menjadi kendala, baik dari guru maupun dari siswa. Mengenai hal-hal yang bisa menjadi kendala dalam pembelajaran tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a. Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 3 Salatiga
Menurut ED, pembelajaran keterampilan berbicara merupakan aspek yang paling susah, terutama jika dilihat dari kesiapan siswa dalam menerima dan
melaksanakan pembelajaran. Sesuai dengan hasil wawancara peneliti kepada ED dan AM, beberapa hal yang dirasa menjadi kendala dalam pembelajaran
keterampilan berbicara di antaranya adalah.
1 Siswa atau peserta didik memiliki kepercayaan diri yang kurang Kepercayaan diri menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan siswa dalam berbicara. Sepandai apapun siswa dalam konsep dan pemahaman apabila siswa tidak memiliki kepercayaan diri maka akan menjadi
hal yang sia-sia saja karena berbicara tidak hanya sebatas menguasai konsep akan tetapi mengaplikasikan konsep tersebut ke dalam aktivitas oral. Guru
merasa bahwa kepercayaan diri yang dimiliki siswa khususnya jika harus maju berbicara masih sangat kurang. Hal ini akan berpengaruh pada proses
dan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai penjelasan ED dan AM dalam kutipan wawancaranya sebagai berikut.
Anak-anak itu kadang malu, kadang punya konsep tetapi tidak berani mengungkapkan, tapi kalau berbicara biasa dia lancar. Kalau ditentukan
temanya dia menjadi malu dan susah CL No. 1.1. ...hanya untuk berbicara yang terprogram itu perlu motivasi apalagi
kalau maju... Dari siswa memang kendalanya mereka itu kurang percaya diri CL No. 1.2.
2 Siswa kurang antusias dalam mengikuti pelajaran Selain kepercayaan diri yang rendah, semangat yang dimiliki siswa juga masih
kurang. Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, siswa pada dasarnya telah memiliki konsep dan pemikiran akan tetapi jika diminta untuk
mengungkapkannya di hadapan teman-temannya siswa tidak mampu dikarenakan rasa takut atau malu. Terkadang siswa malas untuk berbicara
karena teman-temannya selalu mengganggu. Rasa malu dan gangguan teman tersebut menjadi salah satu pemicu rasa malu dan rendahnya antusias siswa.
Guru mengatakan bahwa apabila antusiasme siswa dalam belajar rendah maka sulit untuk menciptakan pembelajaran yang baik. Hal tersebut diungkapkan
AM dalam kutipan wawancaranya sebagai berikut.
Dari siswa memang kendalanya mereka itu kurang percaya diri. Siswa juga kurang antusias. Terkadang siswa bicara sendiri atau mengganggu
temannya CL No. 1.2.
3 Jumlah siswa yang terlalu banyak Menurut guru di SMP Negeri 3 Salatiga, kelas yang ideal adalah kelas yang
hanya terdiri dari 25 siswa, akan tetapi kenyataan yang ada di sekolah tersebut saat ini adalah 42 orang tiap kelas. Jumlah siswa yang besar dengan kelas
yang sempit jelas akan menghasilkan pembelajaran yang kurang maksimal. Jumlah siswa yang banyak tidak diimbangi dengan jumlah jam pelajaran.
Untuk mata pelajaran bahasa Indonesia jumlah jam pelajaran adalah 4 kali 40 menit tiap minggu ditambah 1 jam pelajaran 40 menit untuk pembiasaan di
perpustakaan. Itu pun masih dibagi lagi dengan aspek yang lain membaca, menulis dan mendengarkan. Hal ini akan mempengaruhi strategi atau cara
guru dalam mengajarkan keterampilan berbicara. Khususnya jika siswa harus tampil unjuk kerja di depan kelas. Seperti dijelaskan AM sebagai berikut.
Untuk KTSP ini kan idealnya satu kelas itu maksimal 25 tapi kenyataanya sekarang 42 siswa tiap kelas. Idealnya memang 25, kalau
memang dilaksanakan 25 itu akan enak. Siswa sedikit jumlah jam sesuai target. Tetapi seandainya kelas itu dibagi dua tentu akan memenuhi
target, tetapi otomatis akan menambah ruang juga. Itu menjadi kendala. Dengan siswa 42 untuk mencapai pembelajaran yang ideal juga sulitCL
No. 1.2.
4 Siswa masih menggunakan metode hapalan Guru merasa dengan metode hapalan yang dilakukan siswa ini justru akan
merugikan siswa. Misalnya siswa harus menceritakan tokoh idola, membawakan acara, atau berbicara yang lainnya kemudian siswa menghapal
kata demi kata, kalimat demi kalimat maka jika saat presentasi ada yang lupa maka akan berhenti. Selain itu, metode hapalan akan membuat siswa tidak
menghayati apa yang dia sampaikan, siswa hanya sebatas menyampaikan tanpa adanya hubungan yang komunikatif. Menurut guru SMP Negeri 3
Salatiga cara belajar tersebut menjadi kendala pula dalam pembelajaran. Hal tersebut diungkapkan AM dalam kutipan wawancaranya sebagai berikut.
Kemudian anak masih ada yang menggunakan metode hapalan, misalnya dia lupa, kan berhenti. Saya menganjurkan anak bukan menghapalkan
kata per kata tapi poin-poinnya saja. Misal bercerita atau menceritakan kembali dongeng yang pernah dibaca atau didengar, kan tidak perlu
menghapal kata demi kata atau kalimat demi kalimat. Siswa boleh mengembangkan sendiri CL No. 1.2.
Pendapat guru bahwa siswa masih selalu menggunakan metode hapalan tersebut, penulis buktikan pula dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai
berikut. Pen. : “Biasanya kalau mau maju itu menghapalkan dulu ya?”
Nar. : “Ya Pak” CL No. 1.4
Diakui oleh ZA bahwa metode hapalan masih menjadi metode yang baik untuk persiapan praktik berbicara. Hal tersebut diungkapkan dalam kutipan
wawancaranya sebagai berikut. Ya sedikit Pak, latihan-latihan gitu, membaca teks, meringkas. Kalau
maju ya enjoy aja pak gak usah grogi Pak. Tapi kadang teman saya nyantai aja gak usah menghapal, kan mudah. Tapi pas tampil juga tidak
bagus, beda dengan yang ngapalin CL No. 1.4.
5 Sebagian besar siswa berasal dari ekonomi menengah ke bawah Walaupun SMP Negeri 3 Salatiga termasuk SSN akan tetapi kondisi ekonomi
siswa termasuk ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ekonomi siswa sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kemampuan berbicara siswa.
Akan tetapi secara tidak langsung hal tersebut akan mempengaruhi jalannya proses belajar mengajar. Hal ini tampak ketika guru menghendaki siswa
memiliki buku atau referensi tertentu, guru harus berpikir apakah siswa mampu, apakah tidak akan memberatkan siswa dan lain sebagainya. Berbeda
halnya jika kondisi sosial dan ekonomi siswa menengah ke atas, tentunya siswa cenderung lebih mudah diajak untuk menggunakan referensi tertentu
manakala itu dibutuhkan sebagai media ataupun metode pembelajaran.AM menjelaskan bahwa siswa yang memiliki fasilitas memadai memiliki
kecenderungan lebih aktif. Sebagaimana diungkapkan dalam kutipan wawancaranya sebagai berikut.
Kita ketahui walaupun SMP 3 ini termasuk SSN tetapi siswanya untuk ekonomi, termasuk menengah ke bawah, berbeda dengan SMP 1, anak-
anak lebih aktif. Kalau anak-anak yang menengah ke atas itu kan fasilitas tentunya mudah CL No. 1.2.
6 Fasilitas di laboratorium kurang kengkap Sebenarnya guru memiliki banyak media dan metode yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran berbicara seperti media rekaman dan video. Akan tetapi untuk menggunakan media tersebut guru memiliki kesulitan karena
laborotirium yang ada fasilitasnya kurang memadai. Selaian laboratorium didisain untuk kelas kecil peralatannya pun belum bisa dipakai secara optimal
karena masih dalam taraf renovasi. Kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi proses pembelajaran. Terutama pada saat guru akan melakukan
inovasi-inovasi dalam pembelajaran agar siswa tidak cepat bosan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan AM pada kutipan wawancaranya sebagai berikut.
Hal ini agar siswa tidak mudah bosan, masa cuma melihat guru saja yang berbicara. Atau kita menggunakan gambar saat di labmultimedia Itu
juga pemodelan, tapi kendalanya lab di SMP 3, kebetulan 2 lab, yag komplit itu dipakai Bahasa Inggris. Di sana hanya tersedia beberapa,
karena memang itu untuk kelas kecil ya. Untuk KTSP ini kan idealnya 1 kelas itu maksimal 25 tapi kenyataanya sekarang 42 siswa tiap kelas.
Idealnya memang 25, kalau memang dilaksanakan 25 itu akan enak. Siswa sedikit jumlah jam sesuai target. Tetapi seandainya kelas itu
dibagi 2 tentu akan memenuhi target, tetapi otomatis akan menambah ruang juga. Itu menjadi kendala. Dengan siswa 42 untuk mencapai
pembelajaran yang ideal juga sulit CL No. 1.2.
Ketidaklengkapan fasilitas tersebut juga diakui oleh kepala sekolah. Kepala sekolah menuturkan bahwa keberadaan laboratorium bahasa memang belum
optimal karena paket yang diterima terbatas dan tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Hal itu dapat dilihat pada petikan wawancara dengan kepala
sekolah sebagai berikut. Pen. : “Dari guru bahasa Indonesia apakah ada keluhan terkait sarana
dan prasarana yang ada di sekolah Pak?” Nar. : “Misalnya audiovisual, kurang ya. Kalau laboratorium bahasa
sudah ada ya,” Pen. : “Keberadaan laboratorium bahasa sendiri sampai saat ini sudah
digunakan secara maksimal atau belum Pak?” Nar. : “Belum begitu maksimal karena jumlah belum memadai. Paket
hanya 24 padahal siswa kita berjumlah 40” CL No. 1.5.
b. Siswa SMP Negeri 3 Salatiga