pertumbuhan tanaman dan fitoplankton Supriharyono, 2000. Semakin banyak populasi fitoplankton di perairan akan meningkatkan populasi zooplankton. Bahan
organik yang diproduksi fitoplankton menjadi sumber energi yang dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh biota air mulai dari zooplankton sampai ikan besar
bergantung pada fitoplankton baik secara langsung atau tidak langsung melalui rantai makanan Anonim, 2007.
Indeks Keseragaman E yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar antara 0,871-0,848 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing stasiun
penyebaran individu cukup merata. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,871 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,848.
Menurut Krebs 1985, apabila Indeks Keseragaman mendekati 0 semakin kecil keseragaman suatu populasi dan penyebaran individu setiap genus tidak sama, serta
ada kecenderungan suatu genus mendominasi pada populasi tersebut. Sebaliknya semakin mendekati nilai 1 maka populasi plankton menunjukkan keseragaman jumlah
individunya merata.
4.4 Indeks Similaritas IS
Dari hasil analisis data diperoleh nilai indeks similaritas IS antara stasiun
pengamatan cukup bervariasi, seperti pada Tabel 4.4 Tabel 4. 4 Indeks Similaritas IS Plankton pada Setiap Stasiun Penelitian
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 Stasiun 1
8,88 62,06
Stasiun 2 18,75
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa IS antara stasiun 1 dan 2 sebesar 8,88 sangat tidak mirip, disebabkan adanya perbedaan substrat dan vegetasi di tepi sungai. IS antara
stasiun 1 dan 3 sebesar 62,06, mirip, disebabkan substratnya sama. IS antara stasiun 2 dan 3 sebesar 18,75 sangat tidak mirip, disebabkan perbedaan arus air.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Krebs 1985, Indeks Similaritas IS digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan plankton yang hidup di beberapa tempat yang berbeda.
Apabila semakin besar Indeks Similaritasnya, maka jenis plankton yang sama pada stasiun yang berbeda semakin banyak. Selanjutnya dijelaskan bahwa kesamaan
plankton antara dua lokasi yang dibandingkan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada daerah tersebut.
IV.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan
Faktor fisik-kimia perairan yang diperoleh pada masing-masing stasiun penelitian seperti pada Tabel 4.5 :
Tabel 4.5 Nilai Faktor Fisik Kimia pada Masing-masing Stasiun Penelitian No
Parameter Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
1. Suhu 25
26 27
2. Intensitas Cahaya
1339 1336
1981 3. pH
7,4 7,4
7,3 4. DO
7,6 7,3
7,2 5. BOD
5
0,2 0,4
0,4 6.
7. 8.
9. Kejenuhan Oksigen
NO3
-
PO
4 3-
COD 93,71
0,0452 0,1535
4,3384 91,36
0,0476 0,1745
4,7328 91,60
0,0518 0,2125
5,1272
10. TSS
38 40
32 11. TDS
214 236
142
Keterangan: Stasiun 1 : Jembatan TrikoraDesa Hapesong
Stasiun 2 : Desa Bandar Tarutung Stasiun 3 : Muara sungai Batang Toru
IV.5.1 Suhu
Hasil pengukuran suhu rata-rata pada setiap stasiun di sungai Batang Toru berkisar antara 25-27º C. Berdasarkan kisaran suhu ini maka sungai Batang Toru masih layak
dan dapat mendukung perkembangan plankton. Suhu tertinggi terdapat pada stasiun 3,
36
Universitas Sumatera Utara
yaitu dengan nilai 27ºC. Menurut Riley 1967 bahwa pada umumnya fitoplankton dapat berkembang baik pada suhu 25
C atau lebih. Tingginya suhu pada stasiun 3 disebabkan oleh tidak adanya vegetasi yang
menutup badan air sehingga sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam perairan. Hal ini sesuai dengan Perkins 1974 yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi suhu suatu perairan adalah luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari.
Perbedaan suhu air pada penelitian ini tidak jauh berbeda, jika suhu yang dimiliki perairan dihubungkan dengan kehidupan plankton masih termasuk dalam
kisaran suhu yang relatif optimum. Kisaran suhu yang optimum bagi kehidupan plankton adalah 22-30
C. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi kelulushidupan organisme yang berada di dalamnya termasuk plankton Isnansetyo Kurniastuty,
1995.
IV.5.2 Intensitas Cahaya
Dari hasil pengukuran, diperoleh nilai intensitas cahaya berkisar antara 1.336-1.981 Cd, dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 1.981 Cd. Hal ini terjadi
karena pada stasiun 3 daerah muara sungai Batang Toru yang langsung masuk ke danau Siais yang mana daerah ini daerah terbuka. Intensitas cahaya akan
mempengaruhi sifat optis air, terutama temperatur air. Intensitas cahaya matahari yang optimum merupakan kebutuhan utama fitoplankton untuk berfotosintesis. Sedangkan
rendahnya intensitas cahaya pada stasiun 1 yaitu sebesar 1.336 Cd disebabkan karena stasiun ini berada diantara pemukiman masyarakat, dan berbagai macam vegetasi di
kiri kanan sungai. IV.5.3 pH
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai pH pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat bahwa pH di stasiun 1 dan 2 sama yaitu 7,4 dan menjadi pH
tertinggi dibanding stasiun 3 sebesar 7,3. Menurut Suripin 2004 kehadiran deterjen
Universitas Sumatera Utara
dan shampoo di dalam air akan menaikkan pH air sehingga mengganggu kehidupan mikroorganisme air. Rendahnya pH pada stasiun 3 disebabkan karena stasiun ini
merupakan daerah muara yang memungkinkan senyawa organik maupun anorganik dari hulu terbawa ke stasiun ini. Namun pH di seluruh stasiun ini masing tergolong
normal. pH air sangat berpengaruh terhadap organisasi air, baik tumbuhan maupun
hewan yang hidup di dalamnya. pH air dapat digunakan untuk menyatakan baik buruknya kondisi suatu perairan sebagai lingkungan hidup. Menurut Kristanto 2002,
bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.
IV.5.4 DO Dissolved Oxygen
Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh nilai DO berkisar antara 7,2-7,6 mgl. Stasiun 3 memiliki DO 7,2 terendah dengan kelimpahan plankton paling tinggi.
Menurut Boyd 1979 populasi plankton seringkali mengalami perubahan dalam komposisi jenis dan jumlahnya, bila plankton berkembang menjadi padat blooming
akan menimbulkan berkurangnya oksigen terlarut atau sebaliknya. Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan laju respirasi biota semakin meningkat, sehingga
dibutuhkan O
2
yang lebih banyak. Jadi jelas akan mempengaruhi kadar O
2
terlarut dalam perairan. Satsiun 3 memiliki suhu paling tinggi dan DO terendah.
DO tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 7,6 mgl. Stasiun 1 berada pada daerah berbatu yang mengakibatkan adanya riak dan turbulensi air. Hal ini
memungkinkan difusi oksigen ke badan air lebih banyak dibandingkan stasiun lain yang bersubstrat lumpur berpasir. Organisme air akan hidup dengan baik jika nilai
oksigen terlarut lebih besar dari 5,0 mgl. Kandungan DO di sngai Batang Toru tergolong sangat layak dalam mendukung kehidupan organism air.
Universitas Sumatera Utara
IV.5.5 BOD
5
Biochemical Oxygen Demand
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai BOD
5
masing-masing stasiun penelitian diperoleh kisaran antara 0,2-0,4 mgl, dan nilai BOD
5
tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan 3 yaitu sebesar 0,4 mgl. Tingginya nilai BOD
5
pada stasiun 2 dan 3 disebabkan oleh banyaknya kandungan senyawa organik dan anorganik yang terdapat dalam
badan perairan tersebut sehingga membutuhkan banyak oksigen untuk menguraikannya. Menurut Kristanto 2002, BOD
5
menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan limbah di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti
kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi. Sedangkan nilai BOD
5
terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,2 mgl. Rendahnya BOD
5
pada stasiun 1 dapat disebabkan oleh senyawa organik maupun anorganik yang terdapat pada
stasiun tersebut masih tergolong rendah. Nilai BOD
5
di sungai Batang Toru relatif kecil jika dibandingkan dengan nilai kelarutan oksigen sebesar 7,2 – 7,4 mgl. Hal ini menunjukkan bahwa sungai Batang
Toru belum mengalami pencemaran limbah organik yang berat. Menurut Barus 2001, nilai BOD
5
merupakan parameter indikator pencemaran bahan organik, dimana semakin tinggi angka nilai BOD
5
semakin tinggi tingkat pencemaran oleh bahan organik demikian sebaliknya.
