Hidrogel merupkan polimer hidrofilik, mengandung 85 – 95 air atau
campuran air dengan alkohol. Contoh dari hidrogel adalah: asam poliakrilat Carbopol
®
, sodium karboksimetilselulosa, atau selulose ester nonionik. Formulasi dengan hidrogel harus menggunakan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba. Setelah pemakaian, hidrogel membarikan sensasi dingin pada kulit karena adanya pelarut yang menguap. Gel mudah diaplikasikan dan
mudah melembabkan kulit, namun penambahan pada humektan tetap disarankan dalam formulasinya Aulton, 2013.
Salah satu alasan mengapa hidrogel lebih disukai sebagai komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat adalah kompatibilitasnya yang relatif
baik dengan jaringan biologis Zatz dan Kushla, 1996. Setelah pemakaian, hidrogel akan meninggalkan lapisan tipis yang transparan dan memiliki daya lekat
yang tinggi, serta mudah dicuci dengan air Voigt, 1994.
E. Bahan Formulasi
1. Gelling Agent
Gelling Agent yang digunakan dalam percobaan ini adalah Carbopol
®
. Carbopol
®
merupakan polimer asam akrilat yang mempunyai rantai cross-link dengan polialkenil eter, alil sukrosa, atau divinil alkohol. Polimer Carbopol
®
mempunyai kemampuan untuk menyerap air dalam jumlah banyak. Polimer ini mengembang sampai 1000 kali dari volume asal dan diameternya ikut
mengembang sampai 10 kali dalam bentuk gel ketika dilarutkan dalam air dengan pH di atas pKa 6. Dalam proses pengembangan ini terjadi ionisasi gugus
karboksilat pada backbone polimer sehingga partikel negatif akan saling tolak
menolak menyebabkan gel mengembang Carnali dan Naser 1992; Rowe et al., 2006. Formulasi sediaan semisolid menggunakan Carbopol
®
terbukti aman dan efektif karena mempunyai potensi iritan yang sangat rendah dan tidak memicu
kulit sensitive untuk pemakaian yang berulang. Karena mempunyai bobot molekul yang cukup tinggi, Carbopol
®
tidak terpenetrasi ke dalam kulit maupun mempengaruhi senyawa obat yang didispersikan Chadha, 2009.
Gambar 5. Struktur Carbopol
®
Rowe et al., 2006.
2. Penetration enhancer
Penetration enhancer digunakan untuk meningkatkan transport obat
melalui sawar kulit. Terdapat bermacam-macam mekanisme dalam meningkatkan penetrasi, salah satunya interaksi antara enhancer dengan gugus kepala polar dari
struktur fosfolipid pada kulit sehingga dapat meningkatkan penetrasi obat. Mekanisme lain melalui interaksi antar lemak pada gugus kepala dan struktur
lemak yang berubah karena adanya fasilitator terhadap difusi senyawa hidrofilik Vikas, 2011.
Penetration enhancer yang ideal harus dapat mengurangi pertahanan
sawar kulit pada stratum corneum secara reversibel tanpa merusak sel kulit.
Menunrun Finnin et al. cit. Rachakonda, 2008, penetration enhancer yang ideal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Inert secara farmakologis.
2. non-toksik, tidak mengiritasi, dan non-alergenik.
3. Mempercepat onset dengan waktu dan durasi yang tepat sesuai dengan tujuan
terapi. 4.
Efeknya bersifat reversible pada stratum corneum. 5.
Kompatibel secara disik dan kimia dengan sediaan. 6.
Tidak mahal dan acceptable ketika digunakan untuk kosmetik. Berdasarkan konsep partisi obat terhadap struktur lemak-protein, terdapat
tiga peran utama penetration enhancer Vikas, 2011: 1.
Perusakan struktur lemak – enhancer mengubah struktur lemak stratum corneum
dan membuatnya menjadi permeabel terhadap obat. 2.
Modifikasi protein – surfaktan ionik, desilmetilsulfoksida dan DMSO berinteraksi dengan keratin pada korneosit dan membuka struktur protein yang
semula rapat sehingga lebih permeabel. 3.
Peningkatan partisi – penggunaan pelarut yang mengubah kelarutan obat pada lapisan tanduk dan meningkatkan kekuatan partisi dari obat, sebagai co-
enhancer maupun kosolven.
Bermacam-macam jenis penetration enhancer di antaranya Trommer dan Neubert, 2006: alkohol dan glikol, alkyl-N,N-disubstitusi aminoasetat, azon
dan turunannya, ester, asam lemak, propilen glikol, pirolidon, sulfoksida,
surfaktan, terpen dan terpenoid, urea dan turunannya. Oleum menthae piperita atau peppermint oil merupakan minyak hasil distilasi dari bagian tanaman
Menthae piperita yang berupa cairan tidak berwarna atau kekuningan atau kuning
kehijauan; berubah gelap dan kental karena penyimpanan atau terkena udara; memiliki aroma khas yang kuat, rasa pedas diikuti sensasi dingin ketika
diaplikasikan. Dalam peppermint oil mengandung banyak terpen: pinene, phellandrene,
sineol 3,5 – 14, limonene 1 – 5, menthone 14 – 32,
menthol 30
– 55, menthofuran 1 – 9, isomenthone 1,5 – 10, menthyl acetate
2,8 – 10, pulegone 4, dan carvone ≤1 Sayre, 1917; Alankar,
2009. Struktur terpen berbentuk rantai isoprena berulang yang dikelompokkan sesuai dengan jumlah unit isoprenanya. Klasifikasi terpen meliputi monoterpen
yang mempunyai dua unit isoprena C
10
, seskuiterpen yang mempunyai tiga unit C
15
, dan diterpen yang mempunyai empat unit isopren C
20
units Sinha dan Kaur 2000. Terpen merupakan komponen yang sangat lipofilik karena
mempunyai koefisien partisi oktanolair yang tinggi Williams dan Barry 2004. Terpen diketahui mempunyai aktivitas sebagai penetration enhancer
dengan memodifikasi kelarutan pelarut pada stratum corneum sehingga dapat meningkatkan partisi obat ke dalam kulit Vikas, 2011. Aktivitas terpen
dipengaruhi oleh kecocokan struktur kimia terpen tersebut dan sifat fisika kimia dari senyawa yang akan ditranspor. Senyawa yang bersifat lipofilik lebih baik
dipermeasikan dengan terpen yang bersifat lipofilik Okabe, Takayama, Ogura, dan Nagai, 1989.
Pada penggunaan peppermint oil sebagai penetration enhancer dalam sediaan perlu dilakukan uji iritasi karena kandungan menthol di dalamnya
dilaporkan menimbulkan iritasi sedang pada kulit dan sedikit mengiritasi mata meskipun tidak menyebabkan edema yang berkelanjutan Asbill et al., 2000.
Menurut Orafidiya dan Oladimeji 2002, rHLB minyak peppermint adalah sebesar 12,3.
3. Propilen Glikol