Kontruksi media cetak atas realitas analisis framing terhadap majalah tabligh

(1)

KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS REALITAS

ANALISIS FRAMING TERHADAP MAJALAH TABLIGH

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam

Oleh :

Herni Ramdlaningrum NIM : 208051000009

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

JAKARTA

2010


(2)

KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS REALITAS ANALISIS

FRAMING TERHADAP MAJALAH TABLIGH

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam

Oleh :

Herni Ramdlaningrum NIM : 208051000009

Dibawah Bimbingan

Dra. Armawati Arbi, M.Si NIP. 19650207 199103 2 002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

JAKARTA


(3)

iii

Lembar Pengesahan

Skripisi yang berjudul KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS REALITAS, ANALISIS FRAMING TERHADAP MAJALAH TABLIGH. Telah diujikan dalam sidang munaqosyah fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 04 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.Kom I) pada Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)

Jakarta 04 Mei 2010

Panitia Sidang Munaqosah Ketua

Drs. Wahidin Saputra, MA NIP. 19700903 199603 1 001

Sekretaris

Dra. Hj. Musrifah Nurlaily, MA NIP. 19710412 200003 2 001

Anggota Penguji I

Drs. Wahidin Saputra, MA NIP. 19700903 199603 1 001

Penguji II

Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 19610422 199003 2 001

Pembimbing

Dra. Armawati Arbi M.Si NIP. 19650207 199103 2 002


(4)

Lembar Pernyataan saya


(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta karunianya sehingga akhirnya penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan walaupun dengan proses yang sangat panjang dan berkelok.

Telah begitu banyak pihak yang membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, akan tetapi saya tetap ingin mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak dan semoga Allah meridhai serta membalasnya.

1. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, Pembantu Dekan I, Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, Pembantu Dekan II, Bapak Drs. Mahmud Jalal, MA, Pembantu Dekan III, Bapak Drs. Study Rizal LK, MA.

2. Kepada Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Non Reguler Ibu, Dra. Hj. Asriati Jamil M.Hum, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Non Reguler, Ibu Dra. Hj. Musrifah Nurlaily, MA.

3. Ibu Dra. Armawati Arbi, M.Si, sebagai pembimbing skripsi yang selalu memberi banyak masukan kepada penulis.

4. Tim dan Panitia Penguji Sidang Munaqosah.

5. Kepada staff Perpustakaan Utama dan Fakultas Dakwah yang telah banyak membantu dalam memberikan referensi yang dibutuhkan.


(6)

7. Kepada seluruh dewan dan staff redaksi Majalah Tabligh, penulis sampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan seting-tinginya atas kerjasama dan bantuan yang telah diberikan.

8. Cinta yang tiada bertepi penulis persembahkan untuk Mamah, Bapak, Herna, Elfa, dan Ade Haikal yang tiada lelah mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Kepada teman-teman seperjuangan di ikatan tercinta, Ikatan Remaja Muhammadiyah; Satia Chandra Wiguna, Ahmad Imam M. Rais, Denden Firman Arief, Sitti “Imeh” Fatimah, Asep Ibnu Tsani, Sanusi “Uci” Ramadhan, Riyadh, Mulyoto, dll yang selalu “meneror” penulis agar segera melakukan pembebasan terhadap diri sendiri.

10.Sahabat di kampus tercinta, Amelia serta kawan-kawan yang lain.

11.Terakhir, penulis ucapkan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya pada buah hati tercinta Feivel Fathirulhaq – belahan jiwa pesona hati – karena pengerjaan skripsi ini ternyata mengambil hak waktu miliknya.


(7)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ………... iii

LEMBAR PERNYATAAN ……….. iv

KATA PENGANTAR ……….... v

DAFTAR ISI ………... vii

ABSTRAK ………... ix

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 4

D. Metodologi Penelitian ……… 6

E. Tinjauan Pustaka ……… 14

F. Sistematika Penulisan ………. 15

BAB II KERANGKA TEORI ……… 17

A.Komunikasi Massa dan Media Massa ……… 20

1. Komunikasi Massa ………. 20

2. Media Massa ……….. 22

B.Media Massa dan Masyarakat ……… 27

1. Media Massa Sebagai Institusi Masyarakat ………... 27

2. Hubungan Media dan Masyarakat Sebagai Struktur ……. 29

3. Hubungan Media dan Masyarakat Sebagai Agency ……... 31

4. Media Massa dan Konteks Kehidupan Masyarakat …….. 41

C.Media Massa dan Konstruksi Realitas ……… 35

D.Faktor-faktor yang mempengaruhi Media Massa …………... 40

1. Faktor Rutinitas Media ………... 43

2. Faktor Organisasi Media Massa ………. 45

3. Faktor Ekternal Organisasi Media ………. 48

4. Faktor Ideologi ……….. 51

a. Konsepsi Ideologi ………. 51

b. Ideologi dan Media Massa ……… 52

c. Ideologi Media dan Isu Tentang Pemahaman Pluralisme dalam islam ………. 54

E. Dakwah Islam ………. 55

BAB III PROFIL MAJALAH TABLIGH ………. 57

A.Sejarah Singkat Majalah Tabligh ……… 57

B.Visi dan Misi Majalah Tabligh ……… 60

C.Struktur dan Redaksi Majalah Tabligh ………... 61

D.Karakteristik Rubrik Majalah Tabligh ……… 63


(8)

BAB IV KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS REALITAS ANALISIS FRAMING TERHADAP

MAJALAH TABLIGH ………. 74

A.Analisis Perangkat Pembingkai Teks Rubrik Laporan Utama ………... 75

B.Analisis Perangkat Penalaran Teks Rubrik Laporan Utama ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 95

A.Kesimpulan ………. 95

B.Saran-saran ………. 97

DAFTAR PUSTAKA ……….... 99 LAMPIRAN


(9)

ix

ABSTRAK Nama : Herni Ramdlaningrum

NIM : 208051000009

KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS REALITAS ANALISIS FRAMING TERHADAP MAJALAH TABLIGH

Majalah Tabligh adalah media cetak yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh Dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah. Sebuah organisasi dakwah Islam amar ma’ruf nahyi munkar. Majalah tabligh adalah media dakwah bagi kalangan anggota Muhammadiyah sebagi bentuk dakwah yang bertujuan untuk membangun nilai-nilai puritanisme. Namun sebagai majalah yang diterbitkan oleh organisasi yang memegang prinsip umatan wasathon, atau masyarakat moderat, majalah tablih dirasa memliki pesan-pesan yang tidak menampilkan ciri masyarakat umatan wasathon karena majalah tabligh banyak melakukan peng-akuan atas nilai-nilai kebenaran dan mempersalahkan kelompok lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui issue utama atau tema yang dikemukakan oleh Majalah Tabligh berikut materi apa saja yang disampaikan dan teknik penggunaan bahasa dalam penyampaian materi dakwah serta bagaimana Majalah Tabligh melakukan pembingkaian terhadap realitas untuk menyampaikan visi dan misinya melalui pesan-pesan kepada pembaca.

Penelitian ini bertolak dari sebuah pemikiran bahwa ajaran Islam yang sebenar-benarnya adalah Islam yang sepenuhnya mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW, sehingga perlu adanya pelurusan-pelurusan cara pandang tentang nilai-nilai Islam yang selama ini semakin berkembang di masyarakat. Majalah Tabligh tidak berusaha menerjemahkan nilai-nilai dengan melihat sisi kontekstualnya. Dalam beberapa hal, majalah tabligh tidak mengikuti cara Organisasi Muhammadiyah dalam melakukan ijtihad atau pembaharuan dalam mengembangkan ajaran Islam serta bagaimana membangun keberagaman berfikir dan menghargai perbedaan.

Penelitian ini menggunakan metode analisis framing menurut Gamson untuk mengetahui isu utama dan materi yang disampaikan. Teknik Pengumpulan data yang dilakukan pada metode ini adalah mengumpulkan berbagai dokumentasi yang kemudian diklasifikasikan dengan kategori yang ditetapkan berdasarkan alat ukur yang dibuat. Selanjutnya data dianalisis dengan melakukan inferensi, penafsiran dan pembandingan berdasarkan berbagai teori yang ada. Kemudian


(10)

untuk mengetahui makna-makna pesan dibalik penggunaan bahasa, dilakukan analisa dengan menggunakan metode framing yang dalam hal ini framing menurut Gamson.

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Issue utama/tema yang dikemukakan oleh Majalah Tabligh adalah 1). Membahas usaha pemurtadan umat Islam. 2). Membahas perkembangan dan peristiwa dakwah Islam kontemporer. 3).Mendakwahkan Tauhid, mengawal tajdid. Tiga isu utama diatas diharapkan mampu mewujudkan cita-cita besar Muhammadiyah, yaitu Mewujudkan Masyarakat Utama, Adil dan Makmur yang diridhai Allah SWT, seperti halnya tujuan Muhammadiyah.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Media massa merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan peradaban manusia. Ketika dinamika dunia berkembang pesat, informasi dan komunikasi menjadi suatu hal yang memiliki peranan yang teramat penting. Dengan kondisi tersebut, media massa menjadi suatu hal yang tak terpisahkan dalam penyebaran informasi dan komunikasi massa.

Media adalah suatu hal yang essensial dan merupakan suatu komponen yang dinamis dalam pertarungan kekuatan internasional ketika opini publik juga merupakan suatu hal yang penting.1

Begitupun dalam hal berdakwah, penyampaian melalui media massa menjadi sebuah keniscayaan yang perlu ditempuh untuk mendapatkan ruang yang dapat diantarkan langsung kepada masyarakat. Selama ini, diyakini bahwa ada dua bentuk media yang digunakan untuk berdakwah, yaitu media lisan dan media tulisan. Rosulullah dalam dakwahnya telah memanfaaatkan risalah (surat) sebagai media komunikasi2.

Dalam konteks masyarakat informatif, kehidupan masyarakat amat dipengaruhi. Begitupun halnya dengan isi media, masyarakat juga memberikan andil dalam pembentukan isi pesan yang disampaikan media.

1

Dennis McQualis, Mass Communication Theory, Sage Publication, London: 2000, h. 36

2

Hamzah Ya’qub, Publisistik Islam, Teknik Dakwah Dan Leadership, CV. Dipenogoro, Bandung: 1992, h. 84


(12)

Kajian tentang Michael O’Shaughnessy dan Jane Stadler mengatakan bahwa teks tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Teks selalu ada dalam suatu situasi sosial dengan konteks yang spesifik3. Dalam kepentingan dakwah pengertian teks isi pesan media merupakan suatu hal yang muncul dari konteks kehidupan sosial masyarakat yang ditampilkan oleh media dan kemudian akan diterjemahkan pula oleh masyarakat berdasarkan konteks nilai-niali agama dan konteks sosial yang berlaku saat itu ditengah masyarakat.

Lebih jelasnya, bahwa teks media merupakan representasi konteks kehidupan yang terjadi disuatu tempat tertentu. Meskipun dalam menampilkan teks, media menampilkan dengan sudut pandang tertentu, namun cara pandang media merupakan salah satu konteks yang berlaku di tempat media itu berada.

Berkaitan dengan isi teks media yang dipengaruhi oleh konteks masyarakat, salah satu fenomena menarik dalam mencermati media massa Indonesia adalah isu tentang Puritanisme dan Pluralisme, dimana kedua isu ini dianggap bertentangan.

