menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh Widoyono, 2011.
2.1.3 Siklus Hidup Plasmodium
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat tingkatan-tingkatan dimana antara tingkatan yang satu berbeda dengan tingkatan yang lainnya, yaitu berdasarkan tempat
hidupnyalingkunganya dikenal dua tingkatan kehidupan nyamuk antara lain: tingkatan dalam air berupa telur lalu menjadi jentik dan dari jentik menjadi
kepompong, tingkatan di luar tempat berair yaitu di udara sebagai nyamuk dewasa jantan dan betina. Daur hidup keempat spesies plasmodium pada manusia sama.
Proses tersebut terdiri atas fase seksual eksogen sporogoni dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual skizogoni dalam badan hospes vertebrata. Reproduksi
seksual hasilnya disebut sporozoite sedangkan reproduksinya aseksual disebut merozoite. Pada penyakit malaria manusia sebagai host intermediate sedangkan
nyamuk sebagai host defenitifnya.
a. Parasit Dalam Hospes Vertebrata Hospes Perantara
Bila nyamuk Anopheles betina mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui
prosbosis ditusukkan kedalam kulit. Sporozoit segera masuk kedalam peredaran darah dan setelah ½-1 jam masuk dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh fagosit,
tetapi sebagian masuk dalam sel hati hepatosit menjadi tropozoit hati dan berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrositeksoeritrositer primer.
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati
Universitas Sumatera Utara
tetapi beberapa difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa waku beberapa bulan sampai lima tahun
menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit.
Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Setelah dua atau tiga generasi 3-15
hari merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi stadium seksual. Proses ini disebut gametogoni gametositogenesis. Stadium tumbuh tetapi inti tidak
membelah. Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies: pada P. falciparum bentuknya seperti sabitpisang bila sudah matang, pada spesies lain
bentuknya bulat.
b. Parasit Dalam Hospes Invertebrata Hospes Definitif
Bila Anopheles sp. mengisap darah hospes manusia yang mengandung parasit malaria. Parasit aseksual dicernakan bersama eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh
terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4-8 yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang flagel dengan ukuran 20-25 mikron, menonjol keluar
dari sel induk, bergerak-gerak sebentar kemudian melepaskan diri. Flagel atau gamet jantan disebut mikrogamet dan makrogametosit mengalami proses pematangan
maturasi dan menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk
mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot. Zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak tetapi dalam 18-24 jam menjadi
bentuk panjang dan dapat bergerak, stadium seperti cacing ini berukuran panjang 8-
Universitas Sumatera Utara
24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat, disebut
ookista. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk sekarang menjadi
infektif. Bila nyamuk mengisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit masuk ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah. Sporogoni yang dimulai dari
pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit yang infektif berlangsung 8-35 hari tergantung suhu lingkungan dan spesies parasit.
2.1.4 Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit Harijanto, 2000. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit disertai peningkatan makrofag Harijanto, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting Harijanto, 2000. Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset
Harijanto, 2006. Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi Harijanto, 2006. Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria Black White Fever dan dapat menyebabkan gagal ginjal
Pribadi, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2. Mediator endotoksin-makrofag Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor
nekrosis tumor TNF yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF
dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa Pribadi, 2000.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
knobs pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan Pribadi, 2000.
Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian
penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan
berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan gender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit
Universitas Sumatera Utara
penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari terjadinya penyakit malaria.
Teori Simpul Malaria
Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3
Simpul 4
Sumber. Achmadi, 2003 2.1.5
Patologi Malaria
Terdapat tiga stadium parasit yang berpotensi invasif, sporozoit, merozoit, dan ookinete. Sporozoit malaria dilepaskan kedalam darah manusia melalui gigitan
nyamuk terinfeksi, biasanya kurang dari 1.000 sporozoit. Sporozoit beredar dalam sirkulasi dalam waktu yang sangat singkat. Sebagian mencapai hati, sebagian lain
disaring keluar. Dalam beberapa menit kemudian sporozoit yang mencapai hati akan melekat
dan menyerang sel hati melalui pengikatan reseptor hepatosit untuk protein trombospodin dan serum properdin. Sebagian sporozoit dihancurkan oleh fagosit,
tetapi sebagian besar masuk sel parenkim hati dan memperbanyak diri secara aseksual proses skizogoni eksoeritrositer, dapat menjadi sebanyak 30.000 merozoit. Dalam
40-48 jam
merozoit dapat
ditemukan dalam
sel hati
fase
SehatSakit Masyarakat
Terkena Resiko Penderita
Malaria Anopheles
sp.
