2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan teoritis yang telah
diuraikan sebelumnya, peneliti membuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan kerangka konseptual diatas menunjukkan pengujian variabel PAD, DAU, DBH, dan SiLPA terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran.
Hubungan antara PAD, DAU, DBH, dan SiLPA terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah X1 terhadap Perilaku Oportunistik
Penyusun Anggaran Y
Secara konseptual, perubahan pendapatan dalam APBD akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan
pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja yang tepat. Perubahan Pendapatan Asli Daerah
X1 Dana Alokasi Umum X2
Dana Bagi Hasil X3 Perilaku Oportunistik
Penyusun Anggaran Y
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran X4
Universitas Sumatera Utara
APBD menjadi sarana bagi legeslatif dan eksekutif untuk merubah alokasi anggaran secara legal. Studi Abdullah 2004, dalam Abdullah dan Asmara,
2006:16 menemukan adanya perbedaan prefensi antara eksekutif dan legeslatif dalam pengalokasian perubahan PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi untuk
infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. Ia menduga power legeslatif yang sangat
besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD tidak sesuai dengan
preferensi publik.
Perilaku oportunistik legeslatif dan eksekutif saat perubahan APBD dapat mengakibatkan terjadinya missalocation anggaran belanja pemerintah. Dalam
penelitian Fathony 2011 menemukan bahwa proporsi PAD yang rata-rata 10 dari total penerimaan daerah memiliki kecenderungan bertambah saat perubahan
anggaran. Hal ini membuka peluang bagi legeslatif dan eksekutif untuk merekomendasikan penambahan anggaran bagi program dan kegiatan yang
mendukung kepentingannya.
2. Pengaruh Dana Alokasi Umum X2 terhadap Perilaku Oportunistik
Penyusun Anggaran Y
Dana Alokasi Umum DAU merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU memiliki proporsi yang paling besar pada
penerimaan daerah dan dialokasikan dalam bentuk block grant, artinya pemerintah daerah dapat dengan leluasa menggunakannya karena tidak terikat
Universitas Sumatera Utara
dengan program pengeluaran tertentu. Adanya keleluasaan tersebut membuka peluang bagi penyusun anggaran baik legeslatif maupun eksekutif untuk
berperilaku oportunistik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryono 2013 menemukan bahwa dana perimbangan Dana Alokasi Umum merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik legeslatif. 3.
Pengaruh Dana Bagi Hasil X3 terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Y
Dana Bagi Hasil DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tentunya akan mendapat
persentase yang lebih besar daripada daerah yang memiliki sedikit sumber daya alamnya. Dana Bagi Hasil DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah terdiri dari dua jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak Sumber Daya Alam. DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup
potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan
berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD selain Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK. Sama seperti DAU, DBH dialokasikan dalam
bentuk block grant, yang dapat digunakan secara mandiri oleh daerah tanpa ada aturan penggunaannya. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh legeslatif maupun
eksekutif untuk berperilaku oportunistik.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengaruh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran X4 terhadap Perilaku
Oportunistik Penyusun Anggaran Y
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran SiLPA adalah sisa lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA yang
merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi
pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja. Jumlah SiLPA tahun sebelumnya dapat diketahui setelah Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah
LKPD tahun sebelumnya disahkan. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh legeslatif maupun eksekutif untuk mengalokasikan kembali rebudgetting dana
tersebut melalui mekanisme perubahan APBD serta memberikan peluang bagi penyusun anggaran untuk berperilaku oportunistik dalam mengalokasikan SiLPA
tersebut.
2.4. Hipotesis Penelitian