Sebagai suatu contoh, majalah Tabligh yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, adalah majalah yang menghadirkan konteks yang terjadi di Indonesia. Suatu konteks tentang masyarakat majemuk di Indonesia dengan penduduk muslim terbanyak. Yang menarik dari pesan atau teks dakwah yang dihadirkan oleh Majalah Tabligh adalah adanya perbedaan cara pandang Organisasi Muhammadiyah sebagai payung besar yang membawahinya, dikenal sebagai organisasi yang

3

Michael O’Shaughnessy dan Jane Stadler, Media and Society; An Introduction, Oxford University Press, South Melbourne: 2005, h. 64


(13)

3

mengedepankan tajdid, mengukuhkan dirinya sebagai organisasi yang umatan wasathon (umat yang berada di tengah) dan memurnikan ajaran-ajaran Islam, serta bagaimana Majalah Tabligh melakukan interpretasi konteks sosial dan menyampaikannya dalam sebuah teks dakwah melalui media massa. Apakah Majalah Tabligh menjalankan dakwah yang dicita-citakan oleh KH.Ahmad Dahlan -pendiri Muhammadiyah- ataukan interpretasi konteks sosialnya menghasilkan pemahaman Islam yang berbeda.

Salah satu contoh, dalam Majalah Tabligh edisi April 2004, yang memuat tema: “Laisa Minna, Liberalisme, Pluralisme, dan Inklusivisme”, memosisikan Pluralisme adalah suatu pemikiran sesat yang tidak dapat diterima keberadaanya dan harus diwaspadai penyebarannya. Dan bagaimanakan pluralisme menurut Muhammadiyah dilihat dari perjalanan sejarahnya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar anilisa dapat dilakukan lebih mendalam, maka penulis akan menentukan pembatasan masalah, adapaun batasan dari objek Majalah yang diteliti adalah:

1. Volume 1 / No. 04/November 2002 Judul Sindroma hantu, klenik, dan mistik 2. Volume 1 / No.10 / Mei 2003

Judul, Gerilya Kristen di sekolah 3. Volume 2 / No. / 09 / April 2004


(14)

Judul, Laisa minna, Liberalisme, pluralisme, inklusivisme 4. Volume 3 / No. 07 / April 2005

Judul, Syir’ah, musuh Islam berlebel Islam

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah Perangkat pembingkai (framing device) yang digunakan oleh Majalah tabligh dalam membingkai pesan/teks pada Rubrik Laporan Utama?

b. Apakah Perangkat Penalaran (reasoning device) yang digunakan oleh Majalah tabligh dalam membingkai pesan/teks pada Rubrik Laporan Utama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui cara Majalah tabligh dalam membingkai realitas yang ditampilkan dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya.

b. Mengetahui kecenderungan pemahaman yang ditampilkan Majalah Tabligh dalam menyampaikan dakwah Islam

2. Manfaat Penelitian

a. Secara akademis, penelitian ini akan memberikan sebuah kajian yang mendalam tentang cara media membingkai pesan yang mereka


(15)

5

tampilkan, faktor-faktor yang mempengaruhi media massa dalam menyajikan content media, dan mengkaji tentang peran dan proses kerja media dalam kontruksi realitas

Penelitian ini akan memberikan suatu kontribusi bagi kajian tentang konteks masyarakat yang melatarbelakangi isi pesan emdia dan peran media dalam mengkontruksi realitas konteks masyarakat tersebut. Memberikan kejelasan bahwa konteks pemahaman masyarakat indonesia tentang nilai-nilai agama yang digambarkan oleh Majalah Tabligh dengan kontruksi yang dipengaruhi oleh latar belakang ideologis dan cara pandang media tersebut terhadap pemahaman nilai-nilai Islam.

b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi peneliti dan praktisi komunikasi dan berbagai komponen masyarakat lainnya dalam menyikapi berbagai perbedaan pandangan nilai-nilai Islam yang ditampilkan oleh media. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa Islam dan berbagai isu didalamnya bukanlah suatu isu yang mutlah dan final tetapi merupakan suatu kontroversi yang wajar dan harus disikapi dengan saling menghormati. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pencerahan bahwa islam yang dipahami oleh umat saat ini merupakan hasil suatu proses sejarah dan berbagai variasinya. Sedangkan apa yang ditampilkan media tentang


(16)

Islam dan berbagai isu didalamnya adalah hasil konstruksi berdasarkan pemahaman media yang disandarkan pada salahsatu varian tersebut.

D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Thomas Kuhn, George Ritzer mendefinisikan paradigma sebagai "subject matter" atau substansi dalam ilmu pengetahuan. Secara tegas paradigma adalah pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok kajian yang semestinya harus dipelajari sebagai disiplin ilmu pengetahuan.4

Paradigma adalah cara pandang yang harus dimiliki oleh setiap pengrajin ilmu dalam mengkaji dan mengembangkan suatu disiplin ilmu yang ia tekuni. Tentu saja hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana sang ilmuwan itu memandang tentang hakikat ilmu pengetahuan, diawali dengan bagaimana munculnya ilmu pengetahuan, proses pencarian ilmu pengetahuan, dan tentu saja nilai dari ilmu pengetahuan tersebut. Tentu saja, tidak semua orang memiliki paradigma yang sama karena berbicara tentang paradigma sama halnya dengan berbicara tentang dari posisi mana seseorang atau sekelompok orang memandang sesuatu. Yyonna S. Lincoln dan Egon G. Guba memetakan paradigma ilmu pengetahuan kepada tiga hal yaitu Positivisme, Postpositivisme, Critical Theory dan Construktivisme5. Tapi sejumlah ilmuwan sosial lain melihat positivisme dan postpositivisme bisa disatukan sebagai clasical paradigm karena dalam praltekna

4

Agus Salim, Teori dan Paradigma Ilmu Sosial (Pemikiran Norman K dan Egon Guba dan Penerapannya), PT. Tiara Wacana, Yogyakarta: 2001, h. 50

5

Denzin Loncoln dan Yvona, Handbook Qualitative Research, Sage Pubilcation, London: 2000, h. 163


(17)

7

implikasi metodologi kedunya tidak jauh berbeda. Maka menurut Dedy N. Hidayat, teori - teori dan penelitian ilmiah komunikasi cukup dikelompokan ke dalam tiga paradigma yakni clasical, konstruktivisme, dan critical theory.

Paradigma konstruktivisme melihat ilmu sosial sebagai suatu analisis yang sistematis terhadap makna dari setiap gejala atau aksi sosial dengan pengamatan langsung terhadap perilaku keseharian dan latar belakang situasi yang terjadi pada masyarakat. Dengan paradigma ini, ilmu sosial atau ilmu pengetahuan dapat dilihat baik secara ontologis, epistemologis, metodologis, dan aksiologis sebagai berikut:

Ontologis: Paradigma konstruktivis melihat bahwa realitas adalah suatu hal yang dikonstruksi oleh pikiran manusia. Pengetahuan bukanlah hal yang sebenarnya melainkan merupakan hasil dari konstruksi pikiran.

Epistemologis: Konstruktivis melihat bahwa realitas atau pengetahuan merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Maka konstruktivis menganggap mutlak adanya interaksi atau hubungan antara peneliti dan yang diteliti.

Metodologis: Menurut Dedy N. Hidayat, cara memperoleh pengetahuan atau suatu temuan dari penelitian dengan paradigma konstruktivis adalah melalui suatu proses yang bersifat reflektif atau dialektikal. Suatu proses interaksi antara peneliti dan yang diteliti dengan berempati dan memahami sehingga bersama-sama merekonstruksi realitas yang diteliti menjadi suatu penemuan atau pengetahuan.


(18)

Aksiologis: Kontruktivis memandang bahwa pengetahuan dan ilmu atau penelitian tidak pernah lepas dari nilai, etika, dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dalam suatu penelitian. Pengetahuan selalu berkaitan dengan nilai dalam kehidupan dan harus berimbas pada kebaikan secara moral dan ukuran nilai dan etika itu sendiri.

Penelitian ini akan dioperasionalisasikan dengan sudut pandang konstruksionisme. Sudut pandang yang memiliki kesamaan bahkan berasal dari paradigma konstruktivismme namun dalam aplikasi memiliki beberapa kekhususan. Michael Crotty menjelaskan tentang makna dalam pandangan konstruksionis. Bahwa makna bukanlah suatu hal yang diciptakan melainkan dibentuk. Makna bukanlah suatu hal yang terkandung dalam obyek, melainkan hasil konstruksi dalam melihat obyek6. Artinya makna dari satu realitas adalah suatu hal yang dikonstruksi, bukan suatu hal yang sebenarnya menjadi bagian dalam realitas tersebut. Bahwa dalam memaknai suatu realitas dan pengetahuan, manusia melakukan suatu konstruksi berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Bahwa pemaknaan tersebut bukanlah inti relitas yang merepresentasikan realitas itu.

Dalam Pandangan Konstruksionis. Media dilihat sebagai agen konstruksi pesan. Maka isi pesan atau berita dari media atau realitas yang diangkat oleh media tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas secara utuh. Karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas.

6


(19)

9

Isi pesan dalam pandangan konstruksionis dipahami sebagai suatu hal yang subyektif. Bahwa ketika pekerja media meliput suatu realitas, dan menghadirkannya kembali menjadi isi media, hal ini tidak lepas dari prespektif dan pertimbangan subyektif media. Secara otomatis, nilai, etika dan keberpihakan pekerja media tidak dapat dipisahkan dari isi media itu sendiri.

Paradigma ini menjadi landasan dalam penelitian ini yang mencari jawaban mengenai konstruksi media dan kecenderungan atau keberpihakan media terhadap isu pluralisme dalam Islam. Bahwa realitas hasil penelitian tentang konstruksi Majalah Tabligh tentang isu pemahaman pluralisme dalam Islam merupakan hasil proses negosiaisi antara intrepretasi peneliti dengan teks yang ditampilkan oleh Majalah Tabligh.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian merupakan proses kerja ilmiah. Penelitian disebut ilmiah jika hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, empirik atau keduanya7. Hal tersebut juga berlaku untuk penelitian kualitatif. Salah satu poin yang harus dipertanggungjawabkan secara rasional itu adalah sejauh mana tingkat kualitas data penelitian yang dihadirkan dalam penelitian kualitatif.

Dalam penelitian kualitatif, kualitas penelitian dapat dilihat apabila data yang dikumpulkan telah melalui beberapa langkah uji kesahihan tertentu baik kesahihan secara internal maupun eksternal.

7


(20)

Menurut Boldan dan Biklen sebagaimana yang dikutip oleh Sudarman Danim, ada lima teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk penelitian atau data yang sahih dalam penelitian kualitatif, yaitu 1) aktivitas dapat mempertinggi peluang mendapatkan temuan yang kredibel, 2) olah otak dengan teman sejawat, 3) analisis kasus negatif, 4) rujukan yang tepat, dan 5) pengecekan kepada responden8. Kelima hal tersebut dapat dilengkapi dengan kualitas penyajian data yang sahih secara eksternal dengan merinci semua deskriptor, indikator, dan semua unsur yang ada dalam hipotesis kerja yang dikembangkan serta menghimpun dan mendokumentasikan semua informasi penelitian.

Menurut Eriyanto, nalisis dengan analisi framing berdasar sidut pandang konstruksionis, kualitas peneliyian hanya diukur sejauh mana peneliti dapat mengintrepretasikan teks. Karena makna adalah hasil negoisasi anaar realitas subyektif dan obyektif.maka dalam penelitian ini, penafsiran peneliti merupakan negosiasi antar pikiran subyektif peneliti dan teks yang ditampilkan.

