Etnisitas Masyarakat Kabupaten Dairi Budaya Politik di Dairi

Dairi memiliki peluang yang lebih besar lagi dalam upaya berinteraksi dan berkembang lebih baik lagi sehingga mampu bersaing dengan daerah lain yang telah lebih maju dari Kabupaten Dairi.

2.2 Etnisitas Masyarakat Kabupaten Dairi

Jumlah penduduk merupakan persyaratan utama bagi terbentuknya sebuah daerah pemerintahan yang berbentuk kabupaten atau kotamadya. Jumlah penduduk hasil sensus 1971 di Kabupaten Dairi sebanyak 179.247 jiwa. Penduduk Dairi terdiri dari beberapa suku, seperti suku Pakpak yang merupakan penduduk asli berjumlah 38.945 jiwa 21,73, suku Karo berjumlah 47.589 jiwa 26,55, suku Batak Toba berjumlah 78.170 jiwa 44,61, suku Simalungun berjumlah 13.261 jiwa 7,40, ditambah beberapa suku lainnya seperti Minang dan Jawa sekitar 1.095 jiwa 0,61, dan orang-orang Cina berjumlah 187 jiwa 0,1 yang kebanyakan tinggal di Sidikalang. Masyarakat di Kabupaten Dairi lebih kurang 75 adalah petani, dan sisanya terdiri dari pegawai negeri sipil, ABRI, dan pedagang. Suku asli di Kabupaten Dairi adalah suku Pakpak, sedangkan suku-suku lainnya merupakan suku pendatang. Namun demikian, meskipun suku Pakpak merupakan suku asli di Kabupaten Dairi, tetapi suku mayoritas yang mendiami wilayah ini adalah suku Batak Toba. Hal ini disebabkan oleh adanya migrasi orang Batak Toba ke berbagai wilayah termasuk ke Kabupaten Dairi. Universitas Sumatera Utara Dari keanekaragaman suku menggambarkan beragamnya agama yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Dairi. Ada beberapa agama yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Dairi seperti Islam 20,28, Kristen Protestan 64,53, Katolik 15,07, dan Budha 0,12. Keanekaragaman ini tidak membuat masyarakat Kabupaten Dairi terpecah satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Dairi merupakan masyarakat yang terbuka dan mempunyai tingkat toleransi yang tinggi.

2.3 Budaya Politik di Dairi

Masyarakat yang heterogen sudah pasti membawa pengaruh yang amat besar pada budaya politik bangsa Indonesia. Banyaknya budaya yang hadir dalam sistem budaya politi kita, telah melahirkan banyak sub budaya politik di Indonesia yang memiliki masing-masing jarak yang berbeda dengan struktur politik. Perbedaan jarak itu sering menimbulkan kecemburuan, saling curiga, bahkan saling membenci diantara masing-masing kelompok yang mewakili sub budaya politiknya. Dalam keadaan demikian, budaya politik lebih diwarnai oleh “permusuhan” daripada “kejujuran” tentu saja dengan segala macam konsekuensinya. 15 Begitu juga halnya di Kabupaten Dairi, dimana dengan kondisi masyarakat yang heterogen, baik secara etnis Pakpak, Karo, Toba dan suku lainnya maupun secara agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, dan aliran kepercayaan lain 15 Nazaruddin Sjamsuddin, Integrasi Politik di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1998, hal. 175 Universitas Sumatera Utara melahirkan sub budaya politik yang beraneka ragam. Masing-masing kelompok masyarakat ini menggambarkan bagaimana pola dan perilaku kehidupan politik yang mereka anut. Sebagian besar penduduk Dairi adalah petani yang sangat tradisional, yang mewakili konsep adat dan religi yang tradisional pula. Dalam masyarakat seperti ini, peranan pemuka adat, pemuka agama, atau kepala desa sangat mempengaruhi proses pematangan politik masyarakatnya. Selain itu sifat komunal masyarakatnya sangat mempengaruhi dalam proses tersebut. Yang menjadi sendi utama proses pematangan budaya politik di tingkat daerah adalah pengakuan akan atau kesepakatan atas nilai-nila yang ada dalam masyarakat masing-masing. Tentu saja pengakuan akan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat lain baru timbul bila sebelumnya telah ada pengakuan akan tempat wilayah masyarakat dan nilai-nilai itu berada. 16 Pada kelompaok masyarakat yang telah maju, kondisi ini tidak terlalu jauh berbeda. Para elit birokrasi, dan orang-orang yang telah berpendidikan, ternyata tidak bisa melepaskan dirinya dari ikatan yang sangat primordial itu. Pada kenyataannya, Kondisi seperti ini tidak hanya diwakili oleh satu etnis saja. Akan tetapi oleh tiap-tiap etnis besar atau kecil yang ada di Dairi. Masing-masing etnis memiliki satu konsep demokrasi yang telah terbentuk di atas kesepakatan bersama. Secara umum dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan konsep Dalihan Na Tolu. 16 Alfian dan Nazaruddin Sjamsuddin ed., Profil Budaya Politik Indonesia, Jakarta: Grafitti Press, 1991, hal.36 Universitas Sumatera Utara masyarakat yang berasal dari suku Batak, walaupun telah jauh merantau dari kampung halamannya dan telah bergaul dengan lingkup masyarakat yang jauh lebih modern, mereka tetap sebagai orang yang telah diikat dengan adat istiadat dan kebudayaan yang meraka pahami dan diajarkan dalam proses pematangannya sampai mereka dewasa. Kecenderungan untuk berubah pada masyarakat seperti ini jelas sangat kecil sekali. Hal inilah yang membuat partai-partai politik dapat tetap bertahan. Masyarakat yang telah terkotak-kotak dalam ikatan budaya, religi, dan daerah memberikan kemungkinan bagi partai-partai politik untuk tetap eksis. 17

2.4 Sejarah Terbentuknya Golkar di Kabupaten Dairi