Waktu dan Wilayah Penelitian Jenis dan Sumber Data Definisi Operasional Data

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai bulan Oktober tahun 2005. Dalam penelitian ini wilayah Indonesia dijadikan wilayah penelitian karena untuk melihat sampai sejauh mana industri minyak goreng Indonesia dapat berkontribusi pada sektor-sektor perekonomian di Indonesia. Hal ini dengan melihat kebutuhan konsumsi minyak goreng di Indonesia yang cenderung meningkat tiap tahunnya. Penelitian ini juga melihat dampak dan kontribusi minyak goreng di Indonesia sehingga dapat membandingkan keterkaitan antar minyak goreng terhadap sektor-sektor perekonomian di Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2000. Tabel yang menjadi analisis utama dalam penelitian ini adalah Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen. Penggunaan tabel tersebut dikarenakan dianggap cukup stabil, yaitu tidak dipengaruhi lagi oleh marjin perdagangan dan pengangkutan serta impor. Data berasal dari Badan Pusat Statistik Indonesia dengan klasifiksi 175 sektor. Data kemudian diagregasikan menjadi 26 sektor dengan mempertimbangkan sektor yang sejenis dan sektor yang akan diteliti lebih lanjut, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan industri minyak goreng. Data kemudian diolah dengan menggunakan software GRIMP 7.2 dan Microsoft Excel.

3.3 Metode Analisis Model Input-Output

Alat analisis yang digunakan untuk meneliti peranan industri minyak goreng terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia adalah model Input-Output. Dari Tabel Input-Output ini peranan industri minyak goreng dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan akhir dapat diketahui secara langsung karena sudah tersaji dalam tabel. Untuk mengetahui peranan industri minyak goreng sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input serta dampak yang ditimbulkan sektor industri minyak goreng terhadap perekonomian wilayah dapat dikaji berdasarkan analisis multiplier dan keterkaitan.

3.3.1 Koefisien Input

Pada tabel Input-Output koefisien input atau koefisien teknologi merupakan perbandingan antara output sektor i yang digunakan dalam sektor j atau X ij dengan input total sektor j X j . Jika koefisien input dilambangkan dengan a ij , maka: j ij j i X X a = ; untuk i dan j = 1,2,...,n Sesuai dengan perumusan koefisien input di atas, maka dapat disusun matriks sebagai berikut: n n nn n n n n n n F X a X a X a F X a X a X a F X a X a X a + + + + + + + + + + + Λ Μ Μ Μ Λ Λ 2 2 1 1 2 2 2 22 1 21 1 1 2 12 1 11 : : : = n X X X 2 1 Persamaan 3 atau, nn n n n n a a a a a a a a a Λ Μ Μ Μ Λ Λ 2 1 2 22 21 1 12 11 : : : n X X X : 2 1 Μ + n F F F : 2 1 Μ = n X X X : 2 1 Μ A X + F = X AX + F = X atau F = I-A X Persamaan 4 Maka, X = I-A -1 F Persamaan 5 Dimana: I : Matriks identitas F : Permintaan akhir X : Jumlah Output I-A -1 : Matriks kebalikan Leontif, bentuk matriks Leontif selengkapnya adalah sebagai berikut: I-A = 1 1 1 1 11 nn n n a a a a − − − − Λ Μ Μ Λ Matriks kebalikan merupakan alat yang sangat penting dalam melakukan analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir maupun tingkat produksi. Hasil dari analisis tersebut yaitu, 1 keterkaitan langsung baik ke depan maupun ke belakang; 2 keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun kebelakang; 3 pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja; serta 4 koefisien dan kepekaan penyebaran.

3.3.2 Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan ini digunakan dalam menentukan prioritas-prioritas sektor perekonomian dalam rangka mencapai pembangunan. Beberapa jenis koefisien keterkaitan yang sering digunakan adalah sebagai berikut: a. Keterkaitan Langsung Ke Depan Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke depan dapat dirumuskan sebagai berikut: KD i = ∑ = n j ij a 1 ; untuk j = 1,2,….,n dimana: KD i : Keterkaitan Langsung ke depan a ij : Unsur matriks koefisien teknis b. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk menganalisis digunakan rumus: KBj = ∑ = n i ij a 1 ; untuk i = 1,2,…,n dimana: KB i : Keterkaitan langsung ke belakang a ij : Unsur matriks koefisien teknis c. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan Menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukurnya, digunakan rumus: KDLT i = ∑ = n j ij 1 α ; untuk i = 1,2,....,n dimana: KDLT i : Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan α ij : Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan ini menyebabkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukurnya, digunakan rumus: KBLT j = ∑ = n i ij 1 α ; untuk i = 1,2,....,n dimana: KBLT j : Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan α ij : Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

3.3.3. Analisis Dampak Penyebaran a. Koefisien penyebaran

Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Dengan kata lain, koefisien penyebaran dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pd j mempunyai nilai lebih besar dari satu, begitu juga sebaliknya jika nilai Pd j lebih kecil dari satu. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut: Pdj = ∑∑ ∑ − = = n i n j ij n i ij n 1 1 1 α α ; untuk i dan j = 1,2,….,n dimana: Pd j : Koefisien penyebaran sektor j α ij : Unsur matriks kebalikan Leontief Nilai koefisien penyebaran dari satu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebarannya.

b. Kepekaan Penyebaran

Konsep ini berguna dalam menghitung tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Dengan kata lain, kepekaan penyebaran merupakan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai sektor ini. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor seluruh koefisien matriks kebalikan Leontif. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut: Sd i = ∑∑ ∑ = = = n i n j ij n j ij n 1 1 1 α α ; untuk i dan j = 1,2,…,n dimana: Sd i : Koefisien penyebaran sektor j α ij : Unsur matriks kebalikan Leontief Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebarannya. Apabila nilai kepekaan penyebaran Sd i lebih dari 1 maka sektor i tersebut mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi. Sebaliknya jika nilai Sd i kecil maka sektor i tersebut mempunyai tingkat penyebaran yang rendah. Perbandingan antara nilai kepekaan dan koefisien penyebaran dapat menunjukkan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu sektor memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari nilai kepekaan penyebarannya maka sektor tersebut mempunyai kemampuan menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Suryadi 2000

3.3.4 Analisis Multiplier

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka α ij maupun untuk model tertutup α ij dapat ditentukan nilai-nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum pada tabel berikut: Tabel 3.1 Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Multiplier Nilai Output Rp Pendapatan Rp Tenaga Kerja Rp Efek Awal 1 h j e j Efek Putaran Pertama ∑ i a ij ∑ i a ij h i ∑ i a ij e i Efek Dukungan Industri ∑ i α ij –1- ∑ i a ij ∑ i α ij h i – h j - ∑ i a ij h i ∑ i α ij e ij - e j - ∑ i a ij e i Efek Induksi Konsumsi ∑ i α ij – ∑ i α ij ∑ i α ij h i - ∑ i α ij h i ∑ i α ij e i - ∑ i α ij e i Efek Total ∑ i α ij ∑ i α ij h i ∑ i α ij e i Efek Lanjutan ∑ i α ij -1 ∑ i α ij h i –h i ∑ i α ij e i -e i Sumber: Daryanto, 1990 dalam Sahara, 1998. Dimana: a ij : Koefisien output h i : Koefisien pendapatan rumah tangga; jumlah upah dan gaji sektor j w j dibagi total input sektor j X j e i : Koefisien tenaga kerja; Jumlah tenaga kerja di sektor j I j dibagi total input sektor j X j α ij : Matriks kebalikan Leontief model terbuka α ij : Matriks kebalikan Leontief model tertutup Untuk melihat adanya hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja dihitung berdasarkan rumus multiplier tipe I dan tipe II seperti dibawah ini: T ipe I = Awal Efek Industri Dukungan Efek Pertama Putaran Efek Awal Efek + + Awal Efek Konsumsi Duk Efek Industri Duk Efek Pertama Put Efek Awal Efek II Tipe . . . + + + =

3.4 Definisi Operasional Data

1. Industri Pengolahan Industri pengolahan adalah suatu industri dimana proses produksinya mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi. Dalam proses produksinya dapat dilakukan baik secara kimia, mesin ataupun secara manual. 2. Output Pada tabel input output, output diartikan sebagai output domestik yaitu jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di dalam negeri domestik, dengan menyamakan asal pelaku produksinya. Nilai keluaran dari suatu unit usaha yang berupa barang, output dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kuantitas produksi barang tersebut dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedang bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, nilai output merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan ke pihak lain. 3. Transaksi Antara Terjadinya suatu transaksi antar sektor yang berperan sebagai produsen sektor produsen dengan sektor yang berperan sebagai konsumen sektor konsumen. Pada tabel I-O, sektor produksi ditujukan pada tiap barisnya, sedangkan sektor konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi antara hanya mencakup transaksi barang dan jasa yang ada hubungannya dengan proses produksi. Dengan kata lain, transaksi antara pada isian sepanjang barisnya menunjukkan alokasi output suatu sektor untuk memenuhi kebutuhan input sektor lain dalam proses produksi dan inilah yang disebut sebagai permintaan antara. Isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara. 4. Permintaan Akhir dan Impor Permintaan akhir adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang digunakan untuk kegiatan konsumsi bukan digunakan dalam proses produksi. Komponen dari permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. Barang dan jasa yang dikosumsi tersebut dapat berasal dari hasil produksi dalam negeri maupun impor. a. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa mencakup barang tahan lama dan barang yang tidak tahan lama kecuali pembelian tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga juga mencakup pengeluaran yang dilakukan oleh lembaga swasta yang tidak mencari untung, seperti lembaga sosial. b. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Komponen dari pengeluaran konsumsi pemerintah adalah semua pengeluaran barang dan jasa untuk kegiatan administrasi pemerintah dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Contoh dari pengeluaran pemerintah adalah belanja pegawai negeri, belanja barang bukan modal dan penyusutan. c. Pembentukan Modal Tetap Pembentukan modal tetap terdiri dari pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dalam negeri maupun impor, termasuk barang bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap ini hanya mencakup pembelian barang modal sektor ekonomi di dalam negeri. Pada tabel I-O, komponen pembentukan barang modal hanya menggambarkan komposisi barang modal yang dihasilkan oleh sektor produksi. d. Perubahan Stok Selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok pada awal tahun diebut sebagai perubahan stok. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi, 1 perubahan stok barang jadi dan barang setengah jadi yang disimpan oleh produsen; 2 perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen serta 3 perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang dagangan yang belum terjual. e. Ekspor dan Impor Komponen ekspor dan impor terdiri dari transaksi barang dan jasa, baik yang dilakukan antar penduduk dalam suatu negara maupun antar penduduk negara lain. Transaksi ekspor juga mencakup pembelian langsung di dalam negeri oleh penduduk negara lain. Sedangkan transaksi impor merupakan pembelian langsung diluar negeri oleh penduduk suatu negara. 5. Input Primer Input primer merupakan balas jasa atas penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer merupakan selisih antara output dengan input antara. Komponen input primer terdiri dari: a upah dan gaji, b surpus usaha, c penyusutan barang modal dan d pajak tak langsung neto a. Upah dan Gaji Semua balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi, biak berupa uang maupun barang dan jasa merupakan komponen dari upah dan gaji. b. Surplus Usaha Surplus usaha merupakan balas jasa atas kepemilikan modal. Komponen dari surplus usaha antara lain keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Surplus usaha merupakan selisih dari nilai tambah bruto dengan upah, penyusutan dan pajak tak langsung neto. c. Penyusutan Penyusutan merupakan penyusutan barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Dengan kata lain, penyusutan adalah nilai dari penurunan nilai barang modal tetap yang dipakai dalam proses produksi. d. Pajak Tak Langsung Neto Pajak tak langsung adalah selisih dari pajak tak langsung dengan subsidi. Komponen dari pajak tak langsung terdiri dari pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Peranan Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia

Dilihat dari perkembangannya, industri minyak goreng merupakan salah satu industri yang cukup potensial dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan industri minyak goreng mempunyai dua posisi penting dalam proses produksi. Selain dapat berperan sebagai input antara dalam penyediaan bahan baku proses produksi industri hilirnya, industri minyak goreng juga dalam proses produksinya memerlukan bahan baku dari sektor industri hulunya. Proses tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga terjadi suatu ketergantungan. Berdasarkan tabel Input-Output Indonesia tahun 2000, diketahui bahwa total input industri minyak goreng sebesar Rp. 48.416 miliar yang terdiri dari Rp. 27.914 miliar input antara dan Rp. 20.502 miliar input primer. Hal tersebut dapat disimpulkan industri minyak goreng mempunyai keterkaitan lebih tinggi terhadap sektor-sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Besaran prosentase masing-masing input antara dan input primer industri minyak goreng masing- masing sebesar 57,65 persen untuk input antara dan 42,35 persen untuk input primer. Nilai input primer untuk surplus usaha serta upah dan gaji mendominasi, masing-masing 48,33 persen dan 39,29 persen. Besarnya nilai surplus usaha dibandingkan dengan upah dan gaji menunjukkan bahwa nilai tambah dari industri minyak goreng lebih banyak dinikmati oleh para pemilik modal dibandingkan dengan pekerja. Sedangkan nilai impor hanya sebesar 6,3 persen, penyusutan 3,04 persen dan pajak tak langsung 2,99 persen Tabel 4.1