Dalam penelitian ini, kualitas penelitian dapat dilihat dengan bagaimana Satuan Analisis dkumpulkan dan diinterpretasikan berdasarkan perangkat framing lalu dianalisis dengan pemikiran yang dipahami oleh Majalah Tabligh.

Kualitas penelitian ini juga didukung dengan penggambaran pemahaman Majalah tersebut mengnai Islam. Secara rinci, kualitas penelitian dapat dilihat dengan beberapa hal; 1) sejauh mana peneliti berhasil mengoperasionalisasikan perangkat framing secara tepat terhadap teks Majalah Tabligh yang menjadi satuan analisis, 2) sejauh mana data penelitian memiliki kaitan dengan berbagai

8


(21)

11

teori, konsep dan rujukan tentang pluralisme dalam Islam, 3) sejauh mana keberhasilan peneliti dalam melakukan interpretasi terhadap data penelitian, dan 4) kejelasan deskripsi penelitian tentang pemahaman Majalah Tabligh terhadap konsep pluralisme dalam Islam

3. Sifat Penelitian

Penelitan ini akan menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu metode yang akan mengkaji secara mendalam dan berorientasi pada proses yang terjadi. Metode ini menjadi pilihan dengan suatu target maksimal pencapaian tujuan dan signifikasi penelitian yang memang ingin membuka dan mengkaji tentang proses yang terjadi pada media.

Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dan kawasannya sendiri yang berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.9 Sedangkan Prof. Dedi Supriadi memaparkan bahwa penelitian kualitatif sesungguhnya merupakan suatu istilah umum yang memayungi berbagai metode yang sangat beragam dengan label yang beragam pula, antara lain untuk mengambarkan sifat data, naturalistik

(untuk setting penelitian), grounded research (sifat induktif penelitian),

fenomenologis (pemaknaan realitas), etnografi (cara kerja di lapangan),

hermeunetik (interpretasi), verstehen (cara menarik inferensi), dan participant observation (cara kerja peneliti).

9


(22)

Dari berbagai definisi tersebut, dapat dipahami secara umum bahwa metode kualitatif merupakan satu dari alternatif tradisi penelitian yang lebih mengutamakan keutuhan dalam data dan menghargai kekhasan dari tiap persoalan. Dari sini coba digali persoalan secara lebih mendalam dan utuh, serta menghindari generalisiasi yang memaknakan semua persoalan adalah sama tanpa melihat konteks tempat, waktu, dan faktor sosiocultural.

Proses yang menarik dari kualitatif adalah ketika persoalan dianggap sebagai suatu hal yang unik dan khas hingga melakukan pendekatan yang tidak menjebak peneliti pada proses anggapan bahwa semua masalah di semua tempat sebenarnya sama. Kualitatif mencoba mencari data untuk mendeskripsi-kan suatu persoalan secara 'ebih menyeluruh berdasarkan pengetahuan dan pengalamanan berbagai pihak yang mengetahui persoalan yang diteliti.

Hal tersebut dapat terlihat jika kita dapat mengkaji lebih jauh tentang karakteristik kualitatif dalam hal latar alamiah, penempatan manusia sebagai instrumen atau alat penelitian dan proses analisis data secara induktif.

Penelitian ini akan mengkaji secara mendalam tentang berbagai hal yang memengaruhi media Islam Indonesia dalam memahami pluralisme dalam Islam serta bagaimana pemahaman tersebut dikonstruksi. Metode pendekatan kualitatif akan menguraikan berbagai hal yang memengaruhi isi media secara subjektif dan bagaimana pengaruh tersebut berubah menjadi teks. Kedua proses ini akan dieskplorasi melalui berbagai teknik pengumpulan dan analisis data kualitatif.


(23)

13

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Analisis dokumen dilakukan dengan mengumpulkan data berupa satuan analisis yaitu Rubrik Laporan Utama pada Majalah Tabligh yang memuat tema tentang isu utama Majalah Tabligh sebagai instrumen primer. Hal tersebut dapat dilihat dari judul - judul artikel tersebut atau mengenai pembahasan didalamnya yang menampilkan berbagai pendapat atau pemikiran tentang pemahaman Islam perspektif Majalah Tabligh.

b. Wawancara kepada Pimpinan Redaksi Majalah Tabligh

5. Subjek dan Objek

Subjek dalam penelitian ini adalah Tim Redaksi Majalah Tabligh. Adapun untuk Objek penelitian ini adalah Rubrik Laporan Utama pada 5 edisi, antara lain:

No. Tanggal (Edisi) Judul

1. Volume 1 / No. 04/November 2002 Sindroma hantu, klenik, dan mistik

2. Volume 1 / No.10 / Mei 2003 Gerilya Kristen di sekolah

3. Volume 2 / No. / 09 / April 2004 Laisa minna, Liberalisme, pluralisme, inklusivisme

4. Volume 3 / No. 07 / April 2005 Syir’ah, musuh Islam berlebel Islam


(24)

6. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, Analisis framing dioperasionalisasikan dengan menginterpretasikan tulisan-tulisan dalam Rubrik Laporan Utama Majalah Tabligh yang memuat tema tentang pemahaman Islam sebagai satuan analisis dengan menguraikan tulisan-tulisan tersebut berdasarkan perangkat framing Gamson.

Intrepertasi dilakukan dengan mendeskripsikan bagimana Majalah Tabligh melakukan perumpamaan, pengandaian, menampilkan jargon atau selogan, mengaitkannnya dengan teori dan menggambarkannya secara konotatif. Interpertasi itu diharapakan akan menghasilkan penggambaran tentang bagiamana majalah Tabligh membingkai, menceritakan atau menjelaskan pemahaman pluralisme dalam Islam.

Sementara analisis tentang kohesi dan koherensi dari teks artikel pada Majalah Tabligh tersebut akan dilakukan dengan mengkaji berbagi teori yang menjadi rujukan atau pembenar bagi kedua majalah tersebut dalam memahami dan membingkai Pemahaman Islam. Hal ini bertujuan untuk menunjukan kecendrungan pemahaman Islam majalah tersebut.

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa skripsi terdahulu yang menggunakan Analisi Framing dalam tulisan mereka, diantaranya: Skripsi dengan Judul Konstruksi Media Cetak Atas Berita Meninggalnya Soeharto (Analisis Framing pada koran Republika) karya Eti Rusitah, Skripsi dengan Judul Konstruksi Realitas di Media Massa (Analisis


(25)

15

Framing terhadap Pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P di harian Kompas dan Republika) karya Doni Kadewandana, Skripsi dengan Judul Analisis Framing Pesan Moral Film Get Merried, karya Yayu Rulia Syarof.

Adapun perbedaan skripsi diatas dengan skripsi saya adalah kerangka teori Framing yang digunakan. Eti Rusitah menggunakan Framing model N Entman, Doni Kadewandana menggunakan framing model Zhong, dan Yayu Rulia Sarof menggunakan framing model Pan dan Kosicki. Selain itu karena satuan analisisnya berbeda maka tentu saja Subjek serta Objek penelitiannya menjadi berbeda.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini menggunakan sistematikan penulisan sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan, berisikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II: Tinjauan Teoritis, terdiri dari komunikasi massa dan media massa, media massa dan masyarakat, media massa dan konstruksi realitas, faktor-faktor yang mempengaruhi media massa, dan dakwah Islam.

Bab III: Profil Majalah Tabligh, yang berisikan sejarah singkat majalah tabligh, visi dan misi, struktur dan redaksi, karakteristik rubrik, dan isu utama.


(26)

Bab IV: Konstruksi media cetak atas realitas analisis framing terhadap majalah tabligh, terdiri dari analisis perangkat pembingkai teks rubrik laporan utama, dan analisis perangkat penalaran teks rubrik laporan utama.


(27)

BAB II

KERANGKA TEORI

Untuk memahami permasalahan tentang bingkai yang ditampilkan oleh media massa tentang pluralisme dalam Islam dan kecendrungan media terhadap pemahaman pluralisme dalam Islam, diperlukan berbagai teori dari berbagai kajian tentang komunikasi, media massa, pemahaman Islam dan pluralisme itu sendiri. Maka pada pembahasan kerangka teori ini, pemaparan teori-teori tersebut dibagi kepada enam bagian. Pertama, kajian tentang komunikasi massa dan media massa. Kedua, pembahasan tentang Media Massa dan masyarakat, kemudian kajian tentang media massa dan konstruksi realitas. Keempat, media massa dan terkahir pembahasan tentang dakwah Islam itu sendiri.

Pertama, pembahasan tentang Komunikasi massa dan media massa, mencoba menguraikan berbagai kajian tentang bagaimana media berperan dalam proses komunikasi massa. Bagaimana media massa melaksanakan fungsinya untuk menyampaikan informasi, bahkan suatu ajakan. Tidak hanya peran media, tapi juga berbagai pembahasan tentang bagiamana media menampilkan informasi dan ajakan tersebut. Hal ini menjadi penting untuk disampaikan dalam kerangka teori ini, untuk menggambarkan urgensi dan peran media massa dalam menampilkan informasi dan persuasi atau dalam menjalankan peran komunikasi massa. Hal ini amat berkaitan dengan pertanyaan penelitian tentang bingkai yang ditampilkan oleh media tentang paham pluralisme dalam Islam. Dengan kata lain, kajian tentang komunikasi massa dan media massa dapat menjadi kerangka teori


(28)

dalam melihat bingkai yang ditampilkan media tentang pluralisme dalam Islam sebagai hasil kerja media dalam menjalankan peran komunikasi massa.

Kedua, teori-teori tentang media sebagai institusi masyarakat. Kajian yang mana membahas tentang hubungan media massa dan masyarakat. Memaparkan bagaimana konteks-konteks yang ada dalam masyarakat amat berperan dalam membentuk sudut pandang atau kecendrungan pemahaman media. Kajian ini kanan meneguhkan suatu pandangan bahwa apa yang ditampilkan media merupakan representasi dari pemahaman media atau kecendrungan atau keberpihakan media itu sendiri kepada salah satu atau beberapa konteks pemahaman yang terjadi di masyarakat.

Teori ini menjadi penting untuk ditampilkan dalam kerangka teori ini mengingat pertanyaan penelitian tentang bingkai yang ditampilkan dan kecenderungan pemahaman media terhadap salah satu paham pluralisme. Kajian ini akan mengurai bahwa cara media membingkai isu tentang pemahaman pluralisme dan kecenderungan atau keberpihakan media sendiri terhadap isu dan pemahaman pluralisme adalah hasil interaksi antar media dengan konteks-konteks pemahaman masyarakat terhadap isu dan pemahaman pluralisme dalam Islam itu sendiri. Ada kelompok masyarakat yang melihat pluralisme adalah bentuk penyamaan semua agama dan itu berlawanan dengan ajaran Islam, ada kelompok masyarakat lain yang menilai bahwa memang ada keterkaitan antara ajaran agama-agama khususnya agama samawi dan pluralisme adalah jembatan untuk membangun kebersamaan diantara pemeluk agama dan itu tidak bertentangan bahkan diajarkan dalam ajaran Islam.


(29)

19

Ketiga, kajian media dan konstruksi realitas. Kajian tentang peran media dalam menciptakan suatu konstruksi tentang pemahaman terhadap norma, nilai, dan kepercayaan, mengkaji tentang bagaimana media dalam masyarakat berperan sebagai agen dalam membangun realitas. Kajian yang akan menjelaskan bagaimana media memiliki kemampuan untuk membangun suatu konstruksi tentang pemahaman pluralisme dalam Islam.

Urgensi kajian tentang media dan konstruksi realitas dalam penilitian ini adalah suatu penjelasan teoritis bahwa bingkai yang ditampilkan oleh media massa adalah bentuk konstruksi media terhadap realitas. Bingkai yang ditampilkan oleh media massa Islam Indonesia tentang pemahaman pluralisme dalam Islam merupakan bentuk dan hasil konstruksi yang dilakukan oleh media tersebut tentang pluralisme dalam Islam. Meski orientasi penelitian ini lebih kepada hasil atau teks, kajian ini tetap relevan untuk menunjukan bahwa teks yang dihasilkan media bukanlah realitas yang sebenarnya, tapi merupakan konstruksi yang dilakukan oleh media tersebut.

Keempat, Kajian tentang berbagai faktor yang mempengaruhi media massa. Mengulas tentang berbagai hal atau faktor yang memengaruhi para pekerja media dalam membuat isi media.

Diharapkan kajian ini dapat menjadi kerangka teori pada penelitian ini dalam melihat atau menganalisa teks-teks media sebagai suatu hal yang tidak berdiri sendiri, tapi adalah hasil interkasi antara realitas dan faktor -faktor yang mempengaruhi media massa. Suatu kajian yang menjadi landasan dalam mengkaji bingkai yang ditampilkan media Islam Indonesia tentang pluralisme dalam Islam


(30)

sebagai suatu hasil interaksi antara realitas pengetahuan tentang pluralisme dalam Islam tersebut dengan faktor - faktor yang mempengaruhi media yang bersangkutan, dalam penelitian ini adalah majalah Majalah Tabligh.

Kelima, kajian tentang dakwah Islam. Mengkaji tentang metode dan landasan filosofis mengenai dakwah sehingga dapat dilihat bagaimana dakwah dalam Islam memanfaatkan keberadaan serta kekuatan media sebagai alat untuk emmpengaruhi ummat.

Hal ini relevan dalam melakukan analisis terhadap teks media untuk mengetahui kecenderungan media Islam yang menjadi satuan analisis (Majalah Tabligh) yang menjadi salah satu media Islam yang cukup memberikan pengaruh serta menjadi representasi dari sekelompok umat Islam.

A. Komunikasi Massa dan Media Massa 1. Komunikasi Massa

Konsep tetang Massa sebagaimana dijelaskan oleh McQualis, adalah suatu gambaran yang terdiri atas jumlah yang besar, tak ada pembedaan, kesan negatif, tak terorganisir dan refleksi dari "mass socitey"1. Setidaknya konsep tentang massa berkaitan dengan kelompok masyarakat dengan jumlah banyak yang tak dibatasi, tidak terorganisasikan dalam pengertian belum tentu memiliki keterkaitan erat atau kerja sama satu sama lain dan belum tentu memiliki tujuan yang sama, namun tidak ada pembedaan, mereka tidak dibedakan satu sama lain dalam proses komunikasi, khususnya yang dilakukan media.

1


(31)

21

Istilah komunikasi massa muncul sejak era tahun 1930-an. Untuk menangkap esensi dari makna dominan dalam komunikasi publik di era awal abad dua puluh, khususnya media baru2. Pada masa sebelumnya, media komunikasi seperti koran telah ada namun terbatas pada sifat lokal, elit pada bidang politik dan kegamaan, kemudian sifat - sifat tersebut berubah ketika koran itu menjadi media bagi massa pada saat berkembangnya populasi masyarakat urban. Maka Komunikasi Massa merupakan kelanjutan dari perkembangan komunikasi menggunakan media yang sebelumnya terbatas di kalangan tertentu kemudian berkembang ke kelangan populasi yang lebih luas seiring perkembangan zaman.

Ide dasar yang dapat diambil dari komunikasi massa adalah transmisi dari satu pengirim sentral kepada seluruh populasi yang dapat dijangkau si pengirim pesan berupa seperangkat pesan (berita, informasi.fiksi, hiburan dan tontonan) tanpa ada kemungkinan bagi penerima untuk merespon atau menjawab balik.3 Komunikasi massa adalah suatu proses menyampaikan pesan dari satu pusat komunikator dalam hal ini media massa kepada komunikan dengan jumlah yang banyak, tak teroganisir, tidak dibedakan dalam penyampaiannya.

Lebih lanjut, McQuails juga menjelaskan tentang proses komunikasi yang meliputi lima hal. Antara lain 1) Distrisbusi dan penerimaan dalam sekala besar, 2) Satu saluran langsung 3) Relasi yang tak simetris, 4) Tidak mengenai orang tertentu dan tidak menyapa nama, 5) kalkulasi hubungan bisnis, 6) Isi yang distandarisasikan.

2

Ibid, h. 4

3


(32)

Distribusi dan penerimaan dalam skala besar, maksudnya segala pesan yang disampaikan atau didistribusikan dalam komunikasi massa dilakukan dalam skala besar atau kepada khalayak yang banyak dengan jumlah yang tidak dibatasi. Dan distribusi itu berasal dari satu sumber atau satu saluran langsung.

Relasi yang tidak simetris, adalah hubungan antara pengirim dan penerima yang tidak simetris. Pengirim adalah kelompok profesional media seperti penyiar, wartawan dan kelompok orang khusus lainnya, sedangkan penerima adalah kelompok yang bermacam - macam dengan jumlah populasi yang besar. Namun dalam penyampaian pesan dilakukan dengan bahasa yang sama dari sumber yang sama. Dilakukan dengan tidak menyapa secara khusus dengan sebutan "tuan" atau nama tertentu tapi dengan sebutan "anda" yang dimaksudkan untuk semua penerima.

Isi dari pesan yang disampaikan telah mengalami standarisasi berdasarkan tujuan dari dilakukannya komunikasi massa yang bersangkutan. Ada komunikasi massa yang bertujuan hanya penyampaian informasi, pendidikan.hiburan dan lain sebagainya. Semua dibuat dengan standar tertentu yang dilakukan oleh pengirim atau media massa. Dalam melakukan standarisasi isi tersebut juga dipengaruhi oleh penghitungan atau hubungan bisnis tertentu yang dihasilkan oleh proses komunikasi massa itu.

2. Media Massa

Media massa merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan peradaban manusia. Ketika dinamika dunia berkembang pesat,


(33)

23

informasi dan komunikasi menjadi suatu hal yang memiliki peranan yang teramat penting. Dengan kondisi tersebut, media massa menjadi suatu hal yang tak terpisahkan dalam penyebaran informasi dan komunikasi massa.

Media adalah suatu hal yang esensial dan merupakan suatu komponen yang dinamis dalam pertarungan kekuatan internasional ketika opini publik juga merupakan suatu hal yang penting.4 Dengan demikian, selama Komunikasi massa menjadi penting dalam kehidupan sosial, politik, budaya dan ekonomi, baik dalam hal penyebaran informasi, opini publik, dan laian sebagainya maka selama itu pula peran media massa menjadi penting. Media massa merupakan suatau kekuatan potensial untuk suatu kepaduan baru yang menyambungkan individual -individual kepada ruang lingkup pengalaman dan informasi nasional, kota dan lokal5.

Media massa merupakan sarana komunikasi massa. Media massa adalah alat yang menjadi perantara antara sumber informasi yang terpusat dalam suatu lembaga media massa kepada audiens dengan jumlah yang banyak. Media merupakan lompatan jauh dunia komunikasi, ketika informasi untuk masyarakat banyak cukup disampaikan satu kali dari satu sumber saja.

Menurut Denis McQualis Media Massa memiliki beberapa ciri khas. Pertama, Media bertugas sebagai distributor pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan dan budaya. Kedua, media menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain. Ketiga, media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik, dan merupakan institusi terbuka bagi semua orang untuk berperan serta sebagai

4

Ibid, h. 36

5


(34)

penerima. Keempat, Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Kelima, Industri media dikaitkan dengan industri pasar karena industri media selalu berkaitan dengan ketergantungan pada imbalan kerja, teknologi dan pembiayaan atas operasionalisasi media tersebut. Keenam, Media berkaitan dengan kekuasaan negara.

Selain tentang beberapa ciri khas media, McQuails juga menjelaskan tentang beberapa peran media massa. Antara lain 1) Media sebagai Window on Event and Experience 2 ) Media sebagai mirror of event in society and the world,

3) Media sebagai filter and gatekeeper, 4) Media sebagai guide atau intrepreter, 5) Media sebagai forum. 6) Media sebagai interlocutor

Media sebagai Window on Event and Experience. Media adalah jendela tentang peristiwa dan pengalaman. Artinya media menjadi wahana bagi masyarakat atau penikmat media untuk melihat berbagai peristiwa dan pengalaman yang ditampilkan oleh media massa.

Media sebagai mirror of event in society and the world. Media sebagai cermin dari peristiwa yang terjadi di masyarakat dan dunia. Media menggambarkan berbagai peristiwa berdasarkan fakta yang terjadi. Meski dalam proses menampilkannya menjadi isi media, tentu disampaikan berdasarkan pandangan atau faktor - faktor yang mempengaruhi media tersebut.

Media sebagai filter dan gatekeeper. Media sebagai penyaring atau penjaga gerbang. Maksudnya bahwa dalam menampilkan suatu pengetahuan, informasi, atau peristiwa, media adalah suatu institusi yang dapat melakukan


(35)

25

penyaringan terhadap peristiwa, informasi dan pengetahuan yang disampaikan. Bahwa gambaran peristiwa yang diceritakan belumlah tentu keseluruhan fakta dari peristiwa yang terjadi.

Peran filter dan gatekeeper dapat berperan konstruktif ketika berbagai informasi yang dapat berdampak negatif bagi masyarakat disaring dari peristiwa yang sebenarnya ketika peristiwa itu disampaikan kepada khalayak. Karena ada kemungkinan jika peristiwa, tontonan atau berita itu tidak relevan untuk disampaikan keseluruhannya. Contohnya, media massa dapat menyamarkan wajah atau menginisialkan nama orang yang diduga melakukan kejahatan ketika peristiwa tentang kejahatan itu disampaikan kepada khalayak, dengan pertimbangan nama baik tersangka dan azas praduga tak bersalah.

Peran filter dan gatekeeper juga bisa menjadi alat bagi media untuk menutupi persitiawa sebenarnya yang mungkin penting untuk diketahui khalayak. Namun dengan pertimbangan kepentingan pihak media massa atau pihak tertentu hal tersebut tidak semuanya disampaikan dalam isi media bahkan diputarbalikan.

Media sebagai guide atau intrepreter. Media sebagai pemandu atau penerjemah. Tidak semua peritiwa yang terjadi di dunia dapat dipahami oleh masyarakat. Bahkan tidak perlu peristiwa yang jauh terjadi di belahan bumi yang lain, peristiwa yang terjadi di satu kota saja sering tidak dipahami oleh masyarakat setempat. Di situlah media berperan sebagai pemandu dan penerjemah bagi masyarakat dalam memahami peristiwa - peristiwa tersebut.

Berbagai penjelasan dan ulasan tentang suatu informasi, peristiwa dan pengetahuan merupakan penerjemahan media terhadap fakta untuk membuat


(36)

khalayak paham terhadap peristiwa, informasi atau pengetahuan tersebut. Namun seringkali kemungkinan yang bisa juga terjadi adalah media melakukan manipulasi tehadap informasi, pengetahuan dan peristiwa yang terjadi.

Media sebagai forum. Media bisa berperan sebagai suatu wahana bagi berbagai pihak untuk berkomunikasi dengan massa, menyampaikan opini, informasi, ajakan dan sebagainya. Media massa menjadi alat mempromosikan sesuatu dalam bentuk iklan komersial, media menjadi wahana pihak tertentu untuk berpropaganda, media menjadi wahana pengumuman kelulusan suatu ujian dan lain sebagainya.

Media massa juga merupakan forum atau wahana untuk membahas tentang suatu persoalan yang berkaitan dengan masyarakat. Suatu hal yang dianggap penting oleh media untuk diketahui dan diperbincangkan oleh masyarakat.

Media sebagai interclutor. Media sebagai wahana interaksi. Media tidak lagi menjadi sepenuhnya berbentuk komunikasi satu arah dan tidak memungkinkan jawaban balik dari penerima. Meski tidak hams dan tidak semuanya terjadi secara langsung, media massa bisa berfungsi sebagai wahana interaksi. Dalam media cetak, ada polemik artikel atau ada kolom surat pembaca, dalam media elektronik, interaksi sudah dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan teknologi telekomunikasi yang ditayangkan oleh media elektronik secara langsung.


(37)

27

B. Media Massa dan Masyarakat

Media massa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Media massa telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat baik dalam hal pendidikan, informasi, dan hiburan. David Croteau dan William Hoynes menyatakan jika media tidak ada tentu kehidupan akan menjadi sangat berbeda.

Kehidupan masyarakat amat dipengaruhi oleh media. Begitupun halnya dengan isi media, masyarakat juga memberikan andil bagi pembentukan isi pesan yang disampaikan oleh media.

Kajian tentang hubungan antara media massa dan masyarakat akan membahas tidak saja media sebagai wahana atau institusi penyampai pesan bagi masyarakat, tapi juga bagaimana berbagai konteks kecenderungan masyarakat menjadi content dari pesan yang disampaikan oleh media. Dengan kata lain, kajian ini akan menguraikan keterkaitan dan keterikatan hubungan media dan masyarakat.

1. Media Massa Sebagai Institusi Masyarakat

Arthur Asa Berger dalam bukunya yang berjudul Media & Society

menuliskan bahwa media merupakan hal yang tak terpisahkan dari masyarakat.media merupakan salah satu dari sekian institusi yang berbeda yang hadir di tengah masyarakat6. Dalam pengertian lain, media massa merupakan salah satu lembaga yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat.

6


(38)

Di tengah kehidupan masyarakat, media berperan sebagai lembaga yang memberikan informasi, sosialisasi, pendidikan, hiburan bagi masyarakat. Di satu sisi, media menjadi suatu wahana atau sistem dalam menyampaikan pesan bagi masyarakat, dan masyarakat menerima pesan informasi tersebut dari media. Di sisi lain, media juga berperan sebagai lembaga yang memediasi dan merepresentasikan berbagai konteks pengetahuan, pemahaman, cara pandang dan realitas yang berkembang di tengah masayarakat.

David Croteau dan William Hoynes menyatakan bahwa para ahli sosiologi melakukan pembahasan mengenai hubungan antara media dan masyarakat dengan membangun konsep tentang struktur dan agency, Dalam konteksnya struktur adalah suatu bentuk yang membawa paksaan, dan agency adalah suatu bentuk yang disikapi secara independen7. Jelasnya dalam kajian tentang keterkaitan antara media massa dan masyarakat, setidaknya ada dua istilah yang dapat dikembangkan sebagai kajian lebih lanjut. Pertama, hubungan media massa dengan masyarakat sebagai struktur, kedua hubungan media massa dan masyarakat sebagai agency. Keduanya saling berkaitan sebagai tingkat hubungan antara masyarakat dan media.

Dalam masyarakat dikenal dengan istilah struktur, dimulai dari keluarga, kelompok tetangga, masyarakat, dan pemerintah. Struktur bukanlah hal yang bersifat fisik, namun merupakan suatu "sense" pola dalam perilaku sosial8. Sedangkan agen adalah lembaga yang menjadi kepanjangan tangan atau wahana untuk melakukan internalisasi nilai, norma, dan kepercayaan. Maka dalam hal ini,

7

Hoyness David Croteau dan William, Media SocietyIndustries Images and Audiens, Pine Forge Press, London: 2000, h. 21

8


(39)

29

media dapat berperan sebagai agen dalam masyarakat serta dapat berperan sebagai struktur masyarakat itu sendiri.

Lebih lanjut, Croteau dan Hoynes menjelaskan bahwa perbedaan antara struktur dan agency. Struktur bersifat mengikat dan memberikan tekanan atau paksaan. Sedangkan agency mengindikasikan kemandirian bersikap. Media sebagai institusi masyarakat dalam hubungannya dengan masyarakat yang bisa berbentuk sebagai struktur, namun bisa juga berbentuk sebagai agency.

Kajian tentang struktur dan agency dalam media sebagai institusi masyarakat, menurut Croteau dan Hoynes terdapat tiga tingkatan. Pertama, hubungan antar institusi. Kedua, hubungan dalam satu institusi. Ketiga, Hubungan antara institusi dan publik atau masyarakat. dalam pembahasan tentang hubungan antara media dan mayarakat Croteau dan Hoyness menyebutkan bahwa hubungan media dan masyarakat merupakan kajian tentang bagaimana media mempengaruhi masyarakat dan bagaimana masyarakat memaknai dan menggunakan pesan media9.

2. Hubungan Media dan Masyarakat Sebagai Struktur

Dalam buku yang berjudul The Social Construction of Reality yang ditulis oleh Peter Berger dan Thomas Luckmann, diulas bahwa pertama kali manusia kehilangan kemerdekaan pribadinya ketika membangun hubungan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus hidup berdampingan satu sama lain,

9


(40)

memberikan ruang bagi orang lain dan membangun suatu sistem yang mengatur pola kehidupan dan hubungan antar indivdu dalam masyarakat.

Pola kehidupan dan hubungan dalam masyarakat dibangun atas suatu kesadaran untuk mendirikan suatu tatanan yang berfungsi menjaga keutuhan dan stabilitas suatu komunitas atau masyarakat sehingga anggota masyarakat dengan kesadaran itu hidup, beraktivitas, berkeluarga, dan bergaul dengan berbagai aturan dan norma yang mereka jalani dengan kesadaran.

Ketika media berperan sebagai institusi sosial yang menciptakan realitas tersebut, maka hubungan media massa dan masyarakat adalah sebagai struktur yang membangun kesadaran yang mengikat bagi masyarakat. Media menjadi penentu tentang kebenaran dan kepatutan. Suatu realitas dapat menjadi baik atau buruk setelah media membingkai realitas tersebut dalam isi pesan yang ditampilkannya.

Mengikuti ruang kajian tentang tingkatan struktur dan agen dalam media, khususnya hubungan masyarakat dan media seperti yang disampaikan oleh Croteau dan Hoynes, maka didapatkan dua hal penting ketika hubungan anatara media berperan dan masyarakat berupa struktur. Pertama, Media memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi masyarakat dan membangun kesadaran masyarakat. Kedua, masyarakat menerjemahkan dan menggunakan isi pesan media sebagai suatu hal yang mengikat dan harus dilaksanakan.


(41)

31

3. Hubungan Media dan Masyarakat Sebagai Agency

Ketika para ahli sosiologi berdiskusi tentang strukur, sebenarnya hal ini juga berkaitan dengan agency. Ketika media berhubungan dengan masyarakat dengan peran struktur, sebenarnya hal ini juga tergantung dengan bagaimana masyarakat memilih, menerjemahkan dan mengunakan isi pesan media. Dalam kajian hubungan media dan masyarakat sebagai agency, masyarakat diposisikan bukan sebagai kelompok pasif, tapi aktif berperan dalam menggunakan isi pesan media. Bahwa efektifitas pesan media tergantung kepada bagaimana audiens menerjemahkan dan menggunkan isi pesan media tersebut.

Maka mengikuti ruang kajian yang digambarkan Croteau dan Hoynes tentang tingkatan struktur dan agency dalam hubungan antara media dan masyarakat, maka agency adalah ketika masyarakat dengan pengetahuan, pengalaman dan pendidikan yang didapatkan menerjemahkan dan memilih penggunaan isi media massa tersebut.

4. Media Massa dan Konteks Kehidupan Masyarakat

Michael O'Shaughnessy dan Jane Stadler mengatakan bahwa teks tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Teks selalu ada dalam suatu situasi sosial dengan konteks yang spesifik.10 Dalam pengertian, teks isi pesan media merupakan suatu hal yang muncul dari konteks kehidupan sosial masyarakat yang ditampilkan oleh media dan kemudian, akan diterjemahkan pula oleh masyarakat berdasarkan konteks kehidupan sosial yang berlaku saat itu di tengah masyarakat.

10

Michael O’Shaughnessy dan Jane Stadler, Media and Society; An Introduction, Oxford University Press, South Melbourne: 2005, h. 64


(42)

Untuk menjelaskan hal tersebut Shaughnessy dan Stadler memberi catatan model yang memposisikan media sebagai mediator dan model yang menggambarkan hubungan media dengan dunia dan realitas

Media di Indonesia, tentu lahir dan tumbuh dengan konteks kehidupan sosial yang berbeda dengan media di Amerika. Contohnya dalam menampilkai, suatu berita tentang Iraq, tentu amat berbeda antara penyampaian media Amerika dan media di Indonesia. Dalam menampilkan berita tentang situasi Iraq, Media Amerika yang hadir di tengah masyarakat yang sebagian besar penduduknya kulit putih, non muslim tentu akan berbeda dengan Media di Indonesia yang hidup di tengah masyarakat Asia Tenggara yang sebagian besar penduduknya muslim. Media di Amerika akan cenderung menampilkan kesan yang negatif bagi pemerintahan Saddam Husein dengan berbagai alasan pembenaran untuk menjatuhkan Saddam. Lain halnya dengan media Indonesia, yang lebih menampilkan Iraq sebagai korban kesewenang - wenangan pihak internasional.

Dalam sisi pandang yang lain, masyarakat dengan konteks kehidupan yang berbeda juga akan berbeda dalam menerjemahkan suatu pesan yang sama. Seperti penampilan gambar wanita dengan busana minim, masyarakat dengan konteks kehidupan di Indonesia tentu berbeda dengan masyarakat di Amerika.

Shaughnessy dan Stadler menggarisbawahi dua hal penting dalam mengkaji konteks yang mendefiniskan suatu cara pandang, pemahaman, kebudayaan dan kecendrungan suatu masyarakat. Antara lain ruang dan waktu.

Ruang artinya letak atau tempat keberadaan suatu masyarakat. Letak geografis menentukan perbedaan bentuk kecenderungan pemahaman dan cara


(43)

33

pandang suatu masyarakat. Letak suatu negara atau kelompok masyarakat yang berbeda tentu mencatat kehidupan sejarah yang berbeda pula dalam perjalanan pengembangan pemikiran dan pemahaman mereka.

Lebih jelasnya, bahwa teks media merupakan representasi konteks kehidupan yang terjadi di suatu tempat tertentu. Meskipun dalam menampilkan teks, media membingkai dengan sudut pandang tertentu, namun cara pandang media merupakan salah satu konteks yang berlaku di tempat media itu berada.

Sebagai suatu contoh, Majalah Majalah Tabligh adalah suatu majalah yang menghadirkan konteks yang terjadi di Indonesia. Suatu konteks tentang masyarakat majemuk di Indonesia dengan pendududuk muslim sebagai kelompok yang menduduki jumlah penduduk terbanyak. Meskipun kedua majalah ini berbeda dalam membingkai teks yang ditampilkan, namun keduanya amat dipengaruhi oleh konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang banyak dengan jumlah muslim sebagai mayoritas.

Waktu, artinya ukuran tentang kapan suatu peristiwa terjadi. Konteks kehidupan masyarakat pada suatu waktu tertentu, akan berbeda dengan konteks kehidupan masyarakat pada waktu yang lainnya. Pembahasan tentang peran perempuan di indonesia pada tahun 1950, tentu berbeda jika tema yang sama dibahas lagi pada tahun 2000.

Teks yang ditampilkan oleh media merupakan representasi konteks kehidupan masyarakat pada suatu waktu tertentu. Ketika media massa menampilkan isu tentang kebebasan berpendapat, tentu isi media yang ditampilkan akan berbeda antara media yang mengulasnya pada era orde baru dan


(44)

pada media di era reformasi. Pada era orde baru, meskipun dari media yang sama, tapi isi media tetap menjadi potret dari konteks kehidupan masyarakat pada suatu waktu tersebut. Pada masa orde baru, kebebasan seperti suatu hal yang mahal dan istimewa, tapi pada masa reformasi, kebebasan merupakan suatu hal yang selalu tersedia.

Lebih lanjut lagi, Shaughnessy dan Stadler menyampaikan bahwa media berperan dalam memediasi dan merepresentasikan suatu realitas. Meski pada kenyataannya, realitas yang ditampilkan tidak seutuh realitas yang sebenarnya. Tapi kehadiran suatu teks atau pesan isi media tidak akan lepas dari situasi atau realitas yang berkembang di tengah masyarakat.

Representasi mengandung tiga makna : 1) to look like or to resemble, 2 ) to stand in for something or someone, 3) to present second time to represent11. Artinya, isi pesan media mencoba menyerupai realitas, atau menghadirkan realitas, namun bukan realitas itu sendiri.

Kaitannnya dengan penelitian ini, Media Islam Indonesia menampilkan suatu isu pluralisme, merupakan upaya dari media Islam itu sendiri untuk menghadirkan konteks kehidupan sosial dalam memahami pluralisme karena pemahaman media terhadap pluralisme juga berasal dari konteks pemahaman masyarakat indonesia tentang pluralisme itu sendiri. Perbedaan majalah Syir'ah dan Sabili dalam menampilkan isu pemahaman pluralisme dalam Islam merupakan penghadiran konteks masyarakat yang memang memiliki cara pandang yang berbeda dalam pluralisme itu sendiri. Pemahaman pluralisme yang

11


(45)

35

disampaikan media bukanlah pemahaman pluralisme yang sebenarnya, malainkan potret yang ditampilkan oleh media tentang pemahaman pluralisme yang berkembang dalam konteks kehidupan masyarakat di mana media itu berada. Pada ruang dan waktunya.

Teks majalah Sabili hadir sebagai representasi dari konteks kelompok masyarakat santri di Indonesia yang lebih memahami Islam sebagai institusi, sistem yang mengatur keyakinan, ritual dan norma yang dibingkai dengan klaim kebenaran bahwa Islam adalah satu - satunya agama yang benar. Sedangkan Syir'ah lahir dari konteks kehidupan intelektual muda muslim yang mencoba berkarya dengan semangat pembaharuan dan perubahan dalam memahami Islam, semangat pencarian nilai Islam yang sebenarnya yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.

C. Media Massa dan Konstruksi Realitas

Realitas dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang dibentuk dari proses interaksi antara satu individu dengan individu lainnya. Realitas adalah hal yang sebenarnya diinternalisasikan oleh atau melalui suatu proses sosial12. Selanjutnya Berger dan Luckman menjelaskan dua jenis realitas. Yaitu realitas obyektif dan realitas subyektif. Realitas obyektif dibentuk dengan institusionalisasi dan legitimasi. Sedangkan realitas subyektif terjadi melalui internalisasi.

12

Peter L. Berger dan Thomas, The Social Contruction of Reality,Penguin Books, New York: 1966, h. 169


(46)

Realitas obyektif adalah realitas yang memuat berbagai kesadaran, pengetahuan dan pengalaman tentang tatanan kehidupan yang dibentuk melalui interaksi sosial yang dibangun dengan pembiasaan, pengendapan, tradisi, pelembagaan, universum - universum simbolis yang kemudian seolah menjadi kesepakatan bersama tentang suatu realitas. Sedangkan realitas subyektif adalah realitas yang dibentuk melalui internalisasi individu tehadap berbagai peristiwa, pengalaman dan pengetahuan pribadi yang didapatnya melalui interaksi sosial.

Media memiliki peranan penting dalam membangun realitas yang ada dalam masyarakat. Baik dalam membangun realitas obyektif maupun realitas subyektif. Salah satu peranan tersebut adalah berbentuk sosialisasi.

"Socialization is the process where by we learn and internalize the values, beliefs, and norms of our culture and in so doing develop a sense of self13. Sosialisasi adalah suatu proses belajar dan menginternalisasikan nilai-nilai, kepercayaan, dan norma dalam budaya. Sosialisasi dapat dilakukan melalui keluarga, pergaulan kawan, bekerja, masyarakat, dan tentu saja media massa.

Sebagaimana dikatakan Graber yang dikutip Croteau dan Hoyness, bahwa pada masyarakat kontemporer, media berperan sebagai agen terkuat dari sosialisasi. Dalam masyarakat kontemporer, media massa berperan sebagai agen yang berkuasa untuk melakukan sosialisasi14. Dari isi hasil produksi media massa, pemirsa belajar dan menginternalisasikan suatu nilai, kepercayaan, dan norma dari

13

Hoyness David Croteau dan William, Media SocietyIndustries Images and Audiens, Pine Forge Press, London: 2000, h. 14

14


(47)

37

hasil produksi media, hal itulah yang menggambarkan media sebagai agen sosialisasi

Sosialisasi adalah induksi secara komprehenship dan konsisten oleh suatu individu kepada dunia obyektif atau kepada salah satu sektornya15. Sosialisasi adalah proses internalisasi atau penerjemahan terhadap suatu objek peristiwa, informasi atau pengetahuan yang kemudian menjadi suatu makna yang dipahami oleh individu yang bersangkuatan tentang suatu peristiwa, realitas atau pengetahuan.

Lebih lanjut Berger dan Luckman membagi sosialisasi kepada dua bagian yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer adalah proses internalisasi yang dilakukan oleh individu dalam memahami dunia sekitarnya dan membentuk pemahaman pribadinya tentang dunia. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses internalisasi yang terjadi dengan interaksi dengan masyarakat di sekitarnya. Sebagai komponen penting dari komunikasi massa, media massa sangat berperan penting dalam proses interaksi masyarakat dan tentu saja proses sosialisasi sekunder.

Masih dalam buku yang berjudul The Social Construction of Reality yang ditulis oleh Peter Berger dan Thomas Luckmann, diulas bahwa pertama kali manusia kehilangan kemerdekaan pribadinya ketika membangun hubungan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka hams hidup berdampingan satu sama lain, memberikan ruang bagi orang lain dan membangun suatu sistem yang mengatur pola kehidupan dan hubungan antar individu dalam masyarakat.

15

Peter L. Berger dan Thomas, The Social Contruction of Reality,Penguin Books, New York: 1966, h. 150


(48)

Pola kehidupan dan hubungan dalam masyarakat dibangun atas suatu kesadaran untuk mendirikan suatu tatanan yang berfungsi menjaga keutuhan dan stabilitas suatu komunitas atau masyarakat sehingga anggota masyarakat dengan kesadaran itu hidup, beraktivitas, berkeluarga, dan bergaul dengan berbagai aturan dan norma yang mereka jalani dengan kesadaran.

Tiap individu dalam masyarakat melalui seluruh hidupnya dalam koridor aturan dan norma tersebut dengan penuh kesadaran anggota masyarakat menjalaninya sebagai sesuatu yang disebut "lazim" sehingga bentuk kehidupan yang di luar hal tersebut menjadi "tidak lazim".

Predikat lazim dan tak lazim tersebut bukanlah suatu hal yang muncul dengan sendirinya, tapi telah melalui proses pembiasaan, pengendapan, tradisi yang kemudian menjadi institusionalisasi dalam tatanan dan aturan masyarakat dan legitimasi.

Reran media massa dalam membangun realitas melalui institusionalisasi dan legitimasi adalah dengan melakukan peran sosialisasi. Dengan kata lain, media menjadi wahana untuk mensosialisasikan realitas kepada anggota masyarakat.

Tentu saja itu juga sangat tergantung dengan keberpihakan media terhadap realitas tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan berbagai pandangan konstruksionis tentang media berkaitan dengan konstruksi realitas.

Tonny Bennet sebagaimana dikutip oleh Eriyanto, menyatakan bahwa media bukan sarana yang netral. Media bukanlah saluran yang bebas, ia juga


(49)

39

subyek yang mengkonstruksi realitas. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.16

Lebih lanjut Eriyanto mengulas hal tersebut dan menjadi beberapa hal. Pertama, realitas yang disampaikan media berupa fakta, peristiwa, pengetahuan adalah hasil konstruksi. Kedua, Media adalah agen Konstruksi. Ketiga, isi media berupa berita bukanlah refleksi dari realitas, ia hanyalah konstruksi dari realitas. Keempat, berita dan realitas yang disampaikan media bersifat subyektif atas realitas. Kelima, wartawan atau pekerja media bukanlah pelapor, la adalah agen konstruksi realitas. Beberapa hal tersebut menunjukan bahwa media, termasuk didalamnya isi, proses kerja, organisasi dan pekerja media berperan penting sebagai agen konstruksi realitas.

Media melaksanakan perannya sebagai agen konstruksi realitas dengan cara memilih realitas mana yang disampaikan kepada khalayak dan realitas mana yang tidak disampaikan kepada khalayak. Media menentukan sumber rujukan suatu realitas yang disampaikan. Nara sumber, subyek wawancara, kajian penelitian ilmiah, semuanya dipilih berdasarkan kecendrungan atau keberpihakan media terhadap suatu isu tertentu.

Dalam penelitian ini, media sebagai agen konstruksi relitas, dipahami bahwa media massa dalam menyampaikan tentang paham pluralisme dalam Islam bukanlah sebagai penyampai informasi yang netral. Media melakukan pemilihan tentang rujukan, nara sumber, kajian penelitian ilmiah, ayat suci yang mendukung keberpihakan mereka terhadap satu paham tertentu dalam kajian pluralisme dalam

16


(50)

Islam untuk kemudian ditampilkan dengan bingkai tertentu yang menunjukan suatu konstruksi tentang pemahaman pluralisme dalam Islam yang paling benar menurut media tersebut.

D. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Media Massa

Ada beberapa prespektif teori tentang isi media yang dikemukakan Gans dan Gitlin sebagaimana dikutip oleh Shoemaker dan Reese dalam buku Mediating The Message.

Pertama, isi media massa merupakan cerminan dari realitas sosial dengan sedikit atau tanpa distorsi. Artinya isi media tersebut benar-benar merupakan refleksi dari keadaan masyarakat yang sebenarnya.

Kedua, isi media dipengaruhi oleh orang-orang yang bekerjd dalam media itu sendiri. Latar belakang personal, pendidikan, dan psikologis, memberikan pengaruh terhadap isi media. Faktor kedua inilah yang sangat menentukan bagaimana media memproduksi realitas sosial dengan suatu kesepakatan bersama argumen dan norma masyarakat.

Ketiga, isi media dipengaruhi oleh faktor pergerakan rutin organisasi media itu sendiri. Artinya isi media ditentukan oleh bagaimana komunikasi antara pekerja media dan perusahaan media. Tentu saja hal ini berkaitan dengan kepentingan organisasi yang melingkupi tujuan dan mekanisme kerja organisasi. Contohnya, organisasi atau perusahaan sudah menentukan bentuk pesan yang disampaikan oleh media mereka, apakah media yang bersifat informatif, rekreatif,


(51)

41

atau edukatif dan lain sebagainya, atau juga berkenaan dengan pemilik perusahaan media itu sendiri yang tidak selamanya independen.

Keempat, isi pesan dipengaruhi oleh institusi sosial dan kekuatan eksternal. Artinya, bagaimana struktur masyarakat bisa berupa militer, negara, undang-undang, dan budaya memberikan pengaruh yang kuat terhadap isi media massa.

Kelima, isi pesan dipengaruhi oleh faktor ideologis dan posisi ideologi yang menjadi mainstream pemahaman media terhadap suatu realitas. Menjelaskan bagaimana ideologi memengaruhi isi media terutama untuk menentukan suatu hal yang normal.

Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese berpendapat bahwa kajian tentang isi media harus didasarkan asumsi bahwa media massa bukanlah cermin masyarakat. Akan tetapi, selalu ada faktor-faktor yang mempengaruhi media massa itu sendiri.

Faktor - faktor yang mempengaruhi isi media digambarkan dalam model yang disebut dengan model hirarki berbentuk donat yang terdiri dari : 1) Pengaruh individu pekerja media, 2) Pengaruh rutinitas media, 3) Pengaruh organisasi, 4) Pengaruh eksternal, 5) Pengaruh ideologi. 2.4.1. Pengaruh Individu Pekerja Media bagi Isi Pesan Media

Pengaruh individu pekerja media dapat dilihat pertama kali dari karakteristik pekerja media itu sendiri, yaitu mengkaji tentang latar belakang

budaya, etnis, pengalaman, gender, kecenderungan seksual, dan sebagainya.


(52)

Faktor-faktor dasar tersebut memberikan pengaruh yang luar biasa besar bagi isi media. Seorang wanita tentu saja akan berbeda dalam menuliskan isi media tentang perceraian rumah tangga atau poligami. Seseorang yang berlatar belakang budaya matrilineal tentu akan berbeda dari cara pandangnya dengan pekerja media berlatar belakang patrineal ketika membahas perbedaan hak waris antara laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya.

Faktor kedua yang berkaitan dengan pengaruh individu pekerja media adalah pengalaman profesional mereka. Ada pekerja media yar.g memang berpendidikan untuk bekerja dalam bidang media, namun ada juga yang tidak.

Media tentang mode dan gaya hidup tentu saja membutuhkan para pekerja media yang betul-betul memahami secara profesional tentang mode dan gaya hidup. Demikian juga halnya dengan media massa dakwah Islam juga sangat membutuhkan para pekerja media yang secara profesional memahami ajaran Islam. Profesional dalam pengertian memiliki dasar pendidikan tentang suatu bidang disiplin ilmu tertentu.

Hal ini tentu saja akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses produksi isi media, termasuk juga pendidikan dalam bidang jurnalistik dan ilmu yang berkaitan dengan media sebab hal ini akan menentukan tingkat integritas mereka terhadap faktor lain yang juga memengaruhi isi media.

Faktor itu adalah faktor ketiga, yaitu Peran profesional dan etika. Hal ini juga amat menentukan bagaimana pekerja media memahami peran profesional mereka ketika bekerja dalam media. Bagiamana mereka loyal dan memiliki


(53)

43

integritas terhadap profesi sebagai bentuk pengabdian yang bukan hanya aktualisasi diri.

Faktor keempat, yaitu nilai dan kepercayaan yang dianut oleh individu pekerja media. Nilai dan kepercayaan merupakan cara pandang individu terhadap berbagai realitas. Tentu saja hal ini memengaruhi cara pandang pekerja media itu dalam melihat berbagai persoalan masyarakat sebagai bahan produksi isi pesan media. Maka tentu saja, budaya, pengetahuan, interaksi sosial, dan agama memberikan pengaruh yang luar biasa besarnya bagi pembentukan nilai dan kepercayaan, termasuk juga pemahaman terhadap agama.

Faktor kelima adalah kekuatan individu di antara organisasi. Dalam pengertian posisi individu dalam organisasi, media memiliki peranan kunci dalam proses produksi isi media, sebab tidak semua individu pekerja media memiliki peran yang sama. Ada yang berperan mengikuti, namun ada juga yang berperan mengendalikan tentang isi pesan media.

1. Faktor Rutinitas Media

Daniel Hallin seperti yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese berpendapat bahwa jurnalis telah menerima rutinitas struktur birokratik dalam ruang berita dan rutinitas koresponden profesional17. Artinya ruang lingkup rutinitas kerja organisasi media akan mempengaruhi jalannya kerja media termasuk isi pesan media.

17

Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese Mediating The Message Theories of Influences on Mass Media Content, Longman Publisher, New York: 1996, h. 107


(54)

Rutinitas media adalah proses bagimana organisasi media bekerja. Lebih lanjut Shoemaker dan Reese mengelompokan rutinitas media ke dalam tiga bagian besar. 1) Processor, 2) Consumer 3) Suplier.

Processor. Adalah Organisasi media yang berperan memproses suatu peristiwa, berita, informasi, pengetahuan menjadi isi pesan media. Rutinitas media adalah bagaimana organisasi media bekerja. Bagaimana wartawan mencari data dan informasi kemudian masuk ke redaksi, mendapat polesan dari editor lalu masuk ke bagian layout dan cetak untuk terbit dan berbagai hal lainnya adalah bagian dari proses yang mempengaruhi isi media.

Peran kerja wartawan, keakuratan dan keberpihakannya dengan suatu peristiwa menentukan keakuratan dan keberpihakan isi pesan media yang ditampilkan. Demikian pula dengan redaktur dan editor, bahkan Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Media.

Consumer. Adalah rutinitas yang berkaitan dengan orientasi audiens. Media massa menghabiskan banyak dana untuk mengetahui kecenderungan, kepuasan, keinginan dan reaksi dari audiens18. Hal inilah yang mempengaruhi cara kerja media dan juga isi media.

Media massa berusaha menyuguhkan informasi, berita dan peristiwa yang akan mendapatkan perhatian publik atau khalayak. Maka ketergantungan terhadap keinginan khalayak ini akan mempangaruhi isi dari pesan media yang akan ditampilkan.

18


(55)

45

Supliers adalah sumber eksternal bagi media massa. Isi media massa sangat dipengaruhi bagiamana rutinitas media massa dengan sumber eksternalnya. Karena berbagai peristiwa, informasi, berita yang akan ditampilkan oleh media haruslah merujuk kepada sumber dari berita, peristiwa dan informasi tersebut.

Rutinitas antara media dan sumber bisa berbentuk wawancara, goverment hearing, reportasi kerjasama dan lain sebagainya. Sumber bisa berupa saksi suatu, representasi suatu organisasi, para ahli, dan orang yang relevan dengan peristiwa atau informasi yang ditampilkan.

Suatu informasi, berita dan peristiwa yang ditampilkan dapat bernilai jika didapatkan dari sumber yang tepat. Itulah rutinitas media yang berkaitan dengan sumber yang akan mempengaruhi isi dari pesan media.

2. Faktor Organisasi Media Massa

Organisasi media Massa memiliki andil yang cukup besar dalam mempengaruhi isi pesan media massa. Shoemaker dan Reese menjelaskan bahwa ada tiga bagian dalam organisasi media yang dianggap memberikan penagruh bagi isi media. Antara lain : 1) Tujuan Organisasi, 2) Aturan dan Struktur Organisasi dan 3) Pengawasan Organisasi.

Tujuan Organisasi. Suatu organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi sosial, formal biasanya ekonomi yang mempekerjakan pekerja media dengan imbalan untuk memproduksi isi media (Shoemaker dan Reese, 1996, h. 144) tentu tidak terlepas dari tujuan organisasi tersebut yang menempatkan bagaimana posisi unsur ekonominya. Ada yang menjadikan keuntungan ekonomi


(56)

sebagai tujuan utama, ada yang hanya sebagai tujuan pendukung atau bahkan ada yang tidak menjadikannya tujuan organisasi sama sekali.

Tujuan organisasi media menentukan arah mana yang dituju oleh isi pesan media. Jika keuntungan ekonomi sebagai tujuan utama, maka isi pesan media semata adalah suatu hal yang menarik minat khalayak untuk membeli media tersebut. Namun jika ada suatu nilai dan kehendak tertentu yang dicantumkan sebagai tujuan media, maka segala isi media ditampilkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Aturan dan struktur organisasi media. Menurut Shoemaker dan Reese, Aturan dan struktur media meliputi tiga bagian. Port Line, Midle Level dan Top Level.

Port Line yang meliputi pekerja seperti penulis, wartawan dan staf kreatif, pengumpul dan staf packing materi. Mereka bertugas mengerjakan proses

produksi isi media, mulai dari mengumpulkan berita, menghimpunnya, membuat tulisan, membuat layout dan mencetaknya

Middle level yang meliputi manager seperti editor, produser dan bagian lain yang mengkoordinasikan peroduksi isi pesan. Mereka bertugas untuk melakukan koordinasi antara kebijakan atasan atau pimpinan dengan pekerjaan para bawahan. Editor atau produser berperan sebagai pengelola yang memimpin proses isi media berdasarkan kebijakan top struktur dan pemilik.

Top level yang meliputi pimpinan dengan kewenangan membuat kebijakan organisasi menyusun anggaran dan membuat berbagai keputusan personalia


(57)

47

seperti rekruitment, pemecatan termasuk melindungi bawahan jika terjadi tekanan terhadap mereka dari pihak luar.

Aturan dan struktur organisasi media memberikan pengaruh yang cukup besar bagi isi media. Sebab keputusan tentang berita yang ditampilkan tidak sepenuhnya inisiatif wartawan pencari dan penulis berita untuk kemudian dicetak dan ditampilakn begitu saja. Tapi berita, informasi dan peristiwa yang akan ditampilkan harus melalui koordinasi middle struktur yang juga harus sesuai dengan kebijakan Struktur yang mereka wakili.

Bagian Ketiga dalam organisasi Media adalah Pengawasan Organisasi. Shoemaker dan Reese menyampaikan ada dua bentuk kontrol dalam organisasi media. Pertama adalah kontrol bisnis berita media, kedua kontrol sosial dalam kamar produksi media.

Dalam kontrol bisnis berita atau bisnis media, dilakukan dengan pengawasan pihak pimpinan secara langsung terhadap isi media dengan kebijakan eksplisit melalui sebuah guideline (Shoemaker dan Reese, 1996, h. 169)). Pelaksanaan Guidleine tersebut adalah editor dan pihak middle struktur lainnya. Gans seperti yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese menyatakan bahwa kekuatan top editor dirancang dan dipelihara oleh sistem tekanan struktur untuk konfirmasi. Maksudnya segala kewenangan editor juga harus dipertanggungjawabkan berdasarkan perangkat yang merujuk kepada kebijakan pemilik bisnis media.

Kontrol sosial ruang produksi berita atau redaksi dilakukan dengan kebijakan media yang didasarkan kepada tujuan media. Sejauh mana isi produksi media konsisten terhadap tujuan organisasi media, bagaimana berita itu


(58)

didapatkan sesuai dengan akurasi dan prosedur yang standar. Tugas editor disini adalah mengkonfirmasikan isi pesan media kepada tujuan organisasi media dan berbagai prosedur untuk memproduksi isi pesan media tersbut.

Kontrol sosial lainnya terhadap isi media ditentukan juga dengan sejauh mana kebijakan organisasi media memperhatikan berbagai pendapat masyarakat, keluhan terhadap isi media dan norma yang berlaku di masyarakat.

3. Faktor Ekternal Organisasi Media

Sebagai penyampai pesan dan berita, media memiliki pekerjaan yang mereka dituntut untuk selalu memahami dan mengkritisi segala hal yang menjadi obyek berita.19 Karena itu, mereka tidak dapat mengandalkan diri mereka sendiri dalam bekerja, mereka dipengaruhi juga oleh faktor luar organisasi media. Faktor - faktor eksternal yang mempengaruhi isi media tersebut antara lain:

a. Relasi Sumber dan Jurnalis

Sumber memiliki efek bagi isi media. Karena jurnalis tidak mungkin menyampaikan apa yang mereka tidak tahu. Ini sangat memberikan pengaruh meski ada kemungkinan jika sumber itu melakukan kebohongan. Namun dari sisi yang lain, penggalian informasi dari sumber adalah cara yang paling mudah dan murah20.

Namun terdapat ketidakseimbangan kekuatan antara sumber dan penulis. Yang tidak selalu menjadi kenyamanan bagi sumber. Karena terkadang berita yang tersiar tidak benar - benar seperti yang dimaksudkan oleh sumber. Dan

19

Ibid, h. 175

20


(59)

49

seringkali ini sulit dihindari. Ini mungkin wajar terjadi, namun bukan berarti pengkhianatan penulis berita kepada sumber adalah hal yang dibolehkan.

b. Seleksi Terhadap Sumber

Ada banyak kemungkinan sumber dalam mencari suatu informasi.tentang suatu issue atau peristiwa, karena Jurnalis tidak hanya membutuhkan sumber yang berkaitan langsung tapi juga memerlukan sumber yang berkaitan tidak secara langsung.21 Tapi keadaan berbagai sumber tersebut berbeda - beda satu sama lainnya, tidak semua sumber dapat diakses dan berbagai kesulitan lainnya mengenai sumber.

Maka dalam hubungan sumber dengan media massa, media massa melakukan seleksi terhadap sumber. Shoemaker dan Reese menjelaskan aspek aspek yang digunakan media dalam melakukan selesai sumber. Antara lain :1) Sumber dapat diakses oleh jurnalis karena kerja media sangat terbatas oleh "Deadline". 2) Jurnalis yang tahu mengenai sumber yang benar atau keberadaan suber itu. 3) Faktor representasi. Akses yang bernilai sama namun lebih mudah bagi para jurnalis adalah Sumber organisasi daripada sumber yang bersifat individual. 4) Faktor lokasi sumber. 5) Masalah lain adalah seringkali sumber berita tidak mau disebutkan identitasnya. Mereka ingin publik tahu sesuatu, tapi tidak perlu tahu dari mana sumber itu didapatkan. Jika nilai beritanya kuat, maka jurnalis akan menggunakan berita ini. 6) Seleksi Sumber juga biasanya ditentukan oleh faktor Jam terbang sumber dan dominasinya terhadap permasalahan yang diangkat.

21


(60)

c. Kelompok yang Memiliki Kepentingan.

Kelompok yang berkepentingan adalah kelompok atau individu yang memerlukan suatu pemberitaan terhadap isu atau peristiwa yang mereka miliki informasi tentang hal itu.22 Suatu kelompok yang memiliki kepentingan berusaha untuk mempengaruhi media agar melakukan liputan dan pemberitaan yang menglingkupi issu atau topik yang terkait dengan kepentingan mereka.

d. Humas Kampanye

Kelompok berkepentingan biasanya memandu Humas kampanye untuk menggunakan media untuk menarik perhatian publik. Untuk memuluskan maksud mereka kampanye dapat dianggap sukses jika masuk kepada isi media baik secara langsung, maupun secara tidak langsung23. Dengan kata lain, humas kampanye akan berusaha dengan berbagai cara untuk menggunakan media massa sebagai corong kampanye mereka. Baik dengan pendekatan bisnis dengan iklan yang ditayangkan media dengan imbalan tertentu, pendekatan dengan pemilik media secara politik dengan imbalan politik, bahkan penciptaan peristiwa besar yang pasti menimbulkan sensasi untuk diliput media.

e. Organisasi Media Lainnya

Cara lain dari organisasi media memperoleh informasi adalah dengan mendapatkannya dari organisasi media lainnya. Karena keterbatasan dan kompetisi. Ada juga media yang menganggap penting menjadi pengatur agenda tentang isi media kepada media - media lainnya. Hal lain juga terlihat ketika pemberlakuan relay dengan berita nasional dari satu stasiun tertentu.

22

Ibid, h. 184

23


(1)

Kesimpulan

Setelah menganalisa rubrik laporan utama pada majalah Tabligh di edisi terpilih yang menjadi satuan analisis dalam tulisan ini, maka dapat disimpulkan berbagai bingkai yang ditampilkan oleh Majalah Tabligh dalam mengemas isu untuk tujuan penyampaian tiga isu utamanya. Hasil anlisis tersebut juga dapat menyimpulkan kecenderungan Majalah Tabligh dalam memahami Islam untuk kemudian dilanjutkan dengan analisa konteks yang melatari framing tersebut. Penelitian ini telah membuktikan bahwa:

1. Majalah Tabligh telah berperan sebagai Window of Experiences. Seperti salah satu peran media yang diungkapkan oleh McQualis yaitu sebagai jendela pengetahuan dimana mampu menampilkan isu yang berbeda.

2. Majalah Tabligh telah membuktikan diri sebagai agen konstruksi realitas. Seperti yang digambarkan oleh Eryanto, bahwa media adalah agen rekonstruksi. Maka penelitian ini telah mengungkapkan bahwa Majalah Tabligh telah melakukan konstruksi tentang pemahaman Islam serta isu kontemporer yang berkembang dalam bentuk teks berupa metaphors, catchphrases, depiction, visual image, roots, appeal to principle, dan consequences. Kesemua perangkat pembingkai itu ditampilkan untuk mendukung konstruksi Majalah tersebut atas pandangan mereka terhadap nilai dan pemahaman Islam.


(2)

3. Dalam menampilkan isi pesan media, Majalah Tabligh dipengaruhi oleh konteks masyarakat. Ini membuktikan pernyataan O’Shaugnessy dan Stadler yang menyatakan bahwa suatu teks muncul dari suatu konteks yang spesifik. Bahwa berbagai perspektif yang ditampilkan oleh Majalah Tabligh merupakan hasil pembacaan kedua Majalah tersebut terhadap konteks masyarakat. Majalah Tabligh melihat masyarakat memerlukan pencerahan yang sebenar-benarnya dari pemahaman kontemporer yang muncul untuk menyelamatkan keimanan dan akidah mereka serta eksistensi Islam dari serangan pemahaman yang dianggap menyimpang.

4. Bahwa isi pesan media Majalah tabligh tidak lepas dari factor-faktor yang mempengaruhi media seperti yang disampaikanoleh Shoemaker dan Reese dalam teori hirarki pengaruh media. Terutama faktor individu pekerja media, eksternal media, dan ideology. Majalah Tabligh menampilkan isi pesan yang berbeda dan khas karena dipengaruhi oleh ketiga hal diatas.

5. Bahwa Islam seringkali dipahami secara fisik dan tidak menyeluruh. Islam seringkali difahami terlepas dari proses sejarah yang membentuk konseptualisasi Islam itu sendiri. Kontroversi pemahaman Islam adalah ketidakmampuan kelompok tertentu dalam meyakini Islam adalah Rahmatan lil alamin, adalah system yang seharusnya mendorong pemeluk Islam untuk selalu terbuka dan memberi tempat bagi kebebasan cara pandang dan kemajemukan.


(3)

Rekomendasi

Hasil penelitian ini menunjukan rekomendasi tentang perlunya suatu kajian yang lebih mendalam tentang konstruksi media dalam menyampaikan pandangannya mengenai pemahaman Islam, tidak hanya pada tataran kajian teks produksi tetapi juga pada kajian mengenai proses produksinya secara lebih kritis, sehingga bisa mengungkap berbagai kekuatan atau latar belakang secara menyeluruh mengenai munculnya pemahaman Islam yang ditampilkan oleh media.

Penelitian ini merekomendasikan agar masyarakat lebih arif dalam mensikapi berbagai isi media yang menggiring atau mengarahkan kepada suatu pemahaman tertentu. Artinya masyarakat harus dapat membandingkan isi media dengan berbagai sumber lain dan pengetahuan atau pengalamannya masing-masing berkaitan dengan teks yang ditampilkan media.

Pengetahuan serta pemahaman agama bukanlah nilai final dan telah pasti mana yang paling benar dan mana yang salah, maka penelitian ini merekomendasikan agara masyarakat terus mengkaji ajaran Islam tidak hanya secara materi tetapi juga metode pemahaman terhadap Islam itu sendiri karena perbedaan pendapat mengenai materi Islam berawal dair perbedaan metode pemahaman Islam itu sendiri.

Penelitian ini merekomendasikan kepada berbagai elemen masyarakat baik ulama, akademisi, tokoh pendidikan, tokoh kemasyarakatan, dan lembaga lain yang memiliki perhatian terhadap nilai-nilai keagamaan untuk terus melakukan


(4)

dialog, dan sosialisasi tentang sikap kritis serta melakukan tajdid terhadap pemahaman Islam.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

McQualis, Dennis, Mass Communication Theory, Sage Publication, London: 2000 Ya’qub, Hamzah, Publisistik Islam, Teknik Dakwah Dan Leadership, CV.

Dipenogoro, Bandung: 1992

O’Shaughnessy, Michael dan Jane Stadler, Media and Society; An Introduction, Oxford University Press, South Melbourne: 2005

Salim, Agus, Teori dan Paradigma Ilmu Sosial (Pemikiran Norman K dan Egon Guba dan Penerapannya), PT. Tiara Wacana, Yogyakarta: 2001

Loncoln, Denzin dan Yvona, Handbook Qualitative Research, Sage Pubilcation, London: 2000

Crotty, Michael, The Foundation Social Research, St. Leonards, Australia:1998 Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Pustaka Setia, Bandung: 2002 Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung:

2001 Berger, 2003

Michael O’Shaughnessy dan Jane Stadler, Media and Society; An Introduction, Oxford University Press, South Melbourne: 2005

Peter L. Berger dan Thomas, The Social Contruction of Reality,Penguin Books, New York: 1966

Croteau, Hoyness David dan William, Media SocietyIndustries Images and Audiens, Pine Forge Press, London: 2000

Berger, Peter L. dan Thomas, The Social Contruction of Reality, Penguin Books, New York: 1966


(6)

Eriyanto, Analisis Framing Konstrusi, Ideologi, dan Politik Media, LKiS, Jakarta: 2002

Shoemaker, Pamela J. dan Stephen D. Reese Mediating The Message Theories of Influences on Mass Media Content, Longman Publisher, New York: 1996 Nuswantoro, Daniel Bell : Matinya Ideologi, Indonesia Tera, Magelang: 2001 Croteau, Hoyness David dan William, Media SocietyIndustries Images and

Audiens, Pine Forge Press, London: 2000 Sambas, Sukriadi, 1999

Sholeh, Abd. Rosyad, Managemen Dakwah Islam, PT. Bulan Bintang, Jakarta: 1993.