Latar Belakang Keefektifan dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan dalam Mereduksi Pencemar NO2 akibat Aktivitas Transportasi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya satu atau lebih zat pencemar dalam jumlah dan waktu tertentu ke udara baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Peristiwa tersebut dapat mempengaruhi kelestarian organisme maupun benda Pandia et al., 1995. Aktivitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran udara antara lain adalah kegiatan industri, pertambangan, transportasi, pertanian, dan pembakaran baik biomassa maupun bahan fosil. Bahan pencemar udara yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut antara lain adalah berbagai macam hidrokarbon HC, sulfur oksida SO x , karbonmonoksida CO, nitrogen oksida NO x , partikulat, dan berbagai bahan lainnya. Dengan semakin meningkatnya aktivitas manusia, diprediksikan terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas pencemaran udara. Berbagai penelitian memperlihatkan terdapat hubungan antara meningkatnya konsentrasi pencemar udara dengan gangguan kesehatan dan kematian Naess et al ., 2007. Di Amerika, dari berbagai aktivitas yang menimbulkan pencemaran udara, pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas transportasi lebih besar dibandingkan dengan kegiatan manusia lainnya Gorham, 2002. Pencemaran udara di Indonesia, terutama di kota-kota besar disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor 60-70, industri 10-15, dan sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain Kusnoputranto, 1996. Proses penyebaran pencemar dari aktivitas transportasi dipengaruhi oleh jumlah, jenis, dan kepadatan kendaraan bermotor serta beberapa faktor lingkungan. Masalah pencemaran udara tidak hanya terjadi pada negara-negara sedang berkembang tetapi juga pada negara-negara maju. Badan Kesehatan Dunia World Health Organization WHO menyatakan bahwa kualitas udara di kota- kota besar di negara maju luar biasa buruk dan sejumlah penduduk di negara- negara tersebut terpapar konsentrasi udara ambien di atas batas yang ditetapkan oleh WHO. Bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia lebih rentan terhadap pengaruh buruk pencemaran udara dibandingkan dengan orang dewasa Brauer et al., 2002; Kim et al ., 2004; Oglesby et al., 2006. Pengaruh pencemaran udara akan lebih meningkat pada anak-anak yang sebelumnya sudah menderita penyakit asma Timonen Pekkanen, 1997. Naess et al., 2007 melaporkan bahwa terdapat hubungan antara meningkatnya konsentrasi pencemar udara dengan kejadian penyakit yang menjadi indikator dampak dari paparan NO 2 . Konsentrasi NO 2 lebih besar dari 40µg m -3 cenderung meningkatkan kasus kardiovaskuler, kanker paru, dan penyakit paru osbtruktif kronis PPOK. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas udara, di antaranya adalah menetapkan standar emisi gas buang kendaraan bermotor, umur kendaraan bermotor yang dapat beroperasi di jalan raya, serta standar kualitas udara ambien nasional. Di Amerika Serikat, sejak tahun 1992 ditetapkan National Ambient Air Quality Standards NAAQS, yang kemudian direvisi pada tahun 1997. Di Indonesia peraturan yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PPRI No 41 tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional. Peraturan ini diperkuat dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEPMEN LH nomor 141 tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi current production. Selain menerapkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengurangan pencemaran udara, usaha yang dapat dilakukan adalah mengurangi emisi gas-gas pencemar langsung pada sumbernya melalui perbaikan secara teknis ataupun penggunaan bahan yang lebih ramah terhadap lingkungan. Pengadaan ruang terbuka hijau berupa taman, jalur hijau, kebun, pekarangan, atau hutan kota juga merupakan alternatif untuk mengurangi pencemar udara. Manfaat dari ruang terbuka hijau tersebut, tidak hanya dari segi estetika saja tetapi juga dari manfaat ekologis lainnya yaitu mereduksi beberapa jenis pencemar, sebagai habitat berbagai jenis satwa, sebagai penyerap karbondioksida CO 2 , dan menghasilkan oksigen O 2 yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup. Di Indonesia, belum ditemukan publikasi dampak pencemar NO 2 terhadap kesehatan manusia. Namun demikian, dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi, pencemar NO 2 berpotensi menimbulkan gangguan terhadap manusia dan lingkungan. Di Indonesia, upaya mengurangi potensi pencemaran udara melalui pengadaan ruang terbuka hijau merupakan salah satu alternatif yang perlu dikembangkan. Alasan yang mendukung alternatif ini adalah keragaman tumbuhan di Indonesia yang cukup tinggi, sehingga pemilihan jenis tanaman jalur hijau dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah yang ada. Tanaman yang digunakan sebagai elemen ruang terbuka hijau harus efektif menyerap pencemar udara, mampu menyesuaikan diri, dan toleran dengan kondisi pencemaran udara di sekitarnya. Kemampuan tanaman menyerap pencemar udara bervariasi, dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi pencemar, sensitivitas tanaman terhadap pencemar, dan faktor pertumbuhan tanaman Wilmer, 1986; Mc Kersie Leshem, 1994; Larcher, 1995. Di Indonesia, penelitian kemampuan tanaman menyerap pencemar NO 2 dalam kondisi terkontrol cukup banyak dilakukan Nasrullah et al., 1997; Patra, 2002; Nugrahani, 2005. Hasil penelitian ini akan memperkaya data tentang kemampuan tanaman menyerap bahan pencemar. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai tanaman jalur hijau jalan cukup beragam. Untuk menentukan jenis yang tepat sebagai tanaman jalur hijau, maka perlu diketahui keefektifan berbagai jenis tanaman dalam menyerap pencemar, diantaranya adalah NO 2 . Selain memperhatikan jenis tanaman sebagai elemen jalur hijau, faktor lain yang perlu diperhatikan dalam desain jalur hijau adalah jarak tanaman dari sumber emisi. Sampai saat ini, dalam merancang desain jalur hijau jarak penempatan tanaman sebagai tanaman tepi jalan sangat beragam bergantung pada kondisi jalan dan lahan tersedia. Informasi jarak penempatan tanaman yang efektif untuk menurunkan konsentrasi pencemar NO 2 belum ditemukan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi tersebut. Toleransi tanaman terhadap pencemar udara merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan jenis tanaman sebagai elemen jalur hijau. Jika tanaman toleran terhadap pencemar udara maka fungsi tanaman sebagai agen pereduksi pencemar udara dapat berjalan baik dengan tetap mempertahankan kondisi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimum. Penelitian Singh et al. 2001 dan Udayana 2004 menunjukkan toleransi berbagai jenis tanaman terhadap pencemar udara yang diukur berdasarkan respon fisiologi. Kekurangan dari metode ini adalah tidak menyertakan parameter pertumbuhan vegetatif untuk menguji toleransi tanaman. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai toleransi tanaman terhadap pencemar udara berdasarkan respon pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya nilai toleransi berdasarkan pertumbuhan vegetatif dibandingkan dengan kondisi fisiologi untuk mendapatkan kesesuaian respon dari kedua kriteria tersebut.

1.2. Kerangka Pemikiran