Dari penyediaan atau kualitas OAT yang tidak adekuat Efek Samping OAT Kerangka Konsep Penelitian Definisi Operasional

a.2. Petugas yang tidak mengikuti panduan yang tersedia a.3. Tidak tersedianya panduan pengobatan TB Paru di fasilitas kesehatan a.4. Pelatihan yang buruk a.5. Tidak dilaksanakannya pemantauan terhadap program pengobatan a.6. Pendanaan program penanggulangan TB yang lemah

b. Dari penyediaan atau kualitas OAT yang tidak adekuat

b.1. Kualitas OAT yang buruk b.2. Persediaan OATyang terputus b.3. Kondisi tempat penyimpanan yang tidak terjamin b.4. Kombinasi OAT yang salah atau dosis yang kurang

c. Dari pasien

c.1. Kepatuhan pasien yang kurang c.2. Kurangnya informasi c.3. Masalah transportasi c.4. Masalah efek samping, malabsorpsi, dan ketergantungan terhadap substansi tertentu

2.9.2 Jenis Resistensi OAT

Terdapat dua jenis resistensi OAT, yaitu resistensi primer dan sekunder. Resistensi di antara pasien TB Paru baru yang belum mendapat pengobatan atau telah mendapat OAT kurang dari 1 bulan disebut resistensi primer. Resistensi sekunder terjadi pada pasien yang mempunyai riwayat pengobatan OAT sebelumnya minimal 1 bulan pengobatan. Universitas Sumatera Utara

2.10 Efek Samping OAT

18 Sebagian besar penderita TB Paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Semua pasien yang berobat TB sebaiknya diberitahukan tentang efek samping obat anti Tuberkulosis yang diminum. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi salah paham yang menimbulkan putus berobat drop out. Efek samping yang dirasakan penderita dapat berupa efek ringan dan efek berat. Efek ringan dari obat anti tuberkulosis ini seperti tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki, dan warna kemerahan pada air seni. Efek samping berat dari OAT seperti gatal dan kemerahan kulit, tuli, gangguan keseimbangan, ikterus tanpa penyebab lain, gangguan penglihatan, purpura dan syok.

2.11 Pengawasan Menelan Obat

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. 2

2.11.1 Persyaratan PMO

10 a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien Universitas Sumatera Utara

2.11.2 Siapa yang Dapat Menjadi PMO

18 Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

2.11.3 Tugas PMO

21 a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala- gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

2.11.4 Informasi Penting yang Perlu Dipahami PMO Untuk Disampaikan Kepada Pasien dan Keluarganya:

a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya d. Cara pemberian pengobatan pasien tahap intensif dan lanjutan e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK. Universitas Sumatera Utara

2.12 Hasil Pengobatan

18

2.12.1 Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak follow-up hasilnya negatif pada akhir pengobatan AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.

2.12.2 Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

2.12.3 Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

2.12.4 Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

2.12.5 Default atau Drop out

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

2.12.6 Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

2.13. Kepatuhan Berobat

Ada banyak hal yang berperan dalam pembentukan perilaku patuh berobat pada penderita TB Paru diantaranya adalah faktor sosiodemografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, suku, pendidikan dan status pekerjaan. Universitas Sumatera Utara

2.13.1 Umur

Di Amerika Serikat, orang tua lebih cenderung mematuhi anjuran dokter dan orang muda cenderung lebih tidak patuh dalam mengikuti pengobatan. 35 Di Indonesia 75 penderita TB Paru berada pada usia 15-50 tahun produktif. 21 Dalam usia ini, aktivitas dan mobilitas lebih tinggi dibandingkan usia 15 atau 50 tahun tidak produktif sehingga pada usia produktif cenderung lebih tidak patuh dalam mengikuti pengobatan.

2.13.2 Jenis Kelamin

Kepatuhan berobat pada perempuan dikaitkan dengan sifat perempuan yang lebih sabar dan telaten dibandingkan dengan laki-laki. 35 Selain itu, tingkat kesadaran berobat pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. 36 Hal ini juga berhubungan dengan faktor pekerjaan, dimana laki-laki sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan keluarga sehingga kesibukannya menyebabkan kelalaian dalam mengikuti pengobatan.