Variabel lain yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
praeritrositikeksoeritrositer. Tiga hari kemudian bentuk intrahepatik ini dapat atau tidak berdifrensiasi kedalam bentuk skizon atau hipnozoit tergantung pada spesies
plasmodium, hal ini akan menyebabkan relaps atau tidaknya infeksi malaria. Setelah 6-16 hari terinfeksi, sel hati yang mengandung skizon jaringan pecah
dan merozoit yang masuk sirkulasi darah mengalami proses skizogoni eritrositer fase intraeritrositer. Pada infeksi P.falciparum dan P.malariae, skizon jaringan pecah
semua dalam waktu hampir bersamaan dan tidak menetap dalam hati. Sedangkan P.vivax dan P.ovale mempunyai 2 bentuk eksoeritrositer. Tipe primer berkembang
dan pecah dalam 6-9 hari, dan tipe sekunder, hipnozoit akan dorman dalam hati selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau mencapai 5 tahun sebelum
mengembangkan diri dan menghasilkan relaps infeksi eritrositikparasetemia rekuren. Didalam sel darah merah fase eritrositikintraeritrositer parasit akan
berkembang biak sehingga menimbulkan kerusakan sel darah merah dan mengalami lisis sehinga dapat menyebabkan anemia. Anemia yang terjadi menimbulkan anoksia
tidak terdapat oksigen pada jaringan dan menimbulkan berbagai kelainan organ. Selain itu, demam yang tinggi juga akan semakin mengganggu sirkulasi darah yang
menyebabkan statis pada otak serta penurunan sirkulasi pada ginjal, kongesti sentrilobular dan degenarasi hati. Gambaran patologis yang terpenting pada malaria
falciparum berat adalah eritrosit yang mengandung parasit tua dipembuluh darah jaringan terutama di otak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium sp yang hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasitplasmodium hidup
dalam tubuh manusia. Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya
interaksi antara tiga faktor yaitu host, agent, dan environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara
Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek,
seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi Harijanto, 2006.
2.2 Hubungan Host, Agent, dan Environment
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya intereaksi antara “agen” atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai “pejamu” atau host, dan faktor
lingkungan yang mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai Trias Penyebab Penyakit.
I. Host a. Manusia
Host Intermediate
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria.
Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangannya.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua macam kekebalan yaitu : a. Kekebalan Alami Natural Imunity
Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu. b. Kekebalan didapat Acqired Immunity yang terdiri dari :
1 Kekebalan aktif Active Immunity Kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi.
2 Kekebalan pasif Pasif Immunity Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibodi atau zat-zat
yang berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan
bawaan pada bayi baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria di daerah yang tinggi endemisitas malarianya.
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat ditular
malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak mudah ditular malaria. Faktor manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit malaria yaitu :
a. Umur Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang dewasa.
Anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak yang berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan penting
untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria.
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis Kelamin Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari segala
golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil. Hasil penelitian Gomes 2001 menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia kemungkinan
8,56 kali menderita malaria falsiparum dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia.
c. Pekerjaan Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar
terhadap penyakit malaria, seperti tugas-tugas dinas di daerah endemis untuk jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas
militer, misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain. Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang datang dari daerah yang non endemis ke daerah yang endemiss
belum mempunyai kekebalan terhadap penyakit di daerah yang baru tersebut sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-pekerja
yang didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria. Menurut penelitian Dasri 2005 dengan desain penelitian case control penderita
malaria kemungkinan 4 kali bekerja di luar rumah malam hari dibandingkan dengan tidak penderita malaria.
d. Ras Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda faktor
rasial terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak mempunyai determinan
Universitas Sumatera Utara
golongan darah Duffy termasuk kebanyakan negro Afrika mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax.
e. Riwayat malaria Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat
infeksi terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk beberapa waktu.
f. Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur tidak memakai kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat melakukan
aktivitas di luar rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak teratur di dalam rumah.
Menurut penelitian Dasri 2005 dengan desain penelitian case control menyatakan bahwa penderita malaria kemungkinan 3,2 kali tidak memakai
repelen dibandingkan dengan tidak penderita malaria. g. Imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria memiliki kekebalan alami terhadap penyakit malaria. Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang
tinggi hampir sepanjang tahun, penduduknya sangat kebal dan sebagian besar dalam darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah
endemis malaria terdapat kekebalan kongenital atau neonatal pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
h. Status gizi Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja
farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat. Selain itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak
yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.
i. Sosial Budaya
Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk.
Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan pengguna zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat
akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.
b. Nyamuk Anopheles sp. Host Defenitive