Analisis Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Skema CEPT-AFTA

(1)

ANALISIS KINERJA EKSPOR KOPI INDONESIA KE PASAR

ASEAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DALAM SKEMA CEPT-AFTA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Skema CEPT-AFTA adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Shiraz Fayeza Izzany NIM H44100115


(4)

(5)

ABSTRAK

SHIRAZ FAYEZA IZZANY. Analisis Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Skema CEPT-AFTA. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Skema Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan instrumen utama dalam mewujudkan kawasan perdagangan bebas di ASEAN. Salah satu komoditas ekspor Indonesia yang potensial di kawasan ASEAN dengan pertumbuhan permintaan yang signifikan adalah kopi. Pemberlakuan skema CEPT-AFTA dapat menjadi peluang untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia, namun dalam perkembangannya, ekspor kopi Indonesia ke ASEAN fluktuatif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN sebelum dan sesudah berlakunya skema CEPT-AFTA menggunakan metode Constant Market Share Analysis (CMSA); 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia dan dampak penerapan skema CEPT-AFTA terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN menggunakan model analisis linier berganda diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari analisis CMSA menunjukkan bahwa kinerja ekspor kopi Indonesia ke Pasar ASEAN fluktuatif tiap tahunnya, dimana kinerja ekspor terbaik terjadi pada periode awal penerapan CEPT-AFTA (2002-2007). Hasil estimasi analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN adalah pendapatan per kapita negara tujuan ekspor, nilai tukar riil Indonesia, konsumsi domestik kopi Indonesia, harga riil ekspor, produksi kopi Indonesia, dan ekspor kopi Indonesia tahun sebelumnya. Sedangkan kebijakan CEPT-AFTA tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN.

Kata kunci: CEPT-AFTA, constant market share analysis, analisi regresi linier berganda, OLS, kopi


(6)

(7)

ABSTRACT

SHIRAZ FAYEZA IZZANY. Analysis of Indonesia’s Coffee Export Performance and the Factors Affecting Its Export to ASEAN Market on CEPT-AFTA Scheme. Supervised by ADI HADIANTO.

Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) scheme is the main instrument to establish ASEAN free trade area. One of Indonesia’s potential export commodity in ASEAN market with its significant demand growth is coffee. As a one of world’s largest coffee exporter, the implementation of the CEPT-AFTA scheme can be an opportunity to increase Indonesia’s coffee export. However, its export growth shows a fluctuative growth which may be affected by several factors. This research aims to : 1) Analyzed Indonesia’s coffee export performance before and after the implementation of CEPT-AFTA using a Constant Market Share Analysis (CMSA) method; (2) Analyzed the factors affecting Indonesia’s coffee export and the effect of CEPT-AFTA implementation on Indonesia’s coffee export to the ASEAN market, using multiple linear regression model estimated by Ordinary Least Square (OLS) method. The CMSA result shows that Indonesia’s coffee export performance is fluctuative every year, where the best export performance occurs in the initial period of CEPT-AFTA implementation, with a strong competitiveness and a positive demand growth. The multiple linear regression estimation shows that Indonesia’s coffee export to ASEAN is significantly affected by per capita income of destination countries, Indonesia’s exchange rate to US Dollar, Indonesia’s coffee consumption, real coffee price in destination counties, Indonesia’s coffee production, and Indonesia’s lagged coffee export to destination countries whilst CEPT-AFTA policy does not significantly affect Indonesia’s coffee export to ASEAN market.

Keyword: CEPT-AFTA, constant market share analysis, multiple linear regression analysis, OLS, coffee


(8)

(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS KINERJA EKSPOR KOPI INDONESIA KE PASAR

ASEAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DALAM SKEMA CEPT-AFTA

SHIRAZ FAYEZA IZZANY

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(10)

(11)

(12)

(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan nikmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke ASEAN dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Skema CEPT-AFTA.” Penyusunan skripsi ini bukan semata-mata hanya untuk memenuhi syarat kelulusan, melainkan lebih dari itu penulis berharap skripsi ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai kinerja ekspor kopi Indonesia ke ASEAN dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam skema penerapan kesepakatan CEPT-AFTA, mengingat Indonesia akan menghadapi tantangan ASEAN Economic Community 2015 ke depan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Keluarga tercinta, Ibunda Yuslinah, dan kakak penulis Giffar Izzany, yang selalu mendoakan, mendukung, dan mencurahkan kasih sayang kepada penulis. 2. Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan, saran dan masukan selama penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Hastuti SP, MP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan departemen atas kritik dan saran yang diberikan untuk perbaikan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Syaukat (Kantor Sekretariat ASEAN) dan Bapak Kirom (AEKI) atas bantuannya dalam pengumpulan informasi dan data terkait CEPT-AFTA dan ekspor kopi Indonesia.

5. Keluarga Besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB, khususnya dosen-dosen ESL atas arahannya dan rekan-rekan Green Fighter ESL 47 atas kebersamaan dan semangatnya.

6. Sahabat dekat, Lina, Gita, Nana, Shara, Anggi, Andreas, Frisca, Krisna, Rian, dan Jojo, serta rekan-rekan satu bimbingan X-Factor 2014 (Entin Febriana, Dwi Saputra, Esya Shadrina, Atika Dewi, Ayu Amalia, Fikri, Niki Nurul, Nurul Puspita, Rita Pajarwati) atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015


(14)

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xiv

DAFTAR GAMBAR……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN……… xv

I. PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Perumusan Masalah………. 4

1.3 Tujuan Penelitian………... 6

1.4 Manfaat Penelitian……… 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian………. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 9

2.1 Komoditi Kopi di Indonesia……….. 9

2.2 Kebijakan Ekspor Kopi Indonesia...………. 10

2.3 ASEAN Free Trade Area (AFTA)………..………. 12

2.4 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN ……… 13

2.5 Penelitian Terdahulu………....………. 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN……… 21

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis…...………. 21

3.1.1 Teori Perdagangan Internasional…………..………... 21

3.1.2 Liberalisasi Perdagangan dan Daya Saing………... 23

3.1.3 Teori Pernawaran Ekspor………. 25

3.1.4 Analisis Regresi Linear Berganda……… 26

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional………. 27

IV. METODOLOGI PENELITIAN………. 31

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian……….. 31

4.2 Jenis dan Sumber Data………. 31


(16)

4.3.1 Metode Constant Market Share Analysis (CMSA)………. 32

4.3.2 Perumusan Model Persamaan…..………..………. 35

4.3.3 Pengujian Model………. 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN………..………..………… 43

5.1 Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN………... 43

5.1.1 Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN Tahun 1998-2001………. 43

5.1.2 Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN Tahun 2002-2007………. 46

5.1.3 Kinerja Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN Tahun 2008-2012………... 47

5.2 Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN dalam skema CEPT-AFTA……….………...….. 49

5.2.1 Pengujian Asumsi dan Kriteria Ekonometrika Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN ……….. 49

5.2.2 Hasil Dugaan terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN dalam Skema CEPT-AFTA……….. 53

VI. SIMPULAN DAN SARAN………..……...…. 61

6.1 Simpulan………. 61

6.2 Saran………... 61

DAFTAR PUSTAKA……… 63

LAMPIRAN……… 67


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Volume dan nilai FOB ekspor hasil perkebunan tahun 2011-2012... 2

2 Negara produsen kopi terbesar dunia tahun 2012-2013………... 3

3 Luas areal dan produksi kopi Indonesia menurut jenis tanaman tahun 1999-2012………. 10

4 Jadwal penghapsan tarif produk kategori Inclusion List (IL) negara ASEAN………. 13

5 Matriks penelitian terdahulu……….…… 17

6 Nilai CMSA ekspor kopi Indonesia tahun 1998-2001………... 44

7 Nilai CMSA ekspor kopi Indonesia tahun 2002-2007………... 46

8 Nilai CMSA ekspor kopi Indonesia tahun 2008-2012………... 48

9 Hasil dugaan persamaan ekspor kopi Indonesia ke Malaysia ………. 49

10 Hasil dugaan persamaan ekspor kopi Indonesia ke Singapura …….. 51

11 Hasil dugaan persamaan ekspor kopi Indonesia ke Filipina …….….. 52

12 Hasil dugaan persamaan ekspor kopi Indonesia ke Thailand……. 53

13 Konsumsi kopi Indonesia tahun 2010-2016……… 57

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Perkembangan perdagangan intra-ASEAN tahun 2000-2011………. 2

2 Negara pemasok impor kopi ASEAN Tahun 2008-2011……… 5

3 Perkembangan volume ekspor kopi Indonesia ke beberapa negara ASEAN tahun 1990-2012……… 14

4 Perkembangan total volume ekspor kopi Indonesia ke ASEAN tahun 1990-2012………. 15

5 Perdagangan antar dua negara………. 22

6 Ilustrasi dampak pemberlakuan tarif impor………. 23

7 Diagram alur pemikiran operasional……… 29


(18)

9 Tren pertumbuhan pendapatan per kapita dan konsumsi kopi per

kapita Malaysia ……….………..……… 54 10 Perkembangan produksi kopi Indonesia………….………...….. 59 11 Ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan utama dan ASEAN tahun

2008-2012……….... 60

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Data yang digunakan dalam Model Persamaan Ekspor Kopi

Indonesia ke Pasar ASEAN Tahun 1990-2012……….. 68 2 Hasil Perhitungan CMSA………... 70

3 Hasil Uji Asumsi dan Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke

Malaysia ………..…... 74

4 Hasil Uji Asumsi dan Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke

Singapura ………..……. 76

5 Hasil Uji Asumsi dan Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke

Filipina ………..…………. 78

6 Hasil Uji Asumsi dan Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdagangan internasional saat ini telah berkembang dengan pesat sehingga mampu memberikan peranan yang cukup penting dalam perekonomian dunia. Berbagai kerjasama ataupun kesepakatan perdagangan antar negara yang ada pada saat ini menunjukan bahwa perdagangan antar negara baik impor maupun ekspor memiliki peranan penting bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi bagi suatu negara. Semakin terbukanya suatu negara terhadap arus perdagangan internasional (liberalisasi perdagangan) akan semakin membuka peluang ekspor komoditas negara tersebut ke negara lain sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara. Pentingnya peranan liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas mendorong sejumlah negara memberlakukan kebijakan (policy) yang dapat mengurangi hambatan perdagangan melalui kerjasama antar negara.Kerjasama perdagangan ini banyak melibatkan negara-negara yang berdekatan secara geografis sehingga bentuk kerja sama ini sering disebut sebagai kerja sama liberalisasi perdagangan regional (Arifin, et al., 2004) .

Salah satu bentuk kerja sama perdagangan regional adalah kerja sama yang diikuti oleh Indonesia bersama negara-negara Asia Tenggara, yaitu kawasan perdagangan bebas ASEAN atau yang lebih dikenal ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA ditandatangani di Singapura pada tahun 1992 oleh enam negara ASEAN dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia. ASEAN Free Trade Area (AFTA) diberlakukan melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yaitu penurunan tarif secara signifikan dan penghapusan hambatan kuota dan non-tarif lainnya bagi produk atau barang yang berasal dari negara ASEAN dan masuk ke kawasan ASEAN (Departemen Keuangan, 2014).

Pemberlakuan liberalisasi perdagangan di kawasan ASEAN terbukti mampu memberikan dampak yang positif bagi peningkatan nilai perdagangan intra ASEAN. Berdasarkan statistik dari ASEANstats, tercatat selama kurun waktu tahun 2000-2011, perkembangan perdagangan intra-ASEAN mengalami tren yang positif (Gambar 1) yang terus meningkat sejak tahun 2002.


(20)

Sumber : ASEANstats, 2014

Gambar 1. Perkembangan perdagangan intra-ASEAN tahun 2000-2011 Pada tahun 2009, nilai perdagangan intra-ASEAN sempat mengalami penurunan sebagai imbas dari krisis perekonomian dunia. Namun, sejak tahun 2010 perdagangan intra-ASEAN kembali meningkat, melebihi nilai perdagangan yang dicapai pada tahun 2008 saat krisis dunia berlangsung.

Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh liberalisasi perdagangan AFTA terhadap kinerja ekspor salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia, yaitu kopi. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia dari subsektor perkebunan.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012), komoditi kopi merupakan komoditi hasil perkebunan yang memiliki nilai ekspor (FOB) kedua tertinggi setelah komoditi karet, dengan nilai ekspor sebesar 1.04 milyar US$ pada tahun 2011 dan 737 juta US$ pada tahun 2012 (Tabel 1).

Tabel 1. Volume dan nilai FOB ekspor hasil perkebunan tahun 2011-2012

Nama Komoditi Volume (Ton) Nilai FOB (US$)

2011 2012 2011 2012

Karet 2 555 739 1 649 258 11 762 317 277 5 652 628 256 Kopi 346 492 238 325 1 036 671 076 737 920 563 Teh 75 449 47 833 166 716 826 104 016 468 Tembakau 38 904 26 299 146 698 010 112 836 629

Cengkeh 5 396 4 690 16 304 446 18 366 277

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012

Indonesia sendiri merupakan salah satu produsen terbesar kopi dunia. Berdasarkan data International Coffee Organization (ICO), Indonesia menempati urutan ketiga sebagai produsen kopi dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan nilai total produksi tahun 2013 sebesar 700 020 ton, dengan komposisi produksi sekitar 80 persen jenis robusta dan 20 persen jenis arabika (ICO, 2014).


(21)

Tabel 2. Negara produsen kopi terbesar dunia tahun 2012-2013

Sumber : International Coffee Organization, 2014

Kopi juga memiliki peranan penting dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani,dan sumber devisa negara. Menurut Ditjenbun (2012) dalam Nugroho (2013), sebagai penyedia lapangan kerja, perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja bagi 2 juta petani kopi Indonesia atau sekitar 1.7 persen dari total angkatan kerja pada tahun 2011.

Produksi kopi Indonesia sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri seperti Amerika, Jepang, dan negara-negara Eropa. Hal ini dikarenakan rendahnya konsumsi domestik, yakni hanya sekitar 0.5 – 0.6 kg per kapita per tahun. Kopi yang diimpor negara konsumen tersebut sebagian diekspor kembali dalam bentuk olahan. Hal ini menjadikan kopi sebagai komoditas yang tidak hanya penting bagi negara produsen namun juga bagi negara konsumen (Kustiari, 2007b).

Dalam perdagangan kopi Indonesia, kebanyakan negara-negara ASEAN bukanlah negara tujuan ekspor utama kopi Indonesia. Pada tahun 2012, nilai ekspor kopi ke Amerika Serikat tercatat sebesar 331 juta US$, selanjutnya Jepang sebesar 145 juta US$ dan Jerman 117 juta US$, sedangkan di pasar ASEAN sendiri nilai ekspor terbesar hanya sebesar 70 juta US$ dan 32 juta US$, yaitu ekspor ke Malaysia dan Singapura (UNCOMTRADE, 2014). Namun, dengan jumlah penduduk yang besar dan tren konsumsi kopi yang terus meningkat, peluang pasar kopi di ASEAN adalah potensial.

Selama dua puluh tahun terakhir perkembangan ekspor kopi Indonesia ke negara-negara ASEAN fluktuatif. Fluktuasi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN ini diduga terjadi akibat beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti harga ekspor, produksi, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang juga fluktiatif. Berdasarkan hal tersebut dan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk

Negara Total Produksi (ton)

2012 2013

Brazil 3 049 560 2 949 120

Vietnam 1 321 800 1 650 000

Indonesia 763 800 700 020

Kolombia 622 260 654 000


(22)

menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan bagaimana pengaruh kesepakatan perdagangan bebas CEPT-AFTA terhadap kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN.

1.2 Perumusan Masalah

Perdagangan bebas di kawasan ASEAN dimulai sejak ditandatanganinya kesepakatan AFTA tahun 1992 yang kemudian mulai diimplementasikan secara penuh pada tahun 2002. Lebih lanjut, kawasan regional ASEAN sejak 2004 mulai membuka diri dengan adanya kesepakatan perdagangan dengan negara lain seperti Cina melalui ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area), dengan Korea melalui AKFTA (ASEAN-Korea Free Trade Area), dan Jepang melalui AJCEP (ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership). Tidak lama lagi, pasar bebas ASEAN akan semakin terbuka dengan diberlakukannya ASEAN Economic Community pada tahun 2015 mendatang. Hal ini membuktikan bahwa negara-negara ASEAN serius untuk menjadikan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi dan basis produksi baru di Asia dan dunia.

Semakin terbukanya arus perdagangan di kawasan ASEAN ini tentu akan berdampak bagi kinerja perdagangan Indonesia. Berkembangnya perdagangan bebas antar negara ASEAN diharapkan akan membuka peluang ekspor Indonesia lebih luas lagi, termasuk didalamnya yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu peluang ekspor komoditi kopi Indonesia di pasar ASEAN. Sebagian besar ekspor kopi Indonesia ditujukan ke negara-negara seperti Jepang, Amerika,dan negara-negara Eropa seperti Jerman, Belgia, Italia, dan Inggris. Pasar ASEAN sendiri bukan merupakan pasar utama, namun perkembangannya permintaannya cukup signifikan.

Di sisi lain, peluang pasar ekspor kopi yang semakin luas tersebut pada dasarnya juga dapat menjadi ancaman bagi Indonesia, jika Indonesia tidak dapat mengelola pasar. Di kawasan ASEAN sendiri, Indonesia memiliki kompetitor kuat dalam produksi dan ekspor kopi dunia, yaitu Vietnam. Peluang pasar bebas AFTA ini juga memberikan keuntungan yang sama bagi Vietnam, karenanya hal tersebut dapat menimbulkan ancaman terhadap daya saing kopi Indonesia. Dalam kesepakatan AFTA, skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT)


(23)

mengatur tentang pengurangan tarif regional maupun penghapusan hambatan non tarif. CEPT-AFTA merupakan pedoman dalam mewujudkan pasar bebas AFTA. Produk yang tercakup didalamnya meliputi seluruh produk industri termasuk produk olahan hasil pertanian.

Pasokan impor kopi di pasar ASEAN sendiri lebih banyak didominasi oleh kopi yang berasal dari negara ASEAN, yaitu Indonesia dan Vietnam.. Berdasarkan data FAO (2014), tercatat pada tahun 2008-2011 di pasar ASEAN, 58 persen pasokan kopi berasal dari Vietnam, 31 persen berasal dari Indonesia, dan sebesar 11 persen berasal dari negara lainnya. Dengan melihat hal ini, maka sebenarnya kopi Indonesia memiliki peluang yang sangat besar di pasar ASEAN.

Sumber : FAO, 2014a

Gambar 2. Negara pemasok impor kopi ASEAN tahun 2008-2011

Penelitian ini menganalisis penawaran ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN. Sejak tahun 1990 sampai 2012 ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN mengalami fluktuasi. Fluktuasi perkembangan volume ekspor kopi ini dimungkinkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti produksi kopi Indonesia, nilai tukar rupiah, dan harga kopi Indonesia yang juga mengalami fluktuasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN sebelum dan sesudah berlakunya skema CEPT-AFTA ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN?

5%

31%

58% 6%

Brazil Indonesia Vietnam Lainnya


(24)

3. Bagaimana dampak penerapan skema CEPT-AFTA terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut :

1. Menganalisis kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN sebelum dan sesudah berlakunya skema CEPT-AFTA.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN.

3. Menganalisis dampak penerapan skema CEPT-AFTA terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari pelaksanaan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi penulis, penelitian ini digunakan untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh studi serta diharapkan dapat memperluas wawasan keilmuan penulis.

2. Bagi pembaca, hasil penelitian in dapat menjadi sumber informasi dan bahan referensi untuk menelaah topik mengenai perdagangan bebas khususnya untuk komoditas kopi.

3. Bagi stakeholder, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan dan menciptakan strategi serta kebijakan terutama dalam kesiapan menghadapi pasar bebas ASEAN Economic Community pada 2015 mendatang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis kinerja ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN serta dampak berlakunya kebijakan


(25)

liberalisasi perdagangan ASEAN melalui penerapan skema CEPT-AFTA. Data yang digunakan dalam analisis kinerja ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN adalah data time series dari tahun 1997 – 2012, sedangkan untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN digunakan data time series dari tahun 1990-2012.

Periode analisis sebelum penerapan CEPT-AFTA adalah tahun 1990-2001 dan periode analisis setelah penerapan CEPT-AFTA adalah tahun 2002-2012. Negara-negara ASEAN yang termasuk dalam penelitian adalah Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Adapun komoditi kopi yang diteliti merupakan jenis kopi dengan kode HS 0901(jenis kopi robusta, arabika, yang digongseng maupun tidak, dihilangkan kafeinnya maupun tidak).


(26)

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditi Kopi Indonesia

Kopi pertama kali masuk ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda tahun 1696 dengan jenis kopi Arabika yang kemudian ditanam dan dikembangkan di Batavia. Namun sayangnya tanaman kopi ini mati karena banjir yang melanda saat itu, maka kemudian pada tahun 1699 didatangkan kembali bibit-bibit baru yang ditanam dan dibududayakan di Pulau Jawa hingga menyebar ke Pulau Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Timor.

Ekspor kopi Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1711 oleh VOC, dan dalam kurun waktu 10 tahun meningkat sampai 60 ton/tahun. Hindia Belanda saat itu menjadi perkebunan kopi pertama di luar Arab dan Ethiopia, yang menjadikan VOC memonopoli perdagangan kopi dari tahun 1725-1780 (AEKI, 2014c). Kopi jenis Arabika merupakan jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia. Kopi jenis ini menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama Kopi Jawa atau Java Coffee.

Kopi Arabika merupakan satu-satunya jenis kopi komersial yang ditanam di Indonesia selama lebih dari satu abad. Pasca tahun 1876 terjadi penurunan produksi jenis kopi Arabika akibat serangan penyakit jamur Hemileia Vastratix B. Akibatnya, produksi kopi menurun sebesar lebih dari 60 persen. Untuk mengantisipasi kekurangan produksi kopi, maka pemerintah Belanda memperkenalkan jenis kopi Robusta di Jawa setelah sebelumnya gagal membudidayakan jenis kopi Liberika. Keberhasilan pengembangan kopi Robusta sejak abad ke-19 inilah akhirnya mendominasi perkopian Indonesia hingga saat ini (Lubis, 2002).

Kopi jenis Robusta ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan daerah sentra produksi di Pulau Sumatera adalah Sumatera Selatan, Lampung, dan Sumetera Utara, sedangkan di Jawa berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Turnip, 2002). Hal yang berbeda dengan jenis Arabika, dimana hanya wilayah Sumatera, Jawa, dan Sulawesi yang membudidayakannya secara efektif , baik untuk perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (Lubis, 2002).


(28)

Tabel 3. Luas areal dan produksi kopi Indonesia menurut jenis tanaman tahun 1999-2012

Tahun Arabika Robusta

Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

1999 113 407 72 766 1 013 870 458 923

2000 107 465 42 988 1 153 222 511 586

2001 82 807 23 071 1 230 576 546 163

2002 91 293 25 116 1 280 891 656 963

2003 99 393 43 356 1 195 495 628 273

2004 127 198 55 255 1 176 744 592 161

2005 101 313 60 255 1 153 959 580 110

2006 177 110 94 773 1 131 622 587 386

2007 228 931 124 098 1 058 478 549 088

2008 239 467 129 660 1 063 417 553 278

2009 281 398 147 631 984 839 534 961

2010 251 582 146 641 958 782 540 280

2011 251 753 146 761 1 041 212 487 230

2012 252 645 147 017 1 053 250 601 092

Sumber : Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI), 2014b

2.2 Kebijakan Ekspor Kopi Indonesia

Ekspor kopi diatur oleh peraturan-peraturan dari International Coffee Organization (ICO) . lalu lintas perdagangan kopi dunia uang diatur oleh ICO bertujuan untuk menjaga stabilitas harga kopi dunia akibat ketidakseimbangan penawaran dan permintaan kopi di pasar dunia. Pengaturan perdagangan kopi oleh lembaga internasional mulai diberlakukan pada tahun 1957 dengan sistem kuota, yaitu dengan cara membatasi jumlah ekspor kopi ke pasar dunia.

Pada tahun 1989 sistem kuota ini diberhentikan, karena dianggap tidak menguntungkan produsen kopi. Akibatnya, masing-masing negara produsen kopi bebas mengekspor kopinya dalam jumlah berapa pun. Adanya kebebasan perdagangan tersebut justru menurunkan tren harga kopi di pasar Internasional yang mencapai tingkat harga terendah pada tahun 1993 (Lubis, 2002). Untuk mengatasi menurunnya harga kopi dunia maka pengendalian perdagangan kopi dunia dilakukan dengan penetapan standar mutu ekspor kopi oleh ICO.

Pelaksanaan ekspor kopi oleh Indonesia , sebagai salah satu produsen dan pengekspor kopi anggota ICO juga berdasar pada peraturan-peraturan ICO. Sebelumnya, sistem kuota yang diterapkan oleh ICO dibagikan kepada eksportir berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 85/ KP/ III/ 86 tanggal 7


(29)

Maret 1986 tentang Ketentuan Jatah Nasional Ekspor Kopi (Suryono, 1991). Jatah ekspor kopi nasional tersebut diperhitungkan berdasarkan besarnya produksi kopi di dalam negeri dikurangi konsumsi domestik serta penyediaan penyangga yang perlu dipertahankan (Siregar, 2008).

Pemberhentian sistem kuota ditindaklanjuti oleh pemerintah Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 265/ KP/ X/ 89 tanggal 21 Oktober 1989 yang berisi pembebasan setiap eksportir untuk mengekspor kopi ke pasaran dunia. Akibat kebijakan ini, ekspor kopi Indonesia pun mengalami peningkatan yang signifikan mencapai sebesar 421 833 ton pada tahun 1990 (Lubis, 2002). Hingga saat ini, ketentuan ekspor kopi diatur beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, yaitu peraturan No. 26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan No. 27/M-DAG/PER/7/2008, dan No. 41/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Ekspor Kopi yang terakhir kali mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 10/M-DAG/PER/5/2011 (GAEKI, 2014). Syarat ekspor kopi diatur sebagaimana berikut:

1. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara (EKS) oleh Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan.

2. Dalam setiap ekspor kopi juga harus dilengkapi Surat Persetujuan Ekspor kopi (SPEK) yang merupakan surat persetujuan pelaksanaan ekspor kopi ke seluruh negara tujuan yang dikeluarkan oleh Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan di Propinsi/kabupaten/Kota. SPEK juga dapat digunakan untuk pengapalan dari pelabuhan ekspor di seluruh Indonesia.

3. Kopi yang diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan Menteri Perdagangan dan harus disertai dengan Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin), yaitu surat keterangan yang digunakan sebagai dokumen penyerta barang (kopi) yang diekspor dari seluruh Indonesia yang membuktikan bahwa barang (kopi) tersebut berasal, dihasilkan dan/atau di oleh di Indonesia.


(30)

2.3 ASEAN Free Trade Area (AFTA)

Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi, diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977 (Kementerian Perdagangan, 2013). Kesepakatan yang cukup menonjol dan merupakan cikal bakal pembetukan pawasan perdagangan bebas ASEAN adalah disepakatinya ASEAN Free Trade Area pada tahun 1992. AFTA dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.

Skema Common Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan skema untuk mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan hambatan kuatitatif, dan hambatan non tarif lainnya (Departemen Keuangan, 2014). Target implementasi semula pada tahun 2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2002 untuk ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Brunei Darussalam). Sedangkan untuk Vietnam diberlakukan tahun 2006, Laos serta Myanmar diberlakukan pada tahun 2008, dan Kamboja diberlakukan pada tahun 2010. Terdapat empat klasifikasi produk yang termasuk dalam skema CEPT, yaitu :

1. Inclusion List (IL), yaitu merupakan daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Produk tersebut harus disertai jadwal penurunan tarif b) Tidak ada pembatasan kuota

c) Hambatan non tariff lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.

2. Temporary Exclusion List (TEL), yaitu merupakan daftar yang mencakup produk yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, perhapusah hambatan kuantitatif dan hambatan non tarif lainnya, serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.

3. Sensitive List (SL), yaitu merupakan daftar yang mencakup produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Product, seperti beras, gula, daging, gandum, bawang putih, cengkeh, dan jagung. Produk SL harus masuk ke dalam CEPT Inclusion List (IL) dengan jangka waktu


(31)

untuk masing-masing negara sebagai berikut : Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand tahun 2010; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; dan Kamboja tahun 2017.

4. General Exception (GE) List, yaitu produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan ke dalam skema CEPT karena alasan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan manusia, binatang atau tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya. Contoh produk GE misalnya senjata, amunisi, dan narkotik.

Tabel 4. Jadwal penghapsan tarif produk kategori Inclusion List (IL) negara ASEAN

Negara ASEAN Tahun Penghapusan Tarif Inclusion List (IL) 60% Pos Tarif 80% Pos Tarif 100% Pos Tarif

ASEAN-6 2003 2007 2010

Vietnam 2006 2010 2015

Laos dan Myanmar 2008 2012 2015

Kamboja 2010 - 2015*

Sumber : Kementerian Perdagangan, 2013 *) Fleksibilitas hingga 2018

Terdapat beberapa kriteria agar suatu produk mendapat konsesi CEPT. Pertama, produk terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di negara tujuan maupun di negara asal dengan prinsip timbal balik (reciprocity). Artinya, suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor, maka produk yang sama juga sudah harus terdapat dalam IL negara asal. Kedua, produk harus memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin). Ketiga, produk harus disertai Certificate of Origin Form D yang diperoleh dari Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia. Komoditi kopi sendiri termasuk sebagai produk dengan klasifikasi Inclusion List (IL) yang berarti sudah mendapat konsesi CEPT.

2.4 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN

Secara umum ekspor kopi Indonesia dari tahun 1990 sampai tahun 2012 terus mengalami fluktuasi, baik volume maupun nilainya. Tujuan ekspor kopi Indonesia masih di dominasi oleh negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang. Permintaan kopi Indonesia di negara ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand menunjukkan pertumbuhan yang signifikan walaupun fluktuatif.


(32)

Fluktuasi perkembangan ekspor kopi Indonesia ke beberapa negara ASEAN dalam periode tahun 1990 sampai 2012 dapat terlihat terlihat pada Gambar 3 dan 4.

Sumber : UNCOMTRADE, 2014

Gambar 3. Perkembangan volume ekspor kopi Indonesia ke beberapa negara ASEAN tahun 1990-2012

Berdasarkan ekspor kopi menurut negara tujuan, ekspor kopi Indonesia ke Malaysia menunjukkan tren yang positif, sedangkan ekspor kopi Indonesia ke negara ASEAN lainnya menunjukkan tren yang stagnan dengan ekspor terendah adalah ekspor kopi Indonesia ke Thailand. Hal ini dikarenakan rendahnya permintaan kopi Indonesia ke negara tersebut. Menurut laporan Market Brief oleh Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI untuk Thailand (2013), di pasar Thailand tercatat pada tahun 2012 impor kopi dengan kode HS 090111 Coffee not roasted, not decaffeinated dari Vietnam adalah sebanyak 61.411 ribu US Dollar, sedangkan impor kopi dari Indonesia dengan kode yang sama hanya sebesar 1.691 ribu US Dollar. Bila dibandingkan dengan nilai impor kopi Thailand yang berasal dari Vietnam, maka impor kopi yang berasal dari Indonesia jauh lebih rendah.

Sementara itu, jika ditinjau berdasarkan total volume ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN, perkembangan ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN mengalami fluktuasi dari tahun 1990 sampai 2003 (Gambar 4). Pada selang waktu ini, ekspor tertinggi dicapai pada tahun 2000 dimana total ekspor kopi Indonesia ke ASEAN sebesar 33 ribu ton dengan ekspor terbesar ke Filipina yaitu sebesar 13 ribu ton. Sementara itu, ekspor terendah dicapai pada tahun 1992 yaitu total ekspor hanya sebesar 10 ribu ton.

5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 20 11 20 12


(33)

Selanjutnya, pada tahun 2004, total ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN mulai mengalami peningkatan yang signifikan. Volume ekspor mencapai titik tertinggi pada tahun 2009 sebelum turun kembali dengan total ekspor kopi Indonesia ke ASEAN sebesar 45 ribu ton. Pada tahun 2010 dan 2011 ekspor kopi Indonesia ke ASEAN kembali mengalami penurunan yaitu hanya mencapai 39 ribu ton, kemudian turun kembali menjadi 37 ribu ton. Namun pada tahun 2012 ekpor kopi Indonesia kembali mengalami peningkatan hingga mencapai angka 55 ribu ton.

Sumber : UNCOMTRADE, 2014

Gambar 4. Perkembangan total volume ekspor kopi Indonesia ke ASEAN tahun 1990-2012

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang penulis gunakan sebagai referensi penelitian ini dibagi menjadi tiga aspek. Aspek pertama adalah penelitian terdahulu mengenai kinerja ekspor menggunakan metode Constant Market Share Analysis yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN. Aspek kedua adalah penelitian terdahulu yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai hal ini, penulis gunakan sebagai referensi untuk membangun model persamaan. Aspek yang ketiga adalah penelitian terdahulu mengenai dampak liberalisasi perdagangan terhadap perdagangan komoditi pertanian Indonesia.

Penelitian terdahulu mengenai daya saing ekspor menggunakan metode Constant Market Share Analysis sebelumnya telah dilakukan oleh Hadi dan

10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 20 11 20 12


(34)

Mardianto (2004) dan Paskah (2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi dan Mardianto (2004) menunjukkan bahwa kinerja ekspor produk pertanian Indonesia ke kawasan ASEAN terbaik terjadi pada tahun 1997-1999 namun melemah pada periode 1999-2001. Hasil penelitian Paskah (2009) menunjukkan bahwa komoditi kelapa Indonesia memiliki keunggulan komparatif selama periode 2004-2008 dan Cina merupakan pasar paling kompetitif bagi pasar tujuan ekspor kelapa Indonesia. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada komoditi yang diteliti yaitu kopi. Adapun kesamaan penelitian ini dan penelitian sebelumnya adalah metode yang digunakan untuk menganalisis kinerja ekspor.

Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi telah dilakukan oleh Siregar (2008) dan Saputra (2010). Secara umum, hasil penelitian Siregar (2008) menunjukkan bahwa ekspor kopi Indonesia ke beberapa negara tujuan ekspor utama dipengaruhi oleh PDB per kapita negara tujuan, nilai tukar rupiah, konsumsi domestik kopi, harga ekspor kopi, dan ekspor kopi tahun sebelumnya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Saputra (2010) ekspor kopi Robusta Indonesia tidak dipengaruhi oleh harga ekspor kopi dan harga domestik kopi dimana harga ekspor kopi dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Indonesia dan lag ekspor kopi Indonesia. Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian sebelumnya akan digunakan dalam penelitian ini, namun pada penelitian ini digunakan variabel dummy kebijakan perdagangan yaitu dummy CEPT-AFTA yang tidak terdapat pada penelitian sebelumnya.

Penelitian terdahulu mengenai dampak liberalisasi perdagangan telah dilakukan oleh Nugroho (2013) dan Durrant (2013). Nugroho (2013) menganalisis pengaruh penerapan kebijakan Early Harvest Programme (EHP) terhadap ekspor kopi Indonesia ke ASEAN dan Cina , sedangkan Durrant (2013) menganalisis dampak penghapusan tarif impor terhadap ekspor minyak sawit Indonesia ke Cina pada kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Penelitian ini menganalisis pengaruh penerapan kesepakatan CEPT-AFTA terhadap ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN. Hasil kedua penelitian menunjukkan bahwa penghapusan hambatan perdagangan, yaitu penerapan EHP dan penurunan tarif pada ACFTA berpengaruh positif terhadap ekspor kedua komoditii.


(35)

Tabel 5. Matriks penelitian terdahulu

No. Peneliti (Tahun)/ Judul

Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian

1. Peneliti :

Hadi dan Mardianto (2004)

Judul: Analisis Komparasi Daya Saing

Produk Ekspor Pertanian antar Negara ASEAN dalam Era Perdagangan Bebas AFTA

1. Melakukan analisis

komparasi antar negara ASEAN yang menyangkut pertumbuhan ekspor produk pertanian serta efek

komposisi produk, distribusi pasar, dan daya

saing terhadap ekspor produk pertanian ke kawasan ASEAN.

1. Constant Market Share Analysis

(CMSA)

1. Pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN selama periode 1997-1999 adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding Thailand, Filipina, dan dunia.

2. Komposisi produk ekspor Indonesia adalah yang terbaik di antara negara-negara ASEAN, walaupun melemah pada periode 1999-2001 dibanding 1997-1999.

3. Daya saing ekspor Indonesia pada periode 1997-1999 paling kuat di antara negara-negara ASEAN, tetapi pada periode 1999-2001 melemah dan kalah dari Filipina dan Thailand.

2. Peneliti :

Paskah, SL (2009)

Judul:

An Analysis of Indonesia’s Export Competitiveness in Coconuts

1. Manganalisis daya saing ekspor komoditi kelapa Indonesia

1. Revealed Comparative Advantage (RCA)

2. Constant Market Share Analysis

(CMSA)

1. Dengan menggunakan metode RCA, hasil

penilitian menunjukkan bahwa komoditi kelapa Indonesia secara keseluruhan memiliki keunggulan komparatif selama periode tahun 2004-2008.

2. Dengan menggunakan metode CMSA, hasil penelitian menunjukkan bahwa Cina merupakan pasar tujuan paling kompetitif untuk komoditi kelapa Indonesia dimana terdapat 10 produk yang memiliki nilai positif pada nilai efek daya saing.


(36)

No.

Nama Peneliti (Tahun)/Judul

Penelitian

Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian 3. Peneliti:

Siregar, SV (2008)

Judul: Produksi, Konsumsi, Harga, dan Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama di Asia, Amerika, dan Eropa

1. Menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, harga domestik kopi Indonesia. 2. Menganalisis factor-faktor

yang mempengaruhi ekspor kopi ke Negara tujuan utama di Asia, Amerika, dan Eropa

1. Model Regresi Linear Berganda dengan Metode Ordinary Least Square (OLS)

1. Produksi kopi Indonesia dipengaruhi oleh produksi kopi tahun sebelumnya, Konsumsi domestik kopi Indonesia dipengaruhi harga domestik riil Indonesia.

2. Ekspor kopi Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh harga ekspor kopi , konsumsi domestik kopi, dan PDB per kapita Jepang. Ekspor kopi Indonesi adi Singapura dipengaruhi oleh harga ekspor kopi. 3. Ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat

dipengaruhi oleh PDB Amerika Serikat dan volume ekspor sebelumya.

4. Ekspor kopi Indonesia ke Jerman dipengaruhi oleh harga ekspor kopi, konsumsi domestik Indonesia, GDP per kapita Jerman, dan nilai tukar rupiah. Ekspor kopi Indonesia ke Inggris dipengaruhi oleh harga ekspor kopi, nilai tukar rupiah, dan volume ekspor sebelumnya. Ekspor kopi Indonesia ke Italia dipengaruhi oleh nilai tuker rupiah terhadap Euro. 4. Peneliti :

Saputra, M (2010) Judul : Analisis Respon Produksi, Permintaan Domestik, dan

Penawaran Ekspor Kopi Robusta Indonesia

1. Menganalisis respon produksi kopi Robusta terhadap harga

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi domestik kopi Robusta

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi

1. Model Persamaan Simultan dengan Metode 2SLS

1. Peningkatan produksi kopi lebih disebabkan oleh adanya penambahan luas areal, harga domestik dan kondisi perekonomian Indonesia.

2. Peningkatan konsumsi domestik dipengaruhi oleh populasi dan peningkatan harga kakao.

3. Harga ekspor kopi dan harga domestik kopi tidak mempengaruhi ekpor kopi Robusta Indonesia. Harga ekspor kopi dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Indonesia dan lag ekspor kopi.


(37)

No. Peneliti (Tahun)/ Judul

Penelitian Tujuan Metode Hasil

5. Peneliti :

Nugroho, A (2013) Judul : Analisis

Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China dalam Skema

Early Harvest Programme

1.Menganalisis factor-faktor

yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia ke Cina dan beberapa Negara ASEAN dalam skema Early Harvest Programme (EHP) pada kesepakatan ACFTA.

2.Mengidentifikasi dampak pemberlakuan EHP terhadap penawaran ekspor

kopi Indonesia.

1. Regresi Data Panel dengan Metode

Fixed Effect

1.Variabel harga riil kopi internasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, produksi kopi Indonesia, dan dummy EHP berpengaruh positif terhadap ekspor kopi Indonesia ke Cina dan ASEAN. 2. Sedangkan PDB per kapita dan harga riil domestik

berpengaruh negatif terhadap ekspor kopi Indonesia. 3. Kebijakan EHP berpengaruh positif terhadap volume

ekspor kopi Indonesia ke Cina, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura.

6. Peneliti:

Durrant, A (2013) Judul: Dampak ACFTA terhadap Ekspor Minyak Sawit ke Cina

1.Membandingkan keunggulan komparatif minyak sawit Indonesia di dunia sebelum dan sesudah ACFTA

2.Mengestimasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke Cina.

3.Meramalkan dampak

penghapusan tarif minyak sawit dalam kesepakatan ACFTA terhadap ekspor minyak sawit Indonesia ke Cina dan perubahan surplus produsennya.

1. Revealed Comparative Advantage (RCA)

2. Model Persamaan

Simultan dengan Metode 2SLS 3. Simulasi Peramalan

1. Ekspor minyak sawit Indonesia ke Cina dipengaruhi secara nyata oleh harga riil ekspor minyak sawit Indonesia ke Cina produksi minyak sawit Indonesia, dan lag nilai tukar rupiah terhadap USD.

2. Penghapusan tarif minyak sawit dalam kesepakatan ACFTA menyebabkan jumlah ekspor minyak sawit Indonesia ke Cina dan surplus pengekspor minyak sawit Indonesia mengalami peningkatan.


(38)

(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan pertukaran barang, jasa, dan faktor produksi yang melintasi batas negara. Sejak diperkenalkan oleh David Ricardo pada abad ke-19, teori ekonomi internasional semakin menjadi perhatian para ekonom maupun para pelaku usaha. Menurut Gonarsyah (1987) dalam Siregar (2008), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan (ekspor-impor) antar bangsa, yaitu : (1) keinginan untuk memperluas komoditi ekspor, (2) memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, (3) adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, (4) ketidakmampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan masyarakatnya dan (5) adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu.

Perdagangan antar negara terjadi karena adanya perbedaan harga barang komoditi di berbagai negara. Perbedaan harga barang inilah yang menentukan keputusan negara untuk menjual barang ke negara lain ketika harga di negara tersebut lebih rendah, atau membeli ketika harga di negara tersebut lebih tinggi. Dengan demikian, salah satu atau kedua negara yang saling terlibat akan memperoleh manfaat dari perdagangan tersebut (gains from trade). Terjadinya perdagangan antara dua negara dapat dijelaskan pada Gambar 5.

Diasumsikan hanya terdapat dua negara, yaitu negara A dan negara B (kedua negara merupakan negara besar atau gabungan dari negara eksportir maupun importir dunia), satu komoditi yang diperdagangkan, dan pasar dalam keadaan persaingan sempurna. Gambar 6(a) menggambarkan situasi permintaan (D) dan penawaran (S) di negara A, dimana negara A memiliki keunggulan komparatif sehingga harga domestik di negara A (PA) lebih rendah. Gambar 5(c)

menunjukkan situasi pasar di negara B dimana harga domestik (PB) lebih tinggi

daripada PA.

Perbedaan harga komoditi pada kedua negara mendorong negara A untuk mengekspor barangnya ke negara B, dan negara B mengimpor barang dari negara A. Kurva penawaran ekspor negara A (ES) ditunjukkan oleh Gambar 5(b) yang


(40)

PA

Q Q Q

Qc

Qp

qc qp Qe

PW

PB

SA

DA

PW

Negara A Pasar Dunia Negara B

P

PW

ES

ED

DB SB

P P

(a) (b) (c)

diturunkan dari Gambar 5(a). Kurva ES memiliki kemiringan positif yang dimulai dari tingkat harga domestik negara A (PA). Sedangkan kurva permintaan impor B

(ED) memiliki kemiringan negatif yang dimulai dari tingkat harga domestik negara B (PB). Kedua kurva ES dan ED menentukan tingkat harga dunia yang

terjadi, yaitu PW. Pada harga dunia PW, di negara terjadi kelebihan penawaran

sebesar qp-qc, sedangkan di negara B terjadi kelebihan permintaan sebesar Qc-Qp.

Dengan demikian, hal ini menyebabkan adanya transfer produk dari negara A ke negara B sejumlah qp-qc =Qc-Qp=Qe.

Sumber : Tweeten (1992)

Gambar 5. Perdagangan antar dua negara

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia (Gambar 5b). Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut akan mempengaruhi harga dunia.

Keterlibatan suatu negara dalam perdagangan internasional akan mempengaruhi kinerja negara tersebut terutama kinerja pada jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh karena perdagangan internasional dapat membuka saluran komunikasi yang akan memfasilitasi penyebaran informasi teknis lainnya (Pratomo, 2007). Selain itu, persaingan antar negara dalam perdagangan internasional akan mendorong negara untuk terus melakukan inovasi, baik ide


(41)

maupun teknologi yang digunakan, dan melakukan spealisasi produksi yang akan mempengaruhi pertumbuhan output suatu negara.

3.1.2Liberalisasi Perdagangan dan Daya Saing

Dalam dunia perdagangan terdapat dua perdebatan dalam melakukan perdagangan yaitu apakah sebaiknya suatu negara mengikuti perdagang bebas atau melakukan proteksi dalam memperdagangkan produknya. Suatu negara secara teoritis dapat memilih kebijakan perdagangan “laissez faire” dimana tukar-menukar komoditi antar negara sama sekali tidak terhambat (free trade) atau justru menciptakan segala macam aturan yang mematikan semua insentif untuk melakukan perdagangan antar negara yang biasa disebut autarki (Pratomo, 2007). Namun pada dasarnya, dalam prakteknya tidak ada satu negara pun yang menerapkan kebijakan proteksi ekstrem tersebut. Biasanya kebijakan-kebijakan perdagangan dilakukan dengan pertimbangan kedua prinsip tersebut. Perdagangan bebas memungkinkan sumberdaya dapat digunakan dengan efisien dan menciptakan kemakmuran bagi banyak orang (Hovey dan Rehmke, 2009).

Hambatan perdagangan yang umum dilakukan adalah salah satunya dengan pemberlakuan tarif impor. Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk suatu komoditi yang di impor oleh suatu negara. Dampak pemberlakuan tarif impor dapat dilihat padaGambar 6.

Sumber : Tweeten, 1992

Gambar 6. Ilustrasi dampak pemberlakuan tarif impor

SB

ED-t ED

DB

ES

Q Q

P

Q Pw’

Pw Pw+t

SA

DA

Negara A (importir) Pasar dunia Negara B (eksportir)

P P


(42)

Keterangan :

t = Tarif impor

Pw = Harga dunia sebelum tarif Pw’ = Harga dunia setelah tarif

Pw+t = Harga domestik di negara A setelah tarif SA = Penawaran di negara A

DA = Permintaan di negara A

SB = Penawaran di Negara B

DB = Permintaan di Negara B

ES = Kelebihan penawaran di negara B ED = Kelebihan permintaan di negara A qc-qp = Volume impor negara B sebelum tarif

qc’-qp’ = Volume impor negara B setelah tarif

Qp-Qc = Volume ekspor negara A sebelum tarif

Qp’-Qc’ = Volume ekspor negara A setelah tarif

Pemberlakuan tarif impor menyebabkan harga yang diterima di negara A meningkat dari Pw menjadi Pw+t. Harga yang meningkat kemudian akan menurunkan jumlah permintaan pasar dunia dari ED menjadi ED-t yang menyebabkan menurunnya harga dunia menjadi Pw’. Jumlah permintaan yang turun akan menyebabkan penurunan pada konsumsi (qc) di negara A dan dengan

harga impor yang tinggi akan mendorong negara A untuk meningkatkan jumlah produksinya, sehingga volume impor negara A menurun (qc’-qp’). Sedangkan

pada negara B, dengan menurunnya jumlah permintaan maka negara B akan mengurangi jumlah produksinya dan mendorong peningkatan konsumsi domestiknya. Hal ini menyebabkan volume ekspor Negara B menurun.

Secara umum, dengan adanya penghapusan tarif impor dalam praktik perdagangan bebas akan mendorong penurunan harga komoditi di negara tujuan ekspor (negara importir). Harga komoditi yang lebih rendah merupakan insentif tersendiri, dimana jumlah permintaan di negara importir akan semakin bertambah seiring dengan semakin menurunnya tingkat keseimbangan harga. Dengan demikian, negara pengekspor dapat meningkatkan ekspor komoditinya ke negara tujuan ekspor tersebut.


(43)

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan luar negerinya (gains from trade) jika dilakukan perdagangan bebas dan mengandalkan pada keunggulan absolut (absolut advantage). Seiring perkembangan zaman, perdagangan di dunia tumbuh dan berkembang sangat cepat. Pertumbuhan yang cepat ini didorong oleh banyaknya investasi yang mengalir dari negara maju ke negara berkembang guna mengeksploitasi sumber daya alam yang melimpah dan tenaga kerja yang murah (Wiranta, 2001). Dengan semakin berkembangnya perdagangan dunia yang mensyaratkan perdagangan bebas dengan meniadakan hambatan perdagangan baik tarif, kuota maupun hambatan non tarif , maka dalam melakukan perdagangan suatu negara perlu mengedepankan keunggulan kompetitifnya.

