keturunan yang banyak, maka upacara untuk menghormatinya juga bersifat besar- besaran.  Upacara  seperti  itu  disertai  dengan  gondang  musik  batak  dan  sajian
yang disebut tibal-tibal yang di tempatkan di atas pangumbari. Beberapa golongan begu yang ditakuti orang Batak Toba adalah :
1.   Sombaon,  yaitu  sejenis  begu  yang  bertempat tinggal  di  pengunungan  atau  di
hutan rimba yang padat, gelap, dan mengerikan parsombaonan
2.   Solobean,  yaitu  begu  yang  dianggap  sebagai  penguasa  dari  tempat
–tempat tertentu dari Toba.
3.   Silan,  yaitu  begu  yang  serupa  dengan  sombaon  menempati  pohon  besar  atau
batu yang aneh bentuknya, tetapi khususnya dianggap sebagai nenek moyang pendiri kuta dan juga nenek moyang dari marga.
4.   Begu  ganjang,  yaitu  begu  yang  sangat  ditakuti  karena  dapat  dipelihara  oleh
orang agar dipergunakan untuk membinasakan orang-orang lain yang dibenci oleh si pemelihara tadi.
Sistem  religi  orang  Batak  Toba  dahulu  percaya  kepada  kekuatan  sakti  dari jimat, tongkat wasiat, atau tunggal panaluan dan mantra-mantra yang mengandung
kekuatan  sakti.  Semua  kekuatan  itu  menurut  kitab-kitab  ilmu  gaib  orang  Batak Toba pustaha, berasal dari si Raja Batak.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan Yang Relevan
Kepustakaan  yang  relevan  atau  sering  juga  disebut  tinjauan  pustaka ialah salah  satu  cara  untuk  mendapatkan  referensi  yang  lebih  tepat  dan  sempurna
tentang  informasidata  yang  ingin  kita  teliti.  Tinjauan  adalah  hasil  meninjau, pandangan,  dan  pendapat  sesudah  menyelidiki  atau  mempelajari.  Sedangkan
pustaka adalah kitab, buku, primbon Alwi dkk, 2003 :912. Ada beberapa buku yang dipakai dalam penelitian ini seperti buku George
Yule  1996  :  3  yang  berjudul  Pragmatik,  buku  DR.  T.  Fatimah  Djajasudarma 1999 yang berjudul Semantik dan beberapa buku kebahasaan lainnya.
Penelitian mengenai deiksis bukanlah yang baru, tetapi sudah ada peneliti sebelumnya  yang  berkaitan  dengan  masalah  tersebut.  Namun,  yang  meneliti
khusus tentang deiksis dalam bahasa Batak Toba belum pernah di teliti. Penelitian yang relevan dengan ini adalah :
1. Namsyah  Hot  Hasibuan  2011  dengan  disertasinya  yang  berjudul  Deiksis
Dalam  Bahasa  Mandailing,  dia  menyimpulkan  bahwa  bahasa  Mandailing mengenal  deiksis  persona  personal  deixis,  deiksis  tempat  spacial  deixis,
deiksis  waktu  temporal  deixis,  deiksis  sosial  social  deixis,  dan  deiksis wacana discourse deixis.
2. Marli  Wahyudi  1999  dengan  judul  skripsinya  Deiksis  Persona  Dalam
Bahasa Jawa, ia menyimpulkan bahwa bahasa Jawa mengenal deiksis persona
14
Universitas Sumatera Utara
yang dibagi dalam bentuk-bentuk kata ganti persona dan perilaku pada tingkat tutur  Ngoko,  tingkat  tutur  Madya,  tingkat  tutur  Krama  yang  dikenal  dengan
istilah unduk usuk. Tingkat  tutur  ngoko  mencerminkan  rasa  tak  berjarak  antara  a  dan  b  dan
tingkat  tutur  ini  dipakai  jika  seseorang  ingin  menyatakan  keakrabannya terhadap  mitra  wicara.  Tingkat  tutur  madya  diartikan  sebagai  tingkat  tutur
menengah antara karma dan ngoko ; tetapi tetap menunjukkan perasaan sopan, meskipun kadang kesopanannya hanya sedang-sedang saja. Sedangkan tingkat
tutur krama, adalah tingkat tutur yang memancarkan arti penuh sopan santun dan tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan terhadap a dan b.
3. Supinah 2006 dengan judul skripsinya Deiksis Waktu Dalam Bahasa Jawa,
ia  menyimpulkan  bahwa  deiksis  waktu  dalam  bahasa  Jawa  dirangkaikan dengan kata iki, iku dan dalam bahasa Jawa iki menunjuk secara luar tuturan
pada  waktu  sekarang,  sedangkan  yang  dirangkaikan  dengan  kata  iku menunjukkan waktu yang lampau.
Kata iki yang berarti “ ini ”, sedangkan kata iku berarti “ itu ”. jadi, iki apabila
di rangkaikan dengan preposisi sa- menjadi saiki yang berarti “sekarang ”
4. Marti  S  Nababan  2010  dengan  judul  skripsinya  Deiksis  Persona  Dalam
Bahasa  Simalungun,  skripsi  ini  ditulis  untuk  mengetahui  bagaimana  bentuk dan perilaku deiksis persona dalam bahasa Simalungun.
Selain  buku-buku  yang  digunakan  dalam  acuan  skripsi,  penulis  juga menggunakan  buku  yang  berkaitan  dengan  deiksis  baik  berupa  deiksis  persona,
tempat,  dan  waktu.  Terlebih  dahulu  penulis  menguraikan  beberapa  definisi tentang deiksis atau kata penunjukan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Yule, 1996 : 3 mengatakan bahwa deiksis berarti “penunjukan” melalui bahasa.  Bentuk  linguistik  yang  dipakai  untuk  menyelesaikan  “penunjukan”
disebut ungkapan deiksis. Purwo,  1984  :  2  mengatakan  bahwa  istilah  deiksis  dipinjam  dari  istilah
Yunani kuno, yaitu deiktikos yang bermakna “hal penunjukan secara langsung”. Dalam  istilah  inggris  deictic  dipergunakan  sebagai  istilah  untuk  pembuktian
langsung  sebagai  lawan  dari  istilah  elentic,  yang  merupakan  istilah  untuk pembuktian tidak langsung.
Lyons,  1977  :  637  mengatakan  bahwa  penunjukan  atau  deiksis  adalah lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses, atau kegiatan yang sedang
dibicarakan  atau  yang  sedang  diacu  dalam  hubungannya  dengan  dimensi  ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara.
2.2 Teori Yang Digunakan
Teori  merupakan  suatu  prinsip  dasar  yang  terwujud  dalam  bentuk  dan berlaku secara umum yang akan mempermudah penulis dalam memecahkan suatu
masalah  yang  dihadapi.  Teori  diperlukan  untuk  membimbing  dan  memberi  arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.
2.2.1  Teori Pragmatik