Diskriminasi Pendapatan

4. Diskriminasi Pendapatan

Diskriminasi adalah beban ganda yang diterima oleh salah satu jenis kelamin secara berlebihan. Dalam hal ini lebih banyak terjadi kepada perempuan, namun ada juga yang terjadi kepada laki-laki. Misalnya yang terjadi kepada perempuan dapat terlihat dari kegiatan yang dilakukan, selain lebih banyak waktunya dihabiskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, perempuan juga dituntut untuk melakukan pekerjaan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun pekerjaan yang dilakukan berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan laki-laki namun beban ini harus tetap dirasakan oleh perempuan demi membantu laki-laki untuk kepentingan rumah tangga mereka. Sedangkan diskriminasi pada laki-laki dapat dilihat dari posisi kepala keluarga yang lebih banyak Diskriminasi adalah beban ganda yang diterima oleh salah satu jenis kelamin secara berlebihan. Dalam hal ini lebih banyak terjadi kepada perempuan, namun ada juga yang terjadi kepada laki-laki. Misalnya yang terjadi kepada perempuan dapat terlihat dari kegiatan yang dilakukan, selain lebih banyak waktunya dihabiskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, perempuan juga dituntut untuk melakukan pekerjaan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun pekerjaan yang dilakukan berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan laki-laki namun beban ini harus tetap dirasakan oleh perempuan demi membantu laki-laki untuk kepentingan rumah tangga mereka. Sedangkan diskriminasi pada laki-laki dapat dilihat dari posisi kepala keluarga yang lebih banyak

Bentuk diskriminasi ini selain membawa konsekuensi langsung terhadap hirarki pembagian kerja yang terjadi diantara mereka tapi juga rendahnya upah atau pendapatan yang mereka terima. Seperti yang terjadi antara buruh tani laki-laki dan perempuan di desa klaseman, upah antara mereka tidaklah sama. Buruh tani laki-laki cenderung mendapatkan upah yang lebih besar jika dibandingkan dengan upah buruh tani perempuan. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa tenaga yang dibutuhkan oleh buruh tani laki-laki lebih besar dalam menggarap lahan sedangkan buruh tani perempuan dirasa lebih sedikit dalam mengeluarkan tenaga untuk menggarap lahan. Bentuk konsekuensi terhadap pembagian kerja dapat terlihat dari perbedaan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing buruh tani. Dalam kegiatannya lebih banyak dilakukan oleh buruh tani laki-laki sedangkan buruh tani perempuan hanya bersifat membantu sebagian pekerjaan buruh tani laki-laki. Pembagian pekerjaan dilakukan atas dasar kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing buruh tani, dalam pengolahan lahan lebih banyak dikerjakan oleh buruh tani laki-laki sedangkan buruh tani perempuan melakukan kegiatanya saat tanam saja.

Perbedaan pendapatan yang diterima antara keduanya sejauh ini tidak menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan yang berarti. Mereka senantiasa menerima dengan lapang dada dan ikhlas tanpa adanya rasa tidak terima terhadap upah yang didapat karena sejak awal pengaturan upah sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan dilingkungan masyarakat setempat. Beberapa pendapat mengatakan upah tersebut memang sengaja diberikan pembedaan antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan. Hal ini sengaja dibedakan karena jenis pekerjaan yang dilakukan berbeda dan kapasitas tenaga yang dikeluarkan juga berbeda antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan.

buruh tani laki-laki dan perempuan akan terlihat bahwa kebutuhan laki- laki akan lebih sedikit lebih sedikit dari pada perempuan. Setidaknya laki- laki tidak perlu memenuhi kebutuhan tata rias seperti yang dipenuhi oleh sebagian besar perempuan. Tingkat pendapatan/upah yang lebih kecil yang diterima oleh buruh tani perempuan memaksa mereka untuk melakukan penghematan dalam setiap pengeluaran yang akan dilakukan. Secara otomatis mereka akan melakukan pengeluaran untuk membeli barang- barang yang menurutnya berguna untuk kepentingan rumah tangga, namun ada juga yang menggunakan pendapatan tersebut untuk kepentingan biaya sekolah anak-anak mereka.

Bentuk diskriminasi pendapatan yang terjadi diantara keduanya mengisyaratkan bahwa masih rendahnya peran buruh tani perempuan dalam andilnya sebagai “pembantu” buruh tani laki-laki dalam

mengerjakan pekerjaan sebagai buruh tani. 17 Meskipun demikian, pekerjaan sebagai buruh tani masih banyak yang melakukan khususnya perempuan sekalipun usia mereka sudah tidak muda lagi untuk mengerjakan sebuah pekerjaan yang tidak bisa dikatakan mudah untuk dikerjakan oleh sebagian orang. Diskriminasi pendapatan ini oleh sebagian orang masih dikatakan wajar terkait dengan pembedaan jenis kelamin antara keduanya. Seperti dalam hal warisan, bahwa laki-laki mendapatkan

2 bagian sedangkan perempuan hanya mendapatkan 1 bagian saja. Agaknya pendapat ini akan terus mereka gunakan dalam hal pemberian pendapatan bagi para pekerja perempuan.