HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden 40-75 tahun di Kecamatan Kalasan, Sleman, di Yogyakarta (kajian faktor umur dan aktivitas fisik).
Tabel IX. Perbedaan Faktor Aktivitas Fisik Terhadap Umur, Tekanan Darah Sistolik TDS, Tekanan Darah Diastolik TDD, Denyut Nadi, dan Body Mass
Index BMI
Mean±SD p
Mengatur Aktivitas Fisik
Ya Tidak
Umur
53,30±9,87 54,24±10,29
0,194
Tekanan Darah Sistolik TDS
138,81±22,80 140,51±23,98
0,311
Tekanan Darah Diastolik TDD
80,89±11,89 81,66±14,03
0,405
Denyut Nadi 80,26±11,29
80,06±13,51 0,825
Body Mass Index BMI 23,61±4,28
23,58±3,89 0,919
Data pada Tabel IX didapat dengan menggunakan uji t tidak berpasangan yang merupakan uji hipotesis komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok
distribusi normal. Nilai p yang didapat lebih dari 0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan rerata umur, TDS,
TDD, denyut nadi, dan BMI antara kelompok responden yang melakukan pengaturan aktivitas fisik dan tidak pengaturan aktivitas fisik.
A. Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan
Gambar 6. Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Responden Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan
berdasarkan ‘Rule of Halves’ Prevalensi responden dengan
tekanan darah ≥14090 mmHg dalam penelitian ini adalah proporsi responden dalam populasi yang dianggap
Responden Penelitian di Kecamatan Kalasan
813 responden Tekanan darah
≥14090mmHg 357 responden
Sadar terhadap hipertensi
91 responden 25,5 Terapi hipertensi
45 responden 12,6 Tekendali
14090mmHg 4 responden 1,1
Tidak terkendali 14090mmHg
41 responden 11,5 Tidak terapi hipertensi
46 responden 12,9 Tidak sadar terhadap
hipertensi 266 responden 74,5
Tekanan darah 14090mmHg
456 responden
menderita hipertensi. Dari responden total pada penelitian di Kecamatan Kalasan, prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg adalah 43,9 dan
prevalensi tekanan darah 14090 mmHg adalah 56,1. Penelitian ini menggunakan ‘Rule of Halves’ sebagai dasar acuan, namun apabila
dibandingkan dengan hasil penelitian tidak terlalu sesuai karena responden yang memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg lebih dari setengah,
begitupula pada tingkat kesadaran dan pengendalian tekanan darah. Kesadaran pada penelitian ini adalah responden tekanan darah
≥14090 mmHg yang sadar mengalami hipertensi dari pemeriksaan sebelumnya
memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg. Gambar 6 menunjukkan bah
wa responden yang sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan responden tidak sadar memiliki
tekanan darah ≥14090 mmHg sebesar 74,5. Hal ini menunjukkan bahwa
kesadaran di Kecamatan Kalasan rendah karena yang sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg tidak lebih dari setengah responden
hipertensi, sehingga apabila penelitian dihubungkan dengan “Rule of Halves
” menunjukkan ketidaksesuaian. Pada studi yang dilakukan oleh Varadaja dan Arun 2014, tingkat ketidaksadaran terhadap hipertensi lebih
tinggi 65,4 apabila dibandingkan dengan aturan normal pada “Rule of Halves
” yang seharusnya 50. Terapi hipertensi adalah upaya pengobatan yang dilakukan
seseorang yang menderita hipertensi secara rutin. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa responden dengan
tekanan darah ≥14090 mmHg yang
melakukan terapi ada setengah dari populasi responden yang sadar memiliki tekanan darah ≥14090 mmHg. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa
responden dengan tekanan darah ≥14090 mmHg yang melakukan terapi relatif banyak karena ada setengah dari responden yang sadar hipertensi
melakukan terapi, sehingga sesuai dengan “Rule of Halves”. Pada studi yang dilakukan oleh Zhao et al. 2013, terdapat peningkatan tingkat terapi yang
dilakukan oleh responden hipertensi meningkat dari 1,0 pada tahun 1998 menjadi 17,4 pada tahun 2010. Namun apabila dilihat dari presentase
tingkat terapi yang dilakukan responden hipertensi, tingkat terapi hipertensi masih terbilang rendah.
Tabel X. Terapi Obat Antihipertensi Responden Hipertensi di Kecamatan Kalasan
Golongan Nama Obat
Frekuensi Persen
ACEI Captopril
24 54,5
CCB Amlodipine
11 25
ARB Valsartan
1 2,3
Lupa Obat 8
18,2 Terapi hipertensi dapat dilakukan dengan terapi non-farmakologi,
yaitu dengan mengatur pola hidup, seperti pengaturan aktivitas fisik secara rutin dan mengatur diet, atau dengan terapi farmakologi, yaitu dengan
menggunakan obat antihipertensi. Pada Tabel X, dapat dilihat bahwa setengah dari responden yang melakukan terapi menggunakan obat
antihipertensi golongan ACEI Angiostensin-Converting Enzyme Inhibitor, yaitu Captopril. Golongan obat antihipertensi lain yang digunakan adalah
golongan CCB Calcium Channel Blocker, yaitu Amlodipine dan golongan ARB Angiotensin II Receptor Blocker, yaiu Valsartan. Selain itu terdapat
pula responden yang menggunakan terapi non-farmakologi dengan rutin, yaitu dengan mengkonsumsi buah mengkudu yang merupakan tanaman
yang dapat menurunkan tekanan darah. Menurut penelitian Sari 2015, buah mengkudu Morinda citrifolia L. memiki kandungan bahan aktif,
yaitu xeronin dan scopoletin yang dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi menjadi normal.
Pengendalian hipertensi adalah terkendalinya tekanan darah 14090mmHg responden hipertensi yang menerima dan melakukan
terapi secara rutin. Gambar 6 menunjukkan bahwa pengendalian tekanan darah di Kecamatan Kalasan rendah karena kurang dari setengah responden
dengan tekanan darah ≥14090 mmHg yang melakukan terapi tekanan darahnya terkendali. Hasil penelitian tidak sesuai dengan “Rule of Halves”
karena pengendalian tekanan darah kurang dari setengah responden dengan tekanan darah ≥14090 mmHg yang melakukan terapi. Studi yang dilakukan
oleh Pires et al. 2013 diperoleh tingkat pengendalian tekanan darah rendah. Responden yang melakukan terapi hipertensi dan tekanan darahnya
terkontrol hanya 13,9. Pada studi yang dilakukan Varadaraja dan Arun 2014, Rule of Halves digunakan sebagai standar pengukuran menunjukkan
pada studi populasi memiliki tingkat kesadaran dan terapi dibandingkan tingkat terapi.
B. Perbedaan Faktor Umur dan Aktivitas Fisik Terhadap Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75
Tahun di Kecamatan Kalasan
Pada penelitian “Prevalensi, Kesadaran, Terapi, dan Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan, DI
Yogyakarta ”, peneliti terfokus pada faktor umur dan aktivitas fisik.
Prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg di Kecamatan Kalasan cukup banyak, karena hasil dari penelitian ini hampir setengah dari
masyakarat Kecamatan Kalasan memiliki tekanan darah ≥14090mmHg, yaitu 43,9. Menurut Setiati 2002, prevalensi hipertensi di Indonesia pada
populasi dewasa yang berumur ≥40 tahun adalah 37,3 dari 1.814 subyek. Semakin bertambahnya umur kemungkinan penderita hipertensi semakin
tinggi. Pada penelitian ini, umur menjadi salah satu faktor yang harus diteliti oleh tim penelitian payung yang dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu
40-59 tahun, dan 60-75 tahun. Tabel XI. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik Terhadap
Prevalensi Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan
Prevalensi p
OR 95 CI
≥14090 mmHg
14090 mmHg
n n
Umur Tahun
0,01 2,76
2,01-3,77 60-75
143 61,6
89 38,4
40-59 214
36,8 367
63,2
Pengaturan Aktivitas Fisik
0,56 1,10
0,82-1,46 Tidak
134 42,5
181 57,5
Ya 223
44,8 275
55,2 Nilai p 0,05 menunjukkan adanya perbedaan proporsi antar kelompok
Pada penelitian ini didapatkan hasil pengaruh faktor umur terhadap prevalensi
tekanan darah ≥14090 mmHg adalah 0,05 Tabel XI. Hasil
tersebut menunjukkan H ditolak karena probabilitas kurang dari 0,05. Uji
hipotesis yang digunakan adalah Uji Chi Square, dengan nilai p0,05 yang diartikan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara
prevalensi tekanan darah ≥14090 mmHg dengan faktor umur. Parameter kekuatan hubungan yang digunakan adalah Odds Ratio OR, yaitu sebesar
2,76 dengan Confidence Interval 95 sehingga dapat diartikan responden dalam rentang umur 60-75 tahun 2,76 kali lebih banyak memiliki tekanan
darah ≥14090 mmHg dibandingkan responden dalam rentang umur 40-59 tahun. Peningkatan tekanan darah seiring dengan peningkatan umur. Sekitar
65 orang Amerika yang berumur 60 tahun atau lebih tua dari 60 tahun memiliki tekanan darah tinggi NIH, 2012. Studi yang dilakukan Tee et al.
2010 menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat hubungan antara faktor umur dengan prevalensi hipertensi. Pada studi tersebut dinyatakan
bahwa peningkatan prevalensi hipertensi berbanding lurus dengan peningkatan umur. Apabila disejajarkan dengan teori tersebut, hasil
penelitian sesuai dengan teori. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kalasan memperoleh hasil
mengenai profil aktivitas fisik, yaitu sebanyak 498 responden 61,3 tidak melakukan pengaturan aktivitas fisik, 176 responden 21,6 melakukan
pengaturan aktivitas fisik sebanyak 1-4 kali dalam seminggu, dan 139 responden 17,1 melakukan pengaturan aktivitas fisik sebanyak 5 kali
sampai setiap hari dalam seminggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Kecamatan Kalasan kurang melakukan pengaturan
aktivitas fisik. Menurut American Heart Association 2014, kurangnya melakukan aktivitas fisik meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung
dan stroke, dan memberikan kontribusi obesitas. Pada Tabel XI diperoleh nilai p, yaitu 0,83. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa H diterima karena nilai p 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara faktor pengaturan aktivitas fisik terhadap prevalensi tekanan darah. Sebagian besar masyarakat
Kecamatan Kalasan berprofesi sebagai petani. Profesi petani yang dilakukan oleh sebagian besar petani banyak melakukan pengaturan
aktivitas fisik yang termasuk dalam kriteria dalam penelitian ini, hal ini menyebabkan pada faktor aktivitas fisik, responden penelitian yang tercatat
mengatur aktivitas fisik lebih dari setengah populasi responden penelitian. Mengatur aktivitas fisik membantu menurunkan tekanan darah, mengontrol
berat badan, dan mengurangi stress. Mengatur aktivitas fisik seperti berolahraga secara teratur, seperti berjalan atau bersepeda dapat
mengurangi risiko hipertensi Fagard, 2011. Tabel XII. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik
Terhadap Kesadaran Hipertensi Responden 40-75 Tahun di Kecamatan Kalasan
Kesadaran p
OR 95 CI
Ya Tidak
n n
Umur Tahun
0,46 0,81
0,49-1,32 60-75
33 23,1
110 76,9
40-59 58
27,1 156
72,9
Pengaturan Aktivitas Fisik
0,90 0,95
0,58-1,55 Tidak
35 26,1
99 73,9
Ya 56
25,1 167
74,9
Tingkat kesadaran akan hipertensi terbilang rendah, dan dari hasil penelitian yang ditinjau dari faktor umur menyimpulkan bahwa seiring
pertambahan umur, tingkat kesadaran akan hipertensi menurun. Rendahnya tingkat kesadaran akan hipertensi menyebabkan banyak penderita hipertensi
yang berada di Kecamatan Kalasan tidak melakukan terapi. Tingkat kesadaran lebih tinggi pada kelompok umur 40-59 tahun dibandingkan
kelompok umur 60-75 tahun. Hal didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Muntner et al. 2004 bahwa tingkat kesadaran pada
kelompok umur 50 tahun ke atas dan perempuan. Hasil penelitian yang dipaparkan oleh Tabel XII menunjukkan
bahwa tidak ada pengaruh antara faktor pengaturan aktivitas fisik terhadap kesadaran hipertensi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p yang diperoleh
0,05, yaitu 0,90. Kesadaran masyarakat Kecamatan Kalasan terbukti cukup rendah, hal ini terlihat setelah dilakukan penelitian terkait aktivitas
fisik di Kecamatan Kalasan. Pemeliharaan terkait kesehatan yang kurang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kalasan menjadi salah satu faktor
pemicu tekanan dara h ≥14090 mmHg. Pemeliharaan terkait kesehatan
diantaranya adalah pengaturan aktivitas fisik atau pengaturan pekerjaan. Oleh sebab itu salah satu kemungkinan yang menjadi penyebab prevalensi
tekanan darah ≥14090 mmHg di Kecamatan Kalasan cukup tinggi.
Tabel XIII. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik Terhadap Terapi Hipertensi Responden 40-75 Tahun di Kecamatan
Kalasan
Terapi p
OR 95 CI
Ya Tidak
n n
Umur Tahun
0,08 4,33
0,18-1,04 60-75
12 36,4
21 63,6 40-59
33 56,9
25 43,1
Pengaturan Aktivias Fisik
0,83 0,88
0,38-2,05 Tidak
18 51,4
17 48,6 Ya
27 48,2
29 51,8 Pada Tabel XIII, terapi hipertensi yang dilakukan oleh masyarakat
Kecamatan Kalasan terlihat cukup karena setengah dari responden hipertensi yang sadar bahwa menderita hipertensi melakukan terapi
hipertensi rutin. Namun, seiring dengan bertambahnya umur jumlah responden yang melakukan terapi hipertensi rutin menurun. Hal ini
mungkin disebabkan karena tingkat kesadaran akan hipertensi pada umur diatas 60 tahun menurun.
Hasil penelitian pada Tabel XIII dapat menunjukkan bahwa pengaturan aktivitas fisik terhadap terapi hipertensi tidak menunjukkan
adanya perbedaan bermakna. Hal ini ditunjukkan oleh nilai p yang diperoleh 0,05, yaitu 0,83. Hasil ini dapat disebabkan berbagai faktor, diantaranya
intensitas aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden penelitian. Studi yang dilakukan oleh Green 2010, direkomendasikan untuk menurunkan
tekanan darah adalah intensitas sedang dalam pengaturan aktivitas fisik, yaitu melakukan pengaturan aktivitas fisik seperti berjalan cepat 4 mph,
melakukan kegiatan bersih-bersih kategori berat contoh: membersihkan
jendela atau mengepel lantai, bersepeda 10-12 mph, badminton atau tenis, 3-5 hari setiap minggu selama 20-60 menit.
Tabel XIV. Pengaruh Faktor Umur dan Pengaturan Aktivitas Fisik Terhadap Pengendalian Tekanan Darah Responden 40-75 Tahun di
Kecamatan Kalasan
Terkendali p
OR 95 CI
Ya Tidak
n n
Umur Tahun
0,561 Tidak dapat
dihitung 60-75
12 100
40-59 4
12,1 29 87,9
Pengaturan Aktivitas Fisik
0,64 2,13
0,20-22,21 Tidak
18 51,4 17 48,6
Ya 27 48,2 29
51,8 Dari 45 responden yang melakukan terapi, hanya empat responden
yang tekanan darahnya terkontrol. Empat responden yang melakukan terapi berada dalam rentang umur 40-59 tahun, sedangkan pada umur dalam
rentang 60-75 tahun tidak ada satupun responden yang terkontrol tekanan darahnya. Tidak ada satupun responden yang terkontrol menyebabkan data
tidak dapat dihitung OR karena pada uji Chi Square tidak boleh ada bagian yang kosong. Hasil studi yang dilakukan oleh Muntner et al. 2004, pada
kelompok umur lebih tua hipertensi memiliki pengendalian tekanan darah yang rendah. Pengaruh kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah
responden terhadap faktor umur secara berturut-turut 0,46; 0,29; dan 0,56. Hasil tersebut menunjukkan H
diterima karena probabilitas lebih dari 0,05. Nilai p0,05 yang diartikan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden dengan faktor umur.
Pada Tabel XIV diperoleh nilai p yang diperoleh, yaitu 0,64. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara faktor pengaturan
aktivitas fisik terhadap pengendalian tekanan darah. Menurut Heart Foundation
2014, pengaturan aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebanyak 5-7 mmHg.
Tabel XV. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Variabel Lain
Mengatur Aktivitas Fisik p
OR 95 CI
Tidak Ya
n n
Umur
0,23 1,23
0,89-1,68 60-75 tahun
150 30,1
82 26,0
40-59 tahun 348
69,9 233
74,0
Jenis Kelamin
0,02 1,41
1,05-1,88 Laki-laki
221 44,4
114 36,2
Perempuan 277
55,6 201
63,8
Merokok
0,61 0,92
0,69-1,23 Ya
259 52
170 54
Tidak 239
48,0 145
46,0
Body Mass Index BMI
0,28 1,18
0,89-1,56 ≥23 kgm
2
270 54,2
158 50,2
23 kgm
2
228 45,8
157 49,8
Alkohol
0,52 1,64
1,55-1,73 Ya
2 0,4
0,0 Tidak
496 99,6
315 100
Mengatur pola makan
0,19 1,26
0,90-1,77 Tidak
395 79,3
237 75,2
Ya 103
20,7 78
24,8
Pendidikan
0,03 1,36
1,02-1,82 ≤SMP
324 65,1
182 57,8
SMP 174
34,9 133
42,2
Pekerjaan
0,00 0,59
0,44-0,79 Kurang aktif
148 29,7
131 41,6
Aktif 350
70,3 184
58,4
Penghasilan
0,506 1,13
0,82-0,56 ≤UMR
378 75,9
232 73,7
UMR 120
24,1 83
26,3 Adanya perbedaan proporsi antar kelompok
Total responden yang digunakan adalah 813 responden, diantaranya lebih banyak responden perempuan 58,8 dibandingkan
responden laki-laki 41,2. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Chi Square
, dengan nilai p sebesar 0,023 yang diartikan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan pengaturan aktivitas
fisik. Parameter kekuatan hubungan yang digunakan adalah Odds Ratio OR, yaitu sebesar 1,41 kali dengan Confidence Interval 95 sehingga
dapat diartikan responden laki-laki mempunyai kemungkinan 1,41 kali untuk tidak melakukan pengaturan aktivitas fisik dibandingkan dengan
responden perempuan. Pada tabel XV menunjukan bahwa terdapat hubungan secara
statistik antara tingkat pendidikan dengan pengaturan aktivitas fisik. Nilai p adalah 0,038 dan nilai OR 1,36 dengan Confidence Interval 95. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan ≤SMP mempunyai kemungkinan 1,36 kali tidak melakukan pengaturan
aktivitas fisik dibandingkan responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan di Kecamatan Kalasan cukup rendah, banyak
masyarakat yang kurang menyadari bahwa pengaturan aktivitas fisik dapat mempengaruhi tekanan darah.
Sebagian masyarakat Kecamatan Kalasan berprofesi sebagai buruh dan petani yang merupakan pekerjaan dominan aktif. Nilai p0,05
diartikan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan pengaturan aktivitas fisik. Nilai OR, yaitu sebesar 0,59
kali dengan Confidence Interval 95 sehingga dapat diartikan responden dengan pekerjaan yang kurang aktif mempunyai kemungkinan 0,59 kali
untuk tidak melakukan pengaturan aktivitas fisik dibandingkan dengan responden dengan pekerjaan aktif.
Hasil pada Tabel XI, Tabel XII, Tabel XIII, dan Tabel XIV menunjukkan tidak adanya hubungan antara aktivitas fisik terhadap
prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah, sedangkan hasil pada Tabel XV menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik
terhadap jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Hal ini dapat diartikan walaupun aktivitas fisik memiliki hubungan terhadap jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan, namun faktor tersebut tersebut tidak mempengaruhi prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian
tekanan darah. Pengaturan pola makan dan aktivitas fisik adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat tekanan darah dan hipertensi, sedangkan
tingkat ekonomi adalah faktor utama yang memiliki berdampak pada pengobatan dan pengendalian hipertensi. Namun pada studi yang
dilakukan oleh Zhao et al. 2013, baik pengaturan pola makan, aktivitas fisik dan tingkat ekonomi tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap
prevalensi, kesadaran, terapi, dan pengendalian tekanan darah responden hipertensi.
52