24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat, disebut
ookista. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk sekarang menjadi
infektif. Bila nyamuk mengisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit masuk ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah. Sporogoni yang dimulai dari
pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit yang infektif berlangsung 8-35 hari tergantung suhu lingkungan dan spesies parasit.
2.1.4 Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit Harijanto, 2000. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit disertai peningkatan makrofag Harijanto, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting Harijanto, 2000. Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset
Harijanto, 2006. Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi Harijanto, 2006. Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria Black White Fever dan dapat menyebabkan gagal ginjal
Pribadi, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2. Mediator endotoksin-makrofag Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor
nekrosis tumor TNF yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF
dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa Pribadi, 2000.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
knobs pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan Pribadi, 2000.
Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian
penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan
berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan gender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit
Universitas Sumatera Utara
penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari terjadinya penyakit malaria.
Teori Simpul Malaria
Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3
Simpul 4
Sumber. Achmadi, 2003 2.1.5
Patologi Malaria
Terdapat tiga stadium parasit yang berpotensi invasif, sporozoit, merozoit, dan ookinete. Sporozoit malaria dilepaskan kedalam darah manusia melalui gigitan
nyamuk terinfeksi, biasanya kurang dari 1.000 sporozoit. Sporozoit beredar dalam sirkulasi dalam waktu yang sangat singkat. Sebagian mencapai hati, sebagian lain
disaring keluar. Dalam beberapa menit kemudian sporozoit yang mencapai hati akan melekat
dan menyerang sel hati melalui pengikatan reseptor hepatosit untuk protein trombospodin dan serum properdin. Sebagian sporozoit dihancurkan oleh fagosit,
tetapi sebagian besar masuk sel parenkim hati dan memperbanyak diri secara aseksual proses skizogoni eksoeritrositer, dapat menjadi sebanyak 30.000 merozoit. Dalam
40-48 jam
merozoit dapat
ditemukan dalam
sel hati
fase
SehatSakit Masyarakat
Terkena Resiko Penderita
Malaria Anopheles
sp.
Variabel lain yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
praeritrositikeksoeritrositer. Tiga hari kemudian bentuk intrahepatik ini dapat atau tidak berdifrensiasi kedalam bentuk skizon atau hipnozoit tergantung pada spesies
plasmodium, hal ini akan menyebabkan relaps atau tidaknya infeksi malaria. Setelah 6-16 hari terinfeksi, sel hati yang mengandung skizon jaringan pecah
dan merozoit yang masuk sirkulasi darah mengalami proses skizogoni eritrositer fase intraeritrositer. Pada infeksi P.falciparum dan P.malariae, skizon jaringan pecah
semua dalam waktu hampir bersamaan dan tidak menetap dalam hati. Sedangkan P.vivax dan P.ovale mempunyai 2 bentuk eksoeritrositer. Tipe primer berkembang
dan pecah dalam 6-9 hari, dan tipe sekunder, hipnozoit akan dorman dalam hati selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau mencapai 5 tahun sebelum
mengembangkan diri dan menghasilkan relaps infeksi eritrositikparasetemia rekuren. Didalam sel darah merah fase eritrositikintraeritrositer parasit akan
berkembang biak sehingga menimbulkan kerusakan sel darah merah dan mengalami lisis sehinga dapat menyebabkan anemia. Anemia yang terjadi menimbulkan anoksia
tidak terdapat oksigen pada jaringan dan menimbulkan berbagai kelainan organ. Selain itu, demam yang tinggi juga akan semakin mengganggu sirkulasi darah yang
menyebabkan statis pada otak serta penurunan sirkulasi pada ginjal, kongesti sentrilobular dan degenarasi hati. Gambaran patologis yang terpenting pada malaria
falciparum berat adalah eritrosit yang mengandung parasit tua dipembuluh darah jaringan terutama di otak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Penularan Malaria