Hipotesis Penelitian Latar Belakang

4. Pengaruh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran X4 terhadap Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran Y Sisa Lebih Perhitungan Anggaran SiLPA adalah sisa lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA yang merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja. Jumlah SiLPA tahun sebelumnya dapat diketahui setelah Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah LKPD tahun sebelumnya disahkan. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh legeslatif maupun eksekutif untuk mengalokasikan kembali rebudgetting dana tersebut melalui mekanisme perubahan APBD serta memberikan peluang bagi penyusun anggaran untuk berperilaku oportunistik dalam mengalokasikan SiLPA tersebut.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. Universitas Sumatera Utara H3 : Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. H4 : Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. H5 : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh eksekutif Pemerintah Daerah dan legeslatif DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD berisi tentang program-program yang direncanakan pemerintah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dengan demikian APBD merupakan alat untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat. Namun, fakta yang saat ini terjadi APBD kerap disalahgunakan oleh para pemangku otoritas keuangan didaerah. Dugaan adanya missalocation dalam anggaran terjadi karena politisi memiliki kepentingan pribadi dalam penganggaran Keefer dan Khemani, 2003. Keadaaan ini dapat ditelaah melalui perspektif keagenan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah yang melihat hubungan DPRD-Pemerintah Daerah-masyarakat. Di dalam hubungan keagenan antara pihak eksekutif dan pihak legeslatif, yaitu pihak eksekutif sebagai agen dan pihak legeslatif sebagai prinsipal, sedangkan dalam hubungan pihak legeslatif dengan rakyat, pihak legeslatif sebagai agen dan rakyat sebagai prinsipal. Timbulnya permasalahan dalam hubungan keagenan sebab dalam interaksinya masing-masing pihak berusaha untuk mengutamakan kepentingannya. Universitas Sumatera Utara Proses penyusunan APBD merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup besar didalamnya. Proses pengalokasian dalam anggaran membuka ruang bagi legeslatif untuk memasukkan kepentingan konstituen yang diwakilinya. Abdullah dan Asmara 2006:2 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kondisi powerfull yang dimiliki legeslatif menyebabkan tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar, hal ini membuat eksekutif sulit menolak rekomendasi legeslatif dalam pengalokasian sumberdaya yang memberikan keuntungan kepada legeslatif, sehingga menyebabkan outcome anggaran dalam bentuk pelayanan publik mengalami distorsi dan merugikan publik Alokasi sumberdaya dalam anggaran mengalami distorsi ketika politisi berperilaku korup, terutama terkait dengan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi pada proyek-proyek yang akan dibiayai dengan anggaran pemerintah, yakni pengalokasian akan lebih banyak untuk proyek-proyek yang mudah dikorupsi Mauro, 1998. Menurut Garamfalvi 1997, “Korupsi dapat terjadi pada semua level dalam penganggaran, sejak perencanaan sampai pada pembayaran dana-dana publik”. Korupsi secara politis political corruption terjadi pada saat keputusan politik sangat dominan pada fase penyusunan anggaraan, dengan cara mengalihkan alokasi sumberdaya publik. Sementara korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan anggaran disebut korupsi administratif administrative corruption karena keputusan administratif lebih dominan. Pada akhirnya korupsi politik akan menyebabkan korupsi administratif. Disisi lain, Eksekutif juga memiliki power yang lebih besar karena pemahaman terhadap birokrasi dan administrasi, seluruh aturan dan perundang- undangan yang melandasinya serta hubungan langsung dengan masyarakat telah Universitas Sumatera Utara berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan penguasaan informasi eksekutif lebih baik dari legeslatif Sularso, dkk., 2014:3. Selain itu, dalam proses penyusunan anggaran, pejabat eksekutif juga bertindak sebagai pelaksana anggaran, sehingga memiliki informasi keuangan yang lebih baik dibanding pejabat legeslatif. Hal ini tentu saja memberi peluang kepada penyusun anggaran baik legeslatif maupun eksekutif untuk berperilaku oportunistik. Perilaku oportunistik merupakan sifat manusia yang memanfaatkan kesempatan atau peluang yang ada untuk memperoleh keuntungan demi diri sendiri maupun kelompok tanpa mempertimbangkan apakah hal tersebut adil atau benar. Kewenangan besar legeslatif yang didapatkan melalui undang-undang membuahkan kekuatan besar yang justru dihadapkan pada eksekutif. Akibatnya, eksekutif menjadi lebih difensif berusaha untuk mempertahankan eksistensinya dengan cara memanfaatkan keunggulan informasi yang dimilikinya. Adanya keunggulan infomasi yang dimiliki oleh eksekutif dapat memicu terjadinya moral hazard penyalahgunaan wewenang dan adverse selection menyembunyikan informasi oleh eksekutif, maka legeslatif akan menggunakan keunggulan kekuasaan yang dimilikinya. Colombatto 2001 dalam penelitiannya menyatakan “Besarnya keunggulan kekuasaan discretionary power legeslatif akan menimbulkan pelanggaran atas kontrak keagenan dan semakin besar pula kecenderungan mereka mengutamakan kepentingan pribadinya yang berdampak politis pada jangka panjang”. Universitas Sumatera Utara Pengeluaran daerah baik untuk belanja maupun pengeluaran pembiayaan didanai dari pendapatan daerah. Terdapat dua komponen utama pendapatan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah PAD dan Dana Perimbangan. PAD merupakan pendapatan yang bersumber dari kegiatan ekonomi di daerah itu sendiri yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah. Dalam penentuan PAD legeslatif akan mendorong eksekutif untuk selalu meningkatkan target sehingga dapat meningkatkan alokasi untuk program yang mendukung kepentingannya. Peningkatan jumlah PAD akan memberi peluang bagi penyusun anggaran baik legeslatif maupun eksekutif untuk mengalokasikan dana yang lebih besar untuk bidang-bidang tertentu sesuai dengan kepentingannya. Hal ini ditengarai sebagai perilaku oportunistik. Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dan Asmara 2006, Florensia 2009, dan Sularso, dkk., 2014 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif serta signifikan PAD terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. Peluang perilaku oportunistik ditengarai juga terjadi pada dana perimbangan yang berbentuk dana transfer pemerintah pusat, misalnya adalah Dana Alokasi Umum DAU. Sebab, DAU merupakan block grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel atau tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu Maryono, 2013. Dengan demikian kenaikan jumlah DAU dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk mengusulkan alokasi belanja yang baru, yang dapat berbeda dengan prioritas pengalokasian pada tahun sebelumnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryono 2013 dan Sularso, dkk., 2014 yang menunjukkan bahwa DAU berpengaruh positif dan Universitas Sumatera Utara signifikan terhadap perilaku oportunistik legeslatif dalam penganggaran. Bagian lainnya dari dana perimbangan yang berpeluang terjadinya perilaku oportunistik yaitu Dana Bagi Hasil DBH. Menurut Undang-Undang nomor 33 tahun 2004, Dana Bagi Hasil DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sama seperti DAU, DBH diberikan kepada daerah dalam bentuk block grant, dan dapat digunakan secara mandiri oleh daerah tanpa ada aturan penggunaannya. Kondisi ini dapat di manfaatkan oleh penyusun anggaran untuk berperilaku oportunistik dengan mengusulkan kegiatan yang mendukung kepentingan pribadinya. Peluang perilaku oportunistik lain juga terjadi pada komponen pembiayaan, misalnya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran SiLPA. SiLPA merupakan sumber pembiayaan yang paling umum digunakan oleh pemerintah daerah. SiLPA terbentuk dari sisa dana yang diperoleh dari aktualisasi penerimaan serta pengeluaran anggaran daerah selama satu periode. SiLPA dipergunakan untuk menutup defisit anggaran dalam APBD. Jumlah SiLPA tahun sebelumnya dapat diketahui setelah Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah LKPD tahun sebelumnya disahkan. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh legeslatif maupun eksekutif untuk mengalokasikan kembali rebudgetting dana tersebut melalui mekanisme perubahan APBD serta memberikan peluang bagi penyusun anggaran untuk berperilaku oportunistik dalam mengalokasikan SiLPA tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sularso, dkk., 2014 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan SiLPA terhadap perilaku oportunistik Universitas Sumatera Utara penyusun anggaran. Namun, hal berbeda diungkapkan dalam hasil penelitian yang dilakukan Florensia 2009, bahwa SiLPA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik legeslatif dalam pengalokasian anggaran daerah. Fenomena perilaku oportunistik penyusun anggaran sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut, karena meskipun aturan formal tentang mekanisme penyusunan APBD telah dirancang sedemikian rupa, namun pada prakteknya masih terjadi beberapa penyimpangan dalam penggunaan dana APBD. Meningkatnya kasus korupsi merupakan salah satu indikasi terjadinya perilaku oportunistik yang dilakukan oleh penyusun anggaran. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat suatu penelitian berbentuk skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Studi Kasus KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara.

1.2. Perumusan masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Terhadap Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderator (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara Tahun 2010-2014)

2 38 106

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Moda

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten

0 0 10

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12