Sejarah Penulisan Kitab Suci Tipitaka

Gotama menyelenggarakan Sidang Agung Sangha II 443 SM dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali. Sidang ini dipimpin oleh Bhikkhu Yasa hera, Revata hera, dan Subhakami hera dan dihadiri oleh 700 Arahat. Dalam Sidang Agung Sangha II ini, kelompok Bhikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma dan Vinaya ini menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut heravãda. Sedangkan kelompok Bhikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak berkembang menjadi mazhab Mahayana. Jadi, seabad setelah Buddha Gotama wafat, Agama Buddha terbagi menjadi 2 mazhab besar heravãda dan Mahayana. Hasil Sidang Agung Sangha II yaitu membahas kesalahan Bhikkhu Vajjiputtaka yang melanggar Pacittiya. Sekelompok Bhikkhu Vajjiputtaka akhirnya memisahkan diri dengan menamakan diri sebagai Mahasangika dan mengadakan sidang sendiri. Kelompok yang masih sejalan dengan Dhamma-Vinaya dikenal dengan nama Sthaviravada. Sumber : www.buddhistteachings.org Gambar 8.2 Seorang Bhikkhu yang sedang menerima kitab suci Sidang Agung Sangha III 249 SM diadakan di Pattaliputta Patna pada abad ketiga sesudah Buddha wafat di bawah pemerintahan Kaisar Asoka Wardhana. Kaisar ini memeluk Agama Buddha dan dengan pengaruhnya banyak membantu penyebaran ajaran Buddha ke seluruh wilayah kerajaan. Pada masa itu, ribuan gadungan penyelundup ajaran gelap masuk ke dalam Sangha dangan maksud menyebarkan ajaran-ajaran mereka sendiri untuk menyesatkan umat. Untuk mengakhiri keadaan ini, Kaisar menyelenggarakan Pesamuan Agung dan membersihkan tubuh Sangha dari penyelundup-penyelundup serta merencanakan pengiriman para Duta Dhamma ke negeri-negeri lain. Dalam Pesamuan Agung Ketiga ini seratus orang Arahat mengulang kembali pembacaan Kitab Suci Tipitaka Pali selama sembilan bulan. Dari titik tolak Pesamuan inilah Agama Buddha dapat tersebar ke seluruh penjuru dunia dan terhindar lenyap dari bumi asalnya. 213 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Hasil Sidang Agung Sangha III yaitu, Sangha dibersihkan dari bhikkhu-bhikkhu yang ceroboh. Ajaran Abhidhamma Katthavatthu Pakarana diulang oleh Tissa sehingga lengkaplah Tipitaka Vinaya, Sutta, dan Abhidhamma; serta Raja Asoka melakukan misionari Buddhis dengan menyebarkan sekte Vibhajjavadin subsekte Sthaviravada ke Sembilan Negara termasuk Srilanka dengan mengirim putranya yaitu Bhikkhu Mahinda hera, kemudian putrinya yang bernama Sanghamitta. Sidang Agung Sangha IV 83 SM diadakan di Aluvihara Srilanka di bawah lindungan Raja Vattagamani Abhaya pada permulaan abad keenam sesudah Buddha wafat. Pada kesempatan itu kitab suci Tipitaka Pali dituliskan untuk pertama kalinya di atas daun lontar. Perlu dicatat pula bahwa pada abad pertama Masehi, Raja Kaniska dari Afganistan mengadakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok heravãda. Bertitik tolak pada Pesamuan ini, Agama Buddha mazhab Mahayana berkembang di India dan kemudian menyebar ke negeri Tibet dan Tiongkok. Pada Pesamuan ini disepakati adanya kitab-kitab suci Buddhis dalam Bahasa Sanskerta dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka Pali. Selanjutnya Sidang Agung Sangha V diadakan di Mandalay Burma pada permulaan abad 25 sesudah Buddha wafat 1871 dengan bantuan Raja Mindon. Kejadian penting pada waktu itu adalah Kitab Suci Tipitaka Pali diprasastikan pada 727 buah lempengan marmer batu pualam dan diletakkan di bukit Mandalay. Sidang Agung Sangha VI diadakan di Rangoon pada hari Visakha Puja tahun Buddhis 2498 dan berakhir pada tahun Buddhis 2500 tahun Masehi 1956. Sejak saat itu penerjemahan kitab suci Tipitaka Pali dilakukan ke dalam beberapa bahasa Barat. Sumber: wp_tipitaka - aanatmawa.blogspot.com.jpg Gambar 8.3 Kitab suci 214 Kelas X SMASMK Dengan demikian, Agama Buddha mazhab heravãda dalam pertumbuhannya sejak pertama sampai sekarang, termasuk di Indonesia, tetap mendasarkan penghayatan dan pembabaran Dhamma-Vinaya pada kemurnian Kitab suci Tipitaka Pali sehingga tidak ada perbedaan dalam hal ajaran antara heravãda di Indonesia dengan heravada di hailand, Srilanka, Burma maupun di negara- negara lain. Sampai abad ketiga setelah Buddha wafat, mazhab Sthaviravada terpecah menjadi 18 sub mazhab, antara lain: Sarvastivada, Kasyapiya, Mahisasaka, heravãda dan sebagainya. Pada dewasa ini 17 sub mazhab Sthaviravada itu telah lenyap. Mazhab yang masih berkembang sampai sekarang hanyalah mazhab heravãda ajaran para sesepuh. Dengan demikian nama Sthaviravada tidak ada lagi. Mazhab heravãda inilah yang kini dianut oleh negara-negara Srilanka, Burma, hailand, dan kemudian berkembang di Indonesia dan negara-negara lain. Ayo Mengasosiasi Ayo mengasosiasi dengan menganalisis informasi yang terdapat pada sumber tertulis dan atau internet serta sumber lainnya untuk mendapatkan kesimpulan tentang kitab suci agama Buddha, Tipitaka

B. Ruang Lingkup Tipitaka

Kitab suci agama Buddha disebut Tipitaka. Tipitaka artinya tiga keranjang kelompok ajaran yaitu meliputi Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Sutta Vinaya Abhidharma Sumber: buddhistism.wordpress.com Gambar 8.4 Keranjang kitab suci agama Buddha

1. Vinaya Pitaka

Vinaya berarti peraturan, disiplin atau tata tertib. Jadi Vinaya Pitaka adalah kelompok ajaran Buddha yang berisi peraturan-peraturan kedisiplinan para bhikkhu dan bhikkhuni. Peraturan-peraturan ini ditetapkan oleh Buddha tidak sekaligus dan menyeluruh, melainkan sesuai dengan timbulnya masalah-masalah baru. 215 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Dari sejarah penyusunan Tipitaka terlihat bahwa setelah Tipitaka ditulis pada abad pertama sebelum Masehi di Aluha-Vihara, Srilanka. Kitab Suci Vinaya Pitaka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kitab Suci Tipitaka dalam versi bahasa Pali yang tidak berubah sampai sekarang. Vinaya Pitaka terdiri atas lima 5 kitab, yaitu dapat dilihat pada skema di bawah ini: Vinaya Pitaka Mahavagga Pali Pacittiya Parivara Pali Parajika Pali Culavagga Pali Sumber: Gambar: Skema Pembagian Vinaya Pitaka Vinaya Pitaka terdiri atas 21.000 pokok Dharma. Untuk dapat mempelajari dan memahami Vinaya Pitaka, kelima kitab Vinaya itu oleh pakar Vinaya disusun menjadi 3 bagian, yaitu: Sutta Vibhanga, Khandhaka, terdiri atas dua kitab: Mahavagga dan Cullavagga; dan Parivara. Sumber: www.greatthoughtstreasury.com Gambar 8.6 Bhikkhu sedang mencari Tipitaka,

a. Sutta Vibhanga

Sutta Vibhanga terdiri atas dua kitab yaitu Maha Vibhanga dan Cula Vibhanga. Maha Vibhanga disebut juga Bhikkhu Vibhanga, 227 peraturan latihan yang menjadi sumber Patimokkha-sila. Peraturan latihan ini tidak diberikan sekaligus, tetapi setelah terjadi kasus demi kasus yang menyangkut perilaku para bhikkhu 216 Kelas X SMASMK