Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. 2.1.5. Dana Bagi Hasil Berdasarkan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004, Dana Bagi Hasil DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Dana Bagi Hasil DBH Pajak Dana Bagi Hasil DBH yang berasal dari pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21. 2. Dana Bagi Hasil DBH bukan Pajak Sumber Daya Alam Dana Bagi Hasil DBH yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

2.1.6. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran SiLPA menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah sisa lebih realisasi penerimaan dan Universitas Sumatera Utara pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan Pendapatan Asli Daerah PAD, pelampauan penerimaan dan perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi surplus pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dan sekaligus terjadi Pembiayaan Netto yang positif, dimana komponen penerimaan lebih besar dari komponen pengeluaran pembiayaan. SiLPA yang merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas anggaran sebelumnya digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja.

2.1.7. Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

Istilah oportunistik berasal dari kata opportunity yang artinya kesempatan. Perilaku oportunistik opportunity behavior adalah sifat manusia yang memanfaatkan kesempatan atau peluang yang ada untuk memperoleh keuntungan demi diri sendiri maupun kelompok tanpa mempertimbangkan apakah hal tersebut adil atau benar. Menurut Maryono 2013, “Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun”. Universitas Sumatera Utara Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik adalah kekuatan power dan kemampuan ability. Perilaku oportunistik anggaran fiscal opportunism, yaitu tentang perilaku oportunistik dalam pembuatan keputusan alokasi belanja dan preferensi yang mengarah pada alokasi belanja yang dapat memberikan keuntungan juga keinginan untuk aman secara fiskal, yakni anggaran bisa terealisasi tepat waktu dan tepat jumlah, memiliki peluang untuk menambah alokasi saat perubahan APBD, dan kemungkinan variansi selisih anggaran dan realisasi sampai akhir tahun yang rendah Romarina dan Makhfatih, 2010:37. Teori keagenan menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan utilitasnya melalui pengalokasian sumberdaya dalam anggaran yang telah ditetapkan. Eksekutif atau agent yang menjadi pengusul anggaran dan juga pelaksana atau pengguna dari anggaran tersebut berupaya untuk memaksimalkan jumlah anggaran. Sedangkan legeslatif atau principal memiliki kesempatan untuk memasukkan kepentingannya dalam usulan anggaran yang diajukan eksekutif. Keefer dan Khemani 2003 dalam penelitiannya menemukan bahwa dalam penganggaran, legeslatif akan merekomendasikan eksekutif untuk menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang mendukung kepentingannya dan mengusulkan pengurangan alokasi anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainnya yang tidak bersifat job programs dan Universitas Sumatera Utara targetable. Menurut Colombatto 2001, “Adanya discretionary power akan menimbulkan pelanggaran atas kontrak keagenan, dan karenanya semakin besar discretionary power yang dimiliki legeslatif semakin besar pula kecenderungan mereka mengutamakan kepentingan pribadinya”. Martinez et al. 2004 menyatakan bahwa, “Political corruption terjadi ketika politisi atau birokrat tingkat atas memanfaatkan kedudukan mereka demi keuntungan pribadi ataupun kalangan dekat mereka”. Salah satu contohnya yaitu dengan mengalokasikan belanja untuk barang-barang khusus dan berteknologi tinggi karena merupakan belanja yang mudah dikorupsi sebab tidak banyak orang atau tidak ada orang yang memahami barang tersebut. Sektor pendidikan dan kesehatan merupakan dua sektor pelayanan publik paling penting dipenuhi oleh pemerintah sehingga alokasi untuk kedua sektor ini relatif besar dibanding yang lain. Mardiasmo 2002 menyatakan bahwa, “Pendidikan dan kesehatan merupakan bentuk pelayanan publik yang paling mendasar dan karenanya menjadi fokus utama pembelaan legeslatif di pemerintahan”. Namun, belanja untuk pendidikan dan kesehatan bukanlah area yang dapat memberikan peluang untuk korupsi sehingga anggaran pendidikan, kesehatan, dan sosial akan diperkecil Mauro, 1998. Penelitian yang dilakukan Mauro 1998 menunjukkan bahwa jenis-jenis belanja pemerintah membuka peluang terjadinya perilaku oportunistik penyusun anggaran, karena itu akan dipilih belanja barang Universitas Sumatera Utara atau pelayanan untuk program-program dan kegiatan yang sulit dimonitor orang lain. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Tanzi dan Davoodi 2002 yang menemukan bahwa anggaran untuk investasi publik lebih disukai karena dapat memberikan komisi lebih besar daripada belanja untuk pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan. Artinya, preferensi legeslatif lebih mengarah pada alokasi belanja yang dapat memberikan keuntungan pribadi yang lebih besar serta memiliki dampak politik jangka panjang.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Terhadap Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderator (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014)

2 38 106

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Moda

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten

0 0 10

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12