Mekanisme Pembentukan Membran Berpori

fluks yang rendah dan sebaliknya Shibata, 2004. Hasil penelitian Desiyarni 2006 memperlihatkan bahwa permukaan membran selulosa diasetat SDA pada kadar asetil 40,22 terlihat lebih rapat dibandingkan dengan permukaan membran SDA pada kadar asetil 37,21 sehingga fluks air, dekstran, dan albumin yang dihasilkan cenderung meningkat. Bobot molekul selulosa diasetat cenderung meningkat dengan semakin tinggi kadar asetil selulosa diasetat. Bobot molekul SDA pada kadar asetil 40,22 adalah 36.965, sementara bobot molekul SDA pada kadar asetil 37,22 adalah 35.875. Secara umum, membran inversi fasa dapat dibuat dari berbagai polimer. Namun persyaratan utama bagi polimer yang digunakan adalah dapat larut pada pelarut yang sesuai atau campuran pelarut. Pelarut yang banyak digunakan adalah dimetilformamida DMF. Pemilihan pelarut tersebut juga didasari oleh struktur morfologi membran yang diinginkan, yaitu berpori atau tidak berpori. Air banyak digunakan sebagai bukan-pelarut karena dapat mempercepat proses inversi fasa dibandingkan aseton mau pun etanol Young dan Chen, 1991. Pelarut DMF mempunyai kelarutan dan affinitas yang tinggi dalam air dibandingkan aseton dan etanol sehingga menghasilkan membran berpori. Penambahan bahan aditif pada larutan cetak dapat dilakukankan dalam pembuatan membran yang berfungsi sebagai porogen. Terdapatnya aditif tersebut akan mempengaruhi morfologi dan kinerja membran karena dapat menaikkan viskositas larutan polimer, menambah sifat hidrofilik, membentuk pori membran, dan menekan pembentukan makrovoid sehingga diperoleh fluks air yang tinggi. Zat aditif yang sering ditambahkan yaitu Polietilen glikol PEG, Polivinil pirolidon PVP, dan alkohol Chou et al., 2007; Javiya et al., 2008; Saleh et al., 2008; Aroon et al., 2010. Terdapat banyaknya parameter yang mempengaruhi karakteristik membran yang dihasilkan, sehingga kondisi pembuatan membran masih menarik untuk diteliti sampai saat ini.

3. Mekanisme Pembentukan Membran Berpori

Terdapat beberapa faktor penting yang berpengaruh terhadap morfologi membran pada pembuatan membran secara inversi fasa. Struktur, porositas, dan selektivitas membran yang ingin dihasilkan dapat ditentukan melalui pengaturan komposisi larutan polimer, jenis pelarut dan bukan-pelarut nonsolvent, konsentrasi polimer, komposisi cairan dalam bak koagulasi, komposisi larutan cetak, suhu larutan polimer, dan suhu koagulasi Schwarz, 1989; Young dan Chen, 1995; Shibata, 2004. Pelarut yang sering digunakan pada pembuatan membran selulosa asetat antara lain adalah dimetilformamida DMF, dimetilasetamida DMAc, dioksan, aseton, tetrahidrofuran THF, dan dimetilsulfoksida DMSO. Air merupakan bukan-pelarut yang umum digunakan pada proses pembuatan membran secara inversi fasa Mulder, 1996; Cheryan, 1998; Solvay, 2008. Menurut Cheryan 1998, terdapat dua tipe morfologi membran dari hasil proses demixing, yaitu: instantaneous demixing dan delayed demixing. Instantaneous demixing berarti bahwa struktur membran terbentuk segaera setelah lapisan film dicelupkan ke dalam bukan-pelarut. Sebaliknya delayed demixing diperlukan beberapa selang waktu sebelum terbentuk struktur membran. Bila liquid-liquid demixing terjadi secara instantaneous, maka akan terbentuk membran dengan lapisan atas yang berpori. Hasil mekanisme demixing ini terjadi dalam pembentukan membran berpori tipe mikrofiltrasiultrafiltrasi. Namun, bila liquid-liquid demixing terjadi beberapa selang waktu sebelum terbentuk membran maka akan dihasilkan membran dengan lapisan atas yang dense rapat yang dikenal dengan mekanisme delayed demixing. Hasil mekanisme demixing ini terjadi dalam pembentukan membran rapat pemisahan gaspervaporasi. Menurut Mulder 1996, apabila larutan polimer terdiri dari polimer selulosa asetat dengan pelarut DMF atau DMSO serta bukan-pelarut berupa air, maka pembentukan morfologi membran akan mengikuti mekanisme instantaneous demixing. Sebaliknya, apabila larutan polimer terdiri dari polimer dengan THF atau aseton sebagai pelarut dan air sebagai bukan-pelarut maka pembentukan morfologi membran akan mengikuti mekanisme delayed demixing. Mekanisme pembentukan pori diawali dengan terjadinya pemisahan fasa, yaitu fasa kaya akan polimer dan fasa miskin polimer. Fasa kaya akan polimer akan membentuk padatan, sementara fasa miskin akan polimer akan larut dan meninggalkan pori. Proses pemadatan lebih cepat dibandingkan proses pelarutan. Lapisan atas membran terbentuk pertama sekali pada saat larutan cetak dicelupkan pada bak koagulasi berisi air sebagai koagulan. Pelarut dan aditif yang terdapat pada larutan cetak dengan cepat berdiffusi dalam larut ke air, sedangkan molekul- molekul polimer dengan cepat beragregasi untuk membentuk padatan. Oleh karena padatan yang terbentuk belum sempurna, maka pori yang ditinggalkan pada padatan membran dari hasil proses pelarutan pelarut dan aditif pada bak koagulasi sangat kecil. Proses pelarutan pelarut dan aditif pada lapisan bagian bawah lebih lambat dibandingkan pada lapisan bagian atas. Ketika molekul pelarut dan aditif larut, proses pemadatan sudah terjadi sempurna dan molekul meninggalkan meninggalkan jejak sebesar dimensi molekul tersebut dan pori yang dihasilkan lebih besar dibandingkan pada bagian atas Young dan Chen, 1995 ; Javiya et al, 2008. Pemanfaatan dan Peluang Teknologi Membran Teknologi membran hingga sekarang sudah dikembangkan di berbagai negara dan memiliki peran penting di industri. Teknologi membran tidak hanya berhasil menggantikan teknik pemisahan konvensional pada berbagai industri, namun juga telah terbukti berhasil menghasilkan effluen pada pengolahan limbah industri dengan kualitas di atas standar baku mutu sehingga memungkinkan effluent tersebut digunakan kembali sebagai air proses. Pemanfaatan itu menghasilkan keuntungan dari segi biaya operasional. Selain itu konsumsi energi teknologi ini sangat rendah karena pemisahan menggunakan membran tidak memerlukan perubahan fasa sehingga dapat dilakukan pada suhu kamar suhu rendah dan pengaruh ini berdampak terhadap biaya produksi. Penggunaan suhu rendah dapat mencegah terjadinya kerusakan pada unsur-unsur yang rentan terhadap panas dan tingkat kemurnian produk yang dihasilkan lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik ramah lingkungan. Indonesia merupakan salah satu bagian dari negara di Asia Tenggara yang berpotensi untuk mengembangkan aplikasi membran. Dari setiap sumber daya alam yang ada juga dapat dijadikan membran untuk dijadikan suatu produk yang dapat dijual marketable. Membran ultrafiltrasi mampu menolak semua padatan terlarut, partikel koloid, senyawa terlarut dengan berat molekul tinggi seperti polisakarida, warna, protein, jamur, dan bakteri. Sementara gula, garam-garam mineral, dan air lolos melewati pori membran. Aplikasi yang sangat luas dibidang bioteknologi proses pemisahan produk : enzim, vitamin, biomedikal pencucian darah dengan ginjal buatan, industri makanan dan minuman produk agroindustri, serta pengolahan limbah cair Bahan Berbahaya Beracun, B3 dari alkohol, pabrik kertas, pabrik penyamakan kulit telah banyak dilakukan Benziger, 1989 ; Shibata, 2004. Dalam industri minyak atsiri, alternatif metode pemisahan dam pemurnian dapat dilakukan dengan menggunakan membran filtrasi LIPI, 2007. Kombinasi proses ekstraksi minyak atsiri dengan super kritikal CO 2 dan pemisahan dengan membran telah dilakukan untuk pemisahan pelarut dengan minyak tanpa memerlukan kondisi ektraksi dengan variasi yang besar Sarmento et al., 2004. Pada Tabel 8 dapat dilihat berbagai hasil penelitian dengan memanfaatkan membran selulosa asetat. Tabel 8. Pemanfaatan membran selulosa diasetat No. Peneliti Judul Penelitian 1. Hiratsuko, N. et al. 1996. Rapid and Highly Sensitive Colloidal Silver Staining on Cellulose Acetate Membrane for Analysis of Urinary Proteins. 2. Iijima, S. et al. 1997. Silmutaneous Analysis of Microheterogeneity of Immonuglobulins and Serum Protein Fraction Using High-Voltage Isoelectric Focusing on Six Celluoce Acetate Membrane. 3. Rahayu, I. et al. 2000 Synthesis and Characterization of Cellulose Acetae Hollow Fiber Membrane and With Additive Variation for Clarification of Guava Juice. 4. Darmo, H. K. et al. 2003. Upaya Penanganan Membran Fouling pada pengolahan Limbah Textil 5. Notodarmojo, S. et al. 2004a. Pengolahan Limbah Cair Emulsi Minyak dengan Proses Membran Ultrafiltrasi Dua-Tahap Aliran Cross-Flow. 6. Notodarmojo, S. et al. 2004b Penurunan Zat Organik dan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem Aliran Dead-End. Kekeruhan menggunakanStudi kasus: Waduk Saguling, Padalarang 7. Juansah, J. et.al. 2009. Peningkatan Mutu Sari Buah Nanas dengan Memanfaatkan Sistem Filtrasi Aliran Dead-End dari Membran Seluloa Asetat. 8. Aripad. 2009. Pemurnian Virgen Coconout Oil VCO dengan Menggunakan Membran Celulosa Asetat secara Ultrafiltrasi. Komoditi pertanian di Indonesia sangat beragam, termasuk minyak atsiri. Nilam merupakan salah satu dari sejumlah besar jenis minyak atsiri yang telah berhasil disuling di Indonesia. Minyak ini banyak digunakan dalam industri parfum, sabun, deterjen, dan kosmetika. Industri nilam merupakan penyumbang devisa terbesar di antara ekspor minyak atsiri yang dihasilkan Indonesia. Ekspor minyak nilam Indonesia pada tahun 2001 adalah ± 1.88 ton, dan pada tahun 2006 meningkat sebesar empat kali lipat ± 4.984 ton BPS, 2006. Sebagai produsen nilam terbesar di dunia, Indonesia memasok 80 kebutuhan minyak nilam Amerika. Sisanya yang 20 diimpor oleh Amerika dari Spanyol, Singapura, Belanda, dan Perancis Anonymous, 2009. Nanggroe Aceh Darussalam adalah salah satu sentra produksi minyak nilam di Indonesia. Nahar 2009 dalam survai yang telah dilakukan pada bulan Mei tahun 2009 ke salah satu daerah pengolahan minyak nilam di daerah Aceh, tepatnya di Kabupaten Aceh Utara, diperoleh keterangan dari petani pembuat minyak nilam, bahwa produksi mereka hanya dihargai Rp. 250.000 – 300.000Kg oleh petani pengumpul. Kadar Patchouli Alkohol PA merupakan salah satu parameter yang menentukan mutu minyak nilam. Standar mutu minyak nilam terbaik adalah mempunyai kadar PA minimal 31 menurut SNI 06-2385-2006, tetapi untuk standar mutu minyak nilam dalam pasar ekspor internasional yaitu minimal 38 Essential Oil Association of USA, 1975. Tuntutan pasar saat ini tentang kualitas cenderung meningkat, dan industri minyak nilam di Indonesia harus mampu mengikuti keinginan pasar tersebut. Jadi penyulingan yang dilakukan tidak hanya terbatas untuk menghasilkan minyak nilam semata, tetapi juga membuat minyak seperti yang diinginkan oleh pasar. Beberapa pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan petani, diperoleh hasil yang kurang memuaskan karena kandungan patchouli alcohol masih dibawah 30, sedangkan kebutuhan pasar kandungan patchouli alcohol minimal 31. Permasalahan yang seperti ini sering dihadapi oleh petani minyak nilam karena produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar kualitas sehingga mengakibatkan rendahnya daya jual. Oleh sebab itu memperbaiki mutu minyak nilam dalam hal peningkatan kadar patchouli alcohol akan sangat membantu memecahkan masalah diatas dengan cara melakukan penelitian sehingga didapat kualitas minyak nilam yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI 06-2385- 2006. Peningkatan patchouli alcohol telah dilakukan dengan metoda distilasi uap, distilasi aerasi, dan fraksinasi vakum dengan kandungan patchouli alcohol dalam minyak nilam sekitarr 40 - 76 Yudistira et al., 2010. Hanya saja pada metode-metode tersebut operasi bekerja pada suhu tinggi, sehingga memerlukan sejumlah energi. Membran selulosa asetat bersifat hidrofilik dan mempunyai sisi aktif yang bersifat