Dokumen SKAU Sistem Penjualan Kayu Hutan Rakyat Jenis Kayu Angkutan

tahapan adopsi diatas, maka dapat dikatakan bahwa respon pejabat Dinas Kehutanan terhadap SKAU adalah positif, karena kelima tahapan adopsi dilaksanakan dan sesuai dengan isi Permenhut Nomor P.332007 tentang SKAU.

5.6. Kendala Pelaksanaan SKAU

Surat Keterangan Asal Usul SKAU untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak telah berlaku sejak dikeluarkannya Permenhut No.P.51Menhut-II2006 dan berlaku efektif sejak tanggal 18 Oktober 2006. Di Desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, SKAU mulai berlaku sejak tahun 2009, setelah ditetapkannya pejabat penerbit SKAU oleh Bupati Bogor. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Adapun kendala yang ditemukan dilapangan diantaranya adalah sebagai berikut :

5.6.1. Dokumen SKAU

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, SKAU tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan terdapat blanko SKAU yang dikeluarkan oleh desa Lampiran 7 sehingga blanko SKAU dari Dinas Kehutanan Provinsi tidak digunakan. Alasan pejabat desa menggunakan blanko SKAU desa adalah karena akses desa yang jauh dengan Dinas Kehutanan Kabupaten, sehingga pegawai desa tidak bersedia untuk meminta blanko SKAU dari Dinas Kehutanan. Selain akses desa yang jauh ke kota, jaringan komunikasi relatif sulit, sehingga desa membuat blanko SKAU sendiri. Pada kenyataannya, pejabat desa membuat blanko SKAU sendiri karena dengan menggunakan blanko SKAU desa, lebih simpel dan tanpa harus adanya laporan ke Dinas Kehutanan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, penggunaan blanko SKAU desa lampiran 7 selama ini tidak menjadi masalah dalam kegiatan pengangkutan.

5.6.2. Sistem Penjualan Kayu Hutan Rakyat

Pada sub bab pemasaran hasil hutan, telah dijelaskan bahwa sistem pemasaran kayu hutan rakyat di Desa Jugalajaya adalah petani menjual kayu melalui tengkulak. Oleh karena itu seharusnya tengkulak ketika mengangkut kayu dari hutan rakyat, harus mengurus SKAU di desa asal kayu tersebut. Akan tetapi biasanya ketika kayu yang diangkut belum memenuhi target muatan, tengkulak tidak mengurus SKAU di desa tersebut, dan melanjutkan pembelian kayu di desa lainnya dan ketika target muatan telah tercapai, maka barulah tengkulak mengurus SKAU. Padahal seharusnya tengkulak melapor ke desa setiap kali ada penebangan dan pengangkutan, agar data potensi kayu di desa yag bersangkutan terdata dengan rapi. Alasan tengkulak tidak mengurus SKAU karena jarak tempuh kayu yang akan diangkut tidak terlalu jauh dari desa asal kayu tersebut.

5.6.3. Jenis Kayu Angkutan

Pada mulanya, penggunaan blanko SKAU hanya untuk pengangkutan 3 jenis kayu yang berasal dari hutan hak, yaitu : Kayu Karet Hevea brasiliensis, Kayu Sengon Paraserianthes falcataria, dan Kayu Kelapa Cocos nucifera Permenhut Nomor P.512006. Setelah dikeluarkan Permenhut Nomor P.332007, jenis kayu bertambah menjadi 21 jenis. Walaupun jenis kayu yang dicakup sudah lebih banyak, aktivitas atau kegiatan peredaran kayu yang berasal dari hutan hakhutan rakyat yang bukan termasuk ke dalam jenis kayu yang diatur dalam Permenhut tersebut akan menjadi masalah bagi petanipengusaha hutan rakyat. Hal ini disebabkan karena dokumen yang diurus lebih dari satu sehingga waktu dan biaya yang dikeluarkan akan semakin bertambah. Sementara pengangkutan kayu antara lain : Cempedak, Dadap, Duku, Jambu, Jengkol, Kelapa, Kecapi, Kenari, Mangga, Manggis, Melinjo, Nangka, Rambutan, Randu, Sawit, Sawo, Sukun, Trembesi, dan Waru tidak menggunakan dokumen SKAU maupun SKSKB cap “KR”, tetapi cukup menggunakan Nota yang diterbitkan penjual. Pada kenyataannya, jenis kayu rakyat yang pengangkutannya menggunakan dokumen SKAU tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan, misalnya: jenis kayu yang dalam pengangkutannya hanya cukup dengan menggunakan nota yang diterbitkan penjual, antara lain : Kayu Nangka, Mangga, Kecapi, Kelapa, Jengkol, dan Kapuk pada kenyataannya di lapangan tetap dimasukkan ke dalam dokumen SKAU. Menurut pejabat desa, hal ini dilakukan karena jenis kayu tersebut biasa ditanam oleh petani. Selain itu mempermudah petani dalam mengurus dokumen SKAU dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh petani.

5.6.4. Sosialisasi dan Pengawasan Dinas Kehutanan