16
Barat dan juga pada penelitian Wisdya 2009 tentang analisis risiko produksi anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat.
Berbeda halnya dengan penelitian Markhamah 2010 tentang manajemen risiko bunga potong sebagai bahan baku produk karangan bunga pada Florist X di
Pasar Bunga Wastukencana Bandung. Metode analisisnya adalah pengukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitas
dilakukan dengan menggunakan Metode analisis nilai standar analisis z-score dan analisis Value at Risk VaR. Sedangkan pengukuran yang bersifat kualitatif
dilakukan dengan menggunakan Metode Aprolsimasi, yaitu dengan menggunakan Expert
Opinion. Metode analisis risiko yang digunakan oleh Firmansyah 2009 dalam penelitiannya tentang risiko portofolio pemasaran sayuran organik
menggunakan single-index portofolio dengan bantuan software SPSS. Metode penelitian yang berbeda dari metode penelitian yang diuraikan sebelumnya
diperkenalkan oleh Sari 2009 yang meneliti risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar. Metode analisis risiko yang digunakan adalah model
ARCH GARCH dan perhitungan VaR Value at Risk.
2.3. Strategi Penanganan Risiko
Strategi pengelolaan risiko merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Strategi pengelolaan
risiko yang baik akan mampu menekan dampak risiko yang ditimbulkan sehingga perusahaan dapat memperoleh penerimaan yang sesuai dengan yang ditargetkan.
Sebaliknya dengan penanganan risiko yang kurang tepat akan menimbulkan kerugian pada perusahaan. Strategi pengelolaan risiko yang diterapkan di
perusahaan diharapkan merupakan strategi yang tepat dan efektif dalam menekan risiko.
Wisdya 2009 mengemukakan bahwa penanganan untuk mengatasi risiko produksi PT EGF adalah dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang
ada. Dengan adanya diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya. Selain itu
penanganan risiko juga dapat dilakukan kerjasama penyediaan bibit dengan konsumen, hal ini dapat mengurangi risiko produksi akibat ketidaktersediaan
17
bibit, usaha pembungaan berupa rangkaian bunga dalam pot juga dapat dilakukan, sehingga tanaman dengan kategori rusak mekanis masih dapat dimanfaatkan.
Sianturi 2011 juga mengemukakan strategi yang dapat dilakukan PT Saung Mirwan untuk menekan risiko adalah melakukan diversifikasi memilih
kombinasi komoditas yang memiliki risiko paling rendah, dan lebih memfokuskan perhatian pada bunga yang memiliki risiko paling tinggi terutama dalam hal
pengendalian hama dan penyakit. Tarigan 2009 juga mengemukakan strategi
yang dilakukan Permata Hati Organic Farm dalam menekan risiko produksi yaitu dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada, melakukan kemitraan
produksi dengan petani sekitar yang memproduksi sayuran organik serta kemitraan dalam penggunaan input dan perlu adanya peningkatan manajemen
pada perusahaan dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen yang terarah dengan baik.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Safitri 2009 dalam mengendalikan risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, dimana
dilakukan diversifikasi dan pola kemitraan. Sedangkan dalam penelitian tentang manajemen risiko bunga potong oleh Markhamah 2010, strategi pengendalian
risiko yang dilakukan adalah strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yang dilakukan berupa memperbaiki sistem pasokan bahan baku,
melakukan peramalan terhadap penjualan periode berikutnya, melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan
baku, mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki fasilitas fisik. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan berupa kerjasama
dengan florist-florist yang lain, dan memperbaiki manajemen dalam memproduksi dan memasarkan produk.
Strategi yang berbeda dikemukakan oleh Firmansyah 2009 yang meneliti risiko portofolio pemasaran sayuran organik. Strategi pengelolaan risiko
portofolio pemasaran sayuran organik adalah menjaga kestabilan pesanan produk agar berada pada kondisi penjualan normal atau bahkan tinggi yaitu dengan cara
memperbanyak agen atau distributor. Selain itu perusahaan bisa menjalin kerjasama dengan supermarket-supermarket yang ada atau toko-toko khusus yang
menjual sayuran organik agar penjualan produk konstan dan kontinyu. Pada
18
penelitian Arfah 2009 tentang risiko penjualan anggrek Phalaenopsis, alternatif manajemen risiko dalam mengatasi risiko penjualan adalah dengan melakukan
peningkatan teknologi pengaturan cahaya green house, penerapan teknologi biopestisida sebagai pengendali hama dan penyakit, bimbingan manajemen mutu
dan pasca panen. Selain itu penanganan risiko juga dapat dilakukan melalui penerapan sistem SOP standar operasional terhadap kebijakan mutu produk
dalam mengusahakan anggrek Phalaenopsis agar dapat memenuhi standar operasional yang diterapkan oleh pihak-pihak tertentu serta perlu adanya
peningkatan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen yang terarah dengan baik.
Sementara itu Sari 2009 mengemukakan strategi pengendalian risiko harga cabai merah harus terdapat integrasi yang baik antara tiga pihak yaitu
petani, penjual dan pemerintah. Strategi pengendalian risiko harga cabai merah yang dapat dilakukan oleh petani antara lain penentuan masa tanam cabai yang
tepat, diversifikasi tanaman, rotasi tanaman, pembuatan produk olahan cabai dan sistem kontrak. Penjual dapat melakukan strategi pengendalian risiko harga cabai
merah dengan cara menjual cabai pada industri makanan, dan pengeringan cabai untuk mencegah jatuhnya harga akibat oversupply. Peran pemerintah dalam
pengendalian risiko cabai merah dapat dilakukan dengan cara pembentukan atau pengaktifan koperasi dan kelompok tani, pengaturan pola produksi dan
penyuluhan yang efektif. Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu. Metode analisis yang digunakan oleh Markhamah 2010, Firmansyah 2009 dan Sari 2009 berbeda dengan metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini. Sedangkan metode analisis yang digunakan pada penelitian Safitri 2009, Sianturi 2011, Arfah 2009, Tarigan 2009 dan Wisdya 2009 dengan
menggunakan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variance juga digunakan dalam penelitian ini. Namun letak perbedaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu adalah pada pengaruh diversifikasi portofolio yang dilakukan untuk mengendalikan risiko yang ada pada tanaman hias, dan juga
perbedaaan komoditas serta tempat pelaksanaan penelitian.
19
III
.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis