Koefisien Determinasi R Pengujian Model
Pada periode awal penerapan CEPT-AFTA kinerja ekspor kopi Indonesia menunjukkan kinerja yang kurang baik terjadi pada tahun 2003 dan 2004. Hal ini
ditunjukkan nilai pertumbuhan ekspor Indonesia sebesar 0.0755 pada tahun 2003 dan sebesar -0.0919 pada tahun 2004. Penurunan kinerja ekspor diperkuat dengan
nilai parameter daya saing yang negatif. Nilai yang negatif ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut daya saing ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN
melemah. Hal ini dapat terjadi karena adanya penurunan produksi kopi Indonesia sehingga memungkinkan Indonesia tidak dapat memenuhi permintaan kopi
ASEAN. Di sisi lain terdapat negara lain yang memasok kebutuhan kopi ASEAN dengan mutu dan harga yang lebih baik. Nilai parameter komposisi komoditi
pada tahun 2003 dan 2004 ini juga menunjukkan nilai negatif. Kinerja ekspor kopi Indonesia pada periode 2002-2007 mulai membaik
kembali pada tahun 2005. Hal ini dapat dilihat dari nilai pertumbuhan ekspornya yang positif dan lebih besar dari nilai pertumbuhan ekspor dunia, yaitu masing-
masing 0.9773 pada tahun 2005, 0.3897 pada tahun 2006, dan 0.4649 pada tahun 2007. Nilai parameter komposisi komoditi juga menunjukkan nilai positif yang
berarti produk kopi Indonesia cukup diminati pasar. Peningkatan kinerja ekspor juga didukung oleh nilai parameter daya saing yang juga positif, menunjukkan
bahwa daya saing kopi Indonesia di pasar ASEAN menguat. Efek daya saing masih menjadi kekuatan utama pertumbuhan ekspor kopi Indonesia di pasar
ASEAN. Secara keseluruhan dapat dikatakan kinerja ekspor kopi Indonesia periode
tahun 2002-2007 mengalami peningkatan kinerja daripada periode sebelumnya dimana efek daya saing menjadi sumber kekuatan utama pertumbuhan ekspor
kopi Indonesia. Daya saing ekspor suatu komoditi menjadi faktor penting dalam menghadapi liberalisasi perdagangan. Hasil CMSA ini menunjukkan bahwa kopi
Indonesia mampu bersaing di pasar ASEAN terhadap produk kopi dari negara pesaingnya.