polar, sehingga memiliki peluang untuk dapat berinteraksi dengan gugus yang bersifat polar pada komponen yang akan dipisahkan. Interaksi antara molekulsenyawa dengan membran dapat terjadi melalui ikatan kimia, yaitu ikatan hidrogen. Breaken et al. 2005 menyatakan bahwa hidrofobisitas merupakan parameter penting yang mempengaruhi retensi untuk molekul-molekul dengan berat molekul di bawah Molecular Weight Cut Off MWCO membran. Patchouli alkohol merupakan salah satu komponen penyusun minyak nilam yang lebih bersifat polar dibandingkan komponen penyusun lainnya karena memilki gugus hidroksil -OH Oleh karena antara membran selulosa asetat dan patchouli alkohol bersifat polar, dan berat molekul masing-masing komponen penyusun mimyak nilam relatif sama, maka peningkatan patchouli alkohol diduga dapat dilakukan berdasarkan mekanisme perbedaan hidrofobisitas. Komponen utama serta sifat fisika yang terdapat dalam minyak nilam tercantum pada Tabel 9. Tabel 9. Komponen utama dalam minyak nilam Selain itu, seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan produk pangan yang lebih berkualitas diperlukan suatu peran teknologi dengan proses pemisahan No. Komponen Komposisi Berat Molekul Titik Didih o C 1. ß - patchoulene 1,7 – 4,8 204,35 248,83 2. α - gurjunene 0,0 – 5,0 3. α - guaiene 9,9 – 15,2 4. ß - caryophyllene 2,0 – 3,9 204,36 110 5. α - patchoulene 8,5 – 12,7 204,35 245,23 6. Seychellene 5,9 – 9,4 218,38 259,09 7. α - bulnesene 13,2 – 17,2 190,32 242,26 8. ß - guaienepoxide 0,1 – 0,2 9. α - bulnesenepoxide 0,2 – 0,4 10. norpatchoulenol 0,5 – 0,6 208,34 268,88 11. Patchoulol 31,2 – 46,0 222,37 280,37 12. Pogostol 1,9 – 2,7 208,34 274,43 Maryadhi 2007; Dung et al. 1989 yang bersifat tidak merusak komponen dan pemakaian energi yang rendah. Proses pemisahan yang umum dilakukan menggunakan tambahan bahan kimia filter aid sehingga menghasilkan limbah yang menimbulkan biaya pengolahan lingkungan lebih tinggi. Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Diharapkan Indonesia dapat mencapai swasembada gula pada tahun 2014 dan diperkirakan untuk swasembada nasional dibutuhkan sekitar 5,7 ton gula. Usaha untuk mencapai target tersebut dibutuhkan penambahan lahan seluas 500 ribu hektare Putri, 2010. Namun untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai target swasembada gula pada tahun 2014 tidak mungkin hanya mengandalkan dari luas lahan yang ada. Sampai dengan 2009 luas lahan perkebunan tebu di Indonesia 473 ribu ha atau naik 2,9 dibanding 460 ribu ha pada 2008 Market Intelligence, 2010. Disamping teknik penanaman bibit dengan kualitas baik dan meningkatkan pemupukan, teknik proses pemurnian nira mentah merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan gula kristal dengan mutu yang baik dan jumlah yang meningkat. Sebelum menjadi gula, tebu harus melewati beberapa tahapan proses. Pada proses produksi gula hampir semua tahapan proses merupakan proses pemisahan. Sebagian besar pabrik gula di Indonesia menggunakan cara sulfitasi, defekasi, dan karbonatasi pada proses penjernihan nira mentah. Tahapan pada proses penjernihan nira merupakan tahapan untuk menghilangkan kontaminasi non sukrosa dari nira mentah. Selanjutnya nira jernih masuk ke tahap kristalisasi dengan terlebih dahulu dipekatkan dengan mengurangi kadar airnya. Pemurnian dengan metode ini masih dihadapkan pada tingginya impuritas dalam produk dan besarnya kehilangan sukrosa. Usaha untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas kristal gula, maka sistem membran dengan teknik ultrafiltrasi dapat menggantikan proses konvensional tersebut untuk memisahkan zat warna. Dengan demikian, untuk memecahkan beberapa masalah terutama kualitas produk dan pemakaian energi, diharapkan teknologi membran mampu diterapkan di bidang pangan menggantikan sebagian teknologi konvensional. Implemantasi teknologi membran akan semakin luas apabila terjadi pengembangan yang sangat pesat