Keadaan Umum Situ IPB Laju sedimentasi

32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Situ IPB

Perairan ini memiliki beberapa sumber air, antara lain berasal dari mata air yang terdapat di bagian hulu Situ Leutik. Hampir seluruh tepi perairan Situ IPB dibatasi oleh tanah, kecuali di bagian outlet Situ Leutik dan outlet Situ Perikanan yang di batasi oleh pembatas beton. Air dari Situ Perikanan berasal dari limpasan dari Situ Leutik dan juga sumber air berasal dari mata air di bagian utara Situ Perikanan yang berdekatan dengan percetakan IPB Press. Situ IPB mempunyai tiga saluran keluaran, dua diantaranya adalah saluran limpasan untuk mengeluarkan kelebihan air Situ IPB. Satu saluran lagi merupakan penyuplai air kolam-kolam budidaya jurusan Budidaya Perairan- Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan BDP-FPIK dan juga dialirkan ke Fakultas Peternakan dengan dilengkapi dengan pengatur debit keluaran. Sebelum dialirkan ke Fakultas Pertenakan, air ditampung terlebih dahulu. Kelebihan air di tempat penampungan akan keluar ke aliran menuju sungai Cihideung. Perairan ini sebagian besar dikelilingi oleh vegetasi hutan, terdapat pembuangan limbah secara langsung yang masuk keperairan ini. Pembuangan limbah domestik berasal dari gedung-gedung yang berada di lingkungan sekitar situ. Keadaan ini, jika tidak ada perhatian dan pengawasan dapat menambah kandungan bahan organik dan mempengaruhi kondisi fisika – kimia perairan. 4.2. Morfometri 4.2.1 Dimensi permukaan Situ Leutik Dimensi permukaan Situ IPB dibagi menjadi dua karakteristik situ yaitu Situ Leutik dan Situ Perikanan. Situ Leutik tidak memiliki pulau maupun daratan yang terdapat di tengah situ sehingga panjang maksimum efektif sama dengan panjang maksimum sebesar 193,5 m. Panjang maksimum efektif ini menggambarkan keefektifan lapisan permukaan untuk menerima pengaruh masukan luar seperti angin. Semakin besar nilai panjang maksimum efektif semakin besar peluang 33 teraduknya massa air oleh angin yang dapat mempengaruhi kualitas air. Lebar maksimum Situ Leutik sama dengan lebar maksimum efektif sebesar 60 m, karena tidak adanya pulau maupun daratan yang berada di tengah-tengah situ. Lebar rata- rata Situ Leutik sebesar 36,51 m yang menggambarkan bahwa di sepanjang perairan Situ Leutik tidak memiliki lebar yang sama Tabel 5. Menurut Purnomo 1987 in Ubaidillah dan Maryanto 2003 panjang maksimum Situ Leutik sebesar 297 m dengan lebar maksimum sebesar 61 m. Perbedaan ini dikarenakan di bagian hulu Situ Leutik mengalami proses sedimentasi dan terdapat bendungan pemisah yang menyebabkan panjang maksimum menjadi sempit. Tabel 5. Nilai-nilai dimensi permukaan Situ Leutik No Parameter Hasil 1 Panjang maksimum Lmax 193,5 m 2 Lebar maksimum Wmax 60 m 3 Lebar rata-rata W 36,51 m 4 Luas permukaan Ao 7.064,46 m 2 5 Panjang garis keliling situ SL 492 m 6 Indeks perkembangan garis tepi situ SDI 1,65 Luas Situ Leutik memiliki luas permukaan 7.064,46 m 2 dengan panjang garis keliling sebesar 492 m. Indek perkembangan garis tepi Situ Leutik sebesar 1,65. Indek perkembangan garis tepi dapat menunjukan derajat keteraturan bentuk suatu danau. Nilai tersebut menunjukan bahwa Situ Leutik berbentuk subcircular. Jika nilai SDI antara 1-2 danau berbentuk subcircular atau ellips, sedangkan nilai SDI 2 maka danau akan berbentuk tidak beraturan Hakanson 1981.

4.2.2 Dimensi bawah permukaan Situ Leutik

Situ Leutik memiliki kedalaman maksimum sebesar 3,50 m dengan kedalaman rata-rata sebesar 2,41 m Tabel 6. Kedalaman maksimum Situ Leutik berada di daerah dekat outlet yang merupakan sumber masukan ke Situ Perikanan. Perairan 34 Situ Leutik tergolong rendah sehingga perairan ini termasuk perairan yang dangkal dan dapat diduga bahwa penetrasi cahaya matahari dapat mencapai dasar perairan. Volume total Situ Leutik adalah 15.117,94 m 3 . Bentuk dasar suatu danau dapat diduga dari nilai perkembangan volume danau VD. Perkembangan volume Situ Leutik memiliki nilai sebesar 1,83. Nilai ini menggambarkan bentuk dasar Situ Leutik adalah rata VD1. Menurut Cole 1983 nilai VD1 menggambarkan bentuk dasar situ yang rata. Stabilitas stratifikasi suatu perairan dapat diduga dari nilai kedalaman relatif. Situ Leutik memiliki nilai kedalaman relatif 3,6 dan tergolong memiliki stabilitas stratifikasi yang rendah. Perairan dengan stabilitas stratifikasi tinggi umumnya memiliki nilai kedalam relatif lebih dari 40 . Kedalaman relatif yang rendah memungkinkan terjadinya pengadukan masa air oleh angin dengan mudah sehingga lapisan akan cenderung homogen Wetzel 2001. Tabel 6. Nilai-nilai dimensi bawah permukaan Situ Leutik No Parameter Hasil 1 Kedalaman maksimum Zm 3,50 m 2 Kedalaman rata-rata Z 2,14 m 3 Kedalaman relatif Zr 3,6 4 Volume total air V 15.117,94 m 3 5 Perkembangan volume danau VD 1,83

4.2.3 Dimensi permukaan Situ Perikanan

Situ Perikanan memiliki panjang maksimum sebesar 243 m dan panjang maksimum efektif sebesar 186 m Tabel 7. Panjang efektif menggambarkan keefektifan lapisan permukaan air untuk menerima pengaruh dari luar seperti angin. Nilai panjang maksimum efektif semakin besar akan mengakibatkan semakin besar peluang teraduknya massa air oleh angin yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas air. Lebar maksimum Situ Perikanan diukur dari lebar terjauh yang tegak lurus dengan panjang maksimum. Lebar maksimum Situ Perikanan adalah 88,5 m dengan lebar maksimum efektif sebesar 47,1 m. Nilai tersebut berbeda dikarenakan terdapat 35 pulau terapung yang berada di dekat IPB Press yang dapat mengganggu pergerakan air. Lebar rata-rata Situ Perikanan sebesar 50,07 m yang menggambarkan bahwa sepanjang perairan tersebut memiliki lebar yang berbeda, sebagian ada yang cenderung lebih sempit dan lebar Tabel 7. Tabel 7. Nilai-nilai dimensi permukaan Situ Perikanan No Parameter Hasil 1 Panjang maksimum Lmax 243 m 2 Panjang maksimum efektif Le 186 m 3 Lebar maksimum Wmax 88,5 m 4 Lebar maksimum efektif We 47,1 m 5 Lebar rata-rata W 50,07 m 6 Luas permukaan Ao 12.167,37m 2 7 Panjang garis keliling situ SL 669 m 8 Indeks perkembangan garis tepi situ SDI 1,71 Situ Perikanan memiliki luas permukaan 12.167,37 m 2 dengan panjang garis keliling situ SL sebesar 669 m. Menurut Syukri 2001 bahwa pada tahun 2001 Situ Perikanan memiliki luas 15.423 m 2 . Ini berarti Situ Perikanan telah mengalami pengurangan luas sebesar 3.255,63 m 2 . Luas situ dipengaruhi oleh volume air, Situ Perikanan seringkali mengalami penyusutan volume air yang dapat mempengaruhi luas dan panjang garis keliling. Penyusutan juga dikarenakan karena adanya pulau terapung yang telah terjadi proses sedimentasi di bagian inlet Situ perikanan yang berada di dekat IPB Press. Menurut Wetzel 1979 bahwa bila debit air yang masuk lebih besar dari pada debit air keluar maka panjang garis keliling akan lebih besar dan begitu juga sebaliknya. Situ Perikanan memiliki bentuk subcircular. Hal ini dapat diduga dari nila SDI sebesar 1,71. Nilai indek perkembangan garis tepi tersebut menunjukan derajat keteraturan bentuk suatu danau. Jika nilai SDI antara 1-2 danau berbentuk subcircular atau ellips, sedangkan nilai SDI 2 maka danau akan berbentuk tidak beraturan Hakanson 1981. . 36

4.2.3 Dimensi bawah permukaan Situ Perikanan

Situ Perikanan memiliki kedalaman maksimum sebesar 2,45 m dengan kedalaman rata-rata sebesar 1,52 m Tabel 8. Kedalaman maksimum Situ Perikanan berada di bagian tengah situ. Perairan ini lebih dangkal dibandingkan Situ leutik yang berada di bagian timur Situ IPB, sehingga Situ Perikanan dapat juga diduga penetrasi cahaya matahari dapat mencapai dasar perairan. Hal ini ditunjang dengan nilai kecerahan yang relatif besar berkisar antara 0,03-1,15 m. Perairan dengan kedalaman rata-rata rendah umumnya akan memiliki rasio fotik dan afotik yang tinggi. Hal ini erat kaitanya dengan semakin dangkalnya perairan maka cahaya matahari akan menembus sampai ke lapisan dasar perairan sehingga fotosintesis masih dapat aktif dan tersedia oksigen yang besar Ubaidillah dan Maryanto 2003. Volume total air Situ Perikanan adalah 18.435 m 3 . Menurut Syukri 2001 bahwa pada tahun 2001 volume total perairan Situ Perikanan sebesar 20.711,72 m 3 . Hal tersebut menunjukan bahwa Situ Perikanan mengalami penyusutan volume sebesar 2.276,72 m 3 selama 9 tahun, dari tahun 2001-2010. Keberadaan musim sangat mempengaruhi keberadaan air di Situ Perikanan. Debit air yang keluar dari Situ Perikanan lebih besar daripada debit masukan, diduga dapat memicu penyusutan situ Gambar 12. Perkembangan volume Situ Leutik memiliki nilai sebesar 1,86 Tabel 8. Nilai ini menggambarkan bentuk dasar Situ Leutik adalah rata VD1. Suatu perairan dengan nilai VD1 tergolong perairan yang memiliki dasar cenderung datar atau pasu Cole 1983. Situ Perikanan memiliki kedalaman relatif 2,0 . Menurut Wetzel 1983 nilai tersebut menggambarkan bahwa Situ Perikanan memiliki tingkat stabilitas massa air yang rendah, artinya pergerakan akan mudah mengalami pengadukan massa air oleh angin dan menyebabkan massa air cenderung homogen. Tabel 8. Nilai-nilai dimensi bawah permukaan Situ Perikanan No Parameter Hasil 1 Kedalaman maksimum Zm 2,45 m 2 Kedalaman rata-rata Z 1,52 m 3 Kedalaman relatif Zr 2,0 4 Volume total air V 18.435 m 3 5 Perkembangan volume danau VD 1,86 37 Gambar 5. Peta batimetri Situ Leutik hasil pengamatan bulan Mei 2010 Interval Kedalaman Centimeter Keterangan: A-B = Titik transek gradien kedalaman A B 38 Gambar 6. Peta batimetri Situ Perikanan hasil pengamatan bulan Mei 2010 Interval Kedalaman Centimeter Keterangan: C-D-E = Titik transek gradien kedalaman C D Kedalaman Situ Perikanan berkurang sampai ± 100 cm pada saat tidak ada hujan April-Mei 2010 E 39 Gambar 7 . Gradien kedalaman Situ Leutik pada transek garis A-B Gambar 8. Gradien kedalaman Situ Perikanan pada transek garis C-D-E C D E A B 40 4.3 Sumberdaya Air 4.3.1 Parameter fisika Suhu maksimum permukaan Situ IPB sebesar 28,8°C. Suhu tersebut masih dikatakan normal, karena pada umumnya untuk perairan tropis mempunyai kisaran suhu permukaan antara 25-32°C dan sangat baik untuk kehidupan organisme di perairan Boyd 1990. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu air golongan III dan IV suhu pada kisaran 25-32°C masih sesuai untuk kegiatan perikanan dan pertanian. Kecerahan merupakan ukuran transparasi perairan, yang dilakukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan di Situ IPB berkisar antara 0,03-1,15 m, yang artinya perairan Situ IPB merupakan tipe eutrofik karena kecerahan secchi disk 3,0 m Henderson-Seller dan Markland 1979 in Darmawinsah 2009. Nilai kecerahan Situ IPB sebagian masih dalam kisaran yang baik untuk ikan. Menurut Asmawi 1983 in Tursilawati 2005 bahwa nilai kecerahan yang baik untuk ikan adalah 0,45 m, jika kurang dari nilai tersebut akan mengakibatkan batas pandangan ikan berkurang. Nilai kekeruhan Situ IPB memiliki kisaran antara 0,5-14,5 NTU. Bahan- bahan tersuspensi merupakan salah satu penyebab tingginya nilai kekeruhan. Nilai kekeruhan yang tinggi bisa juga diduga karena pengaruh musim. Pada saat musim hujan bahan-bahan tersuspensi dan senyawa koloid terbawa masuk ke inlet Situ IPB. Semakin tinggi padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan telarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Nilai kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, menghambat penetrasi cahaya ke dalam air, mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernian air Effendi 2003. Kandungan padatan tersuspensi total TSS dari lokasi yang diambil selama pengamatan diperoleh nilai padatan tersuspensi berkisar antara 2,0-16,0 mgL. Effendi 2003 menyatakan TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Nilai ini masih berada di bawah baku mutu PPRI No.82 Tahun 2001 yaitu 41 400 mgL sehingga tidak berpengaruh dan masih layak untuk kehidupan organisme akuatik seperti ikan.

4.3.2 Parameter kimia

Nilai pH perairan Situ IPB berkisar antara 5,14-6,32. Nilai pH cenderung berada di bawah baku mutu yang mengisyaratkan nilai pH antara 6-9. Nilai pH tertinggi terdapat di bagian inlet Situ Perikanan yaitu berdekatan dengan lokasi IPB Press maupun dari bagian hulu melalui dam permanen yang terdapat kantin diatasnya. Hal ini dapat menggangu biota akuatik di perairan ini, karena sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7- 8,5 Effendi 2003. Kandungan oksigen Situ IPB selama pengamatan menunjukan kisaran antara 3,20-7,76 mgL. Hal ini diduga adanya suplai oksigen dari udara difusi dan aktivitas fotosintesis dari fitoplankton maupun tumbuhan air. Menurut Welch 1952 bahwa sumber oksigen dalam perairan berasal dari hasil-hasil fotosintesis organisme nabati berklorofil sedangkan sumber hilangnya oksigen dalam air berasal dari pelepasan udara dari permukaan air ke atmosfer dan kegiatan respirasi semua organisme air. Perairan ini masih sesuai dengan kegiatan perikanan. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu air golongan III dan IV, kandungan DO pada kisaran tersebut masih sesuai dengan kegiatan perikanan dan pertanian yaitu disyaratkan 3 mgL. BOD 5 menggambarkan kandungan bahan organik perairan yang bisa di dekomposisi secara biologis. Perairan ini memiliki nilai kisaran BOD 5 antara 0,68- 9,68 mgL. Situ Perikanan memiliki kandungan BOD 5 lebih besar dibandingkan Situ Leutik. Situ Perikanan pada saat pengamatan memiliki nilai yang melebihi baku mutu berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 yang mengisyaratkan nilai BOD 5 adalah 6 mgL. Nilai BOD 5 yang melebihi baku mutu dapat mengancam kehidupan organisme akuatik seperti ikan yang membutuhkan oksigen dalam kehidupannya. Berdasarkan APHA 2005 nilai BOD 5 yang besar menunjukkan aktivitas mikroorganisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik, sehingga menggambarkan adanya bahan organik yang tinggi pula. 42 4.4 Hidroklimatologi 4.4.1 Curah hujan Data curah hujan dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor dalan kurun waktu 10 tahun dari tahun 2000-2009 menunjukan curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari dan terendah pada bulan Agustus. Rata-rata curah hujan bulanan daerah Dramaga Bogor berkisar antara 137,27–444,99 mm dan jumlah curah hujan tahunan sebesar 3.897,34 mm Lampiran 5. Gambar 9. Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga 2000-2009 Klasifikasi iklim menurut Schamidt dan Furguson 1951 in Kesumaningwati 2005 yang menggunakan kriteria bulan basah curah hujan lebih besar 100, bulan kering curah hujan lebih kecil 60 mm dan bulan lembab curah hujan antara 60 mm sampai 100 mm. Curah hujan daerah Dramaga dalam kurun waktu 10 tahun termasuk dalam daerah yang sangat basah diperoleh dari nilai Q sebesar 3,54 . Daerah Dramaga mempunyai curah hujan yang sangat tinggi sepanjang tahun akan tetapi masih terjadi bulan kering dalam satu tahun Lampiran 6. 43 Gambar 10. Curah hujan dan penguapan bulanan 2010 Terjadi peningkatkan curah hujan dari Januari sampai Februari dengan curah hujan tertinggi sebesar 460,7 mm. Curah hujan mengalami penurunan dengan puncak terendah pada bulan April sebesar 42,9 mm diikuti dengan tingginya penguapan sebesar 4,9 mm Gambar 10. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat bulan kering yang terjadi pada bulan April. Hal ini diduga dapat menyebabkan penyusutan volume air Situ IPB khususnya Situ Perikanan.

4.4.2 Debit air

Kesediaan air Situ IPB sangat tergantung dari curah hujan dan debit masukan air. Curah hujan yang tinggi akan menghasilkan aliran masuk yang tinggi. Hubungan curan hujan dengan debit rata-rata dua minggu, menunjukan bahwa peningkatan curah hujan berhubungan dengan pola debit air. Selama penelitian curah hujan tertinggi pada bulan Juni sebesar 206,9 mm dengan debit air rata-rata selama dua minggu sebesar 18,87 ldet, sedangkan jumlah curah terendah terjadi pada bulan April dengan jumlah curah hujan sebesar 42,9 mm dan debit air rata-rata sebesar 15,90 ldet. Debit rata-rata masukan air ke Situ Leutik selama pengamatan sebesar 17,33 ldet, dengan bertambahnya debit masukan pada Situ Leutik akan berpengaruh positif terhadap Situ Perikanan Gambar 11. 44 Gambar 11. Debit Inflow Situ LSI Curah hujan berhubungan dengan debit masukan yang terjadi di Situ Perikanan. Debit rata-rata masukan selama penelitian sebesar 22,81 ldet dengan debit keluaran lebih besar yaitu 28,81 ldet Gambar 12. Curah hujan memberikan pengaruh terhadap besarnya masuknya air ke dalam Situ IPB khususnya Situ Perikanan. Besarnya debit keluaran diduga juga menyebabkan penyusutan volume air Situ Perikanan. Besarnya debit keluaran dikarenakan pengaturan debit yang kurang baik sehingga air terbuang sia-sia. Gambar 12. Debit Inflow dan Outflow Situ IPB 45

4.4.3 Fluktuasi tinggi muka air Situ IPB

Fluktuasi tinggi air situ mempunyai pola yang sejalan dengan curah hujan. Tinggi air Situ Leutik dan Situ Perikanan memiliki karakteristik yang berbeda. Jumlah hujan yang jatuh di daerah tangkapan Situ IPB mengalami proses hidrologis dan akan diubah menjadi aliran yang kemudian akan masuk ke dalam Situ IPB. Curah hujan yang tinggi akan menghasilkan aliran yang tinggi pula, sehingga masuknya aliran air yang masuk ke dalam Situ IPB sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Sehingga input air yang masuk akan berpengaruh tehadap fluktuasi tinggi muka air Situ IPB. Situ Leutik memiliki tinggi muka air yang cenderung stabil yaitu ± 350 cm. Diduga bahwa debit air yang masuk ke dalam Situ Leutik sama dengan debit keluar yang melewati dam yang berada di bawah jembatan LSI. Tinggi muka air Situ Perikanan mengalami fluktuasi antara 153-321 cm. Hal ini diduga karena perubahan curah hujan dan debit air yang keluar lebih besar daripada debit masukan. Tinggi muka air Situ Perikanan terendah terjadi pada bulan April sebesar 153,3 cm dan tinggi muka air tertinggi terjadi pada bulan Juni dengan curah hujan 330,9 mm dengan tinggi air maksimum 321 cm Gambar 13. Hal ini dibuktikan dari data Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor, menunjukan bahwa curah hujan pada bulan April sebesar 42,9 mm yang menyebabkan penyusutan air Situ Perikanan. Gambar 13. Tinggi muka air Situ IPB Garis merah = Situ Leutik, garis biru=Situ Perikanan dan garis hijau = curah hujan 46 Fluktuasi air yang terjadi dapat berpengaruh terhadapat kualiatas air, dengan berkurang volume air Situ Perikanan bisa menyebabkan perubahan kualitas air juga semakin cepat. Keadaan ini dapat mengganggu organisme yang terdapat didalamnya. Bahkan menurut Basuki 2005 jika terjadi kemarau yang panjang maka air Situ Perikanan dapat dikatakan tidak berair.

4.5 Laju sedimentasi

Situ IPB memiliki laju sedimentasi rata-rata tertinggi sebesar 1,40 mgcm 2 hari yang terdapat pada lokasi 3. Lokasi 3 berada di dekat inlet Situ Perikanan dengan sumber air yang berasal dari limpasan air Situ Leutik dan limbah dari kantin Al-makjan yang berada di sepanjang jembatan LSI, sehingga sedimen yang terperangkap relatif lebih besar sedangkan laju sedimentasi terendah pada saat pengamatan tedapat pada lokasi 2, dengan rata-rata laju sedimentasi sebesar 0,66 mgcm 2 hari. Pada bagian inlet Situ Leutik pada lokasi 1, diketahui bahwa laju sedimentasi lebih besar dibandingkan dengan lokasi 2 pada outlet, dengan rata-rata laju sedimentasi pada lokasi 1 sebesar 0,80 mgcm 2 hari dan pada lokasi 2 sebesar 0,66 mgcm 2 hari. Hal ini dikarenakan bagian inlet merupakan penerima sedimen pertama dari lingkungan luar yang masuk ke dalam Situ IPB Gambar 14. Pada lokasi 5 pada outlet Situ Perikanan memiliki rata-rata laju sedimentasi sebesar 0,95 mgcm 2 hari, tidak jauh berbeda dengan lokasi 4 yang memiliki rata- rata laju sedimentasi sebesar 0,89 mgcm 2 hari Gambar 14. Laju sedimentasi lokasi 5 lebih besar dari pada lokasi 4, dikarenakan dibagian outlet berfungsi sebagai pintu keluaran air menyebabkan sediment trap menerima sedimen dari seluruh bagian situ sehingga sedimen yang terperangkap di bagian lokasi 5 relative lebih tinggi dibandingkan di lokasi 4. Kondisi curah hujan selama ± 4 hari, menunjukan bahwa dengan bertambahnya curah hujan diikuti dengan banyaknya sedimen yang terperangkap. Hal ini dikarenakan curah hujan yang jatuh ke daratan akan membawa partikel sedimen masuk perairan. Nilai tertinggi dari beberapa pengamatan, nilai sedimen yang terperangkap tertinggi terjadi pada sampling kedua lokasi 3 dengan jumlah curah hujan sebesar 116,4 mm Lampiran 9. 47 Gambar 14. Laju sedimentasi Situ IPB 4.6 Substrat tanah 4.6.1 Tekstur substrat tanah