2.13.3 Suku

Nilai-nilai budaya yang dominan pada diri individu sangat memengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. Selanjutnya kepribadian tersebut akan menentukan pola dasar perilaku manusia, termasuk perilaku dalam hal memilih pengobatan. 37 Dalam hal ini budaya dipengaruhi oleh suku bangsa yang dianut pasien, jika aspek suku bangsa sangat mendominasi maka pertimbangan untuk menerima atau menolak didasari pada kecocokan suku bangsa yang dianut. Di Amerika serikat, kaum kulit putih lebih cenderung mengikuti anjuran dokter dibandingkan kaum kulit hitam. 35 Universitas Sumatera Utara Dalam beberapa kebudayaan, orientasinya adalah pada masa kini bukan pada masa depan, sehingga pasien mungkin tidak menyelesaikan pengobatan jangka panjang ketika gejala-gejala yang dirasakan sudah hilang. Konsep sehat dan sakit menurut perspektif kebudayaan juga memengaruhi kepatuhan berobat pasien. Pada orang papua konsep sehat-sakit dikategorikan menjadi dua. Kategori pertama memandang konsep sehat-sakit bersifat supranatural artinya melihat sehat-sakit karena adanya gangguan dari suatu kekuatan yang bersifat gaib atau makhluk halus yang berasal dari manusia. Sedangkan kategori kedua adalah rasionalistik yang memandang sehat-sakit sebagai intervensi dari alam, iklim, air, tanah, serta perilaku manusia yang kurang baik, serta kondisi kejiwaan manusia itu sendiri. 35 Pandangan tentang konsep sehat-sakit ini dapat memengaruhi kepatuhan berobat TB Paru, terutama bila gejala awal dipandang dengan konsep rasionalistik berubah menjadi konsep supranatural karena penyakit yang belum menunjukkan adanya perubahan dalam waktu yang singkat sehingga masyarakat menganggap penyakit tersebut tidak dapat diobati secara medis dan menghentikan pengobatannya kemudian berobat ke tempat yang dianggap dapat menyembuhkan penyakit secara supranatural.

2.13.4 Pendidikan

Tingkat pendidikan yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka, hal ini juga dapat berperan dalam hal pemilihan pengobatan dan kepatuhan dalam mengikuti pengobatan. 37 Tingkat pendidikan yang masih rendah serta kurangnya informasi Universitas Sumatera Utara kesehatan yang diterima menyebabkan sebagian besar masyarakat kurang menyadari akan pentingnya kesehatan. Keadaan seperti ini membuat masyarakat berpedoman bahwa sehat adalah jika kondisi fisikbiologisnya masih mampu melakukan aktivitas dan gerakan normal seperti biasanya dan dikatakan sakit bila sudah tidak lagi mampu melakukan aktivitas sehari-hari. 35 Berdasarkan hasil survei prevalensi Tuberkulosis oleh Departemen Kesehatan dengan desain cross sectional ditemukan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya drop out pada pengobatan TB Paru RP=2 ; 95 CI 1,3-3,1. 25

2.13.5 Status Pekerjaan

9 Penyakit TB Paru sebagian besar 75 menyerang usia produktif secara ekonomi, dan 70 diantaranya adalah pekerja. Penyakit TB Paru yang terjadi pada pekerja dapat merugikan secara ekonomi rumah tangga. Selain itu, pengetahuan tentang TB Paru yang buruk dapat menimbulkan asumsi-asumsi seperti penyakit TB Paru merupakan penyakit yang menakutkan dan cara terbaik penanggulangannya adalah dengan memecat pekerja yang diketahui menderita TB Paru dapat memengaruhi kepatuhan berobat penderita. Ketika seorang pekerja didiagnosa menderita TB Paru, sehingga ada ketakutan akan dipecat jika ada yang mengetahui tentang penyakitnya di lingkungan kerja, maka ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pengobatannya karena takut kehilangan pekerjaan. Aktifitas dan mobilitas pekerja yang tinggi juga dapat memengaruhi kepatuhan berobat, dimana dengan jadwal kerja yang sibuk dan menyita waktu menyebabkan penderita lupa untuk mengambil obat atau memeriksakan dahaknya kembali. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Karakteristik Penderita TB Paru yang mengalami drop out 1. Sosiodemografi Umur Jenis Kelamin Suku Agama Pendidikan Status Pekerjaan 2. Keluhan 3. Tipe Penderita 4. Kategori Pengobatan 5. Pengawas Menelan Obat PMO 6. Lama rata-rata mengikuti Pengobatan

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Penderita TB Paru adalah penderita TB Paru dengan pemeriksaan BTA positif atau BTA negatif rontgen positif yang ditetapkan oleh dokter sebagai penderita TB Paru sesuai dengan yang tercatat di kartu pengobatan TB 01 3.2.2 Drop out adalah penderita TB Paru yang tidak mengambil obat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau sebelum masa pengobatannya selesai dan dinyatakan drop out pada kartu pengobatan TB 01 Universitas Sumatera Utara 3.3.3 Sosiodemografi a. Umur adalah umur penderita TB Paru yang mengalami drop out pada waktu pertama kali kunjungan ke Puskesmas sebagaimana tercatat pada kartu status, berdasarkan kriteria Departemen Kesehatan 2007 dikategorikan sebagai berikut: 1. Produktif 15-50 tahun 2. Tidak produktif 15 tahun dan 50 tahun b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita TB Paru yang mengalami drop out sebagaimana yang tercatat di kartu status terdiri dari: 1. Laki-laki 2. Perempuan c. Suku adalah keterangan mengenai asal kebudayaan penderita TB Paru yang mengalami drop out sebagaimana yang tercatat dalam kartu status, terdiri dari: 1. Batak Toba 2. Batak Pak-pak 3. Batak Karo 4. Batak Simalungun 5. Minang 6. Jawa d. Agama adalah kepercayaan yang dianut penderita TB Paru yang mengalami drop out sesuai yang tercatat dalam kartu status, terdiri dari : 1. Kristen Protestan 2. Islam 3. Katolik Universitas Sumatera Utara e. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang dicapai penderita TB Paru yang mengalami drop out sesuai yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi: 1. Rendah ≤SMP 2. Tinggi SMP f. Status pekerjaan adalah kegiatan atau aktifitas rutin yang dilakukan penderita TB Paru yang mengalami drop out yang menghasilkan uang untuk biaya hidupnya sesuai yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi: 1. Bekerja apabila responden bekerja sebagai: petani, pedagang, buruh, PNS, pegawai swasta atau wiraswasta 2. Tidak bekerja apabila responden tidak masuk dalam kriteria bekerja 3.3.4 Keluhan adalah gejala yang dirasakan oleh penderita TB Paru yang mengalami drop out yang mendorong penderita untuk berobat ke Puskesmas, sesuai yang tercatat di kartu status terdiri dari: 1. Batuk 2. Batuk Darah 3. Batuk + Demam 4. Batuk + Nyeri Dada 5. Batuk + Sesak Napas 6. Batuk Darah + Sesak Napas 3.3.5 Tipe penderita, adalah tipe dari seorang penderita TB Paru yang mengalami drop out sewaktu datang berobat yang ditentukan atas riwayat pengobatan sebelumnya sesuai yang tercatat di kartu pengobatan TB 01 yang terdiri dari: 1. Kasus Baru 2. Kasus Kambuh 3. Kasus setelah lalaidrop out Universitas Sumatera Utara 3.3.6 Kategori Pengobatan, adalah obat yang digunakan untuk mengobati penderita TB Paru yang mengalami drop out sebagaimana tercatat pada kartu pengobatan TB 01 terdiri dari: 1. Kategori I 2. Kategori II 3.3.7 Pengawas Menelan Obat, adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi penderita menelan OAT setiap hari, mengingatkan penderita untuk mengambil obat dan memeriksakan dahaknya pada waktu yang telah ditentukan sesuai yang tercatat di kartu pengobatan TB 01 terdiri dari: 1. Petugas Kesehatan 2. Keluarga 3.3.8 Lama Pengobatan adalah lama penderita memakan obat sampai penderita tidak lagi mengambil obat yang dihitung berdasarkan jumlah minggu, sesuai dengan yang tercatat pada kartu pengobatan TB 01 Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Desain Penelitian