BAB IV PEMILIHAN UMUM 1999 DI KABUPATEN DAIRI
4.1 Pelaksanaan Pemilihan Umum
Puncak dari pelaksanaan pemilihan umum adalah pemungutan suara untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk di kursi dewan. Pelaksanaan
pemungutan suara ini dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Pernyataan umum menegaskan bahwa hak-hak asasi manusia dalam
pelaksanaan pemilihan umum tersebut adalah berkala, jujur, kebersamaan, rahasia, dan bebas.
30
Tata cara atau sistem pemilihan umum yang dilakukan pun sangat bervariasi, tergantung di Negara mana pemilu tersebut dilaksanakan. Umumnya anggota partai
politik duduk di dewan melalui sebuah pemilihan umum. Akan tetapi karena ada kelompok fungsional dalam masyarakat yang dibutuhkan duduk di dewan
perwakilan, maka dikenal cara pengangkatan atau penunjukan oleh organisasi fungsionalnya atau perwakilan etnis dan daerah. Cara pemilihan seperti ini biasanya
disebut sebagai sistem pemilihan organis. Adapun maksud dari pernyataan umum itu adalah agar pemilu
dilaksanakan secara teratur, jujur, serta si pemilih dan organisasi yang dipilihnya terlepas dari intimidasi pihak manapun.
31
30
Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1985, hal. 160
31
Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988, hal. 172
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem pemilihan organis, masyarakat biasanya dipandang sebagai individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai persekutuan hidup. Bentuk-
bentuk dari persekutuan hidup itu antara lain geneologi rumah tangga, territorial desa, kota, dan daerah, fungsional spesial cabang industri, lapisan sosial buruh,
petani, dan kelompok lembaga sosial lainnya. Dalam pemilihan mekanis masyarakat dipandang sebagai massa atau individu-individu yang sama. Individu-individu inilah
sebagai pengendali hak pilih aktif dan masing-masing mengeluarkan satu suara untuk satu lembaga perwakilan.
32
Sistem pemilihan mekanis biasanya dipakai dengan 2 sistem pemilihan umum, yaitu:
1. Sistem Distrik
Sistem distrik biasanya juga disebut sebagai sistem perwakilan mayoritas atau single member constituency. Sistem pemilihan distrik adalah suatu system
pemilihan umum dimana Negara yang menyelenggarakan pemilihan umum memilih wakil di parlemen yang dibagi atas distrik-distrik yang jumlahnya
sama dengan kursi yang tersedia di parlemen.
33
32
Ibid.
Dalam system ini, setiap distrik hanya memiliki satu wakil untuk duduk di parlemen dari sekian calon
untuk duduk di parlemen tersebut, yaitu yang memiliki suara terbanyak dalam sebuah pemilihan umum.
33
Ibid., hal. 174.
Universitas Sumatera Utara
Kebaikan dari sistem distrik ini adalah hubungan si pemilih dengan wakilnya sangat dekat, dapat mendorong penyatuan partai-partai, dan pelaksanaannya
sangat sederhana. Adapun keburukannya adalah system ini juga menyulitkan partai-partai kecil dan golongan minoritas lainnya apalagi bila mereka
terpencar dalam berbagai distrik pemilihan.
2. Sistem Proporsional
System proporsional biasa juga disebut system perwakilan berimbang atau multy member constituency. Sistem pemilihan proporsional adalah system
pemilihan umum untuk memperebutkan kursi yang tersedia di parlemen pusat. Kursi tersebut dibagi-bagikan kepada parpolgolongan politik yang turut
dalam pemilihan tersebut sesuai dengan perimbangan suara yang diperoleh dalam pemilihan umum.
34
Kebaikan system proporsional ini adalah suara yang terbuang sangat sedikit, partai-partai minoritas memiliki kemungkinan untuk mempunyai wakil di
parlemen. Adapun yang menjadi keburukan dari system ini adalah wakil yang terpilih tidak mempunyai ikatan atau tanggungjawab kepada pemilihnya,
mempermudah fragmentasi partai dan munculnya partai-partai baru, dan kebanyakan partai mempersulit stabilitas pertahanan dan keamanan nasional.
Setelah pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 dan menyerahkan kekuasaan Presiden Republik Indonesia kepada B.J. Habibie
berdasarkan pasal 8 UUD 1945, telah melahirkan Era Reformasi menggantikan Era Orde Baru. Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan
34
Ibid., hal. 178.
Universitas Sumatera Utara
bernegara kea rah yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan, baik di bidang ekonomi, politik, hukum, social, budaya, maupun
pertahanan dan keamanan. Dalam hubungan ini, maka salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka
mewujudkan agenda reformasi adalah penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR pada 10-13 November 1998, yang telah menghasilkan 12 Ketetapan MPR. Salah satu
Ketetapan MPR yang sangat penting dalam rangka reformasi di bidang politik adalah adanya paradigm Yuridis politis berdasarkan Ketetapan MPR No. XIVMPR1998
yang mengubah dan menambahi Ketetapan MPR No. IIIMPR1998 tentang Pemilihan Umum.
Terdapat beberapa prinsip yang sangat mendasar dalam Ketetapan MPR No. XIVMPR1998, yaitu :
Pertama, asas pemilihan umum. Dalam Ketetapan MPR ini ditegaskan bahwa pemilihan umum selain didasarkan pada asas langsung, umum, bebas, dan rahasia
juga harus diselenggarakan secara demokratis, jujur, dan adil. Kedua, peserta pemilihan umum. Dalam hubungan ini peserta pemilu terdiri
dari partai-partai politik yang memenuhi persyaratan, yang mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Pengaturan ini berarti membuka kemungkinan system
multi partai yang tidak hanya terdiri dari Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia, sebagaimana pemilihan umum yang
diselenggarakan sejak Pemilu 1977 sampai dengan Pemilu 1997. Ketiga, penyelenggara pemilihan umum. Pemilihan umum diselenggarakan oleh
badab penyelenggara pemilihan umum yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas
Universitas Sumatera Utara
unsur partai politik peserta pemilu dan pemerintah, yang bertanggung jawab kepada Presiden. Ketentuan ini berusaha menghilangkan dominasi birokrasi sebagai
penyelenggara pemilihan umum yang dapat mengakibatkan distorsi pelaksanaan. Keempat, pengawas pemilihan umum. Ketetapan MPR No. XIVMPR1998
mengamanatkan adanya Badan Pengawas Pemilu yang mandiri serta lembaga- lembaga independen yang dapat melakukan pemantauan.
Kelima, pengurangan anggota ABRI yang diangkat. Dalam ketetapan ini diamanatkan pengurangan anggota ABRI yang diangkat dalam DPR dan DPRD
secara bertahap yang diatur dengan undang-undang. Implementasi dari paradigma yuridis politis ini, maka untuk mendukung
penyelenggaraan pemilihan umum pertama pada masa transisi 3 tiga paket undang- undang bidang politik, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 Tentang Partai
Politik, Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum, dan Undang- Undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Dalam konteks Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 pada pokoknya merupakan norma yang memberikan kesempatan yang lebih luas kepada warga Negara Republik
Indonesia untuk mendirikan partai politik yang mandiri sebagai perwujudan kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dalam
mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
35
Ketentuan tentang pembentukan partai politik ini juga mengakui pluralisme masyarakat yang ada di Indonesia sesuai dengan asas atau ciri, aspirasi, dan program
35
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik
Universitas Sumatera Utara
partai politik yang didirikan dengan keanggotaan bersifat terbuka untuk setiap Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila dan tidak membahayakan persatuan dan kesatuan nasional.
36
Realitas yang demikian mengandung arti bahwa pada era reformasi telah memberikan kebebasan
berekspresi serta berlangsungnya control masyarakat terhadap pemerintah, sehingga secara perlahan telah tercipta capacity building of democracy.
37
Pada era ini pula terdapat bayng-bayang gagalnya konsolidasi demokrasi karena partai-partai politik berusaha berebut pengaruh yang semata-mata bernuansa
kekuasaan politik dengan toleransi yang rendah di antara mereka, padahal konsolidasi demokrasi sangat dibutuhkan dalam membangun civil society,
38
Kondisi ini juga dapat terjadi akibat undang-undang memberikan bantuan tahunan dari anggaran Negara yang ditetapkan berdasarkan perolehan suara dalam
pemilihan umum sebelumnya. Pengaturan yang demikian bila dihubungkan dengan fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, maka hukum tidak hanya
berfungsi sebagai alat pemelihara ketertiban, melainkan harus membantu proses perubahan masyarakat.
akibatnya dapat diperhatikan munculnya fragmentasi partai yang melahirkan beberapa partai baru.
39
36
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999
Dalam konteks ini, maka pemberian bantuan kepada partai politik oleh Negara tentunya kurang mendukung untuk mewujudkan kemandirian
partai politik, bahkan cenderung menciptakan polarisasi partai.
37
Faisal Siagian dan Anwari, WMK, Partai Politik Pasca Orde Baru, dalam Maruto MD dan Anwari WMK Ed. Reformasi Politikā¦, op. cit., hal. 124
38
Ibid.,
39
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Bina Cipta, 1970, hal. 13
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum merupakan salah satu perubahan menuju demokratisasi, dengan adanya berbagai perubahan dari
pemilihan umum sebelumnya, diantaranya: Pertama, pemilihan umum 1999 merupakan pemilu multi partai, setelah selama
masa Orde Baru terjadi proses kanalisasi partai, sehingga hanya beberapa partai saja yang ikut di dalam proses pemilu.
40
Kedua, pelaksanaan kampanye pemilu 1999, ada ruang yang cukup untuk mengekspresikan berbagai hal yang ingin diajukan oleh para peserta pemilu, kendati
masih dibatasi beberapa rambu tertentu. Kendati juga harus disadari, banyaknya partai
yang ikut serta dalam pemilu bila tidak disertai dengan kualitas penyelenggaraan yang lebih baik, justru akan menyebabkan kualitas pemilu malah kian merosot.
41
Ketiga, kelembagaan Penyelenggara Pemilu, terdapat perubahan mendasar dalam konteks lembaga Komisi Pemilihan Umum KPU. Anggota KPU terdiri dari
wakil-wakil partai dan pemerintah. Proses seperti ini menghidupkan dinamika
politik dan sebagiannya mendorong proses pendidikan politik, sehingga dapat dijadikan pintu masuk untuk meletakkan dasar-dasar penting proses demokratisasi.
42
40
Bambang Widjoyanto, Dinamika Pemilu di Indonesia : Jurnal PSPK, Jakarta: Edisi 3, 2002, hal. 35
Dari satu sisi, komposisi ini memberikan peluang pada partai politik untuk mulai menyelenggarakan Pemilu dan ikut
mengontrol proses penyelenggaraannya. Sedangkan di sisi lain, diperlukan kemampuan untuk mengelola segala dinamika yang muncul dari berbagai
kepentingan partai yang sangat beragam.
41
Ibid.,
42
Pasal 8-23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum
Universitas Sumatera Utara
Keempat, Pengawasan dan Pemantauan Pemilu. Dalam rangka mengawasi penyelenggaraan pemilu dibentuklah Panitia Pengawas, dan juga diberikan
keleluasaan kepada lembaga-lembaga pemantau pemilu baik dari dalam maupun luar negeri untuk melakukan pemantauan dengan mendaftarkan diri pada KPU.
43
Selain itu juga, dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 indikator pelaksanaan pemilu yang demokratis juga tampak pada larangan bagi Pegawai Negeri Sipil PNS
menjadi pengurus partai politik atau menggunakan fasilitas Negara untuk golongan tertentu.
44
Asas jujur, dimaksudkan bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan umum, penyelenggara, pemerintah, partai politik peserta pemilu dan para pemilih serta
semua pihak yang terlibat secara tidak langsung , harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu, pelaksanaan Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan, dan dilaksanakan
secara demokratis dan transparan melalui penerapan asas jujur dan adil di samping asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Asas adil, berarti dalam penyelenggaraan pemilihan umum, setiap pemilih dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari
kecurangan yang berasal dari pihak manapun. Asas langsung, mengandung pengertian bahwa rakyat pemilih mempunyai hak
secara langsung memberikan suara dan aspirasinya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa harus melalui perantara.
43
Pasal 24-27 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum
44
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1999 Tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menjadi Anggota Partai Politik
Universitas Sumatera Utara
Asas umum, berarti pada dasarnya semua warga Negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu telah berumur 17 tahun dan telahpernah kawin
berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warga Negara yang telah berumur 21 tahun berhak dipilih. Jadi, pemilu yang bersifat umum mengandung arti menjamin
kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi atau pengecualian berdasarkan
acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status social. Asas bebas, berarti setiap warga Negara yang berhak memilih, bebas
menentukan pilihannya tanpa adanya tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga Negara dijamin keamanannya, sehingga dapat
memilih dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. Asas rahasia, berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh
orang lain kepada siapa suaranya diberikan.
4.2 Penetapan Calon