Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Anggapan Dasar Kepustakaan Yang Relevan

nasional Halim, 1981:21-22. Berdasarkan pengamatan penulis, bahasa ini masih tergolong kepada bahasa yang masih jarang mendapat sentuhan pengaplikasian teori linguistik.. Di Indonesia penelitian mengenai bahasa daerah kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa, khususnya terhadap bahasa Batak Toba. Mengingat hal ini penulis merasa perlu mengadakan penelitian terhadap bahasa Batak Toba demi kelestarian bahasa tersebut. Penulis memilih judul Deiksis eksofora Dalam Bahasa Batak Toba, karena penulis merasa penelitian mengenai judul tersebut belum ada, hasilnya diharapkan menjadi bagian dari sumber informasi tentang deiksis bahasa Batak Toba.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapatlah dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Deiksis apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Batak Toba ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan deiksis apa saja yang terdapat di dalam bahasa Batak Toba.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ; 1. Menambah pengetahuan masyarakat bahasa tentang deiksis dalam bahasa Batak Toba. Universitas Sumatera Utara 2. Menjadi salah satu rujukan terhadap penelitian sejenis untuk bahasa daerah lainnya. 3. Menjadi bahan inventarisasi dalam usaha pelestarian bahasa Batak Toba. 4. Menambah referensi dalam penelitian bidang pragmatik, khususnya yang berhubungan dengan deiksis. 5. Menjadikan arsip di Departemen Sastra Daerah untuk dibaca oleh mahasiswa Sastra Daerah. 6. Untuk memberi wawasan baru tentang deiksis pada masyarakat Batak Toba terutama anak sekolah, khususnya yang terletak di Desa Lumban Bul-bul.

1.5 Anggapan Dasar

Suatu penelitian seharusnya memerlukan anggapan dasar yang dapat memberi gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Arikunto 1987:17 “Mengatakan anggapan dasar adalah sesuatu yang diakui kebenarannya oleh peneliti dan berfungsi sebagai pijakan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian tersebut”. Oleh sebab itu, anggapan dasar inilah yang merupakan dasar dan titik tolak penyusunan sebuah skripsi. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anggapan dasar harus berdasarkan kebenaran yang objektif, maksud kebenaran yang objektif ialah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan kebenarannnya. Universitas Sumatera Utara

1.6 Letak Geografis Balige

Balige adalah sebuah Kecamatan sekaligus ibukota dari Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Indonesia. Untuk lebih jelasnya batas-batas wilayah Balige adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tampahan - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Laguboti Peta Wilayah Penelitian Universitas Sumatera Utara Balige sebagai ibukota Kabupaten Toba Samosir, memiliki luas wilayah 91.05 km², yaitu 4.50 dari total luas Kabupaten Toba Samosir. Secara astronomis berada di 2º 15 LS - 2º 21 Lintang Utara dan 99º 00 - 99º 11 Bujur Timur. Sesuai dengan letak astronomis, Kecamatan Balige yang terletak pada wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 905 - 1200 meter, tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah.

1.6.1 Desa Kelurahan

Kabupaten Toba Samosir terdiri atas 36 DesaKelurahan yaitu: 1. Aekbolon Jae 2. Aekbolon Julu 3. Baru Ara 4. Balige I 5. Balige II 6. Balige III 7. Bonan Dolok I 8. Bonan Dolok II 9. Bonan Dolok III 10. Hinalang Bagasan 11. Huta Bulu Mejan 12. Huta Dame 13. Huta Namora 14. Hutagaol Peatalun Peatalum Universitas Sumatera Utara 15. Longat 16. Lumban Bul Bul 17. Lumban Dolok Haumabange 18. Lumban Gaol 19. Lumban Gorat 20. Lumban Pea 21. Lumban Pea Timur 22. Lumban Silintong 23. Matio 24. Nainggolan 25. Napitupulu Bagasan 26. Paindoan 27. Pardede Onan 28. Parsuratan 29. Sangkar Nihuta 30. Sariburaja Janji Maria 31. Sianipar Sihail Hail 32. Sibola Hotangsas 33. Siboruon 34. Sibuntuon 35. Silalahi Pagar Batu 36. Tambunan Sunge Universitas Sumatera Utara

1.6.2 Kepercayaan

Tanah batak telah dipengaruhi beberapa agama.Agama Kristen Protestan dan Islam masuk ke daerah orang Batak Toba sejak permulaan abad ke -19. Walaupun sebagian besar orang Batak sudah beragama Kristen dan Islam, namun banyak konsep-konsep yang asal dari agama aslinya masih hidup, terutama di daerah pedesaan. Sumber utama untuk mengetahui sistem kepercayaan Batak Toba asli adalah buku-buku kuno pustaha. Selain daripada berisi silsilah-silsilah tarombo buku yang dibuat dari kulit kayu itu juga berisi konsepsi orang Batak tentang dunia makhluk halus. Hal ini dapat terjadi demikian oleh karena tarombo itu sendiri bermula dengan kejadian-kejadian yang hanya mungkin terjadi dalam dunia makhluk halus, seperti misalnya penciptaan manusia yang pertama yang leluhurnya bersangkut paut dengan burung. Konsepsi tentang pencipta, Orang Batak Toba mempunyai konsepsi bahwa seluruh isinya, diciptakan oleh Debata ompung mulajadi na bolon yang bertempat tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Sebagai Debata Mulajadi na Bolon, ia tinggal di langit dan merupakan maha pencipta. Sebagai penguasa dunia tengah, ia bertempat tinggal di dunia ini dan bernama Silaon na Bolon, atau Tuan Padukah ni Aji. Sebagai penguasai dunia makhluk halus ia bernama Pane na Bolon. Selain daripada pencipta Debata Mulajadi na Bolon, juga menciptakan dan mengatur kejadian gejala-gejala alam, seperti hujan, dan kehamilan. Sedangkan Pane na Bolon, mengatur setiap penjuru-mata angin. Konsepsi tentang Jiwa, Roh dan Dunia Akhirat. Dalam hubungan dengan jiwa dan roh orang Batak mengenal tiga konsep, yaitu Tondi, sahala dan begu. Tondi itu adalah jiwa atau roh orang itu Universitas Sumatera Utara sendiri dan sekaligus juga merupakan kekuatan. Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Bedanya dengan tondi ialah bahwa tidak semua orang mempunyai sahala dan jumlah serta kwalitasnya juga berbeda-beda. Sahala dari seorang raja atau datu lebih banyak dan lebih kuat dari orang biasa dan begitu pula sahala dari orang hula-hula lebih kuat dari sahala orang boru. Sahala itu dapat berkurang dan menentukan peri kehidupan seseorang. Berkurangnya sahala menyebabkan seseorang kurang disegani, atau ke- datuannya menjadi hilang. Tondi diterima oleh seseorang itu pada waktu ia masih ada di dalam rahim ibunya dan demikian pula sahala atau sumangat. Demikian tondi itu juga merupakan kekuatan yang memberi hidup kepada bayi calon manusia, sedangkan sahala adalah kekuatan yang akan menentukan wujud dan jalan orang itu dalam hidup selanjutnya. Seperti halnya dengan sahala , yang dapat berkurang atau bertambah, tondi itu dapat pergi meninggalkan badan. Bila tondi meninggalkan badan untuk sementara, maka orang yang bersangkutan itu sakit, bila untuk seterusnya, orang itu mati. Keluarnya tondi dari badan disebabkan karena ada kekuatan lain sombaon yang menawannya. Konsep yang ketiga ialah begu, adalah seperti tingkah laku manusia, hanya secara kebalikannya, yaitu misalnya apa yang dilakukan oleh manusia pada siang hari dilakukan begu pada malam hari. Sesuai dengan kebutuhannya, begu dipuja dengan sajian pelean. Di kalangan orang Batak Toba, begu yang terpenting ialah sumangot ni ompu begu dari nenek moyang. Kalau begu yang dulunya sebagai tondi menduduki tubuh manusia yang kaya, yang berkuasa, dan yang mempunyai Universitas Sumatera Utara keturunan yang banyak, maka upacara untuk menghormatinya juga bersifat besar- besaran. Upacara seperti itu disertai dengan gondang musik batak dan sajian yang disebut tibal-tibal yang di tempatkan di atas pangumbari. Beberapa golongan begu yang ditakuti orang Batak Toba adalah :

1. Sombaon, yaitu sejenis begu yang bertempat tinggal di pengunungan atau di

hutan rimba yang padat, gelap, dan mengerikan parsombaonan

2. Solobean, yaitu begu yang dianggap sebagai penguasa dari tempat

–tempat tertentu dari Toba.

3. Silan, yaitu begu yang serupa dengan sombaon menempati pohon besar atau

batu yang aneh bentuknya, tetapi khususnya dianggap sebagai nenek moyang pendiri kuta dan juga nenek moyang dari marga.

4. Begu ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti karena dapat dipelihara oleh

orang agar dipergunakan untuk membinasakan orang-orang lain yang dibenci oleh si pemelihara tadi. Sistem religi orang Batak Toba dahulu percaya kepada kekuatan sakti dari jimat, tongkat wasiat, atau tunggal panaluan dan mantra-mantra yang mengandung kekuatan sakti. Semua kekuatan itu menurut kitab-kitab ilmu gaib orang Batak Toba pustaha, berasal dari si Raja Batak. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Kepustakaan yang relevan atau sering juga disebut tinjauan pustaka ialah salah satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih tepat dan sempurna tentang informasidata yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari. Sedangkan pustaka adalah kitab, buku, primbon Alwi dkk, 2003 :912. Ada beberapa buku yang dipakai dalam penelitian ini seperti buku George Yule 1996 : 3 yang berjudul Pragmatik, buku DR. T. Fatimah Djajasudarma 1999 yang berjudul Semantik dan beberapa buku kebahasaan lainnya. Penelitian mengenai deiksis bukanlah yang baru, tetapi sudah ada peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus tentang deiksis dalam bahasa Batak Toba belum pernah di teliti. Penelitian yang relevan dengan ini adalah : 1. Namsyah Hot Hasibuan 2011 dengan disertasinya yang berjudul Deiksis Dalam Bahasa Mandailing, dia menyimpulkan bahwa bahasa Mandailing mengenal deiksis persona personal deixis, deiksis tempat spacial deixis, deiksis waktu temporal deixis, deiksis sosial social deixis, dan deiksis wacana discourse deixis. 2. Marli Wahyudi 1999 dengan judul skripsinya Deiksis Persona Dalam Bahasa Jawa, ia menyimpulkan bahwa bahasa Jawa mengenal deiksis persona 14 Universitas Sumatera Utara yang dibagi dalam bentuk-bentuk kata ganti persona dan perilaku pada tingkat tutur Ngoko, tingkat tutur Madya, tingkat tutur Krama yang dikenal dengan istilah unduk usuk. Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa tak berjarak antara a dan b dan tingkat tutur ini dipakai jika seseorang ingin menyatakan keakrabannya terhadap mitra wicara. Tingkat tutur madya diartikan sebagai tingkat tutur menengah antara karma dan ngoko ; tetapi tetap menunjukkan perasaan sopan, meskipun kadang kesopanannya hanya sedang-sedang saja. Sedangkan tingkat tutur krama, adalah tingkat tutur yang memancarkan arti penuh sopan santun dan tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan terhadap a dan b. 3. Supinah 2006 dengan judul skripsinya Deiksis Waktu Dalam Bahasa Jawa, ia menyimpulkan bahwa deiksis waktu dalam bahasa Jawa dirangkaikan dengan kata iki, iku dan dalam bahasa Jawa iki menunjuk secara luar tuturan pada waktu sekarang, sedangkan yang dirangkaikan dengan kata iku menunjukkan waktu yang lampau. Kata iki yang berarti “ ini ”, sedangkan kata iku berarti “ itu ”. jadi, iki apabila di rangkaikan dengan preposisi sa- menjadi saiki yang berarti “sekarang ” 4. Marti S Nababan 2010 dengan judul skripsinya Deiksis Persona Dalam Bahasa Simalungun, skripsi ini ditulis untuk mengetahui bagaimana bentuk dan perilaku deiksis persona dalam bahasa Simalungun. Selain buku-buku yang digunakan dalam acuan skripsi, penulis juga menggunakan buku yang berkaitan dengan deiksis baik berupa deiksis persona, tempat, dan waktu. Terlebih dahulu penulis menguraikan beberapa definisi tentang deiksis atau kata penunjukan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Yule, 1996 : 3 mengatakan bahwa deiksis berarti “penunjukan” melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan “penunjukan” disebut ungkapan deiksis. Purwo, 1984 : 2 mengatakan bahwa istilah deiksis dipinjam dari istilah Yunani kuno, yaitu deiktikos yang bermakna “hal penunjukan secara langsung”. Dalam istilah inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung sebagai lawan dari istilah elentic, yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung. Lyons, 1977 : 637 mengatakan bahwa penunjukan atau deiksis adalah lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses, atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara.

2.2 Teori Yang Digunakan