tersebut akan memberikan reaksi terhadap kualitas perairan. Dengan demikian, dapat melengkapi atau memperkuat peneilaian kualitas perairan berdasarkan parameter fisika
dan kimia Nugroho, 2006.
II.5 Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Perairan
Nybakken 1992, menyatakan sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti plankton,
perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik fisik-kimia perairan, karena antara faktor abiotik dengan biotik saling berinteraksi. Dengan mempelajari aspek
saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka diperoleh gambaran tentang kualitas perairan Barus, 2004.
Faktor abiotik fisik kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton antara lain:
a. Suhu
Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini desebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas
biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur 10
º
C hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir akan meningkatkan aktivitas fisiologis misalnya respirasi dari
organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperetur ekosistem akuatik dipengaruhi pleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas air dan udara
sekellingnya dan juga oleh faktor kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan Brehm et al, 1990 dalam Barus, 2004.
Menurut Kinne 1960 dalam Supriharyono 2000 menyatakan bahwa kenaikan tempperatur diatas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju
metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi, dan aktivitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktivitas ini berbeda untuk setiap spesies, proses, dan level atau
kisaran temperatur.
12
Universitas Sumatera Utara
b. DO Disolved Oxygen
DO Disolved Oxygen merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian
besar organisme. Oksigen terlarut di dalam air dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk melalui proses difusi yang secara lambat
menembus permukaan air Wardhana, 1995. Selain itu juga sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti temperatur, salinitas dan proses fotosintesis Brower et.al,1990.
Menurut Michael 1994 oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin
oksigen dan kenaikan suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu O
C yaitu sebesar 14,16 mgl O
2
, sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya tidak lebih kecil dari 8 mgl O
2
. Sastrawijaya 1991 menyatakan bahwa kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg
oksigen dalam setiap liter selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur dan sebaliknya. Dengan peningkatan suhu
akan menyebabkan konsentrasi O
2
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi O
2
terlarut Barus, 2001.
c. BOD