2. Taksonomi biji alpukat
Kingdom : Plantae Tumbuhan
Subkingdom : Tracheobionta Tumbuhan berpembuluh
Super Divisi : Spermatophyta Menghasilkan biji
Divisi : Magnoliophyta Tumbuhan berbunga
Kelas : Magnoliopsida berkeping dua dikotil
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili :
Lauraceae Genus
: Persea
Spesies : Persea americana Mill.
Plantamor, 2012
3. Kandungan kimia dan kegunaannya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Malangngi, Meiske, dan Jessy, 2012, biji Persea americana Mill. memiliki kandungan kimia berupa tannin.
Selain itu, biji Persea americana Mill. juga memiliki kandungan saponin, flavonoid, alkaloid, steroid, glikosida sianogen dan fenol Arukwe, dkk., 2012.
Infusa biji alpukat dapat digunakan sebagai agen nefroprotektif pada tikus terinduksi karbon tertraklorida Yoseph, 2013. Infusa biji alpukat dapat
digunakan sebagai agen hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tertraklorida Permatasari, 2013. Ekstrak etanol biji alpukat memiliki aktivitas
antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas DPPH Malangngi dkk., 2012. Ekstrak air biji alpukat memiliki aktivitas mengontrol hipertensi dan
penyakit kardiovaskular Imafidon dan Amaechina, 2011. Ekstrak air biji alpukat juga memiliki efek hipoglikemik pada tikus diabetes yang terinduksi
aloksan Alhassan, et al., 2012 dan memiliki aktivitas antimikroba Idris dkk., 2009. Biji alpukat memiliki aktivitas antiinflamasi dan meningkatkan sistem
imun Arukwe, et al., 2012.
B. Toksikologi
Toksikologi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari antaraksi berbahaya zat kimia atau senyawa asing terhadap sistem biologi
makhluk hidup Donatus, 2005. Kondisi efek toksik adalah keadaan atau faktor yang mempengaruhi
keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun di dalam tubuh sehingga menentukan keberadaan kadar dan lama tinggal senyawa atau metabolitnya di
tempat aksi dan keefektifan antaraksinya mekanisme aksi. Keadaan ini bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup Donatus, 2005.
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari
sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia,
sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan penggunaan pada manusia Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014.
Pada dasarnya, uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni uji ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji
toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Contoh uji ketoksikan
tak khas adalah uji ketoksikan akut, subkronis dan kronis. Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang
khas suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Contoh uji ketoksikan khas adalah uji potensiasi, kekarsinogenikan, kemutagenikan, reproduksi, kulit, mata,
dan perilaku Donatus, 2005.
C. Toksisitas Subakut
Toksisitas subakut merupakan salah satu jenis uji toksikologi. Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan
dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari 3 bulan Gad, 2002. Tujuan uji toksisitas subakut adalah untuk memperoleh informasi adanya efek
toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut; informasi kemungkinan adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka
waktu tertentu; informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksik No Observed Adverse Effect Level
NOAEL; dan mempelajari adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas zat tersebut Kepala Badan Pengawas Obar dan
Makanan Republik Indonesia, 2014. Uji ini dapat memberikan gambaran tentang toksisitas calon obat herbal
terstandar pada penggunaan berulang untuk jangka waktu yang relatif lama. Kecenderungan akumulasi dan reversibilitas efek toksik calon obat herbal