IV.5.6 Kejenuhan Oksigen
Nilai kejenuhan Oksigen tertinggi dari hasil penelitian terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 93,71 dan yang terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 91,36. Kejenuhan
oksigen yang lebih rendah di stasiun 2 disebabkan karena sisa pupuk yang terbawa aliran air dari kiri kanan sungai diman aterdapat aperkebunan karet kelapa sawit dan
tanaman budidaya masyarakat. Secara keselurhan sngai Batang Toru mengalami defisit oksigen yang masih lebih kecil dan ini dapat memberikan informasi bahwa
daerah ini memiliki tingkat pencemaran yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Barus 2004, kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung
secara aerob, artinya membutuhkan oksigen. Seandainya pada pengukuran temperatur 26
C diperoleh kadar oksigen terlarut 7,3 mgl, maka sesuai dengan tabel pada lampiran F seharusnya kelarutan oksigen maksimum akan mencapai 7,99 mgl. Disini
terlihat ada selisih nilai oksigen terlarut antara yang diukur 7,3 mgl dengan yang seharusnya dapat larut 7,99 mgl yaitu sebanyak 0,69 mgl dengan nilai kejenuhan
sebesar 91,36 . Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tersebut telah terdapat senyawa organik pencemar yang dapat diketahui dari defisit oksigen sebesar
0,69 mgl. Oksigen tersebut digunakan dalam proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme yang berlangsung secara aerobik.
IV.5.7 Kadar Nitrat
Kandungan rata-rata Nitrat di sungai Btang Toru berkisar antara 0,0476 - 0,0518 mgl. nilai kandungan nitrat tertinggi didapatkan pada stasiun 3 sebesar 0,0518 mgl,
tingginya nilai kandungan nitrat pada stasiun ini berasal dari pembusukan vegetasi yang terbawa oleh arus dari hulu sungai.
Menurut Barus 2004, nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan
termasuk algae dan fitoplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang,
IV.5.8 Kadar Posfat
Kandungan Posfat yang terukur di sungai Batang Toru berkisar antara 0,1535-0,2125 mgl. Nilai kandungan posfat tertinggi terdapat di stasiun 3 sebesar 0,2125 mgl, dan
sudah melebihi baku mutu air golongan I. Berdasarkan baku mutu air golongan I menurut metode Storet ataupun PP No 82 tahun 2001 kandungan Posfat makimum 0,2
mgl, ternyata di stasiun 3 sudah melebihi baku mutu air sehingga perairan tersebut tergolong kurang baik.
40
Universitas Sumatera Utara
Tingginya nilai kandungan posfat pada stasiun ini berasal dari limbah masyarakat yang terbawa oleh arus dari hulu sungai yang banyak mengandung senyawa organik dan
anorganik.
IV.5.9 COD Chemical Oxygen Demand
Nilai COD sungai Batang Toru sewaktu penelitian pada stasiun 1,2 dan 3 adalah 4,3384 – 4,7328 – 5,1272 mgl. Tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 5,1272
mgl, dan terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 4,3384 mgl. Nilai COD menunjukkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi yang
berlangsung secara kimiawi. Tingginya nilai COD pada stasiun 3 menunjukkan bahwa tingginya senyawa organik dan anorganik yang harus diuraikan secara kimia dan tidak
dapat diuraikan hanya secara biologis saja. Berdasarkan Baku Mutu Air kelas I menurut PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk kelas I batas maksimum COD yang
diperbolehkan adalah 10 mg1. Dengan demikian air pada seluruh stasiun layak untuk digunakan sebagai air kelas I.
IV.5.10 TSS Total Suspended Solid
Nilai TSS
Total Suspended Solid hasil pengukuran di sungai Batang Toru berkisar antara 32 - 40 mgl. Nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu sebesar
40 mgl, dan yang terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 32 mgl. Tingginya nilai TSS pada stasiun 2 disebabkan aktifitas pengerukan pasir yang banyak
menghasilkan padatan tersuspensi seperti senyawa organik, tanah liat yang tidak secara langsung mengendap sehingga menyebabkan kekeruhan pada stasiun ini.
Secara keseluran TSS di sungai Batang Toru masih dalam keadaan baik. IV.5.11 TDS Total Dissolved Solid
Jumlah padatan terlarut pada perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Semakin tinggi padatan terlarut akan semakin menghambat penetrasi cahaya ke dalam
perairan. Hal ini secara langsung akan berakibat terhadap penurunan aktivitas fotosintesis oleh organisme berhijau daun yang terdapat pada perairan.Dari hasil
Universitas Sumatera Utara
pengukuran yang telah dilakukan dapat di lihat bahwa nilai TDS Total Dissolved Solid berkisar antara 142-236 mgl. Nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu
sebesar 236 mgl dan yang terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 142 mgl. Tingginya TDS pada stasiun 2 disebabkan adanya aktifitas penambangan pasir dan
alur transportasi sungai yang mengakibatkan tercampurnya partikel-partikelpasir dan lumpur dengan air sehingga menyebabkan kekeruhan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa baku mutu kadar maksimum TDS yaitu sebesar 1000mgl, dapat disimpulkan bahwa kadar TDS di
seluruh stasiun tergolong baik karena masih jauh dibawah baku mutu yang telah
ditetapkan. IV.6 Coliform Perairan Sungai Batang Toru
Hasil uji parameter bioloogis berupa Coliform pada tiga stasiun penelitian di perairan sungai Batang dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Hasil Uji Coliform pada tiga stasiun penelitian di perairan sungai Batang Toru
Stasiun No Parameter
Mikroba APM100ml
1 2 3
1. Total Coliform 15
150 21
Keterangan: Stasiun 1 : Jembatan TrikoraDesa Hapesong
Stasiun 2 : Desa Bandar Tarutung Stasiun 3 : Muara sungai Batang Toru
Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa jumlah Coliform pada ketiga stasium berkisar antara 15-150 APM100ml. Coliform tertinggi ditemukan pada stasiun 2. Sedangkan
coliform terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 15 APM100ml. Tingginya coliform pada suatu perairan menunjukan bahwa perairan tersebut
mendapat buangan ataupun limbah organik berupa feses dari sekitar ataupun sekeliling badan air. Jumlah coliform yang relatif tinggi pada stasiun 2 merupakan dermaga kecil
Universitas Sumatera Utara
untuk perahu yang membawa penumpang dari desa Bandar Tarutung ke Desa Angkola Sangkunur. Sungai Batang Toru di stasiun 2 Desa Bandar Tarutung sampai sampai
ke muara sungai di peisisir Samudera Hindia merupakan sarana transportasi perahu dengan penumpang 10 – 12 orang.
Pemukiman penduduk yang dekat sungai juga menyumbang feses ke badan sungai. Sungai digunakan oleh penduduk setempat sebagai MCK. Sementara itu rendahnya
coliform pada stasiun 1 erat kaitannya dengan kondisi sosial sebagain masyarakat yang sudah mempunyai MCK dan stasiun 3 jauh dari pemukiman. Ditinjau dari baku mutu
air golongan 1 sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 82 Tahun 2001, bahwa jumlah total coliform maksimum 1000 APM100ml, dapat diambil kesimpulan bahwa perairan
sungai Batang Toru tergolong baik dan masih layak untuk dikonsumsi sebagai air minum.
IV.7 Sifat Fisika, Kimia dan Biologi di Perairan Sungai Batang Toru Berdasarkan Metode Storet