Hubungan Pekerjaan Responden terhadap Kejadian Malaria Hubungan Sosial Budaya Responden terhadap Kejadian Malaria

Hasil wawancara dan analisis data menunjukkan tingkat pendidikan yang terbanyak adalah berpendidikan dasar SD dan SLTP. Tingkat pendidikan secara tidak langsung dapat mempengaruhi seseorang untuk mengetahui lebih banyak mengenai kondisi kesehatannya. Hal ini tentunya berpengaruh dalam bagaimana tindakan pencegahan yang dilakukan untuk terhindar dari suatu penyakit maupun tindakan pemeriksaan diri ke pusat pelayanan kesehatan sedini mungkin bila mengalami gangguan kesehatan dalam hal ini penyakit malaria. Hal ini sesuai dengan penelitian yoga 1999 yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kecendrungan untuk mengetahui tentang penyakit malaria juga semakin tinggi. Hal ini bisa terjadi karena informasi yang diterima oleh kelompok kepala keluarga yang termasuk dalam kategori tingkat pendidikan tinggi yang diperolehnya melalui pendidikan formal, lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang diterima oleh kelompok kepala keluarga dengan kategori pendidikan rendah. Yang didukung pula oleh interaksi mereka dengan berbagai lapisan masyarakat pada saat mereka menempuh jenjang pendidikan formal, tentunya akan menambah informasi dan pengalaman mereka, sehingga mereka lebih paham dan mengerti.

5.1.4 Hubungan Pekerjaan Responden terhadap Kejadian Malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pekerjaan responden terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0,001 p 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan responden terhadap kejadian malaria. Sehingga secara umum penyakit malaria dapat menyerang siapa saja baik yang bekerja sebagai petani, pedagang, PNS, dan swasta. Universitas Sumatera Utara Jenis pekerjaan seperti nelayan sangat berpotensi terserang penyakit malaria. Kerena nyamuk Anopheles Spp lebih suka menggit pada malam hari dan diluar rumah. Seseorang yang mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari memudahkan gigitan nyamuk diluar rumah, sehingga lebih memungkinkan untuk terjadinya infeksi malaria. Waktu mencari darah nyamuk Anopheles pada umumnya malam hari dengan kecenderungan menggigit mulai senja hingga tengah malam Suwito, 2005. Anopheles lebih cenderung bersifat eksofagik mencari darah di luar rumah, apabila pada malam hari di luar rumah tidak ada orang, nyamuk ini masuk kerumah orang untuk menggigit orang. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo yaitu nyamuk datangkap pada pukul 19.00 diluar rumah, dimana justru pada pukul 19.00 aktifitas diluar rumah masih tinggi Sunaryo, 2006.

5.1.5 Hubungan Sosial Budaya Responden terhadap Kejadian Malaria

1. Hubungan kebiasaan responden MCK di sungai pada malam hari terhadap kejadian malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden MCK di sungai pada malam hari terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,001 p 0,05 dengan OR sebesar 16 95 CI= 4,310-59,40 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden MCK di sungai pada malam hari terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan MCK di sungai pada malam hari memiliki resiko Universitas Sumatera Utara 16 kali lebih besar untuk terjadinya malaria dari responden yang tidak memiliki kebiasaan MCK di sungai pada malam hari. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk Harijanto, 2000.

2. Hubungan kebiasaan responden berada di luar rumah terhadap kejadian malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden berada di luar rumah terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,006 p0,05 dengan OR sebesar 0,213 95 CI= 0,067-0,678 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden berada di luar rumah terhadap kejadian malaria. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam memiliki resiko 0,213 kali lebih besar untuk terjadinya malaria dari responden yang tidak memiliki kebiasaan berada di luar rumah. Menurut penelitian Dasri 2005 dengan desain penelitian case control penderita malaria kemungkinan 4 kali bekerja di luar rumah malam hari dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

3. Hubungan kebiasaan responden memancing ikan terhadap kejadian malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden memancing ikan terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,005 p 0,05 dengan OR sebesar 3,778 95 CI= 1,448-9,856 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden memancing ikan terhadap kejadian malaria. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki Universitas Sumatera Utara kebiasaan memancing ikan memiliki resiko 3,778 kali lebih besar untuk terjadinya malaria dari responden yang tidak memiliki kebiasaan memancing ikan. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk Harijanto, 2000.

4. Hubungan kebiasaan responden memakai kelambu terhadap kejadian malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden memakai kelambu terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,009 p 0,05 dengan OR sebesar 3,285 95 CI= 1,334-8,091 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden memakai kelambu terhadap kejadian malaria. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki kebiasaan menggunakan kelambu pada saat tidur malam hari memiliki resiko 3,285 kali lebih besar untuk terjadinya malaria dari responden yang memiiliki kebiasaan menggunakan kelambu pada saat tidur malam hari. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan pengguna zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria Harijanto, 2000.

5. Hubungan kebiasaan responden pakai pelindung diri terhadap kejadian malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden pakai pelindung diri terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,002 p0,05 dengan OR sebesar 0,236 95 CI= 0,091-0,616 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden pakai pelindung diri Universitas Sumatera Utara terhadap kejadian malaria. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki kebiasaan memakai pelindung diri memiliki resiko 0,236 kali lebih besar untuk terjadinya malaria dari respondne yang memiliki kebiasaan memakai pelindung diri. Faktor perilaku manusia yang lain seperti kebiasaan keluar malam, kebiasaan menggunakan jaket malam hari, dan sebagainya tidak terbukti sebagai faktor resiko kejadian malaria Hadi, 2006.

6. Hubungan kebiasaan responden memakai lotion terhadap kejadian malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden memakai lotion terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,006 p 0,05 dengan OR sebesar 4,333 95 CI= 1,451-12,945 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden memakai lotion terhadap kejadian malaria. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki kebiasaan memakai lotion memiliki resiko 4,333 kali lebih besar untuk terjadinya malaria dari responden yang memiliki kebiasaan memakai lotion. Menurut penelitian Dasri 2005 dengan desain penelitian case control menyatakan bahwa penderita malaria kemungkinan 3,2 kali tidak memakai repelen dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

7. Hubungan kebiasaan responden menutup jendela terhadap kejadian malaria

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden menutup jendela terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,028 p 0,05 dengan OR sebesar 4,333 95 CI= 1,451-12,945sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden menutup jendela terhadap kejadian malaria. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki kebiasaan menutup jendala memiliki resiko 0,367 kali lebih besar terjadinya malaria dari responden yang memiliki kebiasaan menutup jendela. Membiasakan menutup pintu dan jendela pada waktu sore hari 18.00-20.00 dapat mengurangi jumlah nyamuk malaria yang masuk ke dalam rumah sehingga dapat menurunkan resiko tergigit nyamuk malaria. Individu yang selalu menutup pintu dan jendela pada sore hari mempunyai resiko 2,9 kali lebih rendah untuk menderita malaria dibandingkan individu yang tidak biasa menutup pintu dan jendela pada sore hari dengan mengendalikan faktor sosial ekonomi Hadi, 2006.

8. Hubungan kebiasaan responden memelihara unggas terhadap kejadian malaria

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan responden memelihara unggas terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,009 p 0,05 dengan OR sebesar 3,391 95 CI= 1,325-8,683 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden memelihara unggas terhadap kejadian malaria. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan memelihara unggas memiliki resiko 3,391 kali lebih besar untuk terjadinya malaria dari responden yang tidak memiliki kebiasaan memelihara unggas. Universitas Sumatera Utara Ternak besar seperti sapi dan kerbau merupakan hewan yang keberadaannya dapat mengundang nyamuk malaria sehingga orang yang di sekitar rumahnya terdapat kandang ternak mempunyai resiko digigit nyamuk malaria lebih tinggi dibandingkan orang yang di sekitar rumahnya tidak terdapat kandang ternak. Orang yang di sekitar rumahnya terdapat kandang ternak mempunyai risiko untuk menderita malaria 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan orang yang ada di sekitar rumahnya tidak terdapat kandang ternak setelah faktor sosial ekonomi dikendalikan Munif, 2012.

5.2 Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Responden terhadap