dalam hal material membran, proses produksi yang semakin baik, produksi membran yang semakin meningkat, serta kualitas membran yang semakin baik. Keadaan tersebut secara langsung akan berdampak pada penurunan harga membran sehingga proses membran menjadi lebih ekonomis. Peluang terhadap suatu hasil agroindustri dapat dapat ditinjau dari dua pendekatan, yaitu: 1 suplai bahan baku dan 2 permintaan pasar. Pendekatan suplai bahan baku digunakan karena bahan baku yang tersedia banyak, namun belum termanfaatkan sehingga nilainya menjadi rendah. Pengolahan suatu bahan baku akan meningkatkan nilai tambah bahan baku tersebut, sementara pendekatan permintaan pasar digunakan karena melihat adanya peluang pasar bagi produk hasil pengolahan bahan baku tersebut. Melihat dari dua pendekatan tersebut dan pemanfaatan membran yang dapat digunakan pada berbagai bidang, maka teknologi membran memberi suatu peluang harapan yang baik digunakan pada proses pemisahan. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan dari Agustus 2008 hingga Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Proses Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Bioproses Departemen Tekmologi Industri Pertanian TIN Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Analisis Scanning Electron Microscope SEM dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Cibinong. Pengukuran berat molekul selulosa asetat, ketebalan membran, dan kuat tarik membran dilakukan di Laboratorium Pengujian Fisika dan Pengolahan pada Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 1 bahan untuk pembuatan selulosa asetat, yaitu bahan baku selulosa pulp kayu sengon yang diperoleh dari hasil kerjasama dengan Balai Besar Pulp dan Kertas BBPK Bandung, asam asetat glasial 100 GR, Merck, anhidrida asetat p.a Merck, asam sulfat 95-97, p.a Merck, aquadest, dan magnesium karbonat teknis, 2 bahan untuk analisis kadar asetil, yaitu ethanol 96, p.a. Merck, NaOH pellet, asam klorida fuming 37 GR, p.a. Merck, NaCO 3 , indikator metil merah, indikator fenolftalein pp, dan aseton p.a. untuk menganlisis viskositas intrinsik dan berat molekul selulosa asetat, 3 bahan untuk pembuatan membran selulosa asetat, terdiri dari dimetilformamida DMF, LAB. Merck, selulosa diasetat SDA 39,66 diperoleh dari hasil proses asetilasi selulosa pulp kayu sengon, aquadest, polietilen glikol PEG dengan berat molekul 1450 Da Sigma, 4000 Da, dan 6000 Da Merck, dan 4 bahan untuk pengujian karakteristik membran adalah aquades, standar Dekstran Sigma dengan berat molekul 12 kDa , dan Bovin Serum Albumin Sigma dengan berat molekul 67 kDa. Peralatan yang digunakan terdiri dari 1 peralatan untuk pembuatan selulosa asetat terdiri dari erlenmayer 250 ml, gelas piala 500 ml , gelas ukur 25ml, 50 ml,100 ml, pengaduk kaca, corong kaca, shaker tabung sentrifus 50 ml, dan viskometer Ubbelohde untuk mengukur viskositas intrinsik dan berat molekul selulosa asetat, 2 peralatan untuk pembuatan membran terdiri dari lembaran kaca, batang silinder berfungsi sebagai aplikator casting knife, pengaduk bermagnet, dan bak koagulasi, 3 seperangkat penyaringan aliran silang crossflow filtration untuk uji kinerja dan karakterisasi ukuran pori membran dengan modul berbentuk datar flat dan luas permukaan membran 12,56 cm 2 , dan 4 spektrofotometer untuk menganalisis konsentrasi larutan, Scanning Electron Microscope SEM JSM – 5310 LV, Jeol-Japan untuk analisis struktur morfologi membran, viskometer Ubbelohde untuk mengukur viskositas intrinsik dan berat molekul selulosa asetat, alat untuk mengukur ketebalan membran dengan merk Heidenhain, dan kuat tarik membran dengan alat tensometer tanpa merk-hasil rakitan dari Balai Karet. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara bertahap yang terdiri atas: 5. Analisis sifat fisika dan komposisi kimiawi selulosa pulp kayu sengon.

6. Tahap pembuatan selulosa diasetat SDA terdiri dari proses aktivasi,