Pada perekonomian terbuka, daya saing suatu komoditas diartikan sebagai kemampuan usaha komoditas dimaksud untuk tetap layak secara finansial pada kondisi harga input maupun output tradable sesuai dengan harga paritas impornya (Hady, 2004). Daya saing dapat diukur dengan dua cara yaitu dengan keunggulah komparatif dan keunggulan kompetitif. Teori keunggulan komparatif dikembangkan oleh David Ricardo, sedangkan teori keunggulan kompetitif dikembangkan oleh M. Porter melalui teori competitive advantage of nation.

Sementara itu, menurut Leamer dan Stern (1970) dalam Hadi dan Mardianto (2004) menjelaskan faktor penyebab lebih rendahnya pertumbuhan ekspor disebabkan antara lain : (1) Suatu negara pengekspor hanya memfokuskan ekspornya pada suatu produk atau kelompok produk tertentu yang pertumbuhan permintaan ekspornya lambat; (2) Ekspor tersebut lebih ditujukan ke negara-negara yang pertumbuhan ekonominya lambat; dan (3) Negara pengekspor yang bersangkutan tidak mampu atau enggan bersaing dengan negara-negara pesaingnya.

3.1.3 Teori Penawaran Ekspor

Penawaran suatu barang atau komoditi ditujukkan untuk memenuhi permintaan domestik, permintaan luar negeri, dan stok untuk masa mendatang. Penawaran suatu barang atau komoditi merupakan jumlah yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu.


(44)

Menurut Salvatore (1997) , volume ekspor suatu negara ditentukan oleh harga komoditas di pasar domestik, harga internasional, dan juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Selain itu, penawaran ekspor suatu barang atau komoditi juga dipengaruhi oleh harga ekspor, dan kebijakan yang menyangkut ekspor duatu komoditi, dan pendapatan per kapita negara tujuan (Istiqomah, 2008).

Berdasarkan teori di atas maka secara umum persamaan penawaran ekspor penawaran ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dapat dituliskan dalam fungsi sebagai berikut :

XKIt = f (HRXKIt, PDBt, NTRIt, CDOMt, PKIt, XKIt-1,

DAFTA)………..(1) dimana :

XKIt = Volume ekspor kopi Indonesia tahun ke-t

HRXKIt = Harga riil ekspor kopi Indonesia tahun ke-t

PDBt = Pendapatan per kapita negara tujuan ekspor tahun ke-t

NTRIt = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar (Rp/Dollar) tahun ke-t

CDOMt = Konsumsi domestik kopi Indonesia tahun ke-t

PKIt = Produksi kopi Indonesia per tahun ke –t

XKIt-1 = Volume ekspor kopi Indonesia tahun ke t-1

DAFTA = Dummy kebijakan CEPT-AFTA

3.1.4 Analisis Linier Berganda

Model yang digunakan dalam analisis ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN adalah model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal, karena bentuk persamaan ini mampu menunjukkan seberapa persen variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Selain itu, dengan model ini dapat melihat apakah variabel-variabel independennya berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen serta perhitungannya relatif lebih sederhana. Adapun bentuk umum dari fungsi regresi linier berganda seperti:

Y = a0 + ai Xi

+µi………..(9)

Dimana :


(45)

a0 = intersep

ai = parameter penduga Xi

Xi = variabel independen yang menjelasakan variabel dependen Y µi = pengaruh sisa (error term)

i = 1,2,…,n yaitu banyaknya peubah dalam fungsi

Selanjutnya, model tersebut diduga dengan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS) yang memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut ini (Gujarati,1999):

1. Nilai rata-rata kesalahan penggangu sama dengan nol, yaitu E(ei) = 0

untuk i = 1,2,3,...,n;

2. Varian (ei) = E(ei) = σ2, sama untuk semua kesalahan penggangu

(homoskedastisitas);

3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan penggangu berarti kovarian (ei,ej) = 0, i≠j;

4. Variabel bebas Xi, X2,…, Xk konstan dalam sampling yang terulang dan

bebas terhadap kesalahan penggangu, E(Xi, ei) = 0;

5. Tidak ada kolinearitas ganda di antara variabel bebas X;

6. ei ≈ N (0, σ2), artinya kesalahan penggangu mengikuti distribusi normal

dengan rata-rata nol dan varian σ2.

Jika memenuhi asumsi-asumsi di atas, maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Pengujian dilakukan terhadap variabel-variabel independen yang diduga berpengaruh besar terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Perdagangan antar negara merupakan hal yang dipraktikkan sejak berabad-abad lalu. Berdasarkan teori-teori ekonomi beberapa ahli ekonomi dapat disimpulkan bahwa melalui perdagangan antar negara akan memberikan keuntungan bagi kedua negara. Keuntungan tersebut yang mendorong negara-negara di dunia untuk menerapkan ekonomi terbuka melalui perdagangan internasional.


(46)

Seiring dengan perkembangan ekonomi, tren perdagangan di dunia saat ini telah mengalami perubahan dengan berlakunya perdagangan bebas . Blok-blok kerjasama regional antar wilayah telah banyak dibentuk, salah satunya adalah bentuk integrasi ekonomi yang dilakukan oleh ASEAN. Sejak tahun 2002, negara-negara anggota ASEAN telah menerapkan kerjasama ekonomi regional yang disebut ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang berlaku melalui skema Common Preferential Effective Tariffs (CEPT)

Kesepakatan CEPT-AFTA pada dasarnya akan membuka peluang ekspor Indonesia ke pasar ASEAN, termasuk kopi sebagai salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia, walaupun dalam perkembangannya, ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuasi. Namun di sisi lain, berlakunya liberalisasi perdagangan di kawasan ASEAN melalui skema CEPT-AFTA akan menimbulkan tantangan yang semakin besar pula karena kopi Indonesia harus bersaing di pasar ASEAN dengan sesama eksportir kopi dunia lainnya, khususnya Vietnam yang memiliki pangsa pasar yang cukup besar dalam ekspor kopi ke ASEAN.

Fluktuasi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN diduga terjadi akibat beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti harga ekspor kopi Indonesia, konsumsi domestik Indonesia, harga kopi dunia, pendapatan per kapita negara pengimpor, produksi kopi Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan volume ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN tahun sebelumnya. Penerapan liberalisasi perdagangan CEPT-AFTA diduga berpengaruh terhadap kinerja ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN. Oleh karena itu, dalam perumusan model persamaan akan digunakan dummy CEPT-AFTA.

Pengaruh faktor-faktor tersebut di atas dianalisis dengan menggunakan analisis linier berganda yang diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Sementara itu, perkembangan kinerja ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN sebelum dan sesudah diterapkannnya skema CEPT-AFTA akan dianalisis dengan menggunakan metode Constant Market Share Analysis (CMSA).

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi pemerintah maupun pelaku ekspor kopi Indonesia dalam mengambil kebijakan terkait ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN. Gambaran secara skematis untuk kerangka operasional dapat dilihat padaGambar 7.


(47)

Implementasi kerja sama regional liberalisasi perdagangan ASEAN

Membuka peluang ekspor kopi Indonesia ke pasar

ASEAN

Fluktuasi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN

Analisis kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar

ASEAN

Metode CMSA

Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia

ke pasar ASEAN

Regresi Liniear Berganda

Rekomendasi Kebijakan CEPT-AFTA

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar


(48)

(49)

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN serta menganalisis dampak penerapan skema CEPT-AFTA terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN. Adapun pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Februari - Juni 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1990 hingga tahun 2012. Data sekunder diperoleh dari beberapa publikasi dari International Coffee Organization (ICO), UNCOMTRADE, World Bank, FAOSTAT dan Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI). Selain itu referensi dan beberapa data lainnya diambil dari laporan Kementrian Perdagangan, buku-buku, dan jurnal-jurnal yang diakses baik melalui internet maupun perpustakaan.

4.3 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dengan membuat persamaan yang berkaitan dengan tujuan dari penelitian. Metode Constant Market Share Analysis (CMSA) akan digunakan untuk menganalisis kinerja ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN. Analisis kinerja ekspor ini menggunakan data tahun 1997-2012. Rentang tahun ini kemudian dibagi lagi menjadi tiga periode tahun yitu tahun 1997-2001 (sebelum AFTA), 2002-2007 (periode awal CEPT-AFTA), dan 2008-2012 (periode lanjutan CEPT-AFTA). Model regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dengan variabel dummy CEPT-AFTA untuk melihat pengaruh penerapan CEPT-AFTA terhadap ekspor kopi Indonesia, menggunakan data dengan periode tahun 1990-2012. Data sekunder diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Minitab 16.


(50)

4.3.1 Metode Constant Market Share Analysis (CMSA)

Berbagai metode untuk mengukur daya saing ekspor suatu komoditi telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah metode Constant Market Share Analysis (CMSA). CMSA digunakan untuk mengukur daya saing ekspor produk atau komoditi suatu negara relatif terhadap negara-negara pesaingnya.

Asumsi dasar yang digunakan dalam CMSA adalah bahwa pangsa pasar (market share) suatu negara pengekspor di pasar dunia atau kawasan tertentu atau di suatu negara pada suatu periode waktu adalah konstan. Jika terdapat perbedaan pertumbuhan ekspor yang dinyatakan oleh perbedaan antara pangsa pasar ekspor konstan dan pangsa pasar ekspor aktual, maka hal ini dikarenakan oleh efek komposisi komoditi, efek distribusi pasar, dan efek daya saing komoditi. Walaupun perubahan pangsa ekspor tidak seluruhnya ditentukan oleh perubahan daya saing, perubahan pangsa ekspor merupakan salah satu indikator daya saing ekspor suatu negara di pasar dunia, di kawasan tertentu, atau di negara tertentu (Hadi, 2004). Terdapat empat parameter yang digunakan dalam CMSA ini, yaitu :

1. Pertumbuhan Ekspor Standar

Parameter pertumbuhan ekspor standar ini mengindikasikan standar umum pertumbuhan ekspor produk negara-negara dunia ke suatu kawasan tertentu. Hal ini mencerminkan kinerja ekspor dari negara atau negara pesaing. Dalam analisis daya saing ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN, jika parameter pertumbuhan ekspor kopi Indonesia lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor kopi standar (dunia), berarti kinerja ekspor kopi Indonesia lebih baik dari negara lain, dan sebaliknya.

2. Efek Komposisi Komoditi

Efek komposisi komoditi merupakan parameter yang menjelaskan tingkat kesesuaian komoditi suatu negara di pasar tujuan (Paskah, 2009). Efek komposisi komoditi dapat bernilai negatif atau positif. Nilai yang positif pada nilai perhitungan CMSA menunjukkan komposisi komoditi tersebut telah cukup memenuhi permintaan pasar (market demands) dan persyaratan pasar (market requirements) di pasar tujuan sehingga produk diminati pasar.


(51)

3. Efek Distribusi Pasar

Efek distribusi pasar juga dapat bernilai negatif atau positif. Nilai ini mengindikasikan apakah negara-negara tujuan merupakan pasar potensial bagi negara pengekspor atau bukan. Nilai positif menunjukkan bahwa negara yang menjadi subyek penelitian mendistribusikan pasarnya ke pusat pertumbuhan permintaan (demand).

4. Efek Daya Saing

Efek daya saing mengindikasikan tingkat daya saing komoditi dibandingkan negara pesaingnya di pasar tujuan. Nilai parameter juga dapat bernilai positif atau negatif. Jika parameter daya saing positif, berarti negara tersebut merupakan pesaing kuat dan jika negatif berarti negara tersebut lemah dalam persaingan. Efek daya saing pada CMSA ini lebih bersumber dari daya saing harga (Suprihatini, 2005)

Adapun formulasi yang biasa digunakan, menurut Tyers et al. (1985) dalam Hadi (2004), model CMSA dapat dituliskan sebagai berikut:

��−�(�−1)

�(�−1)

=

pertumbuhan standar…….(2)

+

∑�(��−�)��(�−1)

�(�−1)

efek komposisi komoditi...(3)

+

∑ ∑� �(���−��)���(�−1)

�(�−1)

efek distribusi pasar…..…(4)

+

∑ ∑ ���� � (�)−���(�−1)−������(�−1)

�(�−1)

efek daya saing……...…...(5)

=

�(�)−�(�−1)

�(�−1)

……...………..………...(6)

=

��(���)−�(�−1�()�−1)

……...………...….…………...…………(7)

��

=

���(����)−�(�−1��()�−1) ..………...……….…………..(8) dimana :

E = nilai total ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN (US Dollar)

Ei = nilai ekspor kopi Indonesia jenis kopi i ke pasar ASEAN (US Dollar)

Eij = nilai ekspor kopi Indonesia jenis kopi i ke negara j (US Dollar)


(52)

Wi = nilai ekspor kopi standar (dunia) jenis kopi i ke pasar ASEAN (US

Dollar)

Wij = nilai ekspor kopi standar (dunia) jenis kopi i ke negara j (US Dollar) � = nilai pertumbuhan ekspor kopi standar (dunia) ke pasar ASEAN (US

Dollar)

�� = nilai pertumbuhan ekspor kopi standar (dunia) jenis kopi i ke pasar ASEAN (US Dollar)

��� = nilai pertumbuhan ekspor kopi standar (dunia) jenis kopi i ke negara j (US Dollar)

t = tahun t t-1 = tahun t-1

i = jenis kopi i berdasarkan kode HS

j = negara tujuan ekspor ASEAN (Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand) Keunggulan metode CMSA adalah mampu menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan ekspor sehingga mampu melihat potensi daya saing suatu komoditi. Di sisi lain, kelemahan CMSA adalah sifatnya yang statis. Artinya nilai yang dihitung merupakan gambaran masa lalu atau setidaknya hingga saat sekarang dan tidak dapat memproyeksi nilai di masa mendatang (Soekarno, 2009). Namun demikian, informasi dari nilai yang diberikan tetap memberikan gambaran tentang kinerja ekspor komoditi tersebut.

Adapun dalam analisis kinerja ekspor kopi dengan metode CMSA digunakan komoditi kopi kode HS enam digit yang termasuk dalam komoditi kopi dengan kode HS 0901. Hal ini dilakukan karena dalam perhitungannya, metode CMSA mengukur kinerja ekspor komoditi dari kelompok komoditi tersebut. Jenis kopi yang digunakan : 1) kode HS 090111 (kopi Robusta maupun Arabika, tidak dihilangkan kafeinnya), 2) kode HS 090112 (kopi Robusta maupun Arabika, dihilangkan kafeinnya), 3) kode HS 090121 ((kopi Robusta maupun Arabika, tidak dihilangkan kafeinnya dan tidak ditumbuk). Dasar pemilihan jenis kopi tersebut adalah menurut nilai ekspor yang terbesar dan kelengkapan data untuk semua negara tujuan ekspor.


(53)

4.3.2 Perumusan Model Persamaan

Dalam penelitian ini, model persamaan ekspor kopi Indonesia dibagi berdasarkan negara tujuan di kawasan ASEAN, yaitu meliputi negara Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Variabel dummy AFTA dimasukkan ke dalam persamaan untuk melihat pengaruh penerapan CEPT-AFTA terhadap ekspor kopi Indonesia ke kawasan ASEAN. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya dengan berbagai alternatif spesifikasi model persamaan yang telah dicoba, maka model persamaan ekspor kopi Indonesia ke kawasan ASEAN dapat dirumuskan sebagai berikut ini :

1. Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Malaysia

XKIMt = a0 + a1HRXKIMt + a2 PDBMt + a3NTRIt + a4DAFTA + a5XKIMt-1 +

u1……….….(10

)

dimana :

XKIMt = Volume ekspor kopi Indonesia ke Malaysia (ton)

HRXKIMt = Harga riil ekspor kopi Indonesia ke Malaysia (US Dollar)

PDBMt = Pendapatan per kapita negara Malaysia (US Dollar)

NTRIt = Nilai tukar riil Indonesia (Rp/Dollar)

DAFTA = Dummy AFTA

XKIMt-1 = Volume ekspor kopi Indonesia ke Malaysia tahun sebelumnya (ton)

u1 = error term

Nilai parameter dugaan yang diharapkan adalah: a1, a2, a3, a4> 0; 0 < a5 <1

2. Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Singapura

XKISt = b0 + b1HRXKISt + b2NTRIt + b3CDOMt + b4 DAFTA + b5XKISt-1 +

u2………..(11

)

dimana:

XKISt = Volume ekspor kopi Indonesia ke Singapura (ton)

HRXKISt = Harga riil ekspor kopi Indonesia ke Singapura (US Dollar/ton)


(54)

CDOMt = Konsumsi domestik kopi Indonesia tahun ke-t (ton)

DAFTA = Dummy AFTA

XKISt-1 = Volume ekspor kopi Indonesia ke Singapura tahun sebelumnya (ton) u2 = error term

Nilai parameter dugaan yang diharapkan adalah: b1, b2, b4> 0; b3 < 0; 0< b5 <1

3. Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Filipina

XKIFt = c0 + c1PDBFt + c2NTRIt + c3 DAFTA + c4XKIFt-1 +

u3………..(12

)

dimana:

XKIFt = Volume ekspor kopi Indonesia ke Filipina (ton)

PDBFt = Pendapatan per kapita Filipina (US Dollar)

NTRIt = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar (Rp/Dollar)

DAFTA = Dummy AFTA

XKIFt-1 = Volume ekspor kopi Indonesia ke Filipina tahun sebelumnya (ton)

u3 = error term

Nilai parameter dugaan yang diharapkan adalah: c1, c2, c3 > 0; 0 < c4 < 1

4. Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Thailand

XKITt = d0 + d1PDBTt + d2PKIt + d3CDOMt + d4NTRIt + d5DAFTA +

u4.….(13)

dimana:

XKITt = Volume ekspor kopi Indonesia ke Thailand (ton)

PDBTt = Pendapatan per kapita Thailand (US Dollar)

PKIt = Produksi kopi Indonesia (ton)

CDOMt = Konsumsi domestik kopi Indonesia tahun ke-t (ton)

NTRIt = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar (Rp/Dollar)

DAFTA = Dummy AFTA u4 = error term


(55)

d1,d2,d5,d4 > 0; d3 < 0

4.3.3 Pengujian Model

Pada penelitian ini serangkaian pengujian model yang dilakukan antara lain Koefisien determinasi (R2), uji statistik-F, uji statistik –t, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas.

1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur keragaman variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai:

� = ���

��� = 1−

���

��� ………...………….……(14)

Dimana :

SSR = jumlah kuadrat regresi SSE = jumlah kuadrat sisa SST = jumlah kuadrat total

Selang R2 yang digunakan adalah 0 < R2 < 1. R2 sama dengan satu berarti semua variasi respon dari variabel dapat dijelaskan dengan fungsi regresi. Dalam kenyataannya, nilai R2 berada dalam selang nol sampai satu dnegan interpretasi relative terhadap ekstrim nol dan satu. Nilai koefisien determinasi semakin mendekati 1, maka model tersebut semakin baik.

2. Uji Statistik-F

Uji statistik-F merupakan persamaan yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel deoenden dapat secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel independen (Koutsoyiannis, 1977). Pengujian yang dilakukan menggunakan uji F-statistik.

Hipotesis yang diuji adalah variabel independen tidak berpengeruh nyata terhadap variabel dependen. Hipotesis ini disebut hipotesis nol (H0). Mekanisme


(56)

yang digunakan untuk mennguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak (uji F-statistik) adalah :

H0 : a1 = a2 ….. = ai = 0 (tidak ada variabel yang berpengaruh dalam

persamaan)

H1 : minimal ada satu ai ≠ 0 (minimal ada satu nilai parameter dugaan (ai)

yang tidak sama dengan nol) Dimana :

i = banyaknya variabel independen dalam persamaan a = dugaan parameter

Statistik uji yang digunakan dalam uji F :

�ℎ����� = �������/(/(�−��−1))�……….………...…...(15)

dengan derajat bebas = (k-1), (n-k) Dimana :

SSR = jumlah kuadrat regresi SSE = jumlah kuadrat sisa k = jumlah parameter n = jumlah observasi

Selanjutnya, penentuan penerimaan atau penolakan H0 adalah sebagai berikut :

Fhitung < Ftabel : Terima H0, artinya secara bersama-sama variabel independen

yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, variabel yang digunakan tidak dapat menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel dependen. Fhitung > Ftabel : Tolak H0, artinya secara bersama-sama variabel independen yang

digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Minimal terdapat satu parameter dugaan yang tidak sama dengan nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel dependen.

3. Uji Statistik-t

Uji statistik-t digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya atau tidak. Dalam uji statistik-t ini mekanisme uji statistik t adalah :


(57)

nyata terhadap perubahan variabel dependen.

H1 ; perubahan suatu variabel independen secara individu berpengaruh nyata

terhadap perubahan variabel dependen.

Statistik uji yang digunakan dalam uji t adalah sebagai berikut:

�ℎ����� = ()……….……….(16)

Dimana :

ai = koefisien parameter dugaan

S(ai) = standar deviasi parameter dugaan

Dengan kriteria uji :

t hitung < t tabel : terima H0

t hitung > t tabel : tolak H0, dan terima H1

4. Uji Multikolinearitas

Pada model regresi yang mencakup lebih dari dua variabel independen, sering dijumpai adanya kolinearitas ganda (multikolinear). Adanya multikolinear ini menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R2 tinggi, tanda koefisien tidak sesuai dengan teori dan dengan metode OLS, penduga koefisien mempunyai simpangan baku yang sangat besar.

Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk koefisien regresi ke-j. Jika terdapat hubungan, maka nilai VIFj > 10. Nilai VIF mendekati 10 (<10) menunjukkan

bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas yang serius pada variabel independen. Rumus VIF dapat ditulis sebagai berikut:

���

=

1

�1−�22�

………(17)

Selain itu, ada tidaknya multikolinearitas juga dapat dilakukan dengan membandingkan nilai R2 dengan r2, jika R2>r2 artinya walaupun ada kolinearitas tetapi dapat diabaikan karena dianggap tidak serius. Dengan r2 merupakan kuadrat korelasi sederhana variable independen.


(58)

Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan (µt). dengan pengertian lain sisaan

menyebar bebas, yaitu :

Cov (µt, µs) = E (µt, µs) = 0, t ≠

s……….………..(18)

jika terjadi autokorelasi maka pendugaan model tetap tidak bias dan konsisten, namun tidak efisien. Dengan demikian, pengujian hipotesis menjadi tidak valid, sehingga memungkinkan kesalahan dalam menarik kesimpulan. Masalah autokorelasi sering terjadi dalam data time series.

Autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Durbin Watson. Adapun prosedur pengujiannya sebagai berikut :

1. Perumusan model

H0 = tidak ada autokorelasi positif atau negatif

H1 = ada autokorelasi positif atau negatif

2. Rumus Durbin Watson

=

∑��=2(��−��−1)2

∑��=1�� ………….…………...………..…..………..(19) 3. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

a. Jika d < dL, tolak H0, ada autokorelasi positif

b. Jika d > 4-dL, tolak H0, ada autokorelasi negatif

c. Jika dL < d < 4-dU, terima H0, tidak ada autokorelasi positif atau negatif

d. Jika dL < d < 4-dU atau 4-dU < d < 4-dL, tidak dapat disimpulkan.

Menurut Pindyc dan Rubinfield (1991), jika dalam persamaan terdapat variabel beda kala (lag endogenous variable), maka uji serial korelasi dengan menggunakan statistik Durbin Watson tidak valid untuk digunakan. Maka untuk mengetahui apakah terdapat autokorelasi atau tidak dalam setiap persamaan maka digunakan statistik Dh (Durbin-h) dengan perhitungan sebagai berikut.

�ℎ =�1−12�� �1−�[(����)] ….……….……..….…(20) dengan:

d = Durbin Watson statistik n = jumlah observasi


(59)

Selanjutnya, jika ditetapkan taraf α= 0.05, diketahui -1.96 < hhitung < 1.96,

maka disimpulkan persamaan tidak mengalami autokorelasi. Jika diketahui nilai hhitung < -1.96 maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui nilai

hhitung > 1.96, maka terdapat autokorelasi positif (Pindyc dan Rubinfield, 1991).

6. Uji Heteroskedastisitas

Asumsi lain dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan (µt) sama

atau homogen di setiap pengamatan (homoskedastisitas), dimana Var(µt) =

E(µt2)= σ2. Adapun sebaliknya, pelanggaran asumsi ini dinamakan

heteroskedastisitas. Jika masalah heteroskedastisitas ini diabaikan maka varian dan kovarian dari parameter dugaan akan bias dan tidak konsisten serta pengujian hipotesis menjadi tidak valid. Cara mendeteksi heteroskedastisitas dapan dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pengujian. Dalam penelitian ini digunakan uji Park untuk mendeteksi heteroskedastisitas, dimana jika p-value > α maka asumsi homoskedastisitas terpenuhi.

Salah satu cara untuk mengatasi heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan metode Weighted Least Square (WLS) yaitu dengan memberi bobot pada data asli dan kemudian menerapkan metode OLS terhadap model yang telah diboboti tersebut (Juanda, 2009).

7. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30, karena jika sampel yang gunakan lebih dari 30 maka error term biasanya akan terdistribusi normal. Uji normalitas pada penelitian ini digunakan Kolmogorov-Smirnov, dengan prosedur pengujian seperti berikut :

H0 : error term terdistribusi normal

H1 : error term tidak terdistribusi normal

adapun kriteria pengambilan keputusan adalah jika p-value > α, maka terima H0

atau error term terdistribusi normal.

8. Pengukuran Elastisitas

Dalam penelitian ini, pengukuran elastisitas dilakukan untuk melihat seberapa besar respon variabel dependen terhadap perubahan yang terjadi pada variabel independen yang mempengaruhinya. Jika terdapat suatu persamaan :


(1)

Lampiran 5. Hasil Uji Asumsi dan Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke

Filipina

Uji Normalitas

5000 2500 0 - 2500 - 5000 - 7500 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 RESI 1 P e rc e n t

Mean - 1.10006E- 11 StDev 2276

N 21

KS 0.170

P- Valu e 0.111

Probability Plot of RESI 1

Nor mal

Regression Analysis: XKIF versus PDBF, NTRI, DAFTA, XKIFt-1

The regression equation is

XKIF = - 33233 + 27.8 PDBF + 0.646 NTRI - 1594 DAFTA - 0.155 XKIFt-1

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -33233 8297 -4.01 0.001

PDBF 27.816 7.172 3.88 0.001 4.609 NTRI 0.6461 0.2171 2.98 0.009 1.425 DAFTA -1594 1996 -0.80 0.436 3.223 XKIFt-1 -0.1553 0.1343 -1.16 0.264 1.492

S = 2544.59 R-Sq = 66.2% R-Sq(adj) = 57.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 203029455 50757364 7.84 0.001 Residual Error 16 103598614 6474913

Total 20 306628069

Source DF Seq SS PDBF 1 143059876 NTRI 1 49501015 DAFTA 1 1805326 XKIFt-1 1 8663237


(2)

Unusual Observations

Obs PDBF XKIF Fit SE Fit Residual St Resid 9 1029 9935 7856 2188 2079 1.60 X 20 1430 1636 7716 1251 -6081 -2.74R

R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage.

Durbin-Watson statistic = 1.64793

Uji Heteroskedastisitas

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 4.63950E+14 1.15987E+14 1.66 0.208 Residual Error 16 1.11769E+15 6.98558E+13

Total 20 1.58164E+15


(3)

Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi dan Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke

Thailand

Uji Normalitas

75 50 25 0 - 25 - 50 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 RESI 1 P e rc e n t

Mean 4.001478E- 14 StDev 27.32

N 19

KS 0.123

P- Valu e > 0.150

Probability Plot of RESI 1

Nor mal

Regression Analysis: XKIT versus PDBT, PKI, CDOM, NTRI, DAFTA

The regression equation is

XKIT = - 121 + 0.0423 PDBT + 0.000425 PKI - 0.00118 CDOM - 0.00212 NTRI - 6.3 DAFTA

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -120.76 87.38 -1.38 0.190

PDBT 0.04226 0.05007 0.84 0.414 6.963 PKI 0.0004246 0.0002119 2.00 0.066 8.583 CDOM -0.0011811 0.0003992 -2.96 0.011 4.000 NTRI -0.002123 0.002898 -0.73 0.477 1.300 DAFTA -6.25 38.24 -0.16 0.873 6.256

S = 32.1461 R-Sq = 64.9% R-Sq(adj) = 51.4%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 24837 4967 4.81 0.010 Residual Error 13 13434 1033

Total 18 38270

Source DF Seq SS PDBT 1 4287 PKI 1 11360 CDOM 1 8634


(4)

NTRI 1 528 DAFTA 1 28

Unusual Observations

Obs PDBT XKIT Fit SE Fit Residual St Resid 15 2590 176.14 101.49 15.74 74.65 2.66R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 2.05792

Uji Heteroskedastisitas

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 6767885 1353577 0.76 0.593 Residual Error 13 23093840 1776449


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Shiraz Fayeza Izzany lahir di Jakarta tanggal 22 Maret

1992. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Akmal

Djamaran (Alm.) dan Yuslinah. Penulis memulai menjalani pendidikan formal di

SD Negeri Depok Jaya 1, kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMP

Negeri 2 Depok lulus pada tahun 2007 dan di SMA Negeri 1 Depok lulus pada

tahun 2010.

Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan perguruan tinggi

di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi

kemahasiswaan baik tingkat departemen maupun IPB. Penulis pernah menjadi

Ketua AIESEC IPB pada periode 2012/2013. Penulis juga pernah aktif dalam

himpunan profesi REESA sebagai Staf Divisi

Study and Research Development

periode 2011/2012. Selain itu, penulis juga aktif terlibat dalam beberapa

kepanitian diantaranya, IPB

Social and Health Care

, FEM Berbagi, The 3

rd

GreenBase, dan MPD ESL 2012. Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan