Benzalkonium klorida dan ekstrak tempe dilarutkan pada propilen glikol karena kepolarannya yang relatif rendah sehingga kurang larut dalam air.
Digunakan benzalkonium klorida sebagai pengawet karena menurut Rowe et al., 2006 benzalkonium klorida kompatibel dengan carbomer dan bisa digunakan
pada sediaan gel apabila jumlah yang digunakan tidak melebihi 0,01 dari bahan dan merupakan alternatif dari penggunaan paraben yang tidak kompatibel dengan
surfaktan non-ionik seperti Tween 80. Pengawet benzalkonium klorida bersifat tidak iritatif ketika diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa.Aktivitas
mikrobanya aktif pada pH 4 – 11 Rowe et al., 2006. Tidak digunakan ethanol
dalam melarutkan ekstrak tempe dalam sediaan gel karena penambahan ethanol pada Carbopol
®
akan membuatnya menjadi suspensi, bukan dispersi halus Chadha, 2009, sehingga akan menurunkan kejernihan warna gel. Minyak
peppermint ditambahkan terakhir untuk mencegah penguapan bahan.
D. Uji Sifat Fisik
1. Uji Organoleptis dan pH
Pengamatan organoleptis penting dilakukan untuk memastikan penampilan fisik dari sediaan gel yang dibuat cukup acceptable atau tidak, dilihat
dari bentuk, warna dan baunya. Dari keempat formula tersebut semuanya berbentuk semisolid, warnanya kuning agak coklat terang, dan pada formula 1, 2,
dan formula 3 baunya khas bau minyak peppermint yang semakin kentara semakin bertambahnya minyak peppermint yang ditambahkan. Pada formula 0
yang tidak menggunakan minyak peppermint bau yang dominan berasal dari
ekstrak tempe yang digunakan, sehingga dapat disimpulkan penambahan minyak peppermint
memperbaiki bau sediaan kosmetik dan dapat meningkatkan akseptabilitas pasien.
Uji pH dilakukan untuk memastikan pH sediaan gel anti-aging ekstrak tempe berada pada pH yang cocok pada kulit manusia, sehingga meminimalkan
terjadinya iritasi. Hasil pengukuran pH pada keempat formula dengan tiga kali replikasi menunjukkan pH berkisar antara 5,5
– 6,0 di mana rentang pH ini masuk pada rentang pH fisiologis kulit manusia, yaitu 4,5
– 6,5 Trenggono dan Latifah, 2007.
2. Uji Viskositas
Viskositas merupakan salah satu faktor yang diamati dalam menentukan akseptabilitas sediaan ketika digunakan oleh konsumen. Viskositas menyatakan
secara langsung kekentalan sediaan tersebur, karena yang diamati adalah ketahanan sediaan untuk mengalir dalam suatu sistem di bawah stress yang
diberikan. Makin kental suatu cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan untuk digunakan supaya cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu
Martin, et al., 1993. Viskositas suatu sediaan diharapkan tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah karena akan mempengaruhi daya sebarnya. Seiring dengan
meningkatnya viskositas, maka dapat meningkatkan waktu retensi pada tempat aplikasi namun akan menurunkan daya sebarnya Garg, et al., 2002. Viskositas
yang dikehendaki pada sediaan gel anti-aging ekstrak kedelai yaitu 200-300 dPas. Pengujian viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan bertujuan untuk
membebaskan sistem dari pengaruh energi dan gaya geser yang ditimbulkan selama pembuatan, yang dapat mempengaruhi nilai viskositas. Digunakan rotor
nomor 2 dalam pengukuran viskositas dengan menggunakan viscotester Rion- Japan seri VT-04 karena memiliki rentang 100
– 4000 dPas. Saat pengukuran, setelah sediaan dituang ke dalam wadah viscotester kemudian didiamkan terlebih
dahulu selama 5 menit yang bertujuan untuk membebaskan emulgel dari pengaruh gaya geser setelah pemindahan tempat. Nilai viskositas emulgel ditunjukkan
dengan skala yang ditunjukkan oleh jarum pada alat viscotester tersebut. Penambahan propilen glikol sebagai pada sediaan gel dapat meningkatkan
viskositas gel karena mekanismenya membentuk ikatan hidrogen antara gugus –
OH pada propilen glikol dengan air yang terdapat pada lingkungan Prankerd, 2004 sehingga meningkatkan interaksi antar molekul hidrogel dan meningkatkan
ketahanan gel. Hasil dari pengukuran viskositas untuk keempat formula tersebut
menunjukkan bahwa sediaan mempunyai viskositas yang sesuai dengan criteria yang diharapkan. Nilai viskositas Formula 0 adalah 283,33 ± 2,89; Formula 1:
280; Formula 2: 238,33 ± 2,89; Formula 3: 221,67 ± 2,89. Viskositas tiap formula kemudian diuji secara statistik untuk melihat
apakah ada pengaruh yang signifikan dari penambahan minyak peppermint dalam gel ekstrak tempe terhadap sifat fisik gel. Pertama-pertama dilakukan uji Shapiro-
Wilk untuk melihat normalitas data. Hasil dari uji Saphiro-Wilk untuk data
viskositas menunjukkan semua formula tidak mempunyai p-value di atas 0,05 yang berarti ada kelompok data yang tidak terdistribusi normal sehingga tergolong
data non-parametris. Untuk data non-parametris dilakukan uji Kruskal-wallis untuk melihat adanya perbedaan antar kelompok perlakuan. Hasil dari uji
Kruskal-wallis menyatakan p-value yang didapat kurang dari 0,05; yaitu 0,01675
untuk viskositas dan 0,02981 untuk daya sebar sehingga dapat dikatakan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok atau lebih yang berbeda signifikan.
Tabel 6. Hasil Uji Saphiro-Wilk Viskositas
Formula p-value
F0 2.2 e
-16
F1 2.2 e
-16
F2 2.2 e
-16
F3 2.2 e
-16
Selanjutnya dilakukan analisis Post-Hoc dari uji Kruskal-wallis, yaitu uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon dilakukan dengan membandingkan antara F0 dan F1, F0
dan F2, F0 dan F3, F1 dan F2, F1 dan F3, F2 dan F3. Hasil uji Wilcoxon pada viskositas menunjukkan semua perbandingan mempunyai nilai p-value lebih dari
0,05 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan pada perbandingan-perbandingan tersebut.
Perbedaan hasil uji Kruskal-wallis dengan hasil uji Wilcoxon dikarenakan pada uji Wilcoxon yang dilakukan tidak dapat menghitung p-value dengan tepat jika
terdapat ties atau data yang identik dalam satu kelompok yang sama Ligges, 2008.
3. Uji Daya Sebar