Latar Belakang Masalah SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kegiatan berbahasa, sering digunakan kata-kata atau frasa-frasa yang rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, saat atau waktu tindak tutur terjadi dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk kepada kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan 1987:40 disebut deiksis. Pengertian deiksis menurut pandangan tradisional dibedakan dengan pengertian katafora dan anafora. Pada tataran pragmatik, misalnya telah banyak sumber dengan liputan aspek yang lebih luas dan berbeda dari sebelumnya. Di antaranya malah ada yang hadir dengan liputan secara khusus, dengan pengambilan fokus pada aspek atau sub-aspek tertentu. Yule dalam bukunya 1996:3 yang berjudul pragmatik, mengatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca. Yule juga menjelaskan bahwa tipe studi ini melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan dan diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang 1 Universitas Sumatera Utara disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa. Deiksis eksofora luar tuturan sebagai salah satu bidang kajian pragmatik menjadi topik dalam penelitian ini. Perihal deiksis eksofora yaitu deiksis persona, deiksis tempat dan deiksis waktu. Dapat dikatakan bahwa dalam lingkup yang termuat dalam buku yang dihasilkannya berkategori deiksis, seperti yang disebutkan di atas berupa kata penunjuk, kata ganti orang, kata keterangan tempat dan waktu. Namun dalam hal ini, deiksis endofora perlu juga disinggung menjadi perhatian bahwa perolehan kata berkategori deiksis bersama artinya dalam buku, belum dapat sepenuhnya memberi informasi tentang ihwal kedeiksisan suatu bahasa. Di dalam bukunya, Moeliono 2003:42 mengemukakan pengertian deiksis, yaitu: deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Kata atau konstruksi seperti itu bersifat deiksis. Contoh : a. Kita harus berangkat sekarang b. Harga barang naik semua sekarang c. Sekarang pemalsuan barang terjadi di mana-mana Pada kalimat a sekarang merujuk ke jam atau bahkan ke menit. Pada kalimat b cakupan waktunya lebih luas, mungkin sejak minggu lalu sampai hari ini. Sedangkan, pada kalimat c cakupannya lebih luas lagi, mungkin berbulan- bulan dan tidak mustahil bertahun-tahun. Kata sekarang beroperasi dengan kata Universitas Sumatera Utara deiktis penunjuk waktu lain, seperti besok atau nanti ; acuan kata sekarang selalu merujuk pada saat peristiwa pembicaraan. Contoh berikut, seperti yang dikutip dari Chaer 2004 : 57 akan menjelaskan pengertian deiksis : A dan B sedang bercakap-cakap, bagian akhir dari percakapan itu berupa : A : Saya belum bayar SPP, belum punya uang. B : Sama, saya juga. Jelas, kata saya percakapan itu pertama mengacu pada A, lalu mengacu pada B. Maka kata saya itu disebut bersifat deiksis. Suku Batak terdiri atas lima subsuku yaitu, Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing. Tiap-tiap subsuku itu memiliki bahasanya sendiri. Dalam pemakaiannya sehari-hari, istilah Batak sering hanya berasosiasi dengan Batak Toba, baik untuk menyebutkan bahasa maupun sukunya. Anggapan itu sebenarnya kurang tepat karena istilah Batak merupakan milik kelima subsuku tersebut di atas. Bahasa Batak Toba BBT, digunakan di kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Batak Toba tidak hanya sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah dan alat komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai pendukung bahasa Nasional, sebagai pengantar bahasa di sekolah, di pedesaan, pada tingkat permulaan serta sebagai alat pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah. Universitas Sumatera Utara Beranalogi kepada keterangan di atas, perlu dipikirkan usaha pembinaan bahasa Batak Toba yang didahului oleh suatu perencanaan sehingga pembinaan dan pengembangan bahasa Batak Toba merupakan suatu keharusan di samping pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, seperti yang tercantum dalam UUD 1945, Bab XV : Pasal 36 yang berbunyi : “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia ”. Dengan penjelasan bahwa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik misalnya bahasa Jawa, Madura, Sunda dan sebagainya, bahasa-bahasa itu akan dipelihara oleh negara, karena bahasa itupun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa etnis Batak di Provinsi Sumatera Utara. Seperti halnya, bahasa daerah lain, bahasa Batak Toba terus hidup dan berkembang hingga saat ini. Etnik Batak Toba yang menggunakan bahasa Batak Toba berada di Kabupaten Toba Samosir dan sebagian Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Toba Samosir berada pada 2003‟-2040‟ Lintang Utara dan 98056‟-99040‟ Bujur Timur, Kabupaten Toba Samosir memiliki luas wilayah 2.021,8 Km 2 . Kabupaten Toba Samosir berada di antara lima Kabupaten yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah Timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir. Kabupaten Toba Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 900-2.200 meter di atas permukaan laut, dengan topografi dan Universitas Sumatera Utara kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring, dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada pada wilayah gempa tektonik dan vulkanik. Penelitian tentang deiksis eksofora dalam bahasa Batak Toba belum pernah dilakukan para pemakai bahasa, baik mahasiswa maupun ahli bahasa, namun dari penelitian lain mengenai bahasa Batak Toba ini sudah banyak dilakukan. Jadi, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana bentuk kata ganti person serta bagaimana penggunaan deiksis tempat dan waktu. Penelitian tentang deiksis pernah dilakukan oleh Purwo 1984. Penelitian itu mengemukakan bahwa deiksis dibagi atas tiga, yaitu deiksis persona, ruang dan waktu. Deiksis persona dibagi atas tiga bagian, yaitu kata ganti persona pertama tunggal seperti aku, saya ; pertama jamak seperti kami, kita ; kata ganti persona kedua tunggal seperti kau, engkau, kedua jamak seperti kalian ; kata ganti persona ketiga tunggal seperti dia ; ketiga jamak seperti mereka. Namun, perlu disadari bahwa hasil penelitian terhadap bahasa tertentu sebagai sumber lahirnya teori dapat menyiratkan problema tentang tingkat keberterimaan teori itu sendiri untuk semua bahasa. Hal ini sekaligus memberi asumsi bahwa tidak ada teori kebahasaan, termasuk teori pragmatik, yang secara utuh bersesuaian dengan hasil kajian aspek-aspek bahasa berbagai bahasa yang ada di Indonesia, terutama bahasa Batak Toba. Menyadari akan hal bahasa daerah yaitu Batak Toba yang terdapat di wilayah Indonesia merupakan tantangan tersendiri dalam memahami lebih jauh ihwal kebahasaan kita yang Bhinneka itu. Kepemilikan kita terhadap bahasa- bahasa daerah sudah jelas sebagai keberuntungan tersendiri dalam menjaga terpeliharanya kelangsungan kehidupan budaya daerah yang merupakan kekayaan Universitas Sumatera Utara nasional Halim, 1981:21-22. Berdasarkan pengamatan penulis, bahasa ini masih tergolong kepada bahasa yang masih jarang mendapat sentuhan pengaplikasian teori linguistik.. Di Indonesia penelitian mengenai bahasa daerah kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa, khususnya terhadap bahasa Batak Toba. Mengingat hal ini penulis merasa perlu mengadakan penelitian terhadap bahasa Batak Toba demi kelestarian bahasa tersebut. Penulis memilih judul Deiksis eksofora Dalam Bahasa Batak Toba, karena penulis merasa penelitian mengenai judul tersebut belum ada, hasilnya diharapkan menjadi bagian dari sumber informasi tentang deiksis bahasa Batak Toba.

1.2 Rumusan Masalah