1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Waktu merupakan sumber yang sangat berharga bagi kehidupan manusia karena dengan adanya waktu, individu dapat melakukan berbagai
macam kegiatan yang berguna dalam hidupnya. Selain itu, individu juga dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Hal ini serupa dengan yang
dikemukakan oleh Lakein 1992. Ia mengemukakan bahwa waktu adalah hidup yang tidak dapat diganti apalagi diulang. Dengan membuang-buang
waktu maka seseorang membuat hidup menjadi sia-sia. Akan tetapi, jika seseorang mampu mengelola waktu dengan baik maka hidup akan lebih
bermanfaat karena banyak hal penting yang dapat dilakukan. Setiap manusia memiliki waktu 24 jam dalam sehari untuk
melakukan aktivitasnya namun terkadang waktu 24 jam tersebut dirasakan kurang untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Hal ini menandakan bahwa
individu tersebut terlalu banyak memiliki kegiatan sedangkan waktu yang dimilikinya terbatas sehingga individu harus dapat mengatur waktu sebaik
mungkin agar dapat mencapai tujuannya. Inilah alasan mengapa manajemen waktu sangat diperlukan Das dan Mishra, 2010. Manajemen
waktu sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Covey 1994 mengatakan jika individu mampu mengatur waktunya dengan baik maka ia
akan mampu memilah mana yang harus dilakukan terlebih dahulu,
sehingga individu dapat efisien dalam menggunakan waktu. Efisien yang dimaksud yakni dapat menyelesaikan segala sesuatu dalam waktu yang
singkat sehingga banyak hal lebih bisa dikerjakan tanpa membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna sehingga individu mampu
menyelesaikan tugasnya sehingga hidupnya akan tertata serta dapat hidup sejahtera.
Banyak definisi manajemen waktu yang dikemukakan oleh para ahli. Covey 1994 mengemukakan bahwa manajemen waktu adalah
kemampuan untuk memilih aktivitas yang harus dilakukan terlebih dahulu berdasarkan prioritas utama. Hal yang sama diungkapkan oleh Lakein
1992. Ia mengungkapkan bahwa individu harus melakukan sesuatu berdasarkan prioritas utama yang berarti harus dapat memutuskan apa
yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Kemampuan manajemen
waktu menggunakan beberapa prinsip, yaitu menetapkan tujuan dan menyusun prioritas, melakukan perencanaan dan penjadwalan serta
mengatur area kerja Macan, 1994. Manajemen waktu perlu dimiliki oleh semua orang terutama
mahasiswa awal. Hal ini diperkuat oleh survei awal yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2012 pada empat puluh mahasiswa Psikologi angkatan
2011, Universitas Sanata Dharma. Sebanyak dua puluh dua subjek mengatakan bahwa kesulitan yang mereka alami saat menjadi mahasiswa
awal yaitu sulit beradaptasi dalam hal jadwal karena berbeda pada saat SMA. Mereka harus lebih mandiri dalam hal mengurus jadwal serta
kesulitan membagi jadwal antara kegiatan akademis dan non-akademis sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah yang ada pada mahasiswa
awal, Fakultas
Psikologi, Universitas
Sanata Dharma
adalah ketidakmampuan untuk mengatur waktu.
Mahasiswa awal masih berada di masa transisi, yakni peralihan dari remaja menuju ke dewasa. Santrock
2009 mengatakan bahwa dalam masa transisi tersebut banyak terjadi perubahan dalam diri mereka termasuk dalam hal autonomi. Mahasiswa
awal sedang berada pada masa transisi dari sekolah menengah atas SMA ke masa dewasa, yakni ke dunia perkuliahan. Pada saat SMA, mereka
masih hidup serba teratur, pendidikan masih diatur oleh pihak guru serta masih berada di bawah pengawasan orang tua. Sedangkan saat masuk
dunia perkuliahan, mereka dituntut untuk lebih dapat bertanggung jawab serta dapat mandiri dalam mengatur jadwal, membagi waktu antara
kegiatan akademik dan non-akademik Hurlock, 1967; Johnson, 2008 sehingga manajemen waktu perlu dimiliki oleh para mahasiswa yang
sedang dalam masa peralihan dari sekolah menengah atas SMA ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena tugas perkembangan dalam
bidang pendidikan akan lebih kompleks sehingga butuh kemampuan manajemen waktu yang baik. Nonis 1998 mengemukakan bahwa
mahasiswa memiliki tugas-tugas yang kompleks sehingga menyebabkan stres akademik sehingga diperlukan kemampuan manajemen waktu yang
baik agar stres akademik berkurang dan performansi akademik meningkat
yakni mahasiswa mampu mengerjakan tugas selesai tepat waktu dan berpengaruh pada hasil akhir atau Indeks Prestasi Kumulatif IPK.
Manajemen waktu yang kurang baik dapat terwujud dalam berbagai perilaku. Chu dan Choi 2005 mengungkapkan bahwa salah satu
perilaku dari manajemen waktu yang kurang baik adalah prokrastinasi. Prokrastinasi merupakan perilaku penundaan tugas. Individu yang
melakukan penundaan berarti mengesampingkan apa yang menjadi tugas- tugasnya. Sansgiry, et al 2006 mengungkapkan bahwa ketika kita mampu
mengatur jadwal belajar dengan baik, bekerja berdasarkan prioritas utama maka akan berpengaruh pada performansi akademik yang terlihat dalam
Indeks Prestasi Kumulatif IPK. Sansgiry, et al 2006 juga mengatakan bahwa manajemen waktu yang baik mutlak diperlukan karena itu
merupakan cara penting atau kunci sukses dalam kesuksesan performansi akademik. Dengan tidak adanya prokrastinasi, seseorang mampu untuk
memprioritaskan hal-hal yang sekiranya harus dilakukan dan berpengaruh pada performansi akademik.
Perilaku yang terlihat ketika individu memiliki kemampuan manajemen waktu adalah kemampuan estimasi waktu secara akurat
Smythe dan Robertson, 1999. Jika seseorang tidak memiliki estimasi waktu yang akurat maka individu tidak dapat mengukur kemampuan dan
jangka waktu dalam mengerjakan suatu tugas maupun pekerjaan lainnya sehingga seseorang yang kurang memiliki kemampuan estimasi waktu
tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas dengan baik.
Macan dalam
Luthfiana, 2010
mengungkapkan bahwa
manajemen waktu dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Semakin bertambah umur seseorang maka orang tersebut semakin dapat mengatur
waktu dengan baik. Jenis kelamin juga mempengaruhi kemampuan manajemen
waktu seseorang.
Perempuan memiliki
kemampuan manajemen waktu yang baik daripada laki-laki. Perempuan cenderung
melakukan aktivitas berdasarkan prioritas utama dan melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi
dirinya sedangkan
laki-laki cenderung
menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan yang tidak berguna. Kemampuan manajemen waktu yang dimiliki seseorang juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan sehingga apabila individu tinggal di sekitar orang- orang yang memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik maka ia
juga memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik. Hal ini disebabkan karena individu mempelajari hal-hal dari lingkungan
sekitarnya Burt, et al, 2009. Faktor kebiasaan juga merupakan hal yang dapat mempengaruhi kemampuan manajemen waktu. Dengan adanya
kebiasaan yang dimiliki individu, ia selalu melakukan setiap kegiatan dengan teratur. Keteraturan yang dimiliki individu akan membuat dirinya
selalu terbiasa untuk melakukan hal tersebut. Olochwoku
dalam Haastrup,
2010 menyatakan
bahwa kemampuan untuk mengatur waktu merupakan hal yang dapat dipelajari
seperti keterampilan ataupun kecakapan lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan manajemen waktu seseorang yakni dengan
pelatihan atau training. Pelatihan manajemen waktu merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kemampuan manajemen waktu pada
mahasiswa yakni mahasiswa awal. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Kirby 1977 yang menunjukkan hasil bahwa efek instruksi manajemen
waktu yang diberikan oleh trainer kepada trainee yang notabene adalah mahasiswa sangat efektif sehingga mahasiswa dapat menggunakan waktu
seefisien mungkin. Macan 1994 juga mengatakan bahwa salah satu hal yang dapat mengasah kemampuan manajemen waktu seseorang adalah
pelatihan manajemen waktu. Dengan pelatihan manajemen waktu, seseorang diharapkan memiliki pengorganisasian waktu yang efektif,
memiliki tujuan dan prioritas serta dalam hal teknis, yakni membuat planning dan jadwal kegiatan. Pelatihan yang dilakukan oleh Van Eerde
2003 juga terbukti efektif untuk mengurangi kebiasaan orang melakukan prokrastinasi. Dengan adanya sebuah treatment berupa pelatihan
manajemen waktu diharapkan perilaku manajemen waktu individu berubah menjadi lebih baik.
Kolb 1984 mengatakan bahwa ada banyak model pelatihan namun salah satu metode yang dianggap efektif yakni pelatihan yang
bersifat pembelajaran eksperensial experiential learning. Dalam pembelajaran eksperensial, trainee mengalami sendiri sebuah pengalaman
kemudian ia memproses pengalaman tersebut dan mengambil poin penting dari pengalaman tersebut yang dapat direalisasikan dalam hidupnya
Supratiknya, 2011. Metode pembelajaran eksperensial experiential
learning ini digunakan oleh beberapa ahli untuk melatih kemampuan manajemen waktu seseorang, misalnya yang dilakukan oleh Macan 1994,
1996. Model pelatihan yang dilakukan adalah model pembelajaran eksperensial yang mencakup diskusi kasus, games, role-play, diskusi
kelompok, latihan individual, presentasi dan modelling perilaku menonton film. Hasilnya, individu yang mengikuti pelatihan dapat bekerja
berdasarkan prioritas utama dibandingkan dengan individu yang tidak mengikuti pelatihan. Oleh karena itu, dengan adanya model pelatihan
seperti ini mahasiswa diharapkan cakap dalam manajemen waktu dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menguji pengaruh pelatihan manajemen waktu dengan metode experiential learning terhadap
kemampuan manajemen waktu mahasiswa.
B. Rumusan Masalah