Penafsiran Sayyid Quthb

A. Penafsiran Sayyid Quthb

1. Perjalanan Hidup Sebelum menerangkan penafsiran Sayyid Quthb pada ayat-ayat al-Balad, terlebih dahulu penulis sajikan sepintas kilas peristiwa penting dan perjalanan

hidup Sayyid Quthb. Penulis tidak menyajikan secara panjang lebar sejarah kehidupan Sayyid Quthb karena sudah banyak yang mendokumentasikannya.

Sayyid Quthb bernama lengkap Sayyid bin Quthb bin Ibrâhîm lahir dari keluarga petani di desa Musya, Provinsi Asyut, atau juga dikenal dengan nama Balad al-Syaikh Abd al-Fattah pada tanggal 9 Oktober 1906. 1 Pendidikan Sayyid Quthb dimulai pada usia enam tahun ketika orang tuanya memilih mengirim dia ke sekolah dasar modern ( madrasah ) selain ke sekolah al-Qur’an tradisional ( Kuttab ) dan selesai pada tahun 1918. Pada usia 10 tahun ia berhasil menghafal

al-Qur’an. Pada tahun 1929, oleh pamannya Sayyid Quthb dimasukkan ke Darul Ulum. Di sini ia bersentuhan dengan kepustakaan Barat dan mengakrabinya. Pada institusi ini Sayyid Quthb berkenalan dengan Abbas Mahmud al-‘Aqqad,

1 . Afif Muhammad, Dari Teologi ke Ideologi: Telaah atas Metode dan Pemikiran Teologi Sayyid Quthb, Bandung : Pena Merah, 2004, hal 47. lihat David Sagiv, Islam Otentitas Liberalisme, Yogyakarta

: LKiS, 1997, hal 39.

Thaha Husain dan Ahmad Zayyat yang berhaluan Barat. Mereka sangat berpengaruh pada pemikiran Sayyid Quthb di kemudian hari. 2 Setamatnya dari Darul Ulum pada 1933 dengan gelar B.A. bidang pendidikan, Sayyid Quthb ditunjuk sebagai guru bahasa Arab pada sekolah pemerintah. Dalam kapasitas itu, ia mengajar setahun di Bani Sweif, setahun di Dumyat, dua tahun di Kairo, dan dua tahun di Hulwan. Di akhir 1930-an, Sayyid Quthb terdaftar pada bagian administrasi dan teknis pada Kementrian Pendidikan Kairo, di mana ia tinggal sampai 1952 atau 1953. Aktivitas-aktivitas Sayyid Quthb membuatnya disejajarkan dengan para pemuka Mesir seperti al- ‘Aqqad, Thaha Husain, Musthafa Sadiq al-Rafi’i, Ahmad Amin dan Ibrahim

Abd al-Qadir al-Mazini. 3

Tahun 1948, Sayyid Quthb ‘dikirim’ 4 ke Amerika Serikat untuk belajar administrasi pendidikan di Washington D.C. dan California. Tepatnya ia belajar di Wilson’s Teacher’s College (kini bernama Universitas Distrik Columbia), di lingkungan Universitas Northern Colorado, tempat ia

memperoleh gelar M.A. dalam bidang pendidikan, dan Universitas Stanford. 5

2 . Adnan A. Musallam, Prelude to Islamic Commitmen ; Sayyid Quthb’s Literaty and Spiritual Orientation, 1932-1938, dalam The Muslim World. hal 179.

3 . Adnan A. Musallam, Prelude to Islamic Commitment…, hal 183. 4 . Roxanne L. Euben, Musuh dalam Cermin, Jakarta : Serambi, 2002, hal 117-118. 5 . John L. Esposito (ed.), Enskilopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung : Mizan, 2001, jilid

5, hal 70.

Pada tahun 1950-an Sayyid Quthb kembali ke Mesir, dan ia menolak kembali ke kementriannya sekaligus manampik tawaran promosi menjadi penasehat di Kementrian Pendidikan. 6 Pada tahun 1955 ia dituduh melakukan subversif dalam bentuk agitasi anti pemerintah dan divonis 15 tahun kerja paksa. 7 Sayyid Quthb baru dibebaskan pada tahun 1964 di rumah sakit penjara, itu pun berdasarkan intervensi Presiden Irak, Abdussalam Arif. Selama dalam tahanan, Sayyid Quthb melahirkan karya-karya yang membuatnya termasyhur. Di penjaralah lahir dan berkembang gagasan tentang perlunya revolusi total, bukan semata-mata pada sikap individu, namun juga dalam struktur negara. Hasil dari segala perenungan yang dituangkannya dalam tulisan adalah lahirnya Fî Zhilâl al-Qur’ân dan karya finalnya, Ma’âlim fî al- Tharîq (1964).

Kurang dari setahun kemudian, Sayyid Quthb kembali dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan yang lebih serius; bersekongkol hendak menumbangkan rezim. Sebagai bukti adalah buku-buku karya tulisnya. Akhirnya Sayyid Quthb divonis hukum gantung. Pada 29 Agustus 1966 Sayyid

Quthb syahid di tiang gantungan dan dikuburkan dalam makam tanpa nisan. 8 Saat itu, Sayyid Quthb berusia 60 tahun. Syahid dalam eksekusi menjadikan

6 . Sayyid Quthb, Mengapa Saya Dihukum Mati?, Bandung : Mizan, 1993, Hal 15. 7 . Dikutip oleh Mahdi Fadhulullah, Titik Temu Agama dan Politik : Analisa Pemikiran Sayyid

Quthb, Solo : Ramadhani, 1991, hal 29. 8 . Chales Tripp, Sayyid Quthb : Visi Politik…, hal 165.

sejarah kehidupan Sayyid Quthb rambu yang kuat dengan tambahan kekuatan dan daya tarik, yang nantinya meningkat sehingga mampu menjangkau

khalayak internasional. 9

Situasi sosial-politik pada masa Sayyid Quthb terkait erat dengan situasi Mesir saat itu yang berada dibawah bayang-bayang Inggris. Selama abad ke-

19, peruntungan politik dan ekonomi Mesir sangat erat dengan Eropa, pada awal 1800-an, Mesir mengekspor kapas ke Eropa dalam jumlah besar. 10 Pada tahun 1922, diproklamirkanlah kemerdekaan Mesir. Namun demikian, tancapan kuku kekuasaan Inggris dalam politik masih begitu terasa. 11 Bagi masyarakat Mesir, meskipun Deklarasi 1922 merupakan sebuah pencapaian nyata, kontrol administrasi sebagian besar masih di luar kekuasaan mereka. 12 Dominasi Inggris tidak hanya di bidang politik tapi juga ekonomi. Dominasi ekonomi Inggris membuatnya akrab dengan golongan elit Mesir ( Basy) yang berada di satu jalur kepentingan. Hal ini melahirkan sebuah lapisan tersendiri pada masyarakat Mesir yang hanya berisi orang-orang yang sangat kaya di tengah berjuta-juta penduduk Mesir yang justru berada di bawah garis kemiskinan. Kelompok miskin ini adalah petani yang tidak punya

9 . Roxanne L. Euben, Musuh dalam Cermin…, hal 121. 10 . David Commins, Hasan al-Banna, dalam Ali Rahnema (ed.), Para Perintis Jalan Baru Islam, Bandung : Mizan, 1998, hal 126-127. 11 . Hamdan M. Basyar, Bagaimana Militer Menguasai Mesir? hal 85. 12 . M.W. Daly (ed.), the Cambridge History of Egypt, vol 2. New York : Cambridge University

Press, 1998, hal 251.

tanah dan bermigrasi ke kota. Akumulasi penduduk yang tidak berimbang di kota membuat peta kependudukan berubah dan persoalan semakin

kompleks. 13 Di tengah kondisi carut-marut Mesir, muncul Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslim), sebuah organisasi kemasyarakatan yang didirikan oleh Hasan al-Banna pada tahun 1928. Organisasi ini bertujuan menjadikan negara Islam sebagai sumber inspirasi kehidupan masyarakat Mesir, termasuk kehidupan berpolitik. Di bawah pimpinan Hasan al-Banna yang terkenal kejujuran, kebijaksanaan, dan kemasyhurannya Ikhwanul Muslimin semakin berkembang. Sayyid Quthb adalah salah seorang anggotanya.

Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’an yang ditulis dalam rentang waktu antara tahun 1952 sampai 1965 tidak ditulis untuk mengisi waktu luang dan penulisnya juga tidak mengasingkan diri dari masyarakat ketika menulis, tetapi ia menulis disela-sela kesibukannya dalam aktivitas dakwah di masyarakat. Tentunya, aktivitas yang dijalani penulisnya memberikan pengaruh atas isi tafsirnya. Pergulatannya bersama Ikhwanul Muslimin menghadapi rezim yang berkuasa di Mesir membuat isi tafsir ini penuh dengan seruan perjuangan dan pergerakan.

Pada masa penahanan, Sayyid Quthb mendapatkan berbagai siksaan hinggga ia dipindahkan ke rumah sakit penjara. Di situlah ia mendapatkan

13 . David Commins, Hasan al-Banna, hal 127.

sarana tulis menulis yang kemudian dapat meneruskan penulisan tafsir Fî Zhilâl al-Qur’an. Ketika Sayyid Quthb melihat kembali juz-juz pertama dari Fî Zhilâl al-Qur’an yang ia tulis dengan Manhaj Fikri Islami (Metode Pemikiran Islami) dan melihat kurang adanya pembekalan dari sisi pergerakan tarbiyah yang dibutuhkan dalam kehidupan, timbul keinginan pada dirinya untuk merevisi dan membenahi juz-juz sebelumnya. Ia pun mulai melakukan revisi atas tafsirnya itu. Namun, keinginannya untuk melakukan revisi hingga juz 27 tidak terlaksana karena ketika revisi itu baru sampai juz 13 pemerintah telah

menjatuhkan hukuman mati kepadanya. 14

Pemilihan judul tafsir oleh Sayyid Quthb dengan nama Fî Zhilâl al- Qur’ân yang secara literal berarti dalam naungan al-Qur’an, tentu dengan penuh pertimbangan. Dalam muqaddimah edisi pertama, Sayyid Quthb menyatakan bahwa judul ini tidak dibuat-buat, judul ini mencerminkan suatu hakikat yang dialaminya bersama al-Qur’an dan memberikan kedamaian pada

dirinya. 15 Baginya hidup di dalam naungan al-Qur’an merupakan suatu kenikmatan

memberkatinya dan mensucikannya; suatu kenikmatan yang tidak akan diketahui kecuali oleh

14 . Shalah ‘Abdul Fattah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, hal 69. 15 . Dikutip dari al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, hal 60.

orang yang telah merasaknnya. 16 Dengan judul ini, menurut al-Khalidi, Sayyid Quthb hendak menyatakan bahwa sesungguhnya ayat-ayat al-Qur’an itu mempunyai naungan yang rindang di balik makna-maknanya; di dalam naungan ini banyak terdapat ispirasi, petunjuk dan bimbingan yang harus diperhatikan. Inspirasi, petunjuk dan bimbingan ini tidak dapat diketahui

dengan masuk dan berada dalam naungan itu dan hidup di dalamnya. 17 Dengan keadaan dan perasaan seperti itulah Sayyid Quthb menafsirkan

al-Qur’an. Keadaan dan perasaan seperti ini hanya dapat dicapai setelah interaksi yang lama dan mendalam dengan al-Qur’an. Sayyid Quthb sendiri telah menjalaninya sepanjang hidup sebagaimana yang digambarkan oleh Muhammad Quthb ketika menyatakan tentang tafsir ini sebagai kitab yang dialami sendiri oleh penulisnya dengan jiwa, pikiran, perasaan dan

eksistensinya. 18 Sebagaimana kebanyakan kitab tafsir, Sayyid Quthb menafsirkan al- Qur’an ayat demi ayat, surat demi surat dari juz pertama hingga juz terakhir yang dimulai dari Surat al-Fâtihah hingga surat al-Nâs. Tafsir yag disusun dengan cara ini disebut tafsir tahlili.

Tentang corak penafsirannya, beberapa penulis mengkategorikannya ke dalam tafsir al-Adab al-Ijtima’i (Tafsir yang berorientasi sastra dan

16 . Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’an, Beirut : Dâr al-Arabiyah, 1952, Juz 1, hal 11. 17 . Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, hal 116. 18 . Muhammd Quthb, kata pengantar dalam tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân, hal. w 16 . Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’an, Beirut : Dâr al-Arabiyah, 1952, Juz 1, hal 11. 17 . Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, hal 116. 18 . Muhammd Quthb, kata pengantar dalam tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân, hal. w

dalam masyarakat dan perkembangan dunia. 19 Namun, al-Khalidi mengkategorikan corak penafsiran Fî Zhilâl al-Qur’ân dengan corak baru yang diistilahkan manhaj haraki (Pendekatan Pergerakan). Suatu pendekatan yang menitiberatkan penjelasan al-Qur’an dari sisi pergerakan, tarbiyah dan

dakwah. 20 Mengenai sistematikan penulisan, Sayyid Quthb menyusun tafsirnya dengan sistematika sebagai berikut : Pertama, pengenalan dan pengantar terhadap surat. Sebelum masuk pada penafsiran surat, Sayyid Quthb memaparkan pengantar dan pengenalan terhadap surat, memberikan ilustrasi kepada pembaca mengenai surat yang akan dibahas secara global, menyeluruh dan singkat. Dalam pengantar ini diterangkan status surat ( Makiyyah atau Madaniyyah ), korelasi ( Munasabah) dengan surat sebelumnya, menjelaskan objek pokok surat, suasana ketika diturunkan, kondisi umum umat Islam saat itu, maksud dan tujuan surat serta metode penjelasan materinya. Pengenalan

19 . Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsîr al-Mufassirûn, Kairo : Maktabah Wahbah, 1995, vol II, hal 588.

20 . Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan, hal 24.

dan pengantar ini dapat disebut sebagai sebuah tafsir tematik yang ringkas

dan menyeluruh pada suatu surat. 21

Kedua, pembagian surat-surat panjang menjadi beberapa sub tema. Setelah memaparkan pengantar dan pengenalan surat, ayat-ayat dalam surat yang akan dibahas dikelompokkan menjadi beberapa bagian secara tematik. Seperti dalam surat al-Baqarah, Sayyid Quthb membaginya menjadi sub tema seperti ; pertama, mulai ayat 1-29, kedua, ayat 30-39, ketiga, ayat 40-74; dan seterusnya.

Ketiga, penafsiran secara Ijmâli (global) terhadap sub tema. Penafsiran ini menuturkan secara ringkas tentang kandungan yang terdapat dalam sub tema tersebut.

Keempat, penafsiran ayat demi ayat secara rinci. Penafsiran secara rinci ini bertujuan mengajak pembaca untuk berinteraksi langsung dengan al- Qur’an dan hidup dalam suasana ketika al-Qur’an diturunkan serta

mengambil pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. 22

Dalam menulis tafsir, Sayyid Quthb tidak semata-mata mendasarkannya pada pikiran sendiri tanpa menggunakan referensi. Akan tetapi referensi yang digunakan Sayyid Quthb bersifat Sekunder. Artinya, referensi tersebut digunakan untuk menguatkan penafsirannya atas suatu ayat. Referensi ini

21 . Shalâh ‘Abd al-Fattâh al-Khâlidi, al-Tafsîr al-Maudhû’I bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbîq, Jordan : Dâ al-Nafâ’is, 1997, hal 1.

22 . Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan, hal 55.

mencakup : materi tafsir, 23 materi sîrah (sejarah), 24 materi hadits, 25 sejarah kaum

muslim dan dunia Islam masa kini, 26 dan materi ilmiah. 27

Dengan adanya referensi ini, cukup kiranya untuk membuktikan bahwa tafsir yang ditulis oleh Sayyid Quthb tidak seperti yang dituduhkan Tripp bahwa penulisan tafsir ini tidak merujuk kepada otoritas lain yang sudah mapan dan hanya sekedar reaksi dan refleksi pemikiran Sayyid Quthb

semata 28 atau seperti yang dikatakan Jansen bahwa tafsir ini hanya sekedar

kumpulan khutbah. 29