannanda 2010: 16 film kartun dapat disebut juga sebagai film animasi. Film kartun adalah bentuk dari gambar animasi
2 dimensi 2D. Istilah animasi berasal dari bahasa Yunani anima, artinya jiwa atau hidup. Kata animasi dapat juga berarti memberikan hidup sebuah objek
dengan cara menggerakkan objek gambar dengan waktu tertentu. Chandra 2000 dalam Herdiannanda 2010: 16 menjelaskan animasi adalah sebuah rangkaian
gambar atau obyek yang bergerak dan seolah-olah hidup. Animasi tidak hanya digunakan untuk hiburan saja, animasi dapat juga digunakan untuk media-media
pendidikan, informasi, dan media pengetahuan lainnya. Film kartun dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Terutama pada
materi menyimak cerita anak. Dalam pembelajaran tidak semua film kartun layak dijadikan sebagai media pembelajaran. Guru seharusnya melakukan proses seleksi
terlebih dahulu mana film yang relevan dan layak dijadikan media pembelajaran. Penggunaan media audio visual film kartun dapat melatih keterampilan yang
40
berhubungan dengan aspek-aspek menyimak. Kelebihan media audio visual ini adalah selain dapat didengar suaranya juga dapat dilihat gambarnya sehingga dapat
merangsang partisipasi aktif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Cara penggunaan media audio visual cukup mudah, guru hanya menyiapkan VCDDVD
player dan televisi atau proyektor. Setelah VCDDVD diputarkan kemudian siswa disuruh menyimak isi cerita anak tersebut.
2.3 Kerangka Berfikir
Tujuan pembelajaran bahasa adalah membantu siswa mengembangkan keterampilan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis. Salah satu
keterampilan siswa yang mendasar adalah keterampilan menyimak. Keterampilan tersebut berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik di masyarakat
maupun di sekolah. Hal ini dikarenakan keterampilan menyimak memiliki pengaruh terhadap keterampilan bahasa lainnya seperti berbicara, menulis dan
membaca. Burhan 1971 dalam Ariani 2009: 2 menjelaskan bahwa “Pelajar atau mahasiswa yang tidak pandai mendengarkan pelajarankuliah yang diberikan
gurudosennya akan mendapat kesukaran dalam mengikuti pelajarannya itu, bahkan besar sekali kemungkinannya gagal bagi mereka.” Dengan demikian
keterampilan menyimak di sekolah dasar perlu ditingkatkan karena dengan keterampilan menyimak yang baik, siswa akan memiliki dan akan
mengaplikasikan keterampilan-keterampilan berbahasa yang baik pula. Pembelajaran menyimak seringkali mengalami kendala yang menyebabkan
siswa menjadi tidak termotivasi dan merasakan kejenuhan. Salah satu