HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman, di Yogyakarta (kajian faktor umur dan aktivitas fisik).

Tabel IX. Perbedaan Faktor Aktivitas Fisik Terhadap Umur, Tekanan Darah Sistolik TDS, Tekanan Darah Diastolik TDD, Denyut Nadi, dan Body Mass Index BMI Mean±SD p Mengatur Aktivitas Fisik Ya Tidak Umur 53,30±9,87 54,24±10,29 0,194 Tekanan Darah Sistolik TDS 138,81±22,80 140,51±23,98 0,311 Tekanan Darah Diastolik TDD 80,89±11,89 81,66±14,03 0,405 Denyut Nadi 80,26±11,29 80,06±13,51 0,825 Body Mass Index BMI 23,61±4,28 23,58±3,89 0,919 Data pada Tabel IX didapat dengan menggunakan uji t tidak berpasangan yang merupakan uji hipotesis komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok distribusi normal. Nilai p yang didapat lebih dari 0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan rerata umur, TDS, TDD, denyut nadi, dan BMI antara kelompok responden yang melakukan pengaturan aktivitas fisik dan tidak pengaturan aktivitas fisik. A. Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan Gambar 6. Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Responden Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan berdasarkan ‘Rule of Halves’ Prevalensi responden dengan tekanan darah ≥14090 mmHg dalam penelitian ini adalah proporsi responden dalam populasi yang dianggap Responden Penelitian di Kecamatan Kalasan 813 responden Tekanan darah ≥14090mmHg 357 responden Sadar terhadap hipertensi 91 responden 25,5 Terapi hipertensi 45 responden 12,6 Tekendali 14090mmHg 4 responden 1,1 Tidak terkendali 14090mmHg 41 responden 11,5 Tidak terapi hipertensi 46 responden 12,9 Tidak sadar terhadap hipertensi 266 responden 74,5 Tekanan darah 14090mmHg 456 responden menderita hipertensi. Dari responden total pada penelitian di Kecamatan Kalasan, prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg adalah 43,9 dan prevalensi tekanan darah 14090 mmHg adalah 56,1. Penelitian ini menggunakan ‘Rule of Halves’ sebagai dasar acuan, namun apabila dibandingkan dengan hasil penelitian tidak terlalu sesuai karena responden yang memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg lebih dari setengah, begitupula pada tingkat kesadaran dan pengendalian tekanan darah. Kesadaran pada penelitian ini adalah responden tekanan darah ≥14090 mmHg yang sadar mengalami hipertensi dari pemeriksaan sebelumnya memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg. Gambar 6 menunjukkan bah wa responden yang sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan responden tidak sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg sebesar 74,5. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran di Kecamatan Kalasan rendah karena yang sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg tidak lebih dari setengah responden hipertensi, sehingga apabila penelitian dihubungkan dengan “Rule of Halves ” menunjukkan ketidaksesuaian. Pada studi yang dilakukan oleh Varadaja dan Arun 2014, tingkat ketidaksadaran terhadap hipertensi lebih tinggi 65,4 apabila dibandingkan dengan aturan normal pada “Rule of Halves ” yang seharusnya 50. Terapi hipertensi adalah upaya pengobatan yang dilakukan seseorang yang menderita hipertensi secara rutin. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa responden dengan tekanan darah ≥14090 mmHg yang melakukan terapi ada setengah dari populasi responden yang sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa responden dengan tekanan darah ≥14090 mmHg yang melakukan terapi relatif banyak karena ada setengah dari responden yang sadar hipertensi melakukan terapi, sehingga sesuai dengan “Rule of Halves”. Pada studi yang dilakukan oleh Zhao et al. 2013, terdapat peningkatan tingkat terapi yang dilakukan oleh responden hipertensi meningkat dari 1,0 pada tahun 1998 menjadi 17,4 pada tahun 2010. Namun apabila dilihat dari presentase tingkat terapi yang dilakukan responden hipertensi, tingkat terapi hipertensi masih terbilang rendah. Tabel X. Terapi Obat Antihipertensi Responden Hipertensi di Kecamatan Kalasan Golongan Nama Obat Frekuensi Persen ACEI Captopril 24 54,5 CCB Amlodipine 11 25 ARB Valsartan 1 2,3 Lupa Obat 8 18,2 Terapi hipertensi dapat dilakukan dengan terapi non-farmakologi, yaitu dengan mengatur pola hidup, seperti pengaturan aktivitas fisik secara rutin dan mengatur diet, atau dengan terapi farmakologi, yaitu dengan menggunakan obat antihipertensi. Pada Tabel X, dapat dilihat bahwa setengah dari responden yang melakukan terapi menggunakan obat antihipertensi golongan ACEI Angiostensin-Converting Enzyme Inhibitor, yaitu Captopril. Golongan obat antihipertensi lain yang digunakan adalah golongan CCB Calcium Channel Blocker, yaitu Amlodipine dan golongan ARB Angiotensin II Receptor Blocker, yaiu Valsartan. Selain itu terdapat pula responden yang menggunakan terapi non-farmakologi dengan rutin, yaitu dengan mengkonsumsi buah mengkudu yang merupakan tanaman yang dapat menurunkan tekanan darah. Menurut penelitian Sari 2015, buah mengkudu Morinda citrifolia L. memiki kandungan bahan aktif, yaitu xeronin dan scopoletin yang dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi menjadi normal. Pengendalian hipertensi adalah terkendalinya tekanan darah 14090mmHg responden hipertensi yang menerima dan melakukan terapi secara rutin. Gambar 6 menunjukkan bahwa pengendalian tekanan darah di Kecamatan Kalasan rendah karena kurang dari setengah responden dengan tekanan darah ≥14090 mmHg yang melakukan terapi tekanan darahnya terkendali. Hasil penelitian tidak sesuai dengan “Rule of Halves” karena pengendalian tekanan darah kurang dari setengah responden dengan tekanan darah ≥14090 mmHg yang melakukan terapi. Studi yang dilakukan oleh Pires et al. 2013 diperoleh tingkat pengendalian tekanan darah rendah. Responden yang melakukan terapi hipertensi dan tekanan darahnya terkontrol hanya 13,9. Pada studi yang dilakukan Varadaraja dan Arun 2014, Rule of Halves digunakan sebagai standar pengukuran menunjukkan pada studi populasi memiliki tingkat kesadaran dan terapi dibandingkan tingkat terapi. B. Perbedaan Faktor Umur dan Aktivitas Fisik Terhadap Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan Pada penelitian “Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan, DI Yogyakarta ”, peneliti terfokus pada faktor umur dan aktivitas fisik. Prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg di Kecamatan Kalasan cukup banyak, karena hasil dari penelitian ini hampir setengah dari masyakarat Kecamatan Kalasan memiliki tekanan darah ≥14090mmHg, yaitu 43,9. Menurut Setiati 2002, prevalensi hipertensi di Indonesia pada populasi dewasa yang berumur ≥40 tahun adalah 37,3 dari 1.814 subyek. Semakin bertambahnya umur kemungkinan penderita hipertensi semakin tinggi. Pada penelitian ini, umur menjadi salah satu faktor yang harus diteliti oleh tim penelitian payung yang dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu 40-59 tahun, dan 60-75 tahun. Tabel XI. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik Terhadap Prevalensi Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan Prevalensi p OR 95 CI ≥14090 mmHg 14090 mmHg n n Umur Tahun 0,01 2,76 2,01-3,77 60-75 143 61,6 89 38,4 40-59 214 36,8 367 63,2 Pengaturan Aktivitas Fisik 0,56 1,10 0,82-1,46 Tidak 134 42,5 181 57,5 Ya 223 44,8 275 55,2 Nilai p 0,05 menunjukkan adanya perbedaan proporsi antar kelompok Pada penelitian ini didapatkan hasil pengaruh faktor umur terhadap prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg adalah 0,05 Tabel XI. Hasil tersebut menunjukkan H ditolak karena probabilitas kurang dari 0,05. Uji hipotesis yang digunakan adalah Uji Chi Square, dengan nilai p0,05 yang diartikan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg dengan faktor umur. Parameter kekuatan hubungan yang digunakan adalah Odds Ratio OR, yaitu sebesar 2,76 dengan Confidence Interval 95 sehingga dapat diartikan responden dalam rentang umur 60-75 tahun 2,76 kali lebih banyak memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg dibandingkan responden dalam rentang umur 40-59 tahun. Peningkatan tekanan darah seiring dengan peningkatan umur. Sekitar 65 orang Amerika yang berumur 60 tahun atau lebih tua dari 60 tahun memiliki tekanan darah tinggi NIH, 2012. Studi yang dilakukan Tee et al. 2010 menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat hubungan antara faktor umur dengan prevalensi hipertensi. Pada studi tersebut dinyatakan bahwa peningkatan prevalensi hipertensi berbanding lurus dengan peningkatan umur. Apabila disejajarkan dengan teori tersebut, hasil penelitian sesuai dengan teori. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kalasan memperoleh hasil mengenai profil aktivitas fisik, yaitu sebanyak 498 responden 61,3 tidak melakukan pengaturan aktivitas fisik, 176 responden 21,6 melakukan pengaturan aktivitas fisik sebanyak 1-4 kali dalam seminggu, dan 139 responden 17,1 melakukan pengaturan aktivitas fisik sebanyak 5 kali sampai setiap hari dalam seminggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Kecamatan Kalasan kurang melakukan pengaturan aktivitas fisik. Menurut American Heart Association 2014, kurangnya melakukan aktivitas fisik meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung dan stroke, dan memberikan kontribusi obesitas. Pada Tabel XI diperoleh nilai p, yaitu 0,83. Hasil tersebut menunjukkan bahwa H diterima karena nilai p 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara faktor pengaturan aktivitas fisik terhadap prevalensi tekanan darah. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Kalasan berprofesi sebagai petani. Profesi petani yang dilakukan oleh sebagian besar petani banyak melakukan pengaturan aktivitas fisik yang termasuk dalam kriteria dalam penelitian ini, hal ini menyebabkan pada faktor aktivitas fisik, responden penelitian yang tercatat mengatur aktivitas fisik lebih dari setengah populasi responden penelitian. Mengatur aktivitas fisik membantu menurunkan tekanan darah, mengontrol berat badan, dan mengurangi stress. Mengatur aktivitas fisik seperti berolahraga secara teratur, seperti berjalan atau bersepeda dapat mengurangi risiko hipertensi Fagard, 2011. Tabel XII. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik Terhadap Kesadaran Hipertensi Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan Kesadaran p OR 95 CI Ya Tidak n n Umur Tahun 0,46 0,81 0,49-1,32 60-75 33 23,1 110 76,9 40-59 58 27,1 156 72,9 Pengaturan Aktivitas Fisik 0,90 0,95 0,58-1,55 Tidak 35 26,1 99 73,9 Ya 56 25,1 167 74,9 Tingkat kesadaran akan hipertensi terbilang rendah, dan dari hasil penelitian yang ditinjau dari faktor umur menyimpulkan bahwa seiring pertambahan umur, tingkat kesadaran akan hipertensi menurun. Rendahnya tingkat kesadaran akan hipertensi menyebabkan banyak penderita hipertensi yang berada di Kecamatan Kalasan tidak melakukan terapi. Tingkat kesadaran lebih tinggi pada kelompok umur 40-59 tahun dibandingkan kelompok umur 60-75 tahun. Hal didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Muntner et al. 2004 bahwa tingkat kesadaran pada kelompok umur 50 tahun ke atas dan perempuan. Hasil penelitian yang dipaparkan oleh Tabel XII menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara faktor pengaturan aktivitas fisik terhadap kesadaran hipertensi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p yang diperoleh 0,05, yaitu 0,90. Kesadaran masyarakat Kecamatan Kalasan terbukti cukup rendah, hal ini terlihat setelah dilakukan penelitian terkait aktivitas fisik di Kecamatan Kalasan. Pemeliharaan terkait kesehatan yang kurang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kalasan menjadi salah satu faktor pemicu tekanan dara h ≥14090 mmHg. Pemeliharaan terkait kesehatan diantaranya adalah pengaturan aktivitas fisik atau pengaturan pekerjaan. Oleh sebab itu salah satu kemungkinan yang menjadi penyebab prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg di Kecamatan Kalasan cukup tinggi. Tabel XIII. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik Terhadap Terapi Hipertensi Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan Terapi p OR 95 CI Ya Tidak n n Umur Tahun 0,08 4,33 0,18-1,04 60-75 12 36,4 21 63,6 40-59 33 56,9 25 43,1 Pengaturan Aktivias Fisik 0,83 0,88 0,38-2,05 Tidak 18 51,4 17 48,6 Ya 27 48,2 29 51,8 Pada Tabel XIII, terapi hipertensi yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kalasan terlihat cukup karena setengah dari responden hipertensi yang sadar bahwa menderita hipertensi melakukan terapi hipertensi rutin. Namun, seiring dengan bertambahnya umur jumlah responden yang melakukan terapi hipertensi rutin menurun. Hal ini mungkin disebabkan karena tingkat kesadaran akan hipertensi pada umur diatas 60 tahun menurun. Hasil penelitian pada Tabel XIII dapat menunjukkan bahwa pengaturan aktivitas fisik terhadap terapi hipertensi tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna. Hal ini ditunjukkan oleh nilai p yang diperoleh 0,05, yaitu 0,83. Hasil ini dapat disebabkan berbagai faktor, diantaranya intensitas aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden penelitian. Studi yang dilakukan oleh Green 2010, direkomendasikan untuk menurunkan tekanan darah adalah intensitas sedang dalam pengaturan aktivitas fisik, yaitu melakukan pengaturan aktivitas fisik seperti berjalan cepat 4 mph, melakukan kegiatan bersih-bersih kategori berat contoh: membersihkan jendela atau mengepel lantai, bersepeda 10-12 mph, badminton atau tenis, 3-5 hari setiap minggu selama 20-60 menit. Tabel XIV. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik Terhadap Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan Terkendali p OR 95 CI Ya Tidak n n Umur Tahun 0,561 Tidak dapat dihitung 60-75 12 100 40-59 4 12,1 29 87,9 Pengaturan Aktivitas Fisik 0,64 2,13 0,20-22,21 Tidak 18 51,4 17 48,6 Ya 27 48,2 29 51,8 Dari 45 responden yang melakukan terapi, hanya empat responden yang tekanan darahnya terkontrol. Empat responden yang melakukan terapi berada dalam rentang umur 40-59 tahun, sedangkan pada umur dalam rentang 60-75 tahun tidak ada satupun responden yang terkontrol tekanan darahnya. Tidak ada satupun responden yang terkontrol menyebabkan data tidak dapat dihitung OR karena pada uji Chi Square tidak boleh ada bagian yang kosong. Hasil studi yang dilakukan oleh Muntner et al. 2004, pada kelompok umur lebih tua hipertensi memiliki pengendalian tekanan darah yang rendah. Pengaruh kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden terhadap faktor umur secara berturut-turut 0,46; 0,29; dan 0,56. Hasil tersebut menunjukkan H diterima karena probabilitas lebih dari 0,05. Nilai p0,05 yang diartikan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden dengan faktor umur. Pada Tabel XIV diperoleh nilai p yang diperoleh, yaitu 0,64. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara faktor pengaturan aktivitas fisik terhadap pengendalian tekanan darah. Menurut Heart Foundation 2014, pengaturan aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebanyak 5-7 mmHg. Tabel XV. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Variabel Lain Mengatur Aktivitas Fisik p OR 95 CI Tidak Ya n n Umur 0,23 1,23 0,89-1,68 60-75 tahun 150 30,1 82 26,0 40-59 tahun 348 69,9 233 74,0 Jenis Kelamin 0,02 1,41 1,05-1,88 Laki-laki 221 44,4 114 36,2 Perempuan 277 55,6 201 63,8 Merokok 0,61 0,92 0,69-1,23 Ya 259 52 170 54 Tidak 239 48,0 145 46,0 Body Mass Index BMI 0,28 1,18 0,89-1,56 ≥23 kgm 2 270 54,2 158 50,2 23 kgm 2 228 45,8 157 49,8 Alkohol 0,52 1,64 1,55-1,73 Ya 2 0,4 0,0 Tidak 496 99,6 315 100 Mengatur pola makan 0,19 1,26 0,90-1,77 Tidak 395 79,3 237 75,2 Ya 103 20,7 78 24,8 Pendidikan 0,03 1,36 1,02-1,82 ≤SMP 324 65,1 182 57,8 SMP 174 34,9 133 42,2 Pekerjaan 0,00 0,59 0,44-0,79 Kurang aktif 148 29,7 131 41,6 Aktif 350 70,3 184 58,4 Penghasilan 0,506 1,13 0,82-0,56 ≤UMR 378 75,9 232 73,7 UMR 120 24,1 83 26,3 Adanya perbedaan proporsi antar kelompok Total responden yang digunakan adalah 813 responden, diantaranya lebih banyak responden perempuan 58,8 dibandingkan responden laki-laki 41,2. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Chi Square , dengan nilai p sebesar 0,023 yang diartikan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan pengaturan aktivitas fisik. Parameter kekuatan hubungan yang digunakan adalah Odds Ratio OR, yaitu sebesar 1,41 kali dengan Confidence Interval 95 sehingga dapat diartikan responden laki-laki mempunyai kemungkinan 1,41 kali untuk tidak melakukan pengaturan aktivitas fisik dibandingkan dengan responden perempuan. Pada tabel XV menunjukan bahwa terdapat hubungan secara statistik antara tingkat pendidikan dengan pengaturan aktivitas fisik. Nilai p adalah 0,038 dan nilai OR 1,36 dengan Confidence Interval 95. Hal ini dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan ≤SMP mempunyai kemungkinan 1,36 kali tidak melakukan pengaturan aktivitas fisik dibandingkan responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan di Kecamatan Kalasan cukup rendah, banyak masyarakat yang kurang menyadari bahwa pengaturan aktivitas fisik dapat mempengaruhi tekanan darah. Sebagian masyarakat Kecamatan Kalasan berprofesi sebagai buruh dan petani yang merupakan pekerjaan dominan aktif. Nilai p0,05 diartikan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan pengaturan aktivitas fisik. Nilai OR, yaitu sebesar 0,59 kali dengan Confidence Interval 95 sehingga dapat diartikan responden dengan pekerjaan yang kurang aktif mempunyai kemungkinan 0,59 kali untuk tidak melakukan pengaturan aktivitas fisik dibandingkan dengan responden dengan pekerjaan aktif. Hasil pada Tabel XI, Tabel XII, Tabel XIII, dan Tabel XIV menunjukkan tidak adanya hubungan antara aktivitas fisik terhadap prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah, sedangkan hasil pada Tabel XV menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik terhadap jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Hal ini dapat diartikan walaupun aktivitas fisik memiliki hubungan terhadap jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan, namun faktor tersebut tersebut tidak mempengaruhi prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah. Pengaturan pola makan dan aktivitas fisik adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat tekanan darah dan hipertensi, sedangkan tingkat ekonomi adalah faktor utama yang memiliki berdampak pada pengobatan dan pengendalian hipertensi. Namun pada studi yang dilakukan oleh Zhao et al. 2013, baik pengaturan pola makan, aktivitas fisik dan tingkat ekonomi tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden hipertensi. 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proporsi prevalensi masyarakat yang memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg sebanyak 43,9, yang sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg sebanyak 25,5, yang melakukan terapi secara rutin sebanyak 12,6 dan yang tekanan darahnya terkendali sebanyak 1,1. 2. Responden dengan kelompok umur 60-75 tahun memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg dengan nilai OR 2,76 95 CI: 2,01-3,77 lebih banyak dibandingkan responden kelompok umur 40-59 tahun. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara faktor umur terhadap kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah. Faktor aktivitas fisik juga tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap prevalensi, kesadaran, dan pengendalian tekanan darah responden 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran berupa: 1. Penelitian selanjutnya Peneliti disarankan meneliti lebih lanjut mengenai prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden dengan melakukan pengukuran tekanan darah lebih dari satu kali untuk mengetahui responden hipertensi atau tidak. 2. Masyarakat Masyarakat yang memiliki tekanan darah tinggi perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin minimal satu bulan sekali di puskesmas, rumah sakit atau tempat kesehata lainnya, melakukan terapi secara rutin, dan memperhatikan gaya hidup yang baik sehingga tekanan darah dapat terkendali. Masyarakat yang tidak memiliki tekanan darah yang tinggi diharapkan memerhatikan beberapa faktor risiko hipertensi, seperti pengaturan aktivitas fisik dan pola makan untuk mencegah terjadi peningkatan tekanan darah. 3. Dinas Kabupaten Sleman Perlu adanya program penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi dan hubungan faktor umur dan aktivitas fisik terhadap hipertensi, agar masyarakat sadar untuk melakukan pengecekan tekanan darah secara rutin untuk mendeteksi dini dan meningkatkan gaya hidup yang sehat terhadap penyakit hipertensi. Daftar Pustaka AHA, 2014, American Heart Association Recommendations for Physical Activity in Adults , American Heart Association, http:www.heart.orgHEARTORGGettingHealthyPhysicalActivityFitn essBasicsAmerican-Heart-Association-Recommendations-for-Physical- Activity-in-Adults_UCM_307976_Article.jsp, diakses pada tanggal 6 September 2015. AHA, 2014, Physical Activity and Blood Pressure, American Heart Association, http:www.heart.orgHEARTORGConditionsHighBloodPressurePreve ntionTreatmentofHighBloodPressurePhysical-Activity-and-Blood- Pressure_UCM_301882_Article.jsp, diakses tanggal 25 Juli 2015. Beevers , D. G., Lip, G. Y. H., O’Brien, E., 2015, ABC of Hypertension, Wiley Blackwell, United Kingdom, pp. 1-9. Bustan, M. N., 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 29-38. Central of Disease Control and Prevention, 2015, Quitting Smoking, http:www.cdc.govtobaccodata_statisticsfact_sheetscessationquitting , diakses pada tanggal 1 Desember 2015. Chataut, J., Adhikari, R. K., and Sinha, N. P., 2011, The Prevalence of and Risk Factors for Hypertension in Adults Living in Central Development Region of Nepal, KUMJ, 9 33, 13-8. Cozza, I. C., Di Sacco, T. H., Salgado, M. C., Dutra S. G, Cesarino, E. J., et al., 2012, Physical Exercise Improves Cardiac Autonomic Modulation in Hypertensive Patients Independently of Angiotensin-Coverting Enzyme Inhibitor Treatment, Hypertens Res, 351, 82-7. Dahlan, M.S., 2009, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal. 41. Dahlan, M.S., 2014, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 6, Epidemologi Indonesia, Jakarta, hal. 33, 92, 165, 252. Davis, M. A., Stewart L., 2005, Hypertension-The Silent Killer Briefing Statement, Faculty of Public Health , 1, 19-5. Departemen Kesehatan RI, 2014, Hipertensi, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan, hal. 1, 3-4, 8. Departemen Kesehatan RI, 2012, Masalah Hipertensi di Indonesia, Departemen Kesehatan RI, http:www.depkes.go.idarticleview1909masalah- hipertensi-di-indonesia.html, diakses tanggal 18 Mei 2015. Eva, P., Haskas, Y., 2014, Faktor Risiko Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makasar, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis , 51, 62. Fagard, R. H., 2011, Exercise Therapy in Hypertensive Cardiovascular Disease, Progress in Cardiovascular Disease , 532011, 404-411. Frerichs, R. R., 2008, Rapid Surveys unpublished, UCLA Departement of Epidemiology, http:www.ph.ucla.eduepirapidsurveysRScourseRSreadings.html, diakses tanggal 7 September. Green, J. B., 2010, Physical Activity: The Best Prescription of Hypertension, www.nchpad.org8174203Physical~Activity~~The~Best~Prescription~ for~Hypertension, diakses tanggal 11 Desember 2015. Gu, D., Reynolds, K., Wu, X., Chen, J., Duan, X., Muntner, P., et al., 2002, Prevalence, Awareness, Treatment, and Control of Hypertension in China, Hypertension , 40, 920-927. Gujarati, D. N., 2007, Dasar-dasar Ekonometrika, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 76-77. Ha, D. A., Goldberg, R. J., Allison, J. J., Chu, T. H., and Nguyen, H. L., 2013, Prevalence, Awareness, Treatment, and Control of High Blood Pressure: A Population-Based Survey in Thai Nguyen, Vietnam, PLoS ONE, 8 6, 1-8. Heart Foundation, 2014, National Heart Foundation of Australia Physical Activity Recommendations For People With Cardiovascular Disease , National Heart Foundation of Australia, Australia, pp. 1-30. Kaur, G., Arora, A. S., Jain, V. K., 2012, Comparin Between OMRON HEM-7203 and HEINE GAMMA G5 Sphygmomanometer in Population Survey, Universal Association of Computer and Electronics Engineers , 349-352. Kementrian Kesehatan RI, 2014, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 7 Kementerian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 122-123. Kutnikar, J.V., Basavegowda, M., Kokkada, V., Ashok, N.C., 2014, Prevalence of Hypertension and Assessment of “Rule of Halves” in Rural Population of Bsavanapura Village, Nanjangud Taluk, South India, Heart India, 24, 99-103. Lawes, C. M. M., Hoorn, S. V., Rodgers, A., 2008, Global Buden of Blood- Pressure-Related Disease 2001, Lancet, 371, 1513-18. Mancia, G., Fargard, R., Narkiewicz, K., Red όn, J., Zanchetti, A., Bӧhm, M., et al., 2013, The Task Force for The Management of Arterial Hypertension of European Society of Hypertension ESH and of the European Society of Cardiology ESC, J Hypertens, 31, 1286. Malekzadeh, M. M., Etemadi, A., Kamangar, F., Khademi, H., Golozar, A., Islami, F., et al., 2013, Prevalence, Awareness, and Risk Factors of Hypertension in A Large Cohort of Iranian Adult Population, J Hypertens, 317, 1364- 1371. MHRA, 2013, Blood Pressure Measurement Devices, Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency, p. 5. Muntner, P., Gu, D., Wu, X., Duan, X., Wenqi, G., Whelton, P. K., et al., 2004, Factor Associated With Hypertension Awareness, Treatment, and Control in a Representative Sample of Chinese Population, Hypertension, 43, 578- 585. Musinguzi, G., and Nuwaha, F., 2013, Prevalence, Awareness and Control of Hypertension in Uganda, PLoS ONE, 84, e62236. Mungreiphy, N. K., Kapoor, S., Sinha, R., 2011, Association between BMI, Blood Pressure, and Age Study among Tangkhul Naga Tribal Males of Northeast India, Hindawi Publishing Corporations, 1-6. NIH, 2012, Who Is at Risk for High Blood Pressure? , http:www.nhlbi.nih.govhealthhealth-topicstopicshbpatrisk, diakses pada tanggal 25 Juli 2015. Nwankwo, T., Yoon, S.S., Burt, C.V., Gu, Q., 2013, Hypertension Among Adults in the United States: National Health and Nutrition Examination Survey 2011- 2012, NCHS Publication, 133, 1-7. Palatini, P., Visentin, P., Dorigatti, F., Guarnieri, C., Santonastaso, M., Cozzio, S., et al ., 2009, Regular Physical Activity Prevents Development of Left Ventricular Hypertrophy in Hypertension, Eur Heart J, 302, 225-32. Park, K., 2013, Textbook of Preventive and Social Medicine, 22th ed., Bhanot Publishers, Jabalpur, p. 345.

Dokumen yang terkait

Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden yang berusia 40 tahun ke atas di Kecamatan Kalasan, Sleman, D.I.Y. (faktor usia dan merokok).

0 0 2

Prevalensi, kesadaran, terapi dan pengendalian tekanan darah responden berusia 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman, DIY pada tahun 2015 (kajian faktor umur dan jenis kelamin).

0 1 113

Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden 40 – 75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman, DIY (kajian faktor umur dan Body Mass Index (BMI)).

0 1 98

Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden hipertensi di Desa Wedomartani, Kabupaten Sleman, Yogyakarta (kajian faktor sosio-ekonomi).

0 1 96

Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah pada responden berusia 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman (kajian faktor usia dan tingkat pendidikan).

1 1 95

Prevalensi, kesadaran, terapi dan pengendalian tekanan darah responden 40 tahun ke atas di Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta (kajian faktor umur dan jenis pekerjaan).

0 0 93

Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden hipertensi di Desa Wedomartani, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor gaya hidup sehat.

0 0 83

Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta (kajian usia dan penghasilan).

1 3 107

Prevalensi, kesadaran, terapi dan pengendalian tekanan darah responden hipertensi di Desa Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta (kajian usia, jenis kelamin, bmi, dan risiko kardiovaskular).

0 0 83

Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman, DIY (kajian faktor umur dan pengaturan diet).

5 38 107