Perjanjian Kredit Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit

Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 dalam keadaan ekonomi yang lesu karena deflasi, pemerintah dapat melonggarkan kebijakan pemberian kredit sehingga akan menimbulkan kegairahan dalam usaha. 5. Meningkatkan kegairahan berusaha. Pihak-pihak yang usahanya terhambat karena kekurangan modal dapat meningkatkan usahanya melalui bantuan kredit yang diberikan oleh suatu bank. 6. Meningkatkan pemerataan pendapatan. Dengan adanya kredit, perusahaan-perusahaan dapat meningkatkan usahanya bahkan dapat mendirikan proyek baru yang akan membutuhkan tenaga kerja. Hal itu dapat mengurangi pengangguran dan selanjutnya pemerataan pendapatan akan meningkat pula. 7. Meningkatkan hubungan internasional. Pengusaha di dalam negeri dapat pula memperoleh kredit baik secara langsung offshore loan maupun tidak langsung two step loan. Bahkan suatu negara yang sedang berkembang dapat memperoleh kredit dari negara- negara yang telah maju. Bantuan dalam bentuk kredit tersebut dapat sekaligus mempererat hubungan antar negara yang bersangkutan. 39

E. Perjanjian Kredit

Setiap kredit yang telah disepakati oleh pemberi kredit kreditur dan penerima kredit debitur maka wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu 39 Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, hal168-169 Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 perjanjian kredit. Perjanjian itu sendiri diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Adapun perjanjian kredit berakar pada perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata. Dalam pembuatan perjanjian kredit juga harus dilihat dan dipahami tentang syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: 1. Para pihak telah sepakat untuk membuat perjanjian; 2. Para pihaknya cakap untuk membuat perjanjian; 3. Ada hal tertentu yang diperjanjikan; 4. Perjanjian tersebut didasarkan pada sebab yang halal. Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam peristiwa ini timbul suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Adapun yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu dinamakan debitur atau si berutang. 40 Atas suatu pelepasan kredit oleh bank kepada nasabahnya, sesuai dengan prosedurnya akan selalu dimulai dengan permohonan kredit oleh nasabah yang 40 Hasanuddin Rahman, S.H, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 135 Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 bersangkutan. Apabila bank menganggap permohonan tersebut layak untuk diberikan, maka untuk dapat terlaksananya pelepasan kredit tersebut, terlebih dahulu haruslah dengan diadakannya suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit atau pengakuan utang. Hal ini diatur dalam Undang- Undang Perbankan pada pasal 1 ayat 12, yang menyebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Namun demikian, hal penting dari diadakannya perjanjian kredit adalah filosofinya, yakni keharusan adanya suatu perjanjian kredit atas setiap pelepasan kredit bank kepada nasabahnya. Adapun filosofi tersebut maksudnya adalah berfungsinya perjanjian kredit tersebut sebagai alat bukti, dan sebagaimana diketahui bahwa surat-surat perjanjian yang ditandatangani adalah merupakan suatu akta. Pada praktik pelaksanaan kredit, perjanjian kredit memiliki 2 bentuk, yakni: 1. Perjanjian dalam bentuk Akta Bawah Tangan Akta bawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Agar akta bawah tangan tidak mudah dibantah maka dibutuhkan legalisasi oleh notaris yang mengakibatkan akta bawah tangan tersebut memiliki kekuatan pembuktian seperti akta autentik. Adapun akta bawah tangan ini diatur dalam pasal 1874 KUHPerdata. 2. Perjanjian dalam bentuk Akta Autentik Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 Akta autentik ini memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Ini berarti akta autentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Mengenai akta autentik ini diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata. 41 a. Berfungsi sebagai perjanjian pokok, yakni perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya misalnya perjanjian pengikatan jaminan. Perjanjian kredit mempunyai fungsi yang penting, baik bagi kreditur maupun bagi debitur, antara lain: b. Berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan hak antara keditur dan debitur. c. Berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. 42 Pada dasarnya, suatu perjanjian kreditpengakuan utang harus memenuhi 6 syarat minimal, yakni: jumlah utang, besarnya bunga, waktu pelunasan, cara-cara pembayaran, klausula opeisbaarheid klausula yang memuat hal-hal mengenai hilangnya kewenangan bertindak atau kehilangan haknya debitur untuk mengurus harta kekayaannya, serta barang jaminan. Menurut Ch. Gatot Wardoyo, terdapat beberapa klausula yang selalu dan perlu dimuat atau dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, diantaranya: 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali predisbursement clause. Klausula ini menyangkut: a. Pembayaran provisi, premi asuransi kredit, serta asuransi dan biaya pengikatan jaminan secara tunai. 41 http:www.blogspot.comanggara.org2008040418.00wib 42 Drs. Muhamad Djumhana, S.H, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 505 Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut. c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun kreditur. 2. Klausula mengenai maksimum kredit amount clause. Klausula ini memiliki arti penting dalam beberapa hal, yaitu: a. Merupakan objek dari perjanJian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru sesuai dengan pasal 1381 butir 3 dan pasal 1413 KUHPerdata tentang novasi objektif. b. Merupakan batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit yang berarti pula batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman. c. Merupakan penetapan besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee. d. Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik overdraft. 3. Klausula mengenai jangka waktu kredit. Dalam klausula ini terdapat hal-hal penting, yakni: a. Merupakan batas waktu bagi bank, kapan keharusan menyediakan dana sebesar maksimum kredit berakhir dan sesudah dilewatinya jangka waktu ini sehingga menimbulkan hak tagihpengembalian kredit dari nasabah. Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 b. Merupakan batas waktu kapan bank melakukan teguran-teguran kepada debitur bila tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya. c. Merupakan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan review, atau analisis kembali apakah kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali. 4. Klausula mengenai bunga pinjaman interest clause. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk: a. Memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama karena bunga merupakan penghasilan bank yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk menyediakan fasilitas kredit tersebut. b. Pengesahan pemungutan bunga diatas 6 pertahun. Yakni dengan berdasarkan pada pedoman keterangan pasal 1765 dan pasal 1767 KUHPerdata yang memungkinkan pemungutan bunga pinjaman diatas 6 pertahun asalkan diperjanjikan secara tertulis. 5. Klausula mengenai barang agunan kredit. Klausula ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank. 6. Klausula asuransi insurance clause. Klausula ini bertujuan untuk penagihan resiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di bank dan sebagainya. 7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh bank negative clause. Klausula ini ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis, dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama. Adapun contoh tindakan yang tidak diperkenankan dilakukan debitur meliputi: a. Larangan meminta kredit kepada pihak lain tanpa seizin bank. b. Larangan mengubah bentuk hukum perusahaan debitur tanpa seizin bank. c. Larangan membubarkan perusahaan tanpa seizin bank. 8. Trigger Clause atau Opeisbaar Clause. Klausula ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 9. Klausula mengenai denda Penalty Clause. Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan, baik mengenai besarnya maupun kondisinya. 10. Expence Clause. Klausula ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada debitur, yang meliputi biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang dan penagihan kredit. 11. Debet Authorization Clause. Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 Yakni pendebetan rekening pinjaman debitur harus dengan izin debitur. 12. Representation and Warranties. Klausula ini sering juga disebut dengan istilah material adverse change clause. Maksudnya adalah bahwa pihak debitur yang menjanjikan serta menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan. 13. Klausula ketaatan pada ketentuan bank. Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum. Misalnya, mengenai masalah tempat dan waktu melakukan pencairan dan penyetoran kredit, penggunaan formulir, format surat, konfirmasi atau pemberitahuan saldo rekening bulanan. 14. Miscellaneous atau Boiler Plate Provision. Yakni pasal-pasal tambahan dalam perjanjian kredit. 15. Dispute Settlement Alternative Dispute Resolution. Klausula ini mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dengan debitur bila terjadi. 16. Pasal Penutup. Yakni memuat eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit. 43 Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku standard contract, dimana isi atau klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir blanko, tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu vorn vrij. Calon nasabah debitur tinggal membubuhkan tanda tangannya saja apabila bersedia menerima isi perjanjian tersebut, tidak memberikan kesempatan kepada calon debitur untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausula-klausula yang diajukan pihak bank. Perjanjian baru ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini, kedudukan calon debitur sangat lemah, sehingga menerima saja syarat- syarat yang disodorkan oleh pihak bank, karena jika tidak demikian calon debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud. Pemberian kredit oleh bank wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan akta di bawah tangan maupun akta notarial. Perjanjian kredit tersebut berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit dilakukan bank harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. 43 Hasanuddin Rahman, S.H, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 152-155 Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 Adapun perjanjian kredit dapat berakhir, yakni sesuai dengan ketentuan pasal 1381 KUHPerdata tentang hapusnya perikatan, karena perjanjian kredit juga tunduk kepada hukum perjanjian. Perjanjian kredit akan berakhir dengan disebabkan oleh: 1. Pembayaran. Pembayaran secara lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus. 2. Subrogasi. Subrogasi oleh pasal 1400 KUHPerdata disebutkan sebagai penggantian hak- hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu. Jadi subrogasi dapat terjadi apabila ada penggunaan hak-hak oleh seorang pihak ketiga yang mengadakan pembayaran. 3. Novasi. Novasi atau pembaharuan utang adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Hal ini diatur dalam pasal 1413 KUHPerdata yang menentukan novasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: a. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya; Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 b. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; c. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. 4. Kompensasi Dalam pasal 1425 KUHPerdata, mengatur tentang kompensasi yakni suatu keadaan dimana dua orangpihak saling berutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan utang-piutang tersebut sehingga perikatan utang itu menjadi hapus. Dalam hal ini, dijalankan oleh bank dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan tersebut yang diambil alih tersebut. 44 44 Ibid, hal 157 Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008. USU Repository © 2009 BAB IV KEDUDUKAN BENDA TIDAK BERGERAK SEBAGAI JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

A. Pengaturan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam