Pengaruh pelatihan manajemen waktu terhadap kemampuan manajemen waktu mahasiswa awal.
i
PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN WAKTU TERHADAP KEMAMPUAN MANAJEMEN WAKTU MAHASISWA AWAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Dominica Xyannie Mariave 099114090
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
ii
(3)
(4)
iv
Halaman Persembahan
Karyaku ini kupersembahkan untuk :
Papaku tercinta yang ada di surga, (Alm) Vincentius
Wisnu Wardhono terimakasih atas penyertaan,
bimbingan, motivasi dan doa papa kepada Xyannie
yang selalu papa berikan selama papa hidup dan
Xyannie yakin hingga sekarang pun papa selalu
mendoakan Xyannie dari surga. Terimakasih papa,
terimakasih juga untuk mamaku tercinta atas
dukungan, perhatian dan doanya.
(5)
v
M O T T O
“ Ber mimpilah kar ena T uhan akan memeluk
mimpi-mimpi it u ”
(Sang Pemimpi)
“ Dia akan menj adikan segala-galanya baik “
( M rk 7:37)
“ M enjadi sukses itu bukanlah suatu kew ajiban
namun yang menjadi kew ajiban adalah
perjuangan kita untuk menjadi sukses”
“ Otium S ine L iteris M ors E st – Waktu luang
yang berj alan tanpa berkarya adalah
malapetaka”
(P epatah L atin)
(6)
(7)
vii
PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN WAKTU TERHADAP KEMAMPUAN MANAJEMEN WAKTU MAHASISWA AWAL
Dominica Xyannie Mariave
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan manajemen waktu terhadap kemampuan manajemen waktu mahasiswa awal. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental dengan menggunakan desain Nonrandomized Pretest-posttest Control Group Design. Jumlah subjek pada kelompok kontrol yaitu sebanyak 25 subjek dan jumlah subjek pada kelompok
eksperimen sebanyak 25 subjek. Hasil pengujian Independent Sample T-Test
antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (t = 5.903; p = 0.000) dalam hal kemampuan manajemen waktu. Dari perhitungan uji beda gain score didapatkan bahwa rata-rata gain score kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain score kelompok kontrol (7.32 > -6.56). Hasil pengujian One Sample T-Test terhadap evaluasi reaksi peserta pelatihan manajemen waktu menunjukkan bahwa ada penilaian positif dari peserta pelatihan terhadap materi dan metode pelatihan (39.92), fasilitator (62.16), sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelatihan (51.52) serta pelatihan secara keseluruhan (153.6) dengan p = 0.000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelatihan manajemen waktu yang diberikan, efektif untuk meningkatkan kemampuan manajemen waktu mahasiswa awal.
(8)
viii
THE EFFECTS OF TIME MANAGEMENT TRAINING TO NEW STUDENTS’ TIME MANAGEMENT SKILL
Dominica Xyannie Mariave
ABSTRACT
This research aimed to find how time management training has an influence time management skill for new students. This research was an quasi experimental and use Nonrandomized Pretest Posttest Control Group Design. Research participans were 25 in experimental group and 25 in control group. The results of Independent Sample T-Test between control group and experimental group showed that any significantly difference between both of group (t = 5.903; p = 0.000) in time management skill. The result of difference test of gain score show mean of gain score in experiment group higher than mean of gain score in control group (7.32 > -6.56). The results of One Sample T-test about participants’ reaction show that any positive appraisal from participants about materials and training method (39.92), facilitators (62.16), tools (51.52) and training totality (153.6) with p = 0.000. The data analysis results showed there were time management training was effective toward time management skill for new students. Keywords: Time Management Training, Time Management Skill
(9)
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih juga kepada semuanya yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menuntun, membimbing serta memberkati penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.
2. Bapak C. Siswa Widiyatmoko, M.Psi selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak informasi, ilmu, kesabaran dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi dan Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
5. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.
6. Drs. H. Wahyudi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.
7. Bapak Didik Suryo Hartoko, M.Si selaku dosen mata kuliah Seminar yang telah membimbing peneliti dan memberi masukan sehingga topik seminar tersebut dapat direalisasikan dalam skripsi.
(11)
xi
8. Semua Bapak/Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan tentang psikologi dan semua karyawan (Mas Gandung, Ibu Nani, Mas Mudji, Mas Doni dan Pak Gie) atas perhatiannya kepada penulis dalam pemberian fasilitas-fasilitas. 9. Para DPA angkatan 2012, Drs. H. Wahyudi, M.Si., Suster Lidwina Tri
Ariastuti, FCJ., M.A., Ratri Sunar Astuti, M.Si., MM Nimas Eki S., M.Si., Psi., Suster Th. Dewi I. Gallang, FCJ., Psi., MM. yang telah membantu mempersuasi mahasiswa psikologi angkatan 2012 untuk mengikuti pelatihan manajemen waktu ini.
10.Kedua orangtuaku (Alm) Vincentius Wisnu Wardhono dan Florentina Kus Siti Yanuri selaku orang tua penulis yang telah memberikan kasih sayang dan pengorbanan yang luar biasa. Terimakasih juga atas doa, bimbingan, motivasi yang telah diberikan untuk penulis.
“Papa, walaupun papa udah nggak ada, tapi Xyannie yakin banget kalau papa selalu beserta Xyannie dan mendoakan Xyannie selalu dari surga. Papa, ini hasil kerja keras Xyannie lho. Ini semua Xyannie persembahkan buat papa. Semoga papa bangga sama Xyannie ya. Xyannie bangga karena bisa menepati janji ke papa buat lulus tahun ini, semoga papa juga bangga ya”.
11.Yth. Pastor Marcell Manggau, CICM. Terimakasih dukungan dan doanya selalu, Romo.
12.Sahabatku selama di psikologi yakni Asthy dan Ichan. Terimakasih udah mau bantuin nyebar skala ke kelas-kelas dan terimakasih juga buat ichan
(12)
xii
udah mau ikut nginep di kaliurang demi bantuin trainingku dan rela repot-repot jadi observer, hehehe makasih teman-teman.
13.Terimakasih untuk teman-teman dari “Witgedhang Consulturement”. Wah, kalian emang luar biasa, rela membantu time management training ini tanpa kenal lelah dan menyiapkan semua dari mulai program sampai hal teknis. Yang pasti terimakasih banget buat Mas Acong, Mas Agung, Mas Anton, Mas Andhi, Mas Andika, Mas Lasro, Mas Eko, Mas Bembi, Mbak Intan. Tanpa bantuan kalian, aku bukanlah apa-apa, hhehehe.
14.Fardian Bazra makasih ya udah dibikinin posternya, makasih juga udah rela repot-repot bantuin selama training. Makasih juga buat doa dan dukungannya selalu.
15.Andreas Yudha Ferry Nugroho yang selalu memberi semangat, motivasi, doa kepada peneliti. Terimakasih karena selalu mengajarkan dengan sabar mendengar keluh kesah, membantu dan mengajarkan ketika aku bingung sama skripsi ini, hehehehe..
16.Teman-teman angkatan 2009 yang selama 2 jam rela nungguin aku pendadaran, Stenny, Rani, Fhenny, Angel, aduhh kemarin banyak banget yang nungguin hihihi makasih ya buat support dan doanya teman-teman. 17.Makasih buat 25 peserta pelatihan manajemen waktu yang luar biasa. You
are rock, guys! Semoga training ini bermanfaat buat kalian kedepannya ya. 18.Pak Yoko Taufan dan Bu Upi selaku pengurus Wisma GHCC Duta Wacana Kaliurang, terimakasih telah menerima saya dan teman-teman ya bu, pak. Terimakasih juga karena sarana prasarana yang disediakan sangat memadai.
(13)
xiii
19.Terimakasih juga untuk Tante Liza Hastari dan keluarga buat dukungan, doa dan semangatnya kepada penulis. Terimakasih Tante buat perhatiannya. Tuhan memberkati Tante Liza dan keluarga.
20.Sahabat-sahabat KKN Ceria, Silvia Pristi Werdininggar, Etri Silviana, Diah Intan, Bonaventura Dinar dan semuanya. Terimakasih kalian selalu ada di saat aku ngerasa jatuh, kalian selalu bisa buat aku bangkit. Terimakasih teman-teman, walaupun kita baru kenal Juli 2012 tapi aku bener-bener ngerasa kalian emang sahabat aku. Terimakasih ya teman-teman.
21.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang turut serta membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap segala saran dan masukan yang dapat melengkapi skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Terima kasih.
(14)
xiv DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 7
C.Tujuan Penelitian ... 7
D.Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoretis ... 8
(15)
xv
BAB II. LANDASAN TEORI ... 9
A. Mahasiswa Awal ... 9
B. Manajemen Waktu ... 10
1. Pengertian Manajemen Waktu ... 10
2. Kuadran Manajemen Waktu ... 11
3. Aspek-aspek dalam Manajemen Waktu ... 13
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Waktu ... 15
5. Keuntungan Manajemen Waktu ... 16
C.Pelatihan ... 19
1. Definisi Pelatihan ... 19
2. Tahapan Pelatihan ... 19
3. Manfaat Pelatihan ... 24
4. Metode Pembelajaran Eksperensial (Experiential Learning) ... 25
5. Cara-cara dalam Metode Pembelajaran Eksperensial ... 27
D. DinamikaPengaruh Pelatihan Manajemen Waktu terhadap - Kemampuan Manajemen Waktu Mahasiswa Awal ... 30
E.Hipotesis ... 35
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
(16)
xvi
C. Definisi Operasional ... 38
1. Mahasiswa Awal ... 38
2. Manajemen Waktu ... 38
3. Pelatihan ... 38
D. Subjek Penelitian ... 39
E. Sampling ... 39
F. Prosedur Penelitian ... 39
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 39
2. Tahap Pelaksanaaan Penelitian ... 41
G. Alat Ukur ... 43
I. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 47
1. Validitas ... 47
2. Seleksi Aitem ... 47
3. Reliabilitas ... 49
J. Teknik Analisis Data ... 49
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
A.Pelaksanaan Penelitian ... 50
1. Tahap Pre - Test ... 50
2. Tahap Manipulasi dan Pemberian Treatment ... 50
3. Tahap Post – Test ... 55
(17)
xvii
C. Deskripsi Data Evaluasi Reaksi Peserta terhadap Pelatihan ... 58
D. Hasil Penelitian ... 61
1. Uji Asumsi ... 61
2. Uji Hipotesis ... 64
E. Pembahasan ... 65
BAB V. KESIMPULAN DAN PENUTUP ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Keterbatasan Penelitian ... 71
C. Saran ... 72
1. Bagi Universitas... 72
2. Bagi Sujek Penelitian ... 72
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
(18)
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1. Blue Print Uji Coba Skala Kemampuan Manajemen Waktu ... 44 Tabel 3.2. Skor Berdasarkan Kategori Jawaban ... 45 Tabel 3.3. Blue Print Evaluasi Reaksi Peserta Pelatihan Manajemen
Waktu ... 46 Tabel 3.4. Blue Print Skala Kemampuan Manajemen Waktu Pre-Test ... 48 Tabel 3.5. Blue Print Skala Kemampuan Manajemen Waktu Post-Test ... 48 Tabel 4.1. Hasil Data Skala Kemampuan Manajemen Waktu ... 56 Tabel 4.2. Hasil Data Gain Score Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen ... 57 Tabel 4.3. Hasil Analisis Deskriptif ... 58 Tabel 4.4. Manajemen Waktu Mahasiswa di Kedua Kelompok Secara
(19)
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Matriks Kuadran Waktu ... 12 Gambar 2.2. Skema Metode Experiential Learning ... 25 Gambar 2.3. Skema Pelatihan Manajemen Waktu dengan Metode
Experiential Learning ... 34 Gambar 3.1. Skema Variabel Penelitian ... 36 Gambar 3.2. Ilustrasi Desain Penelitian Nonrandomized Pretest-Posttest
Control Group Design ... 37 Gambar 4.1. Diagram Evaluasi Reaksi Peserta Pelatihan ... 59
(20)
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Uji Reliabilitas Skala Kemampuan Manajemen Waktu ... 79
Lampiran 2. Data Penelitian Skala Kemampuan Manajemen Waktu ... 82
Lampiran 3. Rata-rata Manajemen Waktu Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 83
Lampiran 4. Persepsi Peserta terhadap Materi dan Metode Pelatihan ... 84
Lampiran 5. Persepsi Peserta terhadap Fasilitator atau Trainer ... 85
Lampiran 6. Persepsi Peserta terhadap Sarana dan Prasarana saat Pelatihan ... 86
Lampiran 7. Persepsi Peserta terhadap Keseluruhan Training ... 87
Lampiran 8. Diagram Rata-rata Reaksi Peserta Pelatihan Manajemen Waktu ... 88
Lampiran 9. Uji Normalitas ... 89
Lampiran 10. Uji Homogenitas ... 90
(21)
xxi
Lampiran 12. Personal Action Plan Peserta Pelatihan Manajemen
Waktu ... 92
Lampiran 13. Skala Kemampuan Manajemen Waktu ... 93
Lampiran 14. Rundown Pelatihan Manajemen Waktu ... 100
Lampiran 15. Modul Pelatihan Manajemen Waktu ... 104
Lampiran 16. Lembar Kerja Individual ... 113
Lampiran 17. Lembar Evaluasi Reaksi Peserta terhadap Pelatihan Manajemen Waktu ... 116
Lampiran 18. Laporan Observasi Dinamika Kelompok I ... 126
Lampiran 19. Laporan Observasi Dinamika Kelompok II ... 135
Lampiran 20. Laporan Observasi Dinamika Kelompok III ... 141
Lampiran 21. Laporan Observasi Dinamika Kelompok IV ... 150
(22)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Waktu merupakan sumber yang sangat berharga bagi kehidupan manusia karena dengan adanya waktu, individu dapat melakukan berbagai macam kegiatan yang berguna dalam hidupnya. Selain itu, individu juga dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Hal ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Lakein (1992). Ia mengemukakan bahwa waktu adalah hidup yang tidak dapat diganti apalagi diulang. Dengan membuang-buang waktu maka seseorang membuat hidup menjadi sia-sia. Akan tetapi, jika seseorang mampu mengelola waktu dengan baik maka hidup akan lebih bermanfaat karena banyak hal penting yang dapat dilakukan.
Setiap manusia memiliki waktu 24 jam dalam sehari untuk melakukan aktivitasnya namun terkadang waktu 24 jam tersebut dirasakan kurang untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Hal ini menandakan bahwa individu tersebut terlalu banyak memiliki kegiatan sedangkan waktu yang dimilikinya terbatas sehingga individu harus dapat mengatur waktu sebaik mungkin agar dapat mencapai tujuannya. Inilah alasan mengapa manajemen waktu sangat diperlukan (Das dan Mishra, 2010). Manajemen waktu sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Covey (1994) mengatakan jika individu mampu mengatur waktunya dengan baik maka ia akan mampu memilah mana yang harus dilakukan terlebih dahulu,
(23)
sehingga individu dapat efisien dalam menggunakan waktu. Efisien yang dimaksud yakni dapat menyelesaikan segala sesuatu dalam waktu yang singkat sehingga banyak hal lebih bisa dikerjakan tanpa membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna sehingga individu mampu menyelesaikan tugasnya sehingga hidupnya akan tertata serta dapat hidup sejahtera.
Banyak definisi manajemen waktu yang dikemukakan oleh para ahli. Covey (1994) mengemukakan bahwa manajemen waktu adalah kemampuan untuk memilih aktivitas yang harus dilakukan terlebih dahulu berdasarkan prioritas utama. Hal yang sama diungkapkan oleh Lakein (1992). Ia mengungkapkan bahwa individu harus melakukan sesuatu berdasarkan prioritas utama yang berarti harus dapat memutuskan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Kemampuan manajemen waktu menggunakan beberapa prinsip, yaitu menetapkan tujuan dan menyusun prioritas, melakukan perencanaan dan penjadwalan serta mengatur area kerja (Macan, 1994).
Manajemen waktu perlu dimiliki oleh semua orang terutama mahasiswa awal. Hal ini diperkuat oleh survei awal yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2012 pada empat puluh mahasiswa Psikologi angkatan 2011, Universitas Sanata Dharma. Sebanyak dua puluh dua subjek mengatakan bahwa kesulitan yang mereka alami saat menjadi mahasiswa awal yaitu sulit beradaptasi dalam hal jadwal karena berbeda pada saat SMA. Mereka harus lebih mandiri dalam hal mengurus jadwal serta
(24)
kesulitan membagi jadwal antara kegiatan akademis dan non-akademis sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah yang ada pada mahasiswa awal, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma adalah ketidakmampuan untuk mengatur waktu.Mahasiswa awal masih berada di masa transisi, yakni peralihan dari remaja menuju ke dewasa. Santrock (2009) mengatakan bahwa dalam masa transisi tersebut banyak terjadi perubahan dalam diri mereka termasuk dalam hal autonomi. Mahasiswa awal sedang berada pada masa transisi dari sekolah menengah atas (SMA) ke masa dewasa, yakni ke dunia perkuliahan. Pada saat SMA, mereka masih hidup serba teratur, pendidikan masih diatur oleh pihak guru serta masih berada di bawah pengawasan orang tua. Sedangkan saat masuk dunia perkuliahan, mereka dituntut untuk lebih dapat bertanggung jawab serta dapat mandiri dalam mengatur jadwal, membagi waktu antara kegiatan akademik dan non-akademik (Hurlock, 1967; Johnson, 2008) sehingga manajemen waktu perlu dimiliki oleh para mahasiswa yang sedang dalam masa peralihan dari sekolah menengah atas (SMA) ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena tugas perkembangan dalam bidang pendidikan akan lebih kompleks sehingga butuh kemampuan manajemen waktu yang baik. Nonis (1998) mengemukakan bahwa mahasiswa memiliki tugas-tugas yang kompleks sehingga menyebabkan stres akademik sehingga diperlukan kemampuan manajemen waktu yang baik agar stres akademik berkurang dan performansi akademik meningkat
(25)
yakni mahasiswa mampu mengerjakan tugas selesai tepat waktu dan berpengaruh pada hasil akhir atau Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
Manajemen waktu yang kurang baik dapat terwujud dalam berbagai perilaku. Chu dan Choi (2005) mengungkapkan bahwa salah satu perilaku dari manajemen waktu yang kurang baik adalah prokrastinasi. Prokrastinasi merupakan perilaku penundaan tugas. Individu yang melakukan penundaan berarti mengesampingkan apa yang menjadi tugas-tugasnya. Sansgiry, et al (2006) mengungkapkan bahwa ketika kita mampu mengatur jadwal belajar dengan baik, bekerja berdasarkan prioritas utama maka akan berpengaruh pada performansi akademik yang terlihat dalam Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Sansgiry, et al (2006) juga mengatakan bahwa manajemen waktu yang baik mutlak diperlukan karena itu merupakan cara penting atau kunci sukses dalam kesuksesan performansi akademik. Dengan tidak adanya prokrastinasi, seseorang mampu untuk memprioritaskan hal-hal yang sekiranya harus dilakukan dan berpengaruh pada performansi akademik.
Perilaku yang terlihat ketika individu memiliki kemampuan manajemen waktu adalah kemampuan estimasi waktu secara akurat (Smythe dan Robertson, 1999). Jika seseorang tidak memiliki estimasi waktu yang akurat maka individu tidak dapat mengukur kemampuan dan jangka waktu dalam mengerjakan suatu tugas maupun pekerjaan lainnya sehingga seseorang yang kurang memiliki kemampuan estimasi waktu tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas dengan baik.
(26)
Macan (dalam Luthfiana, 2010) mengungkapkan bahwa manajemen waktu dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Semakin bertambah umur seseorang maka orang tersebut semakin dapat mengatur waktu dengan baik. Jenis kelamin juga mempengaruhi kemampuan manajemen waktu seseorang. Perempuan memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik daripada laki-laki. Perempuan cenderung melakukan aktivitas berdasarkan prioritas utama dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sedangkan laki-laki cenderung menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan yang tidak berguna. Kemampuan manajemen waktu yang dimiliki seseorang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga apabila individu tinggal di sekitar orang-orang yang memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik maka ia juga memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik. Hal ini disebabkan karena individu mempelajari hal-hal dari lingkungan sekitarnya (Burt, et al, 2009). Faktor kebiasaan juga merupakan hal yang dapat mempengaruhi kemampuan manajemen waktu. Dengan adanya kebiasaan yang dimiliki individu, ia selalu melakukan setiap kegiatan dengan teratur. Keteraturan yang dimiliki individu akan membuat dirinya selalu terbiasa untuk melakukan hal tersebut.
Olochwoku (dalam Haastrup, 2010) menyatakan bahwa kemampuan untuk mengatur waktu merupakan hal yang dapat dipelajari seperti keterampilan ataupun kecakapan lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan manajemen waktu seseorang yakni dengan
(27)
pelatihan atau training. Pelatihan manajemen waktu merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kemampuan manajemen waktu pada mahasiswa yakni mahasiswa awal. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Kirby (1977) yang menunjukkan hasil bahwa efek instruksi manajemen waktu yang diberikan oleh trainer kepada trainee yang notabene adalah mahasiswa sangat efektif sehingga mahasiswa dapat menggunakan waktu seefisien mungkin. Macan (1994) juga mengatakan bahwa salah satu hal yang dapat mengasah kemampuan manajemen waktu seseorang adalah pelatihan manajemen waktu. Dengan pelatihan manajemen waktu, seseorang diharapkan memiliki pengorganisasian waktu yang efektif, memiliki tujuan dan prioritas serta dalam hal teknis, yakni membuat
planning dan jadwal kegiatan. Pelatihan yang dilakukan oleh Van Eerde (2003) juga terbukti efektif untuk mengurangi kebiasaan orang melakukan prokrastinasi. Dengan adanya sebuah treatment berupa pelatihan manajemen waktu diharapkan perilaku manajemen waktu individu berubah menjadi lebih baik.
Kolb (1984) mengatakan bahwa ada banyak model pelatihan namun salah satu metode yang dianggap efektif yakni pelatihan yang bersifat pembelajaran eksperensial (experiential learning). Dalam pembelajaran eksperensial, trainee mengalami sendiri sebuah pengalaman kemudian ia memproses pengalaman tersebut dan mengambil poin penting dari pengalaman tersebut yang dapat direalisasikan dalam hidupnya (Supratiknya, 2011). Metode pembelajaran eksperensial (experiential
(28)
learning) ini digunakan oleh beberapa ahli untuk melatih kemampuan manajemen waktu seseorang, misalnya yang dilakukan oleh Macan (1994, 1996). Model pelatihan yang dilakukan adalah model pembelajaran eksperensial yang mencakup diskusi kasus, games, role-play, diskusi kelompok, latihan individual, presentasi dan modelling perilaku (menonton film). Hasilnya, individu yang mengikuti pelatihan dapat bekerja berdasarkan prioritas utama dibandingkan dengan individu yang tidak mengikuti pelatihan. Oleh karena itu, dengan adanya model pelatihan seperti ini mahasiswa diharapkan cakap dalam manajemen waktu dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menguji pengaruh pelatihan manajemen waktu dengan metode experiential learning terhadap kemampuan manajemen waktu mahasiswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah pokok penelitian ini adalah :
Apakah pelatihan manajemen waktu berpengaruh terhadap kemampuan manajemen waktu mahasiswa?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan manajemen waktu terhadap kemampuan manajemen waktu mahasiswa.
(29)
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat menambah khazanah pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan yakni dalam hal kemampuan manajemen waktu bagi mahasiswa dan psikologi perkembangan yakni pentingnya kemampuan manajemen waktu bagi mahasiswa awal yang sedang berada pada masa transisi dari SMA ke perguruan tinggi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi mahasiswa awal dalam kaitannya dengan kemampuan manajemen waktu. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan dasar untuk melakukan penelitian lain dalam mengukur pengaruh pelatihan atau training.
(30)
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Mahasiswa Awal
Mahasiswa merupakan kalangan yang berada di usia remaja. Remaja merupakan individu yang sedang menuju ke tahap dewasa dan mencakup kematangan mental emosional, fisik maupun sosial. Hurlock (1999) mengemukakan bahwa remaja terdiri dari tiga bagian yakni pra-remaja, remaja awal dan remaja akhir. Masa pra-remaja berada pada rentang usia 12-14 tahun. Remaja awal mencakup usia 14-17 tahun sedangkan remaja akhir mencakup usia 17-21 tahun. Mahasiswa awal adalah kalangan muda yang berada dalam tahap remaja akhir dan berada pada rentang usia antara 17-21 tahun. Pada masa ini, mereka sedang berada di masa peralihan dari sekolah menengah atas (SMA) ke perguruan tinggi. Santrock (2003) mengemukakan bahwa dalam tahap ini, mahasiswa memiliki tugas perkembangan yakni mencapai kemandirian atau otonomi serta mulai belajar menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Hal ini disebabkan karena mereka sudah mulai terlepas dari pengawasan orang tua sehingga mereka belajar menjadi individu yang independen. Santrock juga menyebutkan bahwa dalam tahap ini, mereka mulai bebas mengikuti kegiatan di luar dan lebih bebas untuk melakukan apapun. Jersild (1965) juga mengemukakan hal yang sama dengan Santrock bahwa dalam masa
(31)
remaja, individu mulai belajar mandiri atau independen, serta belajar untuk meregulasi dirinya sendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagai mahasiswa, mereka harus lebih bertanggung jawab atas dirinya sendiri terutama dalam hal manajemen waktu yakni membagi waktu antara kegiatan akademis dan non-akademis agar semuanya berjalan dengan baik dan seimbang. Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang disebut sebagai mahasiswa awal dalam penelitian ini adalah kalangan muda pada tahap remaja akhir dan berada pada rentang usia antara 17-21 tahun yang sedang menempuh kuliah di semester awal. Pada masa ini, mereka masih berada pada masa peralihan dari SMA ke perguruan tinggi.
B. Manajemen Waktu
1. Pengertian Manajemen Waktu
Manajemen waktu adalah kemampuan untuk mengatur waktu seefisien mungkin serta mampu memilih aktivitas yang harus dilakukan terlebih dahulu berdasarkan prioritas utama (Covey, 1994). Lakein (1992) mengemukakan bahwa manajemen waktu adalah kemampuan mengontrol waktu dengan melakukan aktivitas berdasarkan tingkat kepentingannya. Selain itu, dalam manajemen waktu, individu mampu memilah kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan kebutuhan dan keinginan. Das dan Mishra (2010) mendefinisikan manajemen waktu
(32)
sebagai sebuah proses pengorganisasian tugas, memprioritaskan serta menjadwalkan kegiatan untuk penggunaaan waktu agar efektif.
Menurut beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen waktu adalah kemampuan individu untuk mengelola waktu secara efisien sehingga individu tersebut mampu membuat prioritas.
2. Kuadran Manajemen Waktu
Covey (1994) membagi waktu menjadi dua unsur yaitu penting-tidak penting dan mendesak - penting-tidak mendesak. Lalu, dari kedua unsur tersebut terbentuklah empat kuadran waktu, yaitu penting - mendesak; penting - tidak mendesak; tidak penting - mendesak; tidak penting - tidak mendesak. Konsep kuadran waktu milik Covey merupakan sesuatu yang dapat memfasilitasi individu untuk mengetahui kegiatan yang seharusnya dilakukan dan yang tidak perlu dilakukan serta kegiatan yang penting dan tidak penting. Di bawah ini adalah matriks kuadran waktu menurut Covey:
(33)
Gambar 2.1. Matriks Kuadran Waktu
(Sumber: Covey, 1994)
Urgen (Mendesak) Tidak Urgen (Tidak mendesak)
Kuadran I Kuadran I
Aktivitas :
Pekerjaan yang segera harus selesai
Masalah yang mendesak Persiapan yang dikejar
deadline (batas akhir)
Aktivitas :
Merencanakan tugas Menjalin relasi baru
Rekreasi
Kuadran III Kuadran IV
Aktivitas :
Melayani interupsi yang tidak penting
Melaksanakan sesuatu berdasar tekanan teman
Mengerjakan hal-hal sepele
Kegiatan yang bersifat “pelarian”
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kuadran: a. Kuadran I
Aktivitas yang termasuk dalam Kuadran I adalah semua aktivitas yang mendesak dan penting. Namun, perlu disadari bahwa banyak kegiatan yang dianggap penting dan mendesak yang disebabkan karena penundaan tugas-tugas sehingga individu perlu membuat perencanaan atau planning terlebih dahulu agar tugas-tugas tidak terbengkalai.
b. Kuadran II
Kuadran II meliputi kegiatan-kegiatan yang penting, tetapi tidak mendesak. Dalam kuadran ini, individu dapat melakukan perencanaan
Penting
Tidak Penting
(34)
jangka panjang, antisipasi ketika menghadapi masalah. Kuadran ini dapat meningkatkan kemampuan untuk berbuat, agar tidak selalu fokus pada Kuadran I yang dapat membuat individu stres. Kuadran ini dapat menciptakan keseimbangan dalam hidup seseorang.
c. Kuadran III
Kegiatan dalam Kuadran III adalah semua kegiatan yang mendesak tetapi tidak penting. Kegiatan di Kuadran III ditandai dengan usaha untuk selalu menyenangkan orang lain dan menanggapi keinginan atau ajakan orang lain sesuai dengan kesenangan orang lain tersebut. Kuadran III berisi aktivitas-aktivitas yang penting bagi orang lain namun sebenarnya tidak penting bagi individu.
d. Kuadran IV
Kegiatan dalam Kuadran IV adalah semua kegiatan yang tidak mendesak dan tidak penting. Jika individu hidup pada kuadran IV maka sama halnya dengan membuang waktu. Orang tersebut hanya mengerjakan hal-hal yang tidak penting dan hanya melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya saja.
3. Aspek-aspek dalam Manajemen Waktu
Macan (1994) mengemukakan tiga aspek dalam manajemen waktu, yakni: a. Penetapan Tujuan dan Prioritas
Bagian utama dari pengelolaan waktu adalah menetapkan tujuan dari hal-hal yang ingin dicapai atau yang akan dikerjakan sehingga
(35)
dengan menetapkan tujuan maka individu dapat lebih berfokus pada suatu tujuan yang ingin dicapai sehingga dapat mencapai target yang diinginkannya. Untuk mencapai semua target atau tujuan, diperlukan juga penyusunan prioritas. Penyusunan prioritas sangat penting dalam melakukan kegiatan karena dengan melakukan aktivitas berdasakan prioritas utama terlebih dahulu dapat membantu individu untuk mencapai tujuan.
b. Mekanisme Manajemen Waktu
Mekanisme manajemen waktu merupakan perilaku individu untuk mengatur jadwal, yakni melakukan planning atau perencanaan atas kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dengan membuat to do list
dan jadwal kegiatan.
c. Pengorganisasian Tugas dan Lingkungan Kerja
Aspek manajemen waktu yang lain yakni kebiasaan individu untuk mengorganisasikan pekerjaan atau teratur dalam bekerja dan keteraturan individu yang terlihat secara fisik, misalnya dalam menata area kerja dan meja kerja.
(36)
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Waktu
Macan (dalam Luthfiana, 2010) mengemukakan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan manajemen waktu seseorang, yakni: a. Usia
Hasil penelitian Macan, et al (1990) menunjukkan bahwa semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik pula kemampuan manajemen waktunya. Hal ini disebabkan karena proses pendewasaan. Dalam hal ini semakin bertambahnya usia maka semakin banyak pengalaman yang dipelajari sehingga kemampuan manajemen waktu mereka semakin baik.
b. Jenis Kelamin
Macan, et al (1990) mengemukakan bahwa kemampuan manajemen waktu seorang perempuan lebih baik daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan lebih banyak menggunakan waktunya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan mengesampingkan hal-hal yang tidak penting dengan kata lain ia mengetahui serta melakukan aktivitas berdasarkan prioritas utama. Akan tetapi, laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, misalnya bersantai-santai. Hal ini didukung juga oleh penelitian Ogonor dan Nwadiani (2006) serta Misra (2000) yang mengatakan bahwa kemampuan manajemen waktu perempuan lebih baik daripada laki-laki.
(37)
5. Keuntungan Manajemen Waktu
Taylor (2012) mengemukakan beberapa keuntungan manajemen waktu, yakni:
a. Kemampuan mengontrol waktu
Seseorang yang memiliki kemampuan manajemen waktu, dapat mengetahui apa yang harus dilakukan terlebih dahulu karena mampu mempertimbangkan apa yang menjadi prioritas utama. Individu juga mengetahui kapan harus melakukan dan menyelesaikannya sehingga dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
b. Mencapai tujuan
Kemampuan seseorang dalam hal planning menandakan bahwa individu tersebut mampu mengatur waktunya. Planning merupakan sebuah komitmen untuk melakukan kegiatan di masa yang akan datang. Hal ini penting dilakukan sebab dengan adanya planning, individu dapat mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan. Kemampuan manajemen waktu yang baik juga membantu individu untuk menghindari kebiasaan prokrastinasi dan cara tersebut akan membantu individu untuk mencapai tujuannya.
c. Memelihara keseimbangan dalam hidup
Apabila individu memiliki banyak kegiatan maka biasanya individu tersebut akan lebih berfokus pada pekerjaannya sehingga waktu untuk orang lain, misalnya teman atau keluarga pun berkurang. Kemampuan manajemen waktu sangat diperlukan sebab dengan
(38)
manajemen waktu yang baik maka individu dapat menyeimbangkan antara waktu untuk diri sendiri dengan waktu untuk orang lain.
d. Mengurangi stres
Manajemen waktu sangatlah efektif untuk mengurangi stres akibat pekerjaan yang menumpuk. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Nonis (1998) yang membuktikan bahwa kemampuan mahasiswa dalam mengatur waktu dapat menekan stres akibat tugas-tugas yang banyak.
e. Menikmati hidup
Taylor (2012) mengatakan bahwa jika seseorang mampu mengatur waktu dengan baik maka hidup akan terasa tenteram karena tugas-tugas dapat terselesaikan tepat waktu sehingga tidak ada tugas yang menumpuk sehingga individu dapat menikmati hidupnya.
Menurut alamat website dari http://www.discover-time-management.com/ keuntungan yang didapatkan apabila individu memiliki kemampuan manajemen waktu, yaitu:
a. Kontrol
Jika seseorang mengatur waktunya dengan baik, maka ia dapat mengatur tindakan yang tepat untuk mengontrol hidup mereka. Dengan membuat rencana aktivitas terlebih dahulu, hari-hari seorang individu akan lebih teratur. Sesuatu yang mendadak dapat mengubah rencana
(39)
seseorang tetapi dengan mengontrolnya, itu akan membentuk seorang individu untuk mendapatkan kembali tujuan atau sasaran awal mereka. b. Produktivitas
Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya dapat membantu individu untuk lebih produktif. Ketika seseorang tidak dapat mengatur waktu dengan baik, mereka seringkali melakukan aktivitas yang berlebihan bahkan untuk melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat bagi dirinya. Untuk menghindari hal tersebut, maka penting untuk membuat to do list sebelum melakukan kegiatan.
c. Keyakinan
Mengatur waktu sebaik-baiknya dapat memberikan keyakinan atau kepercayaan diri. Hal ini sangat penting sebab kita dapat mengontrol kehidupan individu. Dengan memeriksa daftar to do list dan menyadari bila tugas-tugas telah terselesaikan maka individu dapat semakin yakin dan percaya diri.
d. Kesenangan (Fun)
Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya dapat membuat sesorang memiliki waktu untuk bersenang-senang. Dengan membuat prioritas utama individu dapat memiliki banyak waktu untuk bersenang-senang, misalnya melakukan hobinya.
e. Kemampuan untuk memenuhi target dan tujuan
Apabila seorang individu menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak berguna maka hal tersebut dapat menyebabkan individu
(40)
tidak dapat mencapai tujuan atau targetnya. Dengan mengatur waktu sebaik-baiknya, seseorang dapat mencapai target atau tujuannya.
C. Pelatihan
1. Definisi Pelatihan
King (1964) berpendapat bahwa pelatihan merupakan sebuah kegiatan yang mengkondisikan individu untuk belajar, meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan kemampuan
(ability) yang mereka miliki. Selain itu, pelatihan adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan perilaku baru berdasarkan pengalaman yang dialami oleh peserta pelatihan dan perilaku baru yang dimiliki peserta tersebut diharapkan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari (Jewell dan Siegall dalam Hendrayani, 2008).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan kegiatan yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan seseorang yang nantinya akan berpengaruh dalam performansi kerja seseorang.
2. Tahapan Pelatihan
Rae (1990), Tracey dan Tews (1995) serta Goldstein (1986) mengungkapkan bahwa ada tiga tahapan dalam melakukan pelatihan, yaitu:
(41)
a. Assesment
Sebelum melakukan sebuah pelatihan ada hal penting yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu melakukan assesment
untuk menganalisis kebutuhan peserta pelatihan. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan peserta pelatihan sehingga dapat menetapkan materi dan metode yang cocok untuk pelatihan tersebut.
b. Training Performance
Performansi peserta saat mengikuti sebuah pelatihan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (dari dalam diri peserta) dan faktor eksternal (dari luar diri peserta). Tracey dan Tews (1995) mengemukakan ada beberapa faktor internal, yaitu: 1. Ability (Kemampuan)
Peserta pelatihan perlu memiliki kemampuan untuk mampu memahami isi pelatihan serta mampu untuk mempelajari keterampilan dan pengetahuan pada saat pelatihan.
2. Attitude (Sikap)
Sikap merupakan pernyataan kejelasan terhadap sebuah objek atau peristiwa. Sikap yang dinilai pada pelatihan manajemen waktu yaitu ketika peserta pelatihan memberikan sebuah respon yang nampak terhadap pelatihan. Sikap positif
(42)
ditunjukkan dengan perilaku yang kooperatif saat pelatihan dilaksanakan.
3. Motivasi
Motivasi perlu dimiliki oleh individu saat mengikuti pelatihan. Motivasi dapat terlihat dari perilaku verbal dan non-verbal, misalnya keaktifan individu saat mengikuti pelatihan dan antusiasme peserta pelatihan. Motivasi merupakan faktor yang mendorong individu dalam proses belajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut ini merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi performansi peserta saat pelatihan :
1. Materi dan Metode
Materi dan metode adalah sebuah faktor yang sangat penting dalam sebuah pelatihan (Nikandrou, et al, 2009; Kirkpatrick, 2009). Materi yaitu isi yang akan disampaikan sesuai dengan kebutuhan peserta. Metode yaitu alat atau cara untuk mendukung materi dapat disampaikan kepada peserta pelatihan. Materi dan metode yaitu sebuah kesatuan yang akan membuat pelatihan menjadi bermanfaat.
2. Fasilitator
King (1964); Fecteau (dalam Chiaburu dan Tekleab, 2005); Kirkpatrick (2009) ; Afsar, et al (2010) dan Soemarman
(43)
(2010) mengemukakan bahwa fasilitator memiliki peran penting dalam sebuah pelatihan. Fasilitator bertugas untuk menyampaikan, mendampingi dan memfasilitasi peserta supaya materi pelatihan dapat diterima oleh peserta pelatihan dengan baik.
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana memiliki peran yang cukup penting dalam pelatihan (Kirkpatrick, 2009). Sarana dan prasarana merupakan alat-alat yang dipakai dan mendukung setiap kegiatan pelatihan.
c. Evaluasi
Tahap yang terakhir dalam sebuah pelatihan adalah evaluasi. Evaluasi merupakan komponen dari sebuah pelatihan yang dianggap sangat penting. Evaluasi adalah proses penilaian dan peninjauan hasil dari sebuah kegiatan yang telah dilakukan. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui hasil atau pencapaian yang telah dilakukan. Kirkpatrick (2009) mengemukakan ada empat level evaluasi pelatihan, yaitu:
1) Level I (Reaction) : Level ini mengukur kepuasan peserta pelatihan terhadap proses pembelajaran atau pelatihan yang dilakukan.
(44)
2) Level II (Learning) : Level ini mengukur peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan setelah mengikuti proses pembelajaran atau pelatihan.
3) Level III (Behavior): Level ini mengukur perubahan pada performansi kerja peserta pelatihan setelah mengikuti proses pembelajaran atau pelatihan, yakni mengukur sejauh mana peserta pelatihan mengaplikasikan keterampilan yang baru dipelajari dalam pekerjaannya. Evaluasi pada level ini dilakukan dengan jangka waktu 3-6 bulan setelah pelatihan. 4) Level IV (Result): Mengukur hasil akhir dari pelatihan,
misalnya dilihat dari keuntungan atau dampak bagi organisasi setelah anggotanya mengikuti proses pembelajaran atau pelatihan.
Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Level I dan Level II, yaitu evaluasi reaksi, skala kemampuan manajemen waktu (pre-post test) dan follow-up. Kirkpatrick (2009) mengemukakan bahwa evaluasi reaksi masuk dalam tahapan pembelajaran level I (Reaction). Pada level pertama, peserta merespon proses pembelajaran atau pelatihan yang mereka lakukan. Tahap ini mengukur kepuasan mereka terhadap materi dan metode, fasilitator, sarana dan prasarana serta pelatihan secara keseluruhan yang mereka ikuti.
(45)
Skala pre-post test juga digunakan sebagai alat ukur evaluasi. Pada tahap ini, pemberian skala pre-post test kemampuan manajemen waktu berada pada level II (Learning). Level ini dapat melihat pengetahuan atau keterampilan individu setelah mengikuti proses pembelajaran atau pelatihan. Peneliti melakukan perbandingan skala
pre-test dan post-test untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki subjek setelah mengikuti proses pelatihan manajemen waktu.
Penelitian ini hanya menggunakan dua level yaitu level I dan level II. Hal ini dilakukan karena pada penelitian kuasi eksperimen ini diasumsikan telah memenuhi kriteria. Untuk level III (Behavior) dan level IV (Result) digunakan untuk pelatihan di bidang psikologi industri karena level III dan level IV menilai hasil pelatihan secara objektif dan evaluasi jangka panjang.
3. Manfaat Pelatihan
Soemarman (2010) mengungkapkan bahwa pelatihan memiliki beberapa manfaat yakni untuk mendukung kinerja seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan sehari-hari. Selain itu, pelatihan juga memiliki manfaat sebagai kesempatan dan peluang jangka pendek untuk membekali diri agar peserta memiliki kemampuan serta kompetensi untuk dapat melakukan tugas atau pekerjaannya saat ini.
Acton dan Golden (2003) juga mengungkapkan manfaat dari pelatihan, yaitu membantu individu memperbaiki diri dalam hal
(46)
performansi agar menjadi lebih baik dalam menyelesaikan segala pekerjaan, pengembangan pengetahuan dan perilaku sehingga mendukung individu dalam mencapai tujuannya.
4. Metode Pembelajaran Eksperensial (Experiential Learning)
Metode pembelajaran eksperensial dianggap efektif digunakan dalam pelatihan. Lewin dalam Kolb (1984) menyebutkan bahwa metode
experiential learning ini merupakan pusat dari proses belajar dalam diri individu dan metode ini melibatkan pengalaman individu. Berikut ini merupakan skema dari metode pembelajaran eksperensial (experiential learning):
Gambar 2.2.
Skema Metode Experiential Learning
Reflective Observation
Abstract Conceptualism Active
Experimentation Concrete Experience
(47)
a. Concrete Experience
Tahap ini merupakan tahap pertama dalam pembelajaran eksperensial. Tahap ini merupakan dasar atau basis dalam proses pembelajaran karena pada tahap ini, individu menekankan pengalaman yang dialaminya sebagai pembelajaran.
b. Reflective Observation
Tahap ini merupakan tahap yang kedua saat individu melihat kembali serta merefleksikan pengalamannya.
c. Abstract Conceptualism
Abstract Conceptualism adalah tahapan yang ketiga dalam pembelajaran eksperensial. Pada tahap ini, individu mulai belajar dari pengalaman tersebut. Selain itu, individu mulai menganalisis konsep-konsep yang ada serta mengambil poin penting dari pengalaman yang dialaminya.
d. Active Experimentation
Tahap ini merupakan tahap yang terakhir dalam pembelajaran eksperensial. Individu mulai mengaplikasikan poin penting yang didapatkannya selama proses pembelajaran serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
(48)
5. Cara-cara dalam Metode Pembelajaran Eksperensial
Abella (dalam Supratiknya, 2011) mengemukakan delapan cara dalam pembelajaran eksperensial,yaitu:
a. Latihan gugus tugas
Dalam latihan ini, peserta masuk ke dalam kelompok-kelompok. Satu kelompok berisi 3 hingga 8 orang kemudian mereka diminta untuk mengerjakan suatu tugas dan setelah selesai, mereka mempresentasikan hasilnya tersebut. Metode ini menuntut peserta untuk terlibat aktif dalam kelompoknya.
b. Diskusi kasus
Dalam diskusi kasus, peserta diminta untuk mendiskusikan sebuah kasus yang berbentuk tertulis, video maupun audio. Lalu, fasilitator kemudian akan memberikan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan kasus tersebut. Cara ini bertujuan melatih peserta untuk dapat mengambil inti yang terdapat pada kasus tersebut dan tidak hanya sekedar menerima dari fasilitator saja.
c. Simulasi dan games
“Games adalah aktivitas bermain yang diformalkan dan peserta diharapkan mencapai tujuan tertentu dalam batas-batas yang ditetapkan lewat serangkaian aturan main. Sedangkan simulasi merepresentasikan situasi kehidupan nyata tertentu tetapi komponen-komponen dan hubungan antarkomponen ditampilkan sedemikian rupa sehingga bisa dikendalikan oleh peserta mengikuti kerangka waktu yang ditentukan. Simulasi atau permainan sama-sama bertujuan untuk menciptakan atau menghadirkan kembali proses, kejadian atau serangkaian situasi yang bersifat kompleks. Hal ini dapat membantu peserta dalam menghayati dan memanipulasikan situasi tanpa perlu
(49)
menanggung resiko yang biasanya timbul, dan selanjutnya mampu menganalisis yang terjadi.”
d. Latihan bermain peran
Dalam metode ini, peserta diminta untuk bermain peran (misalnya: drama). Peserta memainkan sebuah situasi dan biasanya setelah itu dilakukan disukusi serta analisis bagaimana interaksi tersebut dirasakan oleh para peserta. Peserta juga dapat memperoleh
feedback tentang tingkah lakunya saat bermain peran. Latihan ini bertujuan agar peserta dapat menghayati sebuah interaksi dengan cara yang biasa dilakukannya maupun cara yang baru.
e. Diskusi kelompok
Metode ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada peserta untuk bertukar pendapat antar anggota kelompok maupun dalam kelompok besar. Selain itu, fasilitator biasanya membuat pertanyaan -pertanyaan untuk kelompok agar dapat di diskusikan kemudian menyatukan berbagai gagasan yang muncul dan kemudian dibuat kesimpulan.
f. Latihan individual
Dalam metode ini, peserta diminta untuk bekerja secara individu kemudian mereka juga diminta untuk menerapkan pengetahuan yang mereka dapat dari kegiatan tersebut ke dalam situasi kehidupan mereka. Tujuan latihan individual ini adalah menguji pemahaman dari hasil pembelajaran yang mereka dapat agar bisa diterapkan dalam situasi kehidupannya.
(50)
g. Presentasi atau lekturet
“Presentasi atau lekturet merupakan suatu bentuk komunikasi atau penyampaian terstruktur yang disiapkan oleh penyaji kepada khalayak peserta. Metode ini bertujuan untuk menyampaikan informasi berupa pengetahuan, pandangan atau pendekatan baru yang penting kepada peserta.”
h. Modelling perilaku
Dalam metode ini, peserta diminta untuk mencontoh perilaku misalnya lewat menonton film. Tujuannya yakni mengajarkan kepada peserta tentang cara-cara tertentu yang dilakukan untuk menghadapi situasi tertentu serta memberikan kesempatan kepada peserta untuk melatih tingkah laku yang baru agar mereka percaya diri dalam menghadapi sebuah situasi.
(51)
D. Dinamika Pengaruh Pelatihan Manajemen Waktu terhadap Kemampuan Manajemen Waktu Mahasiswa Awal
Manajemen waktu adalah pengaturan diri dalam menggunakan waktu seefesien mungkin dengan melakukan perencanaan kemudian membuat jadwal aktivitas. Individu yang memiliki manajemen waktu yang baik juga akan melakukan aktivitas dengan selalu berpedoman pada tujuannya. Individu juga terorganisasi dalam berbagai hal. Hal ini dapat terlihat dari perilaku mereka seperti keteraturan dalam bekerja dan keteraturan yang terlihat dari lingkungan kerjanya, seperti ruang kerja dan meja kerja. Sedangkan pelatihan adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan dengan harapan bahwa peserta pelatihan dapat menambah pengetahuan, mengubah perilaku ke arah yang lebih baik.
Sebuah pelatihan bertujuan untuk mendapatkan sebuah hasil yang maksimal dan memiliki hasil yang bersifat permanen. Salah satu metode yang representatif yaitu metode pembelajaran eksperensial (Kolb, 1984). Metode pembelajaran eksperensial yakni sebuah pembelajaran dimana individu yang mengalaminya menjadi agen atau pusat sehingga pembelajaran ini berpusat pada masing-masing individu. Metode pembelajaran eksperensial memiliki empat tahap, yaitu: memiliki pengalaman (concrete experience), merefleksikan pengalaman (reflective observation), belajar dari pengalaman (abstract conceptualism), dan mengaplikasikan (active experimentation).
(52)
Pada tahap concrete experience, individu diberikan bentuk-bentuk kegiatan seperti gugus tugas, games, latihan individual dan modelling
perilaku. Kegiatan tersebut diberikan secara dinamis, yaitu dapat diberikan untuk semua kalangan. Bentuk kegiatan pada tahap concrete experience
diberikan kepada peserta dengan harapan supaya mereka memiliki pandangan tentang materi yang akan disampaikan. Bentuk kegiatan yang pertama yakni gugus tugas. Dalam kegiatan gugus tugas ini, peserta diminta untuk melakukan sebuah tugas dalam kelompok yang berguna untuk melatih kemampuan mereka dalam mengorganisasikan pekerjaan yang diberikan dan kemampuan menata area kerja. Bentuk kegiatan yang
lainnya yaitu games. Games yang digunakan adalah games yang representatif dengan tema manajemen waktu sehingga dengan games
tersebut, peserta dapat mengetahui mana yang harus didahulukan untuk mendapatkan poin yang telah ditentukan dalam waktu yang singkat. Dalam
games ini diperlukan strategi individu untuk mengatur prioritas. Kegiatan lainnya yaitu latihan individual. Pada kegiatan ini, peserta menulis apa yang menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjangnya serta mengenali hambatan dalam mencapai tujuan tersebut. Peserta juga dikenalkan dengan kuadran manajemen waktu dimana dalam kuadran tersebut, peserta dapat melakukan kegiatan berdasarkan prioritas utama. Dan bentuk yang terakhir adalah modelling perilaku. Pada tahap ini trainee
akan menyaksikan film pendek atau video yang diputar oleh trainer. Dari film tersebut, peserta pelatihan diharapkan dapat mempelajari nilai-nilai
(53)
yang terkandung dalam film tersebut, khususnya dalam kajian manajemen waktu.
Pada tahap kedua, yakni reflective observation, peserta mulai untuk memahami dan menganalisis meteri yang diberikan oleh para trainer.
Dengan adanya gugus tugas, peserta diharapkan dapat memahami, mengerti dan sadar akan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan. Pada tahap reflective observation, peserta diwajibkan menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan masalah dan setelah menyelesaikan tugas, peserta diminta untuk melaporkan hasilnya.
Tahap yang ketiga yaitu abstract conceptualism, pada tahap ini peserta pelatihan melakukan sebuah kegiatan yaitu diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok, masing-masing peserta diminta untuk menceritakan poin penting apa yang didapatkan saat melakukan kegiatan. Selain itu, peserta dapat saling menanggapi satu dengan yang lain dalam kelompok besar.
Tahap yang terakhir yakni active experimentation. Pada tahap ini, peserta diharapkan memiliki satu bentuk pandangan yang sama tentang manajemen waktu serta menerapkan dalam kehidupan nyata sehingga pelatihan tersebut dapat berguna dan bersifat permanen.
Dari tahap-tahap pelatihan yang telah dilalui, peserta diharapkan memahami akan konsep manajemen waktu. Konsep-konsep manajemen waktu tersebut mampu dilakukan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya gugus tugas, peserta mampu untuk mengelola waktu,
(54)
mengorganisasikan tugas dan mampu untuk menata area kerja dengan baik. Bentuk kegiatan seperti games dan latihan individual melatih peserta untuk dapat menetapkan tujuan, melakukan perencanaan dan menyusun prioritas kegiatan. Individu juga diharapkan mampu menyusun jadwal dan
to do list. Modelling perilaku diberikan dengan harapan agar peserta mengetahui apa yang menjadi tujuannya serta mengerti apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya kemudian peserta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
(55)
Gambar 2.3.
Skema Pelatihan Manajemen Waktu dengan Metode Experiential Learning
(56)
E. Hipotesis
Setelah mengkaji landasan teori dari pengaruh pelatihan dengan kemampuan manajemen waktu, maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada pengaruh pelatihan manajemen waktu terhadap kemampuan manajemen waktu mahasiswa.
(57)
36 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Seniati, dkk (2005) mengungkapkan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang berfungsi untuk menyelidiki hubungan kausal atau sebab akibat antara variabel bebas dengan variabel tergantung sehingga peneliti ingin menyelidiki apakah pelatihan manajemen waktu efektif untuk mengembangkan kemampuan manajemen waktu.
Gambar 3.1.
Skema Variabel Penelitian
Jenis eksperimen dalam penelitian ini adalah quasi experiment
(eksperimen semu). Seniati, dkk (2005) mengemukakan bahwa tujuan penelitian quasi experiment yakni menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara memberikan satu kondisi perlakuan pada suatu kelompok (kelompok eksperimen) dan membandingkan hasilnya kepada kelompok lain yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Namun, dalam kuasi
Pelatihan Manajemen Waktu
Kemampuan Manajemen Waktu
(58)
eksperimen tidak dilakukan manipulasi terhadap variabel bebas, tidak melakukan kontrol terhadap variabel tergantung dan tidak ada randomisasi subjek sehingga desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design (Seniati dkk, 2005).
Gambar 3.2.
Ilustrasi Desain Penelitian Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design
\
B. Identifikasi Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian dan faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Suryabrata, 2011). Variabel yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :
1. Variabel Bebas : Pelatihan manajemen waktu 2. Variabel Tergantung : Kemampuan Manajemen Waktu
PRE TEST
X (Treatment)
-X
(NonTreatmet)
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
POST TEST
(59)
C. Definisi Operasional 1. Mahasiswa Awal
Mahasiswa awal adalah kalangan muda pada tahap remaja akhir dan berada pada rentang usia antara 17-21 tahun yang sedang menempuh kuliah di semester awal. Pada masa ini, mereka sedang berada di masa peralihan dari sekolah menengah atas (SMA) ke perguruan tinggi.
2. Manajemen Waktu
Manajemen waktu adalah kemampuan individu untuk mengelola waktu secara efisien sehingga individu tersebut mampu membuat prioritas berdasarkan tujuannya. Seseorang dapat dikatakan memiliki manajemen waktu yang baik jika mampu menyusun jadwal, memiliki keteraturan dalam bekerja dan mampu menata lingkungan kerja dengan baik. Hal ini sesuai dengan aspek-aspek kemampuan manajemen waktu. Kemudian aspek-aspek ini dibuat dalam bentuk skala sebagai alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen waktu seseorang.
3. Pelatihan
Pelatihan merupakan kegiatan yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan
(60)
seseorang yang nantinya akan berpengaruh dalam perilaku seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa awal yang berada pada tahap remaja akhir yang berusia di rentang usia 17-21 tahun.
E. Sampling
Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Peneliti kemudian mengambil sejumlah sampel dari populasi. Sampel penelitian ini yaitu mahasiswa awal program studi Psikologi. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan aksidental sampling. Aksidental sampling berarti teknik penentuan sampel berdasarkan kemudahan sehingga siapapun dapat menjadi sampel penelitian jika orang tersebut cocok sebagai sumber data (Prasetyo dan Jannah, 2005).
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian a. Assessment
Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat assessment
berupa survei pada tanggal 2 Mei 2012 terhadap 40 mahasiswa Psikologi, Universitas Sanata Dharma, angkatan 2011. Dari hasil
(61)
survei didapatkan data bahwa sebagian besar dari mereka yakni 22 orang menyatakan bahwa permasalahan saat memasuki dunia perkuliahan yang dihadapi adalah kesulitan beradaptasi dalam hal jadwal karena berbeda saat SMA. Mereka harus lebih mandiri dalam hal mengurus jadwal serta kesulitan membagi jadwal antara kegiatan akademis dan non-akademis. Dari hasil assessment ini, peneliti membuat sebuah kesimpulan bahwa kemampuan manajemen waktu perlu dimiliki oleh mahasiswa awal yang sedang dalam masa peralihan dari SMA ke perguruan tinggi.
b. Peneliti membuat desain pelatihan berdasarkan hasil assessment
bagi kelompok eksperimen. Peneliti membuat desain penelitian pada tanggal 3 Oktober 2012. Peneliti mulai mencari lokasi untuk pelatihan, membuat rundown pelatihan, modul dan estimasi jadwal pelatihan yang akan diadakan.
c. Peneliti mengadakan pelatihan bagi para trainer yang akan melatih para peserta pelatihan pada tanggal 17 Februari 2013. Rekan-rekan
trainer berasal dari Witgedhang Consulturement. Pemilihan trainer berdasarkan rekomendasi dan track record yang telah dilalui oleh
Witgedhang Consulturement.
d. Peneliti membuat alat ukur berupa skala kemampuan manajemen waktu yang akan digunakan pada tanggal 19 Desember 2012. Alat ukur terdiri dari 33 aitem dari tiga aspek yang digunakan oleh Macan (1994). Namun, sebelum skala disebar, skala di uji coba
(62)
terlebih dahulu untuk melihat validitas dan reliabilitas dari alat ukut tersebut.
e. Peneliti menyusun aitem-aitem dan beberapa pertanyaan terbuka yang akan digunakan sebagai alat ukur reaksi peserta pelatihan terhadap pelatihan tersebut.
f. Peneliti membuka pendaftaran bagi mahasiswa yang nantinya akan menjadi subjek penelitian sebagai kelompok eksperimen. Peneliti membuat sejumlah poster yang berisi ajakan untuk mengikuti pelatihan manajemen waktu. Peneliti berkoordinasi dengan dosen pembimbing akademik angkatan 2012 dalam hal persuasi untuk keikutsertaan pelatihan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Pengukuran Pada Kelompok Eksperimen
Pre-Test: Peneliti membagikan alat ukur berupa skala kemampuan manajemen waktu bagi peserta pada kelompok ini sebelum dilakukan pelatihan manajemen waktu. Penyebaran skala dilakukan pada tanggal 26-28 Februari 2013 yang dilakukan di kelas.
Pemberian Perlakuan: Pemberian perlakuan yakni pelatihan manajemen waktu yang dilakukan oleh beberapa orang trainer
yang dilaksanakan pada tanggal 2-3 Maret 2013 di Wisma GHCC Duta Wacana, Kaliurang.
(63)
Evaluasi: Kirkpatrick (2009) mengemukakan bahwa pemberian evaluasi reaksi kepada peserta pelatihan dan post-test merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas pelatihan. Evaluasi reaksi langsung diberikan setelah pelatihan selesai. Sedangkan post-test diberikan kepada peserta dengan jangka waktu satu bulan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi bias atau faking good. Peneliti juga melanjutkan proses evaluasi selanjutnya yaitu
follow-up. Follow-up juga dilakukan dengan jangka waktu satu bulan setelah pelatihan dilakukan. Post-test dan follow-up ada kelompok kelompok eksperimen diberikan pada tanggal 3 April 2013. Hal ini bertujuan untuk melihat keefektifan dari pelatihan. Diharapkan bahwa dengan jangka waktu satu bulan, peserta dapat menerapkan pengetahuan maupun keterampilan yang didapatkan saat pelatihan dan dapat melaporkan kemajuan atau progress
setelah mendapatkan pelatihan (Phillips, 1997). Johnson (2008) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa post-test dan follow-up
sebaiknya dilakukan satu bulan setelah pelatihan diadakan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada peserta agar mempelajari hal-hal yang didapatkan dari pelatihan dalam hal kemampuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
(64)
b. Pengukuran Pada Kelompok Kontrol
Pre-Test: Peneliti membagikan alat ukur berupa skala kemampuan manajemen waktu bagi peserta pada kelompok ini. Pengambilan data pre-test kelompok kontrol dilakukan pada tanggal 26-28 Februari 2013 yang dilakukan di kelas.
Post-Test: Peneliti membagikan skala kemampuan manajemen waktu dengan jarak waktu satu bulan setelah pelatihan manajemen waktu dilakukan bagi kelompok eksperimen, yaitu pada tanggal 26 April 2013.
G. Alat Ukur
Kirkpatrick (1994) mengemukakan bahwa pengukuran pre-post test
dan evaluasi reaksi adalah hal yang penting dilakukan dalam pelatihan untuk mengukur efektivitas pelatihan. Pengukuran pre-test dan post-test
masuk dalam level kedua dalam tahapan pembelajaran Kirkpatrick, yaitu pada tahap learning. Kirkpatrick mengemukakan bahwa penilaian peserta terhadap pelatihan dapat mendukung peserta mencapai level yang selanjutnya, yakni tahap pembelajaran yaitu saat peserta mengaplikasikan kemampuan atau keterampilan yang didapatkan dari sebuah pelatihan. Berikut ini adalah dua alat ukur yang dibuat untuk mengukur efektivitas pelatihan manajemen waktu yang akan diadakan:
1. Skala : Skala merupakan kumpulan pernyataan yang ditulis, disusun dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respon individu
(65)
terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan kemudian dapat diinterpretasi (Azwar, 2001). Skala ini akan diberikan kepada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dan berupa pre-post test. Skala ini mengacu pada tiga aspek manajemen waktu, yakni penetapan tujuan dan prioritas, mekanisme manajemen waktu atau pembuatan jadwal dan keadaan lingkungan kerja.
Tabel 3.1.
Blue Print Uji Coba Skala Kemampuan Manajemen Waktu
Aspek No aitem Total
1. Tujuan dan Prioritas
1, 4, 8, 11, 14, 16, 19, 24, 26, 28, 32
11 2. Mekanisme
Manajemen Waktu
2, 6, 7, 10, 15, 18, 20, 22, 23, 29, 33
11 3. Keadaan
Lingkungan Kerja
3, 5, 9, 12, 13, 17, 21, 25, 27, 30, 31
11
Total 33
Semua aitem pada skala kemampuan manajemen waktu terdiri dari pernyataan yang bersifat favorable. Pada setiap aspek, ada lima pilihan jawaban yakni sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Rentang skor pada setiap butir aitem yakni 5 sampai 1.
(66)
Tabel 3.2.
Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Jawaban Bobot
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Netral (N) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Pada skala kemampuan manajemen waktu, jika skor subjek tinggi maka kemampuan manajemen waktu subjek sangat baik. Akan tetapi, jika skor yang diperoleh subjek rendah maka kemampuan manajemen waktu subjek kurang baik.
2. Alat ukur yang kedua yakni evaluasi reaksi peserta pelatihan. Alat ukur reaksi ini sangat penting sebab alat ukur ini digunakan untuk mengetahui pendapat peserta terhadap pelatihan manajemen waktu dari segi materi dan metode, fasilitator, sarana dan prasarana serta pelatihan manajemen waktu secara keseluruhan. Melalui evaluasi reaksi, dapat terlihat apakah pelatihan yang dilakukan itu efektif atau tidak. Pelatihan manajemen waktu dapat dikatakan efektif apabila nilai mean empirik atau rata-rata yang didapatkan pada masing-masing kategori di evaluasi reaksi lebih besar daripada mean teoritik.
Alat ukur yang digunakan bagi peserta pelatihan yakni alat ukur sikap yang digunakan untuk mengukur reaksi peserta terhadap
(67)
pelatihan. Tahap ini termasuk dalam level pertama dalam tahap pembelajaran Kirkpatrick, yaitu tahap reaction, karena mengukur hasil evaluasi reaksi dari peserta pelatihan yang dilakukan saat akhir sebuah pelatihan.
Tabel 3.3.
Blue Print Evaluasi Reaksi Peserta Pelatihan Manajemen Waktu
Aspek No aitem Total
1. Metode dan Materi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 10 2. Fasilitator 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26
16 3. Sarana dan
Prasarana
27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39
13
Total 39
Setelah pelatihan selesai, peserta pelatihan diminta untuk mengisi lembar evaluasi reaksi. Lembar evaluasi terdiri dari dua bagian yakni 39 aitem mengenai metode dan materi, fasilitator serta sarana dan prasarana. Subjek mengisi dengan cara memberikan tanda silang pada jawaban yang dianggap sesuai dan akan diberi skor dengan rentang antara 5 sampai 1. Pada bagian kedua, subjek diminta untuk mengisi pertanyaan terbuka yang terdiri dari empat soal mengenai aktivitas yang berkesan saat pelatihan, hal yang dipelajari dari pelatihan, target setelah pelatihan dan masukan bagi pelatihan manajemen waktu ini.
(68)
H. Uji Coba Alat Ukur
Setelah menyusun skala, peneliti melakukan uji coba skala untuk mengetahui apakah aitem-aitem yang dibuat dapat dijadikan alat ukur. Uji coba skala dilakukan pada beberapa mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2011 yang berjumlah 117 orang. Uji coba skala dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 dan 4 Februari 2013.
Uji coba skala dilakukan di dalam kelas. Peneliti membagikan skala kepada 117 mahasiswa angkatan 2011, Fakultas Psikologi, Univeritas Sanata Dharma kemudian peneliti membacakan petunjuk pengisian. Setelah seluruh subjek mengisi semua aitem dengan lengkap, mereka mengumpulkannya kembali pada peneliti.
I. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas
Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan oleh
professional judgement. Peneliti meminta pertimbangan dari dosen pembimbing sebelum penyebaran skala yang bertujuan agar aitem-aitem yang ada pada skala sesuai dengan aspek-aspek yang akan diukur.
2. Seleksi Aitem
Seleksi aitem menggunakan bantuan SPSS 16 for windows. Kriteria pemilihan aitem yakni korelasi aitem total dengan rix ≥ 0.30.
(69)
diskriminasi yang rendah dan harus digugurkan. Setelah melakukan penghitungan dengan menggunakan SPSS 16 for windows, tidak ditemukan skor yang berada di bawah 0.30. Hal ini menandakan bahwa tidak ada aitem yang harus digugurkan. Pada skala perilaku manajemen waktu, korelasi aitem total berkisar dari 0.409-0.735.
Tabel 3.4.
Blue Print Skala Kemampuan Manajemen Waktu Pre - Test
Aspek No aitem Total
1. Tujuan dan Prioritas 1, 4, 8, 11, 14, 16, 19, 24, 26, 28, 32
11 2. Mekanisme
Manajemen Waktu
2, 6, 7, 10, 15, 18, 20, 22, 23, 29, 33
11 3. Keadaan Lingkungan
Kerja
3, 5, 9, 12, 13, 17, 21, 25, 27, 30, 31
11
Total 33
Tabel 3.5.
Blue Print Skala Kemampuan Manajemen Waktu Post - Test
Aspek No aitem Total
1. Tujuan dan Prioritas 1, 3, 10, 11, 12, 18, 22, 24, 25, 30, 31
11 2. Mekanisme
Manajemen Waktu
4, 6, 9, 15, 16, 17, 19, 20, 26, 27, 29
11 3. Keadaan Lingkungan
Kerja
2, 5, 7, 8, 13, 14, 21, 23, 28, 32, 33
11
(70)
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah bagaimana alat ukur tersebut dapat mengukur aspek-aspek yang akan diukur. Tinggi rendahnya reliabilitas dapat terlihat dari koefisien reliabilitas (Azwar, 2011). Pengukuran koefisien reliabilitas skala perilaku manajemen waktu menggunakan Alpha Cronbach pada SPSS 16 for windows. Koefisien reliabilitas untuk skala ini yakni sebesar 0.945 dari 33 aitem skala manajemen waktu. Hal ini menandakan bahwa skala perilaku manajemen waktu ini reliabel.
J. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan untuk penelitian ini yakni
Independent Sample T-Test dan One Sample T-Test.Independent Sample T-Test digunakan untuk mengukur perbedaan perilaku antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Trihendradi, 2009). Sedangkan One Sample T-Test digunakan untuk melakukan perhitungan terhadap evaluasi reaksi peserta terhadap pelatihan dan manajemen waktu mahasiswa baru secara keseluruhan. Penghitungan ini dilakukan dengan SPSS 16 for windows.
(71)
50 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Pre - Test
Tahap pre-test dilakukan pada tanggal 26 - 28 Februari 2013 kepada seluruh mahasiswa angkatan 2012. Pengambilan data pre-test
melibatkan dua kelompok, yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek diminta untuk mengisi 33 aitem pada skala kemampuan manajemen waktu. Sebelum subjek mengisi aitem-aitem pada skala kemampuan manajemen waktu, peneliti memberikan instruksi agar subjek mengisi identitas diri dengan jelas dan lengkap. Kemudian peneliti membacakan petunjuk pengisian. Subjek yang telah selesai mengerjakan skala kemampuan manajemen waktu, diminta untuk memeriksa kembali jawaban agar tidak ada yang terlewat sebelum dikumpulkan pada peneliti.
2. Tahap Manipulasi atau Pemberian Treatment
Tahap perencanaan pelatihan terdiri dari beberapa tahap. Hal ini dikemukakan oleh Rae (1990) yang mengatakan bahwa tahap perencanaan pelatihan terdiri dari assesement kebutuhan peserta pelatihan, menetapkan tujuan, materi dan metode yang digunakan dalam pelatihan. Pengambilan data atau assesment dilakukan jauh
(72)
sebelum penelitian dirancang. Selain itu, sarana dan prasarana yang akan digunakan juga perlu dipersiapkan agar dapat mendukung proses pelatihan. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan yakni menghubungi para fasilitator atau trainer yang akan mendampingi para peserta pelatihan. Para fasilitator merupakan orang-orang yang memiliki pengalaman di bidang pelatihan. Rekan-rekan fasilitator berasal dari
Witgedhang Consulturement. Pemilihan fasilitator berdasarkan rekomendasi dan track record yang telah dilalui oleh Witgedhang Consulturement.
Ada empat orang fasilitator yang mendampingi peserta dalam kelompok kecil. Selain itu, masing-masing fasilitator ini juga didampingi oleh seorang asisten fasilitator yang juga berperan sebagai observer dalam kelompok kecil dan terdapat dua orang lagi yang membantu dalam hal teknis sehingga tim yang ada berjumlah sepuluh orang. Dua minggu sebelum pelatihan, para fasilitator dan asisten fasilitator (observer) mendapatkan briefing dari peneliti terlebih dahulu mengenai materi yang akan diberikan, aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan saat pelatihan dan hal-hal yang harus diamati dan dinilai dalam kelompok kecil. Selain itu, dijelaskan juga mengenai isi yang ada di dalam modul yang akan diberikan kepada peserta. Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap pelatihan yang dilakukan dengan memberikan skala perilaku manajemen waktu pada subjek lewat pre-test dan post-test serta evaluasi reaksi peserta pelatihan.
(73)
Pelatihan manajemen waktu diberikan bagi mahasiswa baru angkatan 2012, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Jumlah peserta yang mengikuti pelatihan ini yaitu 25 orang. Pelatihan diadakan dua hari - satu malam yakni pada tanggal 2-3 Maret 2013 di Wisma GHCC Duta Wacana, Kaliurang, Yogyakarta. Sebelum berangkat ke lokasi pelatihan, para peserta diharapkan berkumpul di Kampus III Universitas Sanata Dharma pada pukul 14.00 WIB. Akan tetapi, karena hujan yang cukup deras maka para peserta datang terlambat dan baru berkumpul pukul 15.15 WIB. Setelah itu, peserta beberapa anggota tim berangkat bersama menuju lokasi pelatihan. Peserta sampai di lokasi pelatihan pada pukul 16.00 WIB dan pelatihan baru dimulai pada pukul 16.15 WIB.
Pelatihan terdiri dari babak awal, babak tengah dan babak akhir. Babak awal dimulai dari perkenalan para fasilitator, penjelasan singkat mengenai metode yang dipakai dalam pelatihan serta tujuan pelatihan dan peraturan-peraturan saat mengikuti pelatihan. Pada babak tengah, terbagi menjadi tiga sesi yaitu “Menetapkan Tujuan dan Prioritas”, “Mengatur Area Kerja” dan “Membuat List Pekerjaan”. Hampir di semua sesi, peserta melakukan aktivitas di luar ruangan (outdoor), akan tetapi ada beberapa kegiatan juga yang dilakukan di dalam ruangan yakni di aula (indoor).
Sesi pertama diawali dengan perkenalan tim selain itu leader
(74)
Kemudian leader fasilitator membacakan kelompok-kelompok kecil yang telah dibentuk oleh panitia sebelumnya. Ada empat kelompok dalam pelatihan ini dan masing-masing kelompok terdiri dari enam hingga tujuh orang. Setelah berkumpul dalam kelompok kecil, mereka saling berkenalan dengan memainkan warm speed. Setelah itu, terdapat aktivitas my dreams and fear yakni masing-masing peserta menceritakan citanya. Hampir semua memiliki cita dan cita-cita mereka beragam. Setelah itu, masing-masing peserta menuliskan cita-citanya tersebut di kertas dan juga menuliskan hambatan yang ada untuk mencapai tujuannya tersebut kemudian dimasukkan ke dalam amplop tertutup dan nantinya akan dibuka kembali saat follow-up. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kembali peserta akan harapan dan cita-cita serta komitmen mereka untuk meraih cita-citanya tersebut.
Setelah sesi satu selesai, masuk sesi kedua yaitu mengatur area kerja pada pukul 18.00 WIB. Aktivitas yang akan dilakukan pada sesi kedua ini yaitu memasak. Dalam sesi ini banyak hal unik yang ditemukan misalnya satu kelompok yang tidak membuat list sama sekali. Ada beberapa orang dalam satu kelompok yang berbuat curang karena saat memasak, mereka diam-diam mengambil peralatan lagi tanpa izin fasilitator, ada juga yang masakannya tidak jadi sama sekali karena mereka salah mengambil peralatan memasak. Hal ini disebabkan karena mereka lupa dengan letak bahan atau peralatan tersebut. Pada jam 20.30 WIB mereka makan bersama dan membersihkan alat-alat
(1)
161
Lampiran 22.
Foto-foto Pelatihan Manajemen Waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
162
(3)
163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
164
(5)
vii
PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN WAKTU TERHADAP
KEMAMPUAN MANAJEMEN WAKTU MAHASISWA AWAL
Dominica Xyannie Mariave
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan manajemen waktu terhadap kemampuan manajemen waktu mahasiswa awal. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental dengan menggunakan desain
Nonrandomized Pretest-posttest Control Group Design. Jumlah subjek pada
kelompok kontrol yaitu sebanyak 25 subjek dan jumlah subjek pada kelompok eksperimen sebanyak 25 subjek. Hasil pengujian Independent Sample T-Test
antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (t = 5.903; p = 0.000) dalam hal kemampuan manajemen waktu. Dari perhitungan uji beda gain score didapatkan bahwa rata-rata gain score kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain score kelompok kontrol (7.32 > -6.56). Hasil pengujian One Sample T-Test terhadap evaluasi reaksi peserta pelatihan manajemen waktu menunjukkan bahwa ada penilaian positif dari peserta pelatihan terhadap materi dan metode pelatihan (39.92), fasilitator (62.16), sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelatihan (51.52) serta pelatihan secara keseluruhan (153.6) dengan p = 0.000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelatihan manajemen waktu yang diberikan, efektif untuk meningkatkan kemampuan manajemen waktu mahasiswa awal.
Kata Kunci : Pelatihan Manajemen Waktu, Kemampuan Manajemen Waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
viii
THE EFFECTS OF TIME MANAGEMENT TRAINING TO
NEW STUDENTS’ TIME MANAGEMENT SKILL
Dominica Xyannie Mariave
ABSTRACT
This research aimed to find how time management training has an influence time management skill for new students. This research was an quasi experimental and use Nonrandomized Pretest Posttest Control Group Design. Research participans were 25 in experimental group and 25 in control group. The results of Independent Sample T-Test between control group and experimental group showed that any significantly difference between both of group (t = 5.903; p = 0.000) in time management skill. The result of difference test of gain score show mean of gain score in experiment group higher than mean of gain score in control group (7.32 > -6.56). The results of One Sample T-test about participants’ reaction show that any positive appraisal from participants about materials and training method (39.92), facilitators (62.16), tools (51.52) and training totality (153.6) with p = 0.000. The data analysis results showed there were time management training was effective toward time management skill for new students.
Keywords: Time Management Training, Time Management Skill