commit to user
4. Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Anggota sistem sosial dalam penelitian ini adalah semua yang terlibat
dalam penyebaran Program Layanan Listrik Prabayar di Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian yang termasuk ke dalam sistem sosial adalah PT. PLN Persero
APJ Surakarta sebagai komunikator, masyarakat Kota Surakarta sebagai komunikan.
Di antara anggota sistem sosial ada yang memegang peranan penting dalam proses difusi, yaitu pemuka pendapat dan agen pembaru. Pemuka pendapat
adalah seseorang yang relatif sering dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dengan cara tertentu secara informal. Sedangkan agen
pembaru adalah orang yag aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam suatu sistem sosial. Dalam penelitian ini tidak ada pemuka pendapat yang membantu
mempercepat proses difusi ke masyarakat. Proses difusi murni dilakukan oleh pihak PLN.
Namun, PLN sebagai satu – satunya perusahan negara yang bertanggung jawab terhadap listrik di Indonesia, memiliki kekuatan sendiri dalam proses difusi.
Sebagai satu – satunya penyedia listrik Negara, PLN secara tidak langsung memiliki kemampuan untuk mengarahkan pelanggan agar mencoba memakai
layanan listrik prabayar, sehingga akan mempengaruhi kecepatan dari proses difusi sebuah inovasi.
commit to user
Bandung Bandono, seorang Marketing Support sebuah perumahan di Surakarta mengatakan bahwa perumahan yang dikelolanya memakai sistem
layanan prabayar karena dari pihak PLN memberikan penawaran sistem layanan listrik prabayar kepada perumahan yang dikelolanya.
“ … Kemarin waktu ke PLN, pihak sananya bilang kalau di perumahan saya dapetnya yang sistem layanan listrik prabayar. Ya.. kalau memang
begitu saya bilang nggak masalah. “ wawancara, 7 September 2010 Penawaran ini sifatnya bukan paksaan, artinya pihak PLN hanya
menawarkan pemakaian sistem layanan listrik prabayar, tetapi keputusan unutuk memakai atau tidak tetap ada di tangan pelanggan. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Soeharmanto, Kepala bagian Humas PT. PLN Persero APJ Surakarta :
“ Kami dari pihak PLN hanya menawarkan saja pemakaian sistem layanan listrik prabayar terutama kepada para pelanggan baru yang akan
memasang listrik. Akan tetapi, keputusannya ,tetap di tangan pelanggan. Kami tidak memaksakan. “ wawancara, 16 Agustus 2010
Selanjutnya, yang dimaksud dengan agen pembaru dalam difusi Program
Layanan Listrik Prabayar di Kota Surakarta yaitu para karyawan PT. PLN Persero APJ Surakarta. Sebagai agen pembaru, dengan penuh kesadaran mereka
secara aktif menyebarkan program Program Layanan Listrik Prabayar. Karyawan PT. PLN Persero APJ Surakarta merupakan orang – orang yang pertama kali
mencoba sistem Layanan Listrik Prabayar. Mereka sebagai bagian dari suatu sistem sosial, membantu menyebarkan inovasi Program Layanan Listrik Prabayar
kepada orang – orang terdekat mereka di daerah tempat tinggal mereka. Agen Pembaru merupakan orang yang terlebih dulu tahu tentang Program Layanan
Listrik Prabayar dan selanjutnya bertugas menyebarkan kepada masyarakat agar
commit to user
inovasi ini bisa diketahui masyarakat untuk dipelajari, dan pada akhirnya mengharapkan masyarakat agar mau mengadopsinya.
Surakarta dan kota-kota satelitnya Kartasura
, Solo Baru, Palur
, Colomadu
, Baki
, Ngemplak
adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Dengan Jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun
2003 adalah 552.542
jiwa, maka kota Surakarta termasuk kedalam kategori kota besar. Kota merupakan suatu kawasan yang biasanya memiliki ciri-ciri jumlah penduduk yang relatif
padat dibanding kawasan sekitarnya, hubungan kekerabatan kemasyarakatannya longgar, penduduknya memiliki berbagai ragam profesi yang bersifat non agraris,
terdapat berbagai macam fasilitas umum yang relatif beragam dan modern dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Dengan karakteristik ini, tentunya
masyarakat kota Surakarta memiliki reaksi yang berbeda - beda dalam menerima sebuah inovasi baru.
Masyarakat Surakarta sebagai anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter penerima inovasi sesuai dengan tingkat
keinovatifannya kecepatan dalam menerima inovasi. Sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah 13 orang yang dianggap mewakili masyarakat Surakarta
sebagai suatu sistem sosial. Narasumber tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sudiro
2. Ani 3. Darmi
4. Burhanuddin 5. Ambarwati
8. Sulasmi 9. Djuwito
10. Agus Mujazid 11. Lina
12. Iwan
commit to user
6. Irin 7. Supartini
13. Renata
Dari 13 orang narasumber tersebut, maka dapat di kelompokkan menjadi beberapa golongan adopter sebagai berikut :
Tabel 3.3 Pengelompokan Adopter
Program Layanan Listrik Prabayar di Surakarta
Innovators
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, terdapat narasumber yang dapat digolongkan dalam kategori inovator. Berdasarkan
pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers 1961
Kelompok Adopter
Ciri – Ciri Adopter Jumlah
∑ Prosentase
Innovators petualang, berani mengambil resiko, mobile,
cerdas, kemampuan ekonomi tinggi 1 7,6
Early Adopters para teladan pemuka pendapat, orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
2 15,4
Early Majority penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi
4 30,8
Late Majority skeptis, menerima karena pertimbangan
ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati 4 30,8
Laggards tradisional, terisolasi, wawasan terbatas,
bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas 2 15,4
∑ = 13 ∑ = 100
commit to user
bahwa kelompok Innovators hanya 2,5, maka dalam penelitian ini dari 13 orang narasumber hanya terdapat satu orang yang dapat dikategorikan menjadi inovator.
Innovators atau inovator merupakan individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.
Iwan, seorang pegawai di salah satu bank swata yang berpendidikan strata satu S1 dengan kondisi harus mobile Solo – Yogyakarta setiap minggunya
merupakan orang yang dapat dikategorikan menjadi inovator. “ Saya menyelesaikan kuliah saya di salah satu universitas di Jakarta...
Saat ini saya sudah bekerja di salah satu bank swasta di Yogjakarta, tapi karena istri bekerja di Solo jadi yaa beli rumah di sini, sehingga saya harus
bolak – balik Solo – Yogja setiap minggunya. Karena harus mobile setiap minggunya, saya tidak punya cukup waktu untuk mengantri di loket – loket
pembayaran listrik PLN, makanya saya pilih menggunakan Program Layanan Listrik Prabayar.” wawancara, 4 September 2010
Dengan kondisi harus bolak – balik Solo – Yogja setiap minggunya, berarti
dapat dikategorikan Iwan merupakan seorang yang memiliki aktifitas yang tinggi atau mobile. Selain itu tingkat pendidikannya juga tinggi yang tentunya akan
mempengaruhi kecerdasan dan pola pikir seseorang dalam mengadopsi sebuah inovasi.
Pendidikan mempengaruhi pola pikir sesorang untuk lebih terbuka pada hal- hal baru. Keterbukaan tersebut membuat orang mempunyai pengalaman yang
lebih dibandingkan dengan yang lainnya. Seperti yang tertera dalam buku Psikologi Komunikasi bahwa keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha
intelektual Rakhmat, 1986: 72.
Menurut Rogers dan Shoemaker dikutip oleh Hanafi Abdillah dalam buku Memasyarakatkan Ide-Ide baru, ciri – ciri dari kelompok Innovators atau inovator
commit to user
meliputi petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi 1987: 26.
Early Adopters
Early Adopters atau perintis pelopor merupakan individu yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Berdasarkan pengelompokan berdasarkan
kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers 1961 bahwa kelompok Early Adopters atau perintis pelopor berprosentase 13,5 maka dalam penelitian ini dari 13
orang narasumber terdapat dua orang yang dapat dikategorikan menjadi Early Adopters atau perintis pelopor.
Biasanya kelompok perintis merupakan orang yang dihormati dan menjadi teladan dalam masyarakat. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
Darmi, salah satu narasumber, merupakan ketua RW di Grogol. Ketua RW merupakan salah satu jabatan yang dihormati dan dijadikan teladan bagi
masyarakat sekitar. Sebagai istri ketua RW, tentunya Darmi aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Dalan kesempatan itulah ia sering mengajak teman – temannya
untuk memakai Program Layanan Listrik Prabayar. Oleh karena itulah, Darmi termasuk dalam kelompok perintis pelopor, seperti yang dituturkan Darmi
sebagai berikut : “ … Kebetulan suami adalah ketua RW di sini.. Bila ada pertemuan
dengan ibu – ibu biasanya di acara PKK, saya sering ajak ngobrol tentang Program Layanan Listrik Prabayar. ternyata banyak yang tertarik. Disini saja
sudah sekitar 5 orang yang mau beralih ke prabayar.” wawancara, 27 Agustus 2010
commit to user
Hal ini serupa seperti yang ditulis oleh Jalaludin Rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi bahwa ketika komunikator berkomunikasi, yang
berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri. Kadang-kadang siapa lebih penting daripada apa 1986: 255.
Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraanya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita dapat
lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang-orang lain: Ini berlaku pada umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku
ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikkan personal yang diungkapkan tidak
berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasiya; sebaliknya karakternya bisa hampir disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya
Aristoteles dikutip oleh Rakhmat, 1986: 255. Lain halnya dengan Sulasmi, seorang pegawai PT. PLN Persero APJ
Surakarta dengan pendidikan terakhir Strata Satu S1. Dia mengatakan bahwa keputusannya untuk bermigrasi ke Program Layanan Listrik Prabayar karena tahu
manfaat dan nilai tambahnya. Artinya sebagai orang internal PLN, Sulasmi memiliki akses yang mudah dalam mencari informasi tentang Program Layanan
Listrik Prabayar sampai akhirnya ia memutuskan untuk bermigrasi ke Program Layanan Listrik Prabayar. Bahkan bagi Sulasmi sudah menjadi kewajiban untuk
memahani Program Layanan Listrik Prabayar, karena dirinya bekerja sebagai karyawan di PT. PLN Persero APJ Surakarta.
“…Sebagai orang yang bekerja di PLN, tentu saja harus tahu apa itu Program Layanan Listrik Prabayar. Setelah tahu bagaimana, akhirnya saya
commit to user
memutuskan untuk bermigrasi ke Program Layanan Listrik Prabayar.” wawancara, 27 Agustus 2010
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Rogers dan Shoemaker. Menurut Rogers dan Shoemaker dikutip oleh Hanafi Abdillah dalam buku
Memasyarakatkan Ide-Ide baru, yang menjadi ciri – ciri dari kelompok Early Adopters atau perintis pelopor adalah para teladan pemuka pendapat, orang
yang dihormati, akses di dalam tinggi 1987: 26.
Early Majority
Early Majority atau pengikut dini merupakan individu yang menjadi para pengikut awal. Berdasarkan pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah
duji oleh Rogers 1961 bahwa kelompok Early Majority atau pengikut dini berprosentase 34, maka dalam penelitian ini dari 13 orang narasumber terdapat
empat orang yang dapat dikategorikan menjadi Early Majority atau pengikut dini. Salah satu ciri kelompok pengikut dini adalah penuh pertimbangan. Dari hasil
penelitian yang dilakukan di lapangan diketahui ada beberapa hal yang dijadikan pertimbangan sampai seseorang memutuskan menerima atau menolak suatu
inovasi. Pertimbangan tersebut dilihat dari sisi positif dan sisi negatifnya. Seperti yang dikemukakan oleh Burhanudin seorang pegawai di instansi salah
satu pemerintah dan latar pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan SMK. Ia mengatakan bahwa sebelum memutuskan untuk memakai Program Layanan
Listrik Prabayar, ia sempat khawatir bila kwh-meternya akan cepat rusak karena kualitasnya yang belum dapat dipastikan atau bila kwh-meternya tidak mendeteksi
pemakaian listrik dengan benar. Akan tetapi, setelah diyakinkan oleh petugas PLN
commit to user
dan ada jaminan bila barang rusak akan diganti yang baru tanpa membayar kembali, akhirnya ia memutuskan beralih ke system listrik prabayar.
“ Awalnya saya sempat khawatir bila beralih ke Program Layanan Listrik Prabayar. Takutnya kwh-meternya cepet rusak, kan belum teruji itu
kwalitasnya. Lha nanti kalau rusak gimana? Soalnya banyak juga kasus yang kwh-meternya nggak mendeteksi pemakaian listrik dengan benar... Tapi,
setelah saya tanyakan ke pihak PLN terkait kasus tersebut, ternyata sudah ditangani. Bahkan ada jaminan dari PLN bila terbukti memang kulitas kwh-
meter dari PLN-nya yang kurang bagus maka pihak PLN bersedia menggantinya dengan yang baru tanpa membayar lagi. Gratis…”
wawancara, 27 Agustus 2010
Berbeda dengan Burhanudin, Supartini salah seorang pegawai PT. PLN Persero APJ Surakarta yang berpendidikan Strata Satu S1, kekhawatirannya
menggunakan Layanan Listrik Prabayar adalah dari sisi ketersediaan voucher pulsa listrik atau token. Sebelum akhirnya memutuskan menggunakan Layanan
Listrik Prabayar, yang ia pikirkan adalah bila voucher habis dan tidak ada yang menjual voucher listrik, padahal ia memiliki anak yang masih balita. Namun,
setelah tahu bahwa Program Layanan Listrik Prabayar ini pada kwh-meternya dilengkapi dengan sinyal alarm sebagai tanda peringatan bahwa listrik hampir
habis, Supartinipun tidak khawatir lagi. “ Sekarang sudah pakai Layanan Listrik Prabayar, memang dulu sempat
khawatir juga memakai prabayar karena yang jual vouchernya masih jarang. Takutnya kalau malam pulsanya habis, listriknya kan langsung mati. Nah,
mau beli dimana pulsanya... Padahal saya masih punya anak balita. Setelah diberitahu tahu Program Layanan Listrik Prabayar ini di kwh-meternya
dilengkapi dengan sinyal alarm untuk peringatan listrik hampir habis, saya tidak khawatir lagi karena bisa jaga – jaga.” wawancara, 27 Agustus 2010
Selain penuh pertimbangan, pengikut dini merupakan individu yang interaksi internalnya tinggi, artinya interaksi atau hubungan dengan orang – orang yang
commit to user
terlibat langsungberkepentingan cukup intens. Interaksi internal yang tinggi dapat menyebabkan berubahnya pola pikir seseorang terhadap suatu hal.
Agus Mujazid, seorang pengurus masjid atau takmir masjid di Baabussalam yaitu masjid yang terletak di kawasan PT. PLN Persero APJ Surakarta. Ia
lulusan Sekolah Dasar SD dan sering menghabiskan waktunya untuk mengurus masjid tersebut. Sebagai pengurus masjid yang terletak di kawasan PT. PLN
Persero APJ Surakarta, tentunya ia sering berinteraksi dengan orang – orang yang ada di dalamya, baik untuk urusan kantor atau yang lainnya. Dengan
demikian sudah ada rasa kepercayaan yang timbul. Salah satu tanggung jawab takmir masjid adalah turut andil mengambul
keputusan dalam segala hal yang berhubungan dengan masjid, termasuk masalah perlistrikan. Saat ditawari PT. PLN Persero APJ Surakarta untuk bermigrasi ke
Program Layanan Listrik Prabayar, ia tidak ragu – ragu lagi untuk segera beralih ke layanan ini. Akhirnya Agus Mujazid sepakat masjid Baabussalam menerima
Program Layanan Listrik Prabayar. “ … Saking PLN menika ngomong ‘Pak Agus, listrik teng masjid digentos
mawon nggih ngagem Listrik Prabayar..’ Trus, kulo ngomong boten nopo – nopo. Lha, nggih terus digentos Prabayar menika.” wawancara, 2
September 2010
Lain halnya dengan Renata, seorang pengusaha batik yang tinggal di daerah perumahan dan sedang menyelesaikan tesisnya S2. Ia memutuskan memakai
Program Layanan Listrik Prabayar karena sebelumnya ia sudah tahu program ini terlebih dahulu dari seorang temannya yang bekerja di PLN. Oleh karena itulah,
ketika pihak merketing perumahannya menawarkan rumah yang menggunkan Program Layanan Listrik Prabayar, ia langsung setuju.
commit to user
“ Saya sudah tahu Program Layanan Listrik Prabayar dari teman saya yang kerja di PLN. Udah lama sich Mbak tahunya… Jadi waktu ditawarin
pake Listrik Prabayar ama marketingnya, ya saya langsung setuju aja. “ wawancara, 4 September 2010
Menurut Rogers dan Shoemaker dikutip oleh Hanafi Abdillah dalam buku Memasyarakatkan Ide-Ide baru, ciri – ciri dari kelompok Early Majority atau
pengikut dini meliputi penuh pertimbangan dan interaksi internal tinggi. 1987:26
Late Majority
Late Majority atau Pengikut Akhir merupakan individu yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Berdasarkan pengelompokan
berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers 1961 bahwa kelompok Late Majority atau Pengikut Akhir berprosentase 34, maka dalam penelitian ini
dari 13 orang narasumber terdapat empat orang yang dapat dikategorikan menjadi Late Majority atau Pengikut Akhir.
Menurut Rogers dan Shoemaker dikutip oleh Hanafi Abdillah dalam buku Memasyarakatkan Ide-Ide baru, gambaran tentang pengelompokan adopter Late
Majority atau Pengikut Akhir memiliki ciri – ciri : skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
Berdasarkan ciri – ciri diatas, dalam penelitian ini narasumber yang kami kelompokan dalam adopter Late Majority atau Pengikut Akhir adalah Sudiro dan
Ani. Pengelompokan ini berdasarkan pernyataan berikut : “ Nek langsung bayar sekaligus menika kulo boten sanggup Mbak, lha
sekali mbayar tekan Rp 600.000,00. Trus, listrik kulo dicabut PLN. Pas ngurus teng PLN, kulo ditawari ngagem listrik prabayar. Nek ngagem
prabayar meniko kan boten sekaligus, sak gadhahe arto pira niku sing
commit to user
ditumbaske voucher. Lah trus kulo ngagem prabayar dugi sak menika..” Wawancara Sudiro, 18 Agustus 2010
“ Dulu sempat di putus PLN karena belum ada uang untuk bayar lisrtik. Waktu ngurus ke kantor pembayaran, PLN bilang kalau ada program baru
dari PLN, Program Layanan Listrik Prabayar. Program ini kayak sistem HP jadi bisa beli pulsa sesuai dengan anggaran belanja. Setelah itu saya
menggunakan Program Layanan Listrik Prabayar. Malah enak ini kok Mbak… saya nggak merasa berat lagi kayak dulu…” Wawancara Ani, 18
Agustus 2010
Dari pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa alasan narasumber beralih ke Program Layanan Listrik Prabayar karena faktor ekonomi. Sudiro dan Ani
berpendapat Program Layanan Listrik Prabayar lebih meringankan daripada dengan sitem pascabayar yang harus membayar sekaligus di akhir bulan.
Selain menerima karena pertimbangan ekonomi, ciri lain dari kelompok pengikut dini adalah menerima karena tekanan sosial. Dari hasil penelitian yang
dilakukan di lapangan diketahui terdapat narasumber yang dapat dikategorikan sebagai pengikut dini karena menerima dengan alasan tekanan sosial.
Ambarwati, seorang pegawai di PT. PLN Persero APJ Surakarta dan berpendidikan Strata Satu S1. Ia mengatakan dirinya memutuskan memakai
Program Layanan Listrik Prabayar karena dirinya bekerja sebagai karyawan PT. PLN Persero APJ Surakarta sehingga ada perasaan sungkan bila tidak
menyukseskan program PLN. Berikut adalah pernyataannya : “ Saya nggak enak Mbak kalau nggak ikut pakai prabayar… Masak
orang PLN nggak ikut menyukseskan Program Layanan Listrik Prabayar…” wawancara, 27 Agustus 2010
Dari pernyataan di atas dapat diidentifikasi bahwa ada semacam rasa “tidak enak” atau sungkan yang menyebabkan Ambarwati memutuskan untuk memakai
Program Layanan Listrik Prabayar. Perasaan sungkan ini dapat dikategorikan
commit to user
sebagai tekanan sosial karena ia sebagai orang yang bekerja di PT. PLN Persero APJ Surakarta yang membawa nama baik PLN dan senantiasa turut
menyukseskan program – program PLN.
Laggards
Laggards atau kelompok kolottradisional merupakan individu terakhir yang mengadopsi suatu inovasi, biasanya adalah kaum kolottradisional. Berdasarkan
pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers 1961 bahwa kelompok Laggards atau kelompok kolottradisional berprosentase 16,
maka dalam penelitian ini dari 13 orang narasumber terdapat dua orang yang dapat dikategorikan menjadi Laggards atau kelompok kolottradisional.
Menurut Rogers dan Shoemaker dikutip oleh Hanafi Abdillah dalam buku Memasyarakatkan Ide-Ide baru, gambaran tentang kelompok adopter Laggards
atau kelompok kolottradisional memiliki ciri – ciri : tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas.
Salah satu ciri kelompok Laggards atau kelompok kolottradisional adalah sumberdaya terbatas. Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan diketahui
bahwa terdapat narasumber yang teridentifikasi memiliki sumberdaya terbatas sehingga tidak dapat mengikuti Program Layanan Listrik Prabayar.
Djuwito, seorang tukang becak yang berpendidikan Sekolah Dasar SD mengatakan bahwa sebenarnya ia tertarik menggunakan Program Layanan Listrik
Prabayar, tetapi karena daya di rumahnya hanya 450 VA dan ia tidak ada biaya
commit to user
untuk menaikan daya di rumahnya, maka ia hanya bisa bertahan dengan sistem pascabayar.
“… Sebenarnya saya ingin beralih ke Program Layanan Listrik Prabayar, hanya saja saya belum ada biaya Mbak. Selain itu daya di rumah saya juga
hanya 450 VA…” wawancara, 27 Agustus 2010 Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa Djuwito sebenarnya tertarik
menggunakan Program Layanan Listrik Prabayar, tetapi karena daya di rumahnya hanya 450 VA, sedangkan batas minimal daya yang bisa menggunakan Program
Layanan Listrik Prabayar adalah rumah dengan daya 900 VA, maka ia tidak bisa menikmati Program Layanan Listrik Prabayar. Selain itu ia juga tidak ada biaya
untuk menaikkan daya di rumahnya, maka ia hanya bisa bertahan dengan sistem pascabayar. Daya merupakan suatu sumberdaya dan daya 450 VA mrnyebabkan
terhambatnya pemakaian Program Layanan Listrik Prabayar, hal ini dapat dikategorikan sebagai terbatasnya sumber daya.
Lain halnya dengan Irin, seorang pegawai PT. PLN Persero APJ Surakarta yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas SMA. Irin sampai saat ini belum
beralih ke Program Layanan Listrik Prabayar karena masih ada perasaan khawatir bila sewaktu – waktu listrik padam karena lupa mengisi voucher pilsa listrik.
“ … Kalau pakai Program Layanan Listrik Prabayar saya takut kalau malam–malam mati. Soalnya saya ini orangnya pelupa, jadi takut kalau –
kalau saya lupa ngisi voucher, kan bisa gawat… Sampai saat ini saya masih memakai pascabayar, suatu saat nanti saya akan beralih ke Program Layanan
Listrik Prabayar, tapi tidak sekarang. Kalau untuk sekarang saya masih takut. “ wawancara, 27 Agustus 2010
Sebenarnya dalam pernyataan Irin tidak dapat diidentifikasikan sebagai golongan adopter Laggards atau kelompok kolottradisional. Dilihat dati
pekerjaan dan pendidikan pun Irin tidak dapat dikatakan tradisional, terisolasi,
commit to user
wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas. Akan tetapi, dalam penelitian ini Irin termasuk orang yang memutuskan belum memakai
Program Layanan Listrik Prabayar, maka oleh peneliti ia dikelompokkam dalam golongan adopter Laggards atau kelompok kolottradisional.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Irin yang menyatakan bahwa suatu saat nanti ia akan beralih menggunakan Program Layanan Listrik Prabayar. Artinya, ia
pada akhirnya akan mengadopsi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar, hanya saja ia membutuhkan waktu yang lebih lama.
B. Adopsi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar
Adopsi merupakan penerimaan masyarakat Surakarta terhadap program listrik layanan prabayar dengan segala konsekuensi yang menyertainya. Dalam tahap
pengadopsisan ini tentunya tidak serta merta masyarakat langsung menerima, tetapi mengalami beberapa proses dan tahap apalagi program ini merupakan
terobosan baru dari pemerintah, khususnya PT. PLN Persero APJ Surakarta bagi masyarakat di Surakarta.
Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. The
innovation-decision process merupakan proses mental yang mana seseorang atau lembaga melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai
membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru
tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini.