BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, salah satunya adalah dengan adanya pelaksanaan pemilihan umum. Esensi dari pemilihan
umum adalah sebagai suatu sarana demokrasi yang bertujuan untuk membentuk sebuah sistem kekuasaan Negara yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat,
sehingga benar-benar terbentuk kekuasaan Negara yang memancar ke bawah sebagai suatu kewibawan sesuai dengan keinginan rakyat, dan oleh rakyat, menurut sistem
permusyawaratan perwakilan.
1
Begitu juga halnya penerapan Pemilu di Indonesia. Di Indonesia Pemilihan Umum merupakan pemilihan secara serentak oleh segenap rakyat yang dilakukan
untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di parlemen, seperti pada pemilihan umum pertama yang dilakukan pada masa orde baru. Pemilihan umum bukan
merupakan ukuran kedaulatan dan kehendak rakyat telah terpenuhi.
2
1
M. Rusli Karim, Pemilu Demokratis Kompetitif, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991, hal. 3
Hal ini dikarenakan proses pemilihan di Indonesia pada awalnya merupakan pemilihan
dengan sistem tidak langsung dimana setiap pemilih hanya memilih satu lambing partai. Selanjutnya partailah yang memilih wakil yang duduk di parlemen atau
legislatif. Walaupun demikian, kita harus melihat bahwa pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi politik rakyat dalam menentukan pemerintahan dan program-
2
Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998, hal. 168
Universitas Sumatera Utara
programnya. Pemilihan juga merupakan sebuah sarana untuk membentuk lembaga pengemban kedaulatan rakyat. Pemilihan umum menjadi penting karena memberikan
legitimasi bagi kekuasaan yang ada dan bagi rezim yang baru. Pada masa orde baru sepuluh organisasi politik yang ada merupakan partai
politik yang telah ada pada periode sebelumnya Orde Lama. Kesepuluh organisasi politik tersebut adalah Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai
Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Islam Perti, Partai Murba, Partai IPKI, dan Golongan Karya. Organisasi politik tersebut dijadikan sebgai
“kendaraan” politik untuk jalan mendapatkan kekuasaan. Akan tetapi, kekuatan organisasi politik tersebut tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan kekuatan
pemerintah pada saat itu yang menganggap jika semakin banyak partai politik maka semakin banyak pula permasalahan dalam kancah perpolitikan Indonesia.
Menjelang Pemilu 1977, Pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1975 yang mengatur penyederhanaan jumlah partai. Penyederhanaan jumlah
partai tersebut menghasilkan 2 partai politik PDI dan PPP dan Golongan Karya. PDI merupakan gabungan dari beberapa partai politik, diantaranya Partai Katolik,
PNI, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo kelompok Partai Politik yang bersifat nasionalis, sedangkan PPP merupakan fusigabungan dari NU, Parmusi, PSII dan
Partai Islam Perti kelompok Partai Politik Islam. Golkar adalah sebuah realisasi dari upaya yang telah dirintis sejak zaman
demokrasi terpimpin. Organisasi ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI. Golkar berdiri pada 20
Oktober 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya Sekber Golkar
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan pusat konsentrasi hampir 300 organisasi fungsional non politis yang mempunyai orientasi kekaryaan. Pembentukan Sekber Golkar pada mulanya
ditujukan untuk merespon PKI, bukan menjadikannya sebagai partai politik.
3
Kemudian setelah pergolakan politik pada tahun 1965, Sekber Golkar secara berangsur-angsur berubah menjadi semacam partai politik.
4
Penyebaran pengaruh Golkar mulai dilancarkan secara sistematis menjelang Pemilu 1971. Susunan organisasi pun dirapikan pada 22 November 1969. Semua
organisasi yang tergabung dalam Golkar dikelompokkan menjadi 7 Kelompok Induk Organisasi KINO, yaitu SOKSI Serikat Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia,
KOSGORO Koperasi Serba Guna Gotong Royong, MKGR Musyawarah Keluarga Gotong Royong, Gerakan Karyawan Rakyat merupakan organisasi pegawai negeri,
Organisasi Massa Hankam Perkumpulan Istri ABRI, Pegawai Negeri Dephamkam, Gerakan Pembangunan kelompok pengusaha, dan organisasi yang berhubungan
dengan pembangunan. Tulang punggung
organisasi ini adalah SOKSI Serikat Organisasi Karyawan Sosial Seluruh Indonesia, MKGR Musyawarah Keluarga Gotong Royong, dan KOSGORO Koperasi Serba
Guna Gotong Royong.
5
3
Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta LP3S, 1992, hal. 15
Pada pertemuan tanggal 22 Januari 1969 dibahas persiapan dan strategi Sekber Golkar untuk menghadapi Pemilu 1971 yang menghasilkan dua
alternatif utama, yaitu: 1 Setiap KINO akan berpartisipasi dalam Pemilu sebagai
4
Ibid., hal. 26
5
Masashin Nishihara, Golkar and Indonesia Election of 1971, Ithaca, N. Y., Modern Indonesian Project Cornell University, 1972, hal. 17-23
Universitas Sumatera Utara
satu kesatuan aksi yang independen; 2 KINO akan menggunakan satu tanda gambar Pemilu yang kita kenal sekarang ini.
6
Ternyata pada pemilihan umum 1971, segala upaya dan perjuangan yang ditempuh membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil Pemilu 1971
dimana Partai Golkar berhasil memperoleh suara terbanyak. Golkar sebagai kontestan baru dalam Pemilu mampu melampaui perolehan suara dari partai-partai yang lebih
dulu sudah mapan seperti PNI. Dalam hal ini PNI sebagai pemenang Pemilu 1955 tidak mampu mengulang kemenangan yang sama pada Pemilu 1971 melainkan
dimbil alih oleh Golkar. Dalam kurun waktu 26 tahun, Golkar memegang kendali atas partai-partai lain
dimana selama 26 tahun itu Golkar selalu memperoleh suara terbanyak dalam pemilu dibandingkan dengan partai-partai lainnya. Tren kemenangan Golkar diharapkan
tetap berjalan sesuai dengan harapan masyarakat dan kaum pembela partai. Tahun 1998 merupakan akhir dari periode orde baru. Pada saat yang sama
secara perlahan Golkar mulai mengalami kemunduran, dimana Golkar hanya berhasil menempati urutan kedua dalam perolehan suara Pemilu 1999 secara nasional. Hal ini
dilatarbelakangi oleh jatuhnya rezim Soeharto dimana pada saat itu beliau merupakan penasehat umum Golkar sekaligus menjabat sebagai Presiden RI.
Di Kabupaten Dairi, perkembangan dan kemajuan Golkar tidak berbeda dengan di daerah lain maupun pusat. Di Dairi dalam beberapa dekade mampu memperoleh
suara terbanyak. Pengaruh kebesaran Golkar di Dairi juga tidak terlepas dari
6
Arif Yulianto, Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca Orde Baru: Di Tengah Pusaran Demokrasi, Jakarta, PT. Raja Grafiti Persada, 2002, hal. 260
Universitas Sumatera Utara
pengaruh dan dukungan penuh dari pemerintah dan militer, sehingga Golkar mampu menanamkan pengaruhnya di Kabupaten Dairi.
Menjelang Pemilu 1999, yaitu awal dimulainya orde reformasi Golkar mulai merancang dan menata kembali struktur organisasi maupun melakukan perombakan
total dan menghilangkan citra sebagai perpanjangan tangan birokrasi. Dalam menghadapi Pemilu pertama di era reformasi Golkar harus mampu menarik simpati
rakyat sebagai upaya untuk mampu meraih suara terbanyak pada Pemilu 1999. Kebijakan program prioritas Golongan Karya yang berdasarkan Keputusan
Rapat Pimpinan Paripurna I Golongan Karya Tahun 1998 Nomor IIIRAPIM- IGOLKAR1998 untuk menarik simpati rakyat dilakukan dengan pengorganisasian
struktur, keanggotaan, dan sistem kaderisasi.
7
Golkar mulai mengadakan konsolidasi sebagai bagian dari Renstra Pemenangan Pemilu 1999 melalui penyelenggaraan
Musyawarah Daerah dan penyegaran kader.
8
Kegiatan-kegiatan politik dapat menjadi kajian yang sangat menarik apabila ditinjau dari sudut sejarah, pelaku, tempat, dan waktu peristiwa itu terjadi
menggambarkan aktifitas manusia pada saat tertentu. Selain itu, Golkar juga melakukan
pengkaderan yang ditujukan ke daerah pedesaan sebagai upaya pembaharuan dan upaya memperoleh suara terbanyak pada Pemilu 1999 nantinya.
9
7
Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya: Materi Penyegaran Kader Golongan Karya, 1998
Pemilihan umum dan kampanye-kampanye yang dilakukan serta upaya menarik hati dan simpati rakyat di
daerah merupakan keunikan dari Pemilu. Hal inilah yang menarik minat penulis untuk mengkaji pelaksanaan Pemilihan Umum 1999 dalam bentuk penulisan sejarah.
8
Ibid., hal. 37
9
Sutrasno, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1976, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
Penulis memilih periode tahun 1999 karena merupakan Pemilu pertama yang diadakan setelah jatuhnya rezim orde baru. Di samping itu pula, penulis meyakini
mampu menggambarkan bentuk kampanye dan upaya upaya Partai Golkar dalam menarik simpati rakyat di Kabupaten Dairi agar mendapatkan perolehan suara
terbanyak dalam Pemilihan Umum yang berlangsung pada tahun 1999. Maka untuk
alasan di atas, penulis mengangkat judul mengenai “Upaya Partai Golkar Dalam Menarik Simpati Rakyat Pada Pemilihan Umum Tahun 1999 Di Kabupaten
Dairi”. Golkar yang dulunya identik dengan pemerintahan Orde Baru mampu
bersaing dalam Pemilu Orde Reformasi sebagai bukti bahwa Partai Golkar bukanlah alat dalam sistem pemerintahan masa orde baru. Hal ini dikarenakan adanya
reformasi dalam tubuh partai Golkar dan penguatan kader-kadernya. Dalam rencana dan strategi pemenangan pemilu yang disusun menyebabkan Golkar tidak kehilangan
muka pada Pemilu 1999 walaupun hanya menempati urutan kedua. Dengan kata lain, walaupun orde baru telah runtuh, Golkar masih mendapat tempat di hati para
pemilihnya. Jatuhnya orde baru bukan berarti secara otomatis menyebabkan runtuhnya dominasi Golkar dalam politik Indonesia dikarenakan Golkar telah
menjadi partai yang kuat dan berakar yang dibentuk oleh